Pidato Presiden Putin di Majelis Federal Russia, Gostiny Dvor, Moskow, 21 Februari 2023.
Berselancar di dunia maya mencari ebook dari penulis credible, tentang perang Ukraine dari sudut pandang Russia, sungguh sulit. Banyak ebook tentang hal tersebut ditemukan di amazon.com, namun selalu dari sudut pandang Barat. Sudah dua tulisan disajikan dalam blog ini terkait pemberitaan tentang perang Rusia – Ukraina, yaitu: Perang Rusia – Ukraina dan RT alternatif Sumber Berita, belum juga menemukan sumber berita yang meyakinkan dari sisi Rusia. Hanya channel Russia Today yang memberitakan perang Ukraine dari sudut pandang Russia. Coba saja BBC, CNN, Bloomberg, TRTWorld, Al Jazeera, DW dll; sudah seperti representasi NATO. Seragam, sudut pandang Barat. Gagal mendapatkan keseimbangan informasi. Tidak ada lagi Cover both sides.
Tak disangka, muncul Presiden Putin memberikan sambutan di depan para pejabat di Majelis Federal Russia, Gostiny Dvor, Moskow pada tanggal 21 Februari 2023. Sebagai sebuah informasi penyeimbang terhadap media berita yang substansinya seragam pro-Barat tersebut, Pidato Putin ini cukup memuaskan. Apalagi disampaikan langsung oleh otoritas tertinggi pemerintah Rusia. Presiden Putin. Sumber terpercaya.
Pada transkrip pidato yang sudah dipublikasikan dan diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh Sumber Internet Resmi Kepresidenan Russia terbaca adanya dua target audiences yang ingin dicapai dari pidato tersebut, yaitu:
Masyarakat Global, untuk menjelaskan maksud invasi Russia ke Ukraina, Bela Negara, serta menolak standar ganda dan hegemoni Barat
Masyarakat Russia, untuk memberikan semangat Bela Negara, persatuan, kemandirian bangsa dan peningkatan kesejahteraan.
Berikut ini adalah, beberapa cuplikan penting dari naskah pidato Putin (translated), dalam menanggapi sikap dan tindakan Barat yang mendukung Zelensky, Ukraina. Naskah lengkapnya ada dalam daftar Tautan di bawah.
Tak butuh berlama-lama, di awal pidatonya, Putin pun langsung menjelaskan alasan Rusia melakukan invasi ke Ukraina di tahun 2022:
to protect the people in our historical lands,
to ensure the security of our country and
to eliminate the threat coming from the neo-Nazi regime that had taken hold in Ukraine after the 2014 coup,
Dalam wawancara Helmi Yahya dengan Dubes Rusia, Lyudmila Vorobieva, juga sudah dijelaskan tentang tujuan diatas, beberapa bulan sebelum pidato Presiden Putin. (Tautan terlampir di bawah)
RT channel berulang kali menayangkan film dokumenter penguasaan brutal yang memakan korban jiwa dan harta, oleh pemerintah Kiev, Ukraine terhadap wilayah Donetsk dan Luhansk, yang masyarakatnya pro-Rusia di tahun 2014. Peta distribusi kebangsaan dari Seymour Hers terlampir, menunjukkan bangsa Rusia ada 22% di Ukraina. Munculnya kelompok ultra-kanan Ukraina yang seringkali muncul di publik berkelompok, menggunakan atribut Nazi dan melakukan salam dengan menjulurkan lengan kanan seperti layaknya anggota Nazi saaat WWII, menjadi pembenaran Putin untuk menjulukinya sebagai Neo-Nazi dalam pidatonya diatas.
Since 2014, Donbass has been fighting for the right to live in their land and to speak their native tongue. … we were doing everything in our power to solve this problem by peaceful means, and patiently conducted talks on a peaceful solution to this devastating conflict. This appalling method of deception has been tried and tested many times before. They behaved just as shamelessly and duplicitously when destroying Yugoslavia, Iraq, Libya, and Syria.
Kekesalan Putin terhadap sikap mendua dan hipokrit Barat, diungkapkannya dalam kalimat berikut:
It turned out that they treat people living in their own countries with the same disdain, like a master. After all, they cynically deceived them too, tricked them with tall stories about the search for peace, about adherence to the UN Security Council resolutions on Donbass. Indeed, the Western elites have become a symbol of total, unprincipled lies.
…
Menurutnya, Perang Ukraina ini bukan memerangi masyarakat Ukraina.
We are not at war with the people of Ukraine. I have made that clear many times.
Responsibility for inciting and escalating the Ukraine conflict as well as the sheer number of casualties lies entirely with the Western elites and, of course, today’s Kiev regime, for which the Ukrainian people are, in fact, not its own people. The current Ukrainian regime is serving not national interests, but the interests of third countries.
… the longer the range of the Western systems that will be supplied to Ukraine, the further we will have to move the threat away from our borders. This is obvious.
Gita Wirjawan dalam podcast youtubenya, yang berdialog dengan Connie Bakrie, berjudul: Tunjukkan taring, pimpin dengan integritas berpendapat bahwa Putin tidak pernah terlihat berniat untuk menguasai Ukraina. Disetujui oleh Connie. Dan juga ditegaskan oleh Dubes Rusia, Vorobieva, dalam wawancaranya dengan media Kumparan.
Putin mengaku bahwa Rusia sudah bersedia untuk dialog, namun tidak mendapat tanggapan berarti:
We were open and sincerely ready for a constructive dialogue with the West; we said and insisted that both Europe and the whole world needed an indivisible security system equal for all countries, and for many years we suggested that our partners discuss this idea together and work on its implementation. But in response, we received either an indistinct or hypocritical reaction, as far as words were concerned. But there were also actions: NATO’s expansion to our borders, the creation of new deployment areas for missile defence in Europe and Asia–they decided to take cover from us under an ‘umbrella’–deployment of military contingents, and not just near Russia’s borders.
Finally, in December 2021, we officially submitted draft agreements on security guarantees to the USA and NATO. In essence, all key, fundamental points were rejected. After that it finally became clear that the go-ahead for the implementation of aggressive plans had been given and they were not going to stop.
…
Intelejen Rusia mengendus adanya rencana penyerbuan brutal oleh Kiev ke Donbass, seperti pernah terjadi di 2014. Putin pun merasa dikhianati oleh Badan Keamanan PBB.
… there was no doubt that everything would be in place by February 2022 for launching yet another bloody punitive operation in Donbass. Let me remind you that back in 2014, the Kiev regime sent its artillery, tanks and warplanes to fight in Donbass.
In 2015, they tried to mount a frontal assault against Donbass again, while keeping the blockade in place and continuing to shell and terrorise civilians. Let me remind you that all of this was completely at odds with the documents and resolutions adopted by the UN Security Council, but everyone pretended that nothing was happening.
… they were the ones who started this war, while we used force and are using it to stop the war.
… Putin pun tak merasa perlu lagi menahan geram atas sikap dan tindakan Barat, maka kekesalan pun diungkapkannya.
.. the Organisation for Economic Cooperation and Development, the G7 countries earmarked about $60 billion in 2020–2021 to help the world’s poorest countries. Is this clear? They spent $150 billion on the war, while giving $60 billion to the poorest countries,
According to US experts, almost 900,000 people were killed during wars unleashed by the United States after 2001, and over 38 million became refugees.
… Putin menunda keikutsertaan dalam SART, karena ada kewajiban disana untuk bersedia diperiksa fasilitas pertahanan nuklirnya. Menurutnya, dalam situasi perang, dimana Barat berada di belakang Ukraine, maka tidak mungkin Rusia memberi kesempatan Barat berada di fasilitas pertahanannya. Demikian juga pasti sebaliknya.
In early February, the North Atlantic alliance made a statement with actual demand to Russia, as they put it, to return to the implementation of the Strategic Arms Reduction Treaty, including admission of inspections to our nuclear defence facilities. I don’t even know what to call this. It is a kind of a theatre of the absurd.
The drones used for this purpose were equipped and updated with the assistance of NATO specialists. And now they also want to inspect our defence facilities? In the current conditions of confrontation, it simply sounds insane.
…
Putin juga menengarai adanya upaya Barat untuk melakukan perang ekonomi dan pembusukan dari dalam negeri Rusia.
… they sent prices soaring in their own countries, destroyed jobs, forced companies to close, and caused an energy crisis, while telling their people that the Russians were to blame for all of this. We hear that.
“Make them suffer”–what a humane attitude. They want to make our people suffer, which is designed to destabilise our society from within.
… Namun Putin meyakinkan bangsanya bahwa ekonomi Rusia masih dalam kondisi aman.
The Russian economy, as well as its governance model proved to be much more resilient than the West thought.
I would like to draw your attention to the fact that this has nothing to do with printing money. Not at all. Everything we do is solidly rooted in market principles.
… Selain pembelaan diri untuk invasi ke Ukraina dan kecaman terhadap sikap dan tindakan AS dan Sekutunya, sisa pidato Putin adalah pernyataan ketahanan ekonomi Rusia yang masih aman. Bahkan berencana untuk meningkatkan anggaran persenjataan, gaji ASN dll.
…
PENUTUP Kutipan dari buku “How the West Brought War to Ukraine”, karya Benjamin Abelow di bawah ini mungkin bisa jadi pengingat:
Gilbert Doctorow—an independent, Brussels-based political analyst whose Ph.D. and post-doctoral training are in Russian history—comments:
Be careful what you wish for. Russia has more nuclear weapons than the United States. Russia has more modern weapons than the United States. Russia can level to the ground the United States in 30 minutes. Is this a country in which you want to create turmoil? Moreover, if [Mr. Putin] were to be overturned, who would take his place? Some little namby-pamby? Some new drunkard like [first Russian president Boris] Yeltsin? Or somebody who is a Rambo and just ready to push the button? … I think it is extremely imprudent for a country like the United States to invoke regime change in a country like Russia. It’s almost suicidal.
Perang, bagaimanapun akan berakibat langsung pada penderitaan rakyat. Semoga cepat berakhir dengan Perdamaian. Dan tidak ada lagi Negara yang merasa sebagai pemegang kuasa penentu Nilai Kebenaran terhadap negara lain.
Mengutip media berita The Economist, pidato Xi Jinping 15 Maret 2023, the “Global Civilisation Initiative”, … that countries should “refrain from imposing their own values or models on others and from stoking ideological confrontation.”
Sebagai Penutup, Tautan berikut ini cukup bagus memberi gambaran tentang persoalan Ukraina dan mereka yang memperkeruhnya.
Jiwa-Jiwa Mati (Dead Souls) adalah novel karya Nikolai Vasilevich Gogol (1809-1852),yang dipublikasikan tahun 1842, di era Tsar Nicholas I. Penulis religius kelahiran Ukraina. Pindah ke Petersburg saat usia 19 tahun, dan wafat di Moskow, Russia dalam usia 42 tahun. Setelah tinggal di Jerman, Perancis, Swiss, Italia dan sempat beribadah ke Jerusalem.
Novel klasik berbahasa Indonesia, terjemahan Koesalah Soebagyo Toer ini, bisa diperoleh di toko buku Gramedia untuk format hard copy nya. Untuk format digital pdf, bisa diperoleh di aplikasi Gramedia Digital dan ipusnas.id. Format ebook berbahasa Inggris, bisa diperoleh di web Project Gutenberg, atau beli di Kindle atau Play Books. Untuk keperluan pemahaman lebih dalam dari isi cerita atau pembuatan resensi, kedua format terakhir paling enak untuk dibaca, karena text bisa dicopy, diwarnai, diberikan catatan dan diekspor ke format txt.
Ini novel satire realis, tentang wabah korupsi di aparat pemerintahan Rusia. Berlatar-belakang abad 19, di kota kecil N, era monarki Rusia, setelah perang dengan Napoleon. Beberapa tahun setelah 1812. Ditengah tingginya kondisi Kemiskinan dan Feodalisme. Getir.
Alkisah, munculnya pendatang baru di kota N. Sosok paruh baya Paul Ivanovitch Chichikov, anggota Dewan Kolegial, yang mengunjungi pejabat-pejabat daerah. Dewan Kolegial adalah pegawai pemerintah tingkat 6. Setingkat lebih tinggi daripada anggota Dewan Pengadilan. Jauh dibawah para jenderal di tingkat 3 atau 4. Chichikov dicitrakan sebagai bujangan, pengusaha kaya yang ambisius, menyenangkan, santun, berpendidikan dan berwawasan. Berpengalaman sebagai pegawai sipil di Pengadilan dan Pabean. Licik dan kikir dalam perkembangannya, ketika obsesi kekayaan semakin menguat.
Chichikov mengalami masa kecil yang suram. Tak berkawan. Ditinggal wafat ayahnya ketika masih usia sekolah. Gogol pun menggambarkan kesepian dan kepatuhan Chichikov dengan gaya sangat kelam.
Dari sekali hidup telah tampak tampangnya yang asam dan tak bersahabat kepadanya, seolah-olah memandangnya melalui jendela yang kabur dan tertabur salju: selagi kanak-kanak ia tak mempunyai teman ataupun kawan main. Sebuah kamar kecil yang mungil dengan jendela-jendela kecil yang tak pernah dibuka pada musim dingin dan panas. Ayahnya, seorang yang cacat, yang mengenakan jas panjang bergaris bulu anak biri-biri dan kakinya yang telanjang mengenakan selop rajut, selalu mengeluh sambil berjalan mondar-mandir dalam kamar dan terus meludah ke dalam tempolong yang penuh pasir di sebuah sudut. Chichikov selalu duduk di bangku memegang pena dengan jari-jari yang ternoda tinta, bahkan juga bibirnya, sedangkan perintah-perintah abadi tampak di depan matanya: “Jangan berbohong! Dengarkan orang tua! Tumbuhkan kebajikan dalam hatimu!”
Setelah menginap semalam di sana, keesokan harinya ayahnya pulang. Tak ada air mata perpisahan pada ayahnya. Ia mendapat lima puluh kopek uang tembaga untuk uang saku dan untuk membeli gula-gula, dan yang lebih penting lagi ialah teguran bijaksana ini: “Ingat, Pavlusha, kerjakan pelajaranmu. Jangan kurang ajar dan jangan nakal. Terlebih-lebih, berusahalah sebaik-baiknya untuk menyenangkan guru dan atasanmu. Kalau kamu menyenangkan atasanmu, keadaanmu akan beres dan kamu akan mendahului siapa saja, sekalipun ternyata kamu sarjana yang buruk, dan sekalipun Tuhan tidak memberimu bakat. Jangan berteman dengan kawan-kawan sekelasmu. Mereka tak akan mengajarkan hal yang baik. Kalau kamu memang ingin berteman dengan mereka, bermainlah dengan yang lebih berada dan bisa bermanfaat untuk kamu. Jangan menjamu atau menyenang-nyenangkan siapa pun, melainkan berlakulah sedemikian rupa sehingga kamu dijamu oleh orang lain, dan terlebih lagi. Berhati-hatilah dengan uangmu dan simpanlah: uang merupakan barang yang paling dapat diandalkan di dunia. Kawan sekelas atau teman bisa menipu kamu dan segera meninggalkan kamu dalam kesulitan, sedang uang tak akan membiarkan kamu jatuh, dalam kesulitan yang bagaimana pun.”
Sesudah menyampaikan ajaran ini, ayah itu pun berpisah dari anaknya dan menyeret diri lagi pulang dengan “burung magpie”, dan sejak itu anaknya tidak pernah lagi melihatnya, tetapi kata-katanya dan ajaran-ajarannya terhunjam dalam di otak.
Paul Ivanovitch Chichikov
Chichikov kecil, Pavlusha, tidak menggunakan peninggalan uang 50 kopek uang tembaga dari ayahnya. Bermodalkan ajaran-ajaran hidup ayahnya, kepintaran dan kreatifitasnya, Pavlusha mampu mencari uang dari berdagang dengan teman-teman sekolahnya. Tak banyak, namun dari sana lah jiwa dagang Pavlusha bermula.
Pavlusha dikenal sebagai murid pintar dan penurut di sekolah. Berkelakuan baik dan menjadi kecintaan gurunya. Tak banyak warisan dari ayahnya, yang meninggal ketika Pavlusha baru saja lulus dari sekolah.
Selama bersekolah ia memperoleh nama yang baik, dan setelah selesai pendidikan ia mendapat angka-angka bagus untuk semua mata pelajaran. Sertifikat dan sebuah buku dengan tulisan huruf emas, “Untuk kerajinan, teladan, dan tingkah laku gemilang”. Keluar dari sekolah ia ternyata menjadi pemuda yang agak menarik penampilannya, dengan dagu yang sudah membutuhkan pisau cukur. Justru pada waktu itulah ayahnya meninggal. Yang diwarisinya hanyalah empat buah sweater wol yang usang dan tak dapat diperbaiki lagi, dua buah mantel tua yang bergaris wol anak biri-biri, dan sejumlah uang yang tak ada artinya. Ayahnya agaknya hanya pandai dalam memberikan nasihat bagaimana menyimpan uang.
Muram, tragis dan semakin kelu kisah Chichikov di tangan Gogol. Tragis dimasa kecil, berubah licik dalam perkembangan usianya. Sepenggal kisah berikut sebagai contohnya:
Dalam keadaan sakit, lapar dan tanpa penolong, tinggallah ia di sebuah gubuk yang tak berpemanas dan telah ditinggalkan orang. Bekas-bekas muridnya, anak-anak yang pandai dan cerdas, yang selalu dicurigai mempunyai tingkah laku bandel dan bermuka tebal, ketika mengetahui nasib guru yang melarat itu, mulailah mengumpulkan sumbangan untuknya dan bahkan menjual banyak barang dengan hasilnya untuk sumbangan.
Hanya Pavlusha Chichikov yang meminta maaf karena tak punya dana dan hanya menawarkan uang perak lima kopek, yang oleh bekas teman sekelasnya dilemparkan kembali kepadanya sambil berkata, “Orang kikir kamu!”.
Guru yang malang itu menutup muka dengan tangan waktu mendengar apa yang dilakukan oleh murid-muridnya; air mata menderas dari matanya yang mengabur seolah-olah ia anak yang suka menolong.
Terperdaya sang Guru oleh kelicikan Chichikov, yang selama sekolah dianggapnya sebagai murid teladan. Hanya karena penurut dan kelihaian menyenangkan gurunya.
Selanjutnya, pemuda Chichikov diterima sebagai Dinas Sipil di Kantor Pengadilan. Obsesinya untuk menjadi kaya, memotivasinya bekerja keras di kantornya.
Berperilaku baik di lingkungan kerjanya. Bahkan mampu mengambil hati atasannya, yang dikenal punya perangai kasar dan kejam terhadap karyawannya. Rajin, penurut dan kerja keras. Begitulah kesan yang dibangun oleh Chichikov dalam bekerja, hingga Juru Tulis Kepala jatuh hati padanya. Bahkan, muncul kesan di lingkungan kerjanya bahwa Chichikov akan menjadi menantunya. Diangkatlah posisi Chichikov menjadi Juri Tulis Kepala. Tak ada lagi cerita tentang calon menantu. Terperdaya lah sang Juri Tulis Kepala tua. Licik dan kejam. Berhenti sudah puasa Chichikov dimasa muda. Penampilan pun berubah gaya. Dan roda korupsi pun mulai berputar.
Namun Chichikov harus pindah kerja, karena tak mampu menaklukkan atasan baru dari militer, yang cukup gigih memerangi korupsi. Lanjut bekerja di jawatan Bea dan Cukai. Pindah lagi, sebagai Pengacara.
Chichikov selalu ditemani Selifan, si kusir kereta berkuda tiga dan Petrushka, berhidung besar dan berbibir tebal, sebagai pengawal yang biasa menjaga kamar penginapannya. Ia berkeliling ke berbagai wilayah di sekitar kota N, untuk menemui banyak pejabat, pengusaha dan petani untuk keperluan bisnis. Perbudakan. Di era monarki Russia dibawah Tsar Nicholas I (1796-1855), pekerja lahan pertanian adalah budak atau aset yang bisa dimiliki dan diperjual- belikan oleh Pengusaha atau Tuan pemilik lahan. Bisnis yang sedang dilakukan Chichikov adalah perdagangan budak. Lebih tepatnya adalah pembelian mantan budak. Hanya nama-nama dari mereka yang sudah mati. Dipergunakan sebagai agunan untuk mendapatkan pinjaman uang. Edann … Kelucuan getir. Satire menyakitkan.
Banyak relasi dengan beragam strata sosial, mulai dari Gubernur hingga petani miskin, dikunjungi Chichikov di berbagai wilayah. Untuk keperluan bersosialisasi menebar citra, demi pembelian ‘mantan budak’. Gogol menyebutnya ‘Jiwa-Jiwa Mati’ atau ‘Dead Souls’.
“Tuan tahu, saya menghendaki orang-orang yang telah mati, tapi masih terdaftar sebagai orang-orang yang masih hidup dalam sensus,” kata Chichikov.
Pembawaan yang santun dan pandai mengambil hati, menyebabkan para pejabat menjadi terpedaya olehnya. Dengan sarkastik Gogol menjelaskannya:
Dalam pembicaraan dengan para penguasa itu ia menunjukkan kecakapan yang besar dalam menjilat mereka, seorang demi seorang, kepada gubernur ia mengisyaratkan secara sambil lalu, bahwa memasuki provinsinya seperti memasuki surga, jalan di mana-mana serata beledu, dan bahwa pemerintah yang telah menunjuk orang-orang penting yang demikian bijaksana patutlah memperoleh pujian yang tertinggi. Kepada kepala polisi ia menyatakan sesuatu yang sangat menjilat mengenai polisi-polisi di kota itu; dan dalam pembicaraannya dengan wakil gubernur dan ketua pengadilan yang masih baru sebagai anggota dewan negara, dua kali ia secara salah mengatakan “yang mulia”, yang memang benar-benar menyenangkan mereka.
Gogol cenderung sinis dan stereotype dalam menggambarkan nasib seseorang. Badan gemuk adalah pejabat atau orang kaya. Sedangkan yang kurus adalah pegawai biasa dan tidak sejahtera hidupnya. Sinis.
Chichikov berkenalan dengan Tuan Tanah Sobakevich yang terkesan canggung, dan Malinov yang cukup mempesona ketika hadir di undangan pesta Gubernur pada hari pertama. Pada saat makan malam dan main kartu bersama Kepala Pos dan Ketua Pengadilan di rumah Kepala Polisi di hari kedua, dia berkenalan dengan tuan tanah periang yang masih muda, Nozdryov. Usia 30 tahunan. Dia juga sempat makan malam di rumah Wakil Gubernur. Dan dengan Ketua Pengadilan di malam lainnya. Chichikov telah sukses memikat warga kota N.
Suatu saat, Chichikov ke luar kota mengunjungi Manilov dan Sobakevich. Dalam perjalannya, digambarkan suasana sunyi kelam:
Begitu kota menghilang di kejauhan, dengan cepat terlihatlah oleh pahlawan kita, segala macam barang dan sampah di kedua sisi jalan, seperti yang seharusnya terlihat di pedesaan: bukit-bukit kecil, pohon-pohon den yang masih muda, macam-macam tumbuhan liar, dan benda-benda yang menyerupai sampah. Mereka melintasi desa-desa yang hanya memiliki satu jalan lurus dan panjang. Bangunan-bangunannya menyerupai tumpukan balok tua, yang ditutupi atap-atap kelabu, sedangkan hiasan-hiasan kayu berukir yang ada di bawahnya tampak seperti handuk bersulam. Seperti biasa, sejumlah petani yang mengenakan mantel kulit biri-biri duduk mengangkang di atas bangku di depan gerbang rumah. Perempuan- perempuan tani dengan muka yang gemuk dan dada yang terbungkus rapat, memandang ke luar dari jendela atas; dari jendela bawah terlihat seekor anak sapi atau seekor babi yang sedang menjulurkan moncongnya.
Gogol biasa menggambarkan para tokohnya dengan rinci. Berikut adalah gaya Gogol menggambarkan sosok Manilov:
Dilihat dari penampilannya, ia orang yang tampak mengesankan; garis-garis wajahnya agak menyenangkan, tapi hal yang menyenangkan terasa terlalu banyak mengandung gula; dalam tingkah laku dan cengkok bicaranya ada sesuatu yang agaknya menuntut simpati menghendaki kasih, dan persahabatan. Ia tersenyum memikat. Rambutnya pirang dan matanya biru muda. Pada menit pertama bercakap-cakap dengannya, bagaimana pun kita akan mengatakan, “Alangkah baik dan menyenangkan orang ini!” Pada menit berikutnya kita tak akan mengatakan sesuatu, dan pada menit yang ketiga kita akan mengatakan, “Terkutuklah kalau aku mengerti dia!” dan kita akan menjauhkan diri darinya sejauh-jauhnya, karena kalau tidak, kita akan bosan setengah mati. Kita tak akan pernah mendengar satu kata pun yang bersifat merangsang atau bahkan sombong darinya.
Malinov bahagia dengan perkawinan yang sudah lebih 8 thn dilaluinya. Kemesraan selalu mengiringi sehari-hari kehidupannya. Di rumah ia sedikit bicara. Kebanyakan hanya berpikir dan merenung. Bekas tentara. Dianggap sebagai perwira sederhana, bijaksana dan beradab.
Situasi sosial di jaman Tsar Nicholas I menempatkan perempuan tak beda jauh dengan budaya saat ini. Tiga pelajaran pokok para murid perempuan di Rusia yang dianggap sebagai dasar kebajikan manusia saat itu adalah: bahasa Perancis yg tak boleh dihindari, piano untuk disuguhkan pada para suami, dan ilmu rumahtangga seperti merajut, dll.
Untuk menunjukkan ketidak-setaraan perempuan terhadap laki-laki, Gogol menggambarkan bahwa jiwa perempuan yang ditawarkan Sobakevich tidak diminati oleh Chichikov. Walaupun dengan harga murah sekalipun, 1 rubbel. Jiwa mati laki-laki dibeli Chichikov dengan harga lebih mahal, 2,5 rubbel.
…
Mencari Jiwa-Jiwa Mati
Dalam perjalanan menuju rumah Sobakevich, Chichikov tersesat hingga terpaksa menginap di rumah milik seorang Perempuan tua, Korobochka Natasya Petrovna. Janda seorang sekretaris kolegial.
Perempuan tua itu, tanpa memahami sebenarnya maksud Chichikov, akhirnya menerima tawarannya, untuk menjual jiwa-jiwa mati. Setelah cukup alot bernegosiasi. Meskipun tetap curiga muncul di benaknya.
Gogol cukup sinis menggambarkan perilaku hipokrit masyarakatnya (hal. 63):
Misalnya, marilah kita membayangkan suatu kantor pemerintah bukan di sini, tapi di suatu kerajaan Ruritania – dan marilah kita menduga bahwa kantor itu mempunyai seorang kepala. Cobalah perhatikan saat ia duduk di antara para bawahannya – nah, Anda akan menjadi begitu gentar hingga Anda tak dapat mengucapkan sepatah katapun! Kesombongan dan kemuliaan dan entah apa lagi yang tak diungkapkan oleh mukanya? Satu-satunya yang Anda dapat perbuat ialah mengambil sebuah kuas dan melukisnya – seorang Prometheus, ya, seorang Prometheus yang sebenar- benarnya! Ia tampak seperti rajawali, berjalan dengan langkah-langkah lembut yang terukir. Tapi rajawali itu, bila meninggalkan kantornya dan mendekati kantor kepalanya sendiri, akan terbirit-birit seperti ayam hutan sambil mengepit kertas, secepat kakinya dapat berlari.
Dalam masyarakat dan perjamuan malam, jika semua orang lebih rendah pangkatnya, Promotheus kita tetap seorang Promotheus, tetapi jika mereka naik sedikit saja di atasnya, Promotheus itu mengalami metamorfosa seperti yang tak pernah terpikirkan oleh Ovid sekalipun: seekor lalat, ya, lebih rendah dari seekor lalat, ia telah memerosotkan dirinya menjadi satu butir pasir!
Chichikov bertemu Nozdryov dan iparnya, Mizhuyev. Chichikov pernah bertemu Nozdryov ketika makan bersama Penuntut Umum. Kini bertemu lagi tanpa sengaja di penginapan, setelah meninggalkan kota domisili Korobochka. Chichikov berharap Nozdryov mau menjual jiwa-jiwa mati yang dimilikinya. Gagal.
Chichikov telah menerima ratusan jiwa mati dari Korobochka, Plyushkin, Sobakevich.
Kepada Ketua Pengadilan, Chichikov beralasan bahwa orang-orang yang dibelinya akan dipekerjakan di kota Kherson. Disana tersedia sungai, kolam dan lahan luas. Dan para penjual Jiwa-Jiwa Mati mengaku kepada Ketua Pengadilan bahwa hal tersebut dilakukannya karena tidak lagi membutuhkan tenaganya atau karena lalai dan terlanjur menjualnya.
…
Kecurigaan
Pergunjingan permainan kotor jutawan Chichikov merebak di kota N. Membayangkan besarnya jumlah dan tingkat kualitas hamba-hamba yang dibeli untuk dipekerjakan di perkebunan Chichikov di kota Kherson, cukup mengherankan bagi warga setempat, karena di Kherson tak ada cadangan air yang cukup untuk perkebunan. Kering, menurut cerita-cerita dalam keriuhan gunjingan itu.
Dan akhirnya, runtuhnya reputasi Chichikov bermula dari maboknya Nozdryov, seperti tertulis di halaman 245 berikut ini:
Sementara itu, Nozdryov melihatnya dan langsung menghampiri. “Aakh, tuan tanah Kherson, tuan tanah Kherson!” serunya seraya mendekat dan tertawa keras hingga kedua pipinya yang segar dan merah muda seperti bunga mawar musim semi itu bergetar dan bergoyang. “Nah? Apa Tuan telah memborong banyak orang mati? Maaf, yang Mulia,” serunya dengan keras dan sambil menoleh kepada gubernur, “dia ini punya urusan tentang orang-orang yang telah mati, ya, betul-betul ini, hati saya boleh disalib! Dengar, Chichikov, tuan ini saya katakan ini kepada Tuan sebagai seorang teman, karena kita semua di sini teman Tuan, dan yang mulia ini pun teman Tuan – akan saya gantung Tuan, dan terkutuklah saya kalau saya tak melakukannya!”
Chichikov betul-betul tak tahu apakah ia sedang berdiri dengan kepala atau tumit.
“Tuan percaya atau tidak,” sambung Nozdryov yang ditujukan kepada gubernur, “ketika ia mengatakan kepada saya ‘Juallah pada saya orang-orang yang sudah mati’, hampir meletus perut saya karena ketawa. Ketika saya tiba di sini, orang bilang ia sudah membeli hamba-hamba untuk dipindahkan seharga tiga juta rubel. Untuk dipindahkan! Dengarlah, ia sudah tawar-menawar dengan saya mengenai orang yang sudah mati. Dengar, Chichikov, Tuan binatang yang kotor; digantunglah saya ini kalau Tuan bukan seperti itu! Yang Mulia pun ada di sini. Bukankah begitu, penuntut umum?”
Menarik untuk merenungi paragraf berikut ini. Ternyata sudah menjadi sifat manusia sejak dulu kala bahwa pergunjingan memang mudah menular. Cukup teliti Gogol mengamati perilaku sosial masyarakatnya.
Bahwa Nozdryov seorang pembohong yang tak dapat dimungkiri merupakan kenyataan yang mereka ketahui, dan bukan hal yang luar biasa mendengar ia berbicara omong kosong yang paling iseng pun; tapi, dasar manusia, dan memang sukar memahami manusia itu terbuat dari apa, bagaimana pun konyolnya suatu berita, selama berita itu masih berupa berita, ia akan menganggap kewajibannya untuk meneruskan kepada orang lain, walaupun sekadar untuk mengatakan, “Cobalah pikir, kebohongan macam apa yang sedang disebarkan orang!” … Dan sudah dapat dipastikan bahwa berita itu akan mengitari kota, dan semua manusia, berapapun banyaknya, akan membicarakannya sampai muak dan lelah, dan kemudian dengan suka rela akan menyetujui bahwa hal itu tak pantas untuk ditangkap dengan sungguh-sungguh dan tak ada nilainya untuk dibicarakan.
Budaya feodal yang snob dan bangga dengan tampilan negara maju, supaya terlihat modern dan selalu updated, mewakili para selebriti seperti digambarkan dengan gaya para ibu-ibu yang senang dengan ungkapan-ungkapan bahasa Perancis berikut ini:
Disebutkan di sini bahwa percakapan antara kedua orang nyonya ini dicampuri dengan sejumlah besar kata asing dan kadang-kadang bahkan dengan kalimat Perancis yang utuh. Akan tetapi, betapa pun penghargaan pengarang kepada keunggulan yang telah dianugerahkan oleh bahasa Perancis pada bahasa Rusia, dan betapa pun penghargaannya kepada kebiasaan terpuji golongan atas menyatakan diri dengan bahasa ini sepanjang hari dikarenakan kecintaannya yang dalam kepada tanah airnya, tapi ia tak dapat membiarkan dirinya memperkenalkan kalimat-kalimat dalam bahasa asing apa pun ke dalam syair Rusianya ini. Oleh karena itu, marilah kita jalan terus dalam bahasa Rusia.
Ketua Pengadilan mulai panik.
Hal ini dikemukakannya kepada Ketua Pengadilan. Ketua menjawab bahwa itu omong kosong, tapi kemudian ia pun tiba-tiba menjadi pucat, sesudah ia bertanya kepada diri sendiri apakah hamba-hamba yang dibeli oleh Chichikov itu benar-benar sudah mati, sementara ia telah mengizinkan akta pembelian itu direncanakan dan bahkan telah bertindak atas nama Plyushkin dalam hal itu.
Nyanya Korobochka sebagai penjual jiwa-jiwa mati ke Chichikov, mulai menjadi isu publik.
Selanjutnya apa yang dikatakan oleh Nyonya Korobochka merupakan pengulangan, dan para pejabat pun sadar bahwa nyonya itu hanyalah perempuan tua yang edan. Manilov menjawab bahwa ia selalu siap menjawab pertanyaan mengenai Chichikov seperti mengenai dirinya sendiri, dan seluruh tanah miliknya hanya seharga seperseratus dari nilai sifat-sifat Chichikov yang mulia, dan sejalan dengan itu, ia pun berbicara mengenai Chichikov dengan istilah-istilah yang paling menjilat, seraya mengemukakan pula sejumlah kenangan mengenai persahabatannya, dengan ekspresi mata dan wajah seperti binatang. Kenang-kenangan ini tentu saja paling mesra untuk diungkapkan. Akan tetapi, para pejabat tidaklah mengungkapkan apa yang ada di balik urusan itu. Sobakevich menjawab bahwa menurut pendapatnya, Chichikov orang yang baik dan telah menjual kepadanya petani pilihan yang paling baik dalam arti yang seluas-luasnya, tetapi ia tak dapat menjawab mengenai apa yang bisa terjadi pada masa depan, dan bukanlah kesalahannya jika mereka mati ketika diangkut, karena beban perjalanan, dan semuanya ada di tangan Tuhan, mengingat bahwa di dunia ini terdapat begitu banyak penyakit demam dan penyakit yang mematikan, dan memang ada contohnya: penduduk seluruh desa mati.
Seperti lazimnya sebuah pemufakatan jahat, bila mulai terkuak ditengah masyarakat, maka mulailah tercerai-berai para sekutunya. Bagaikan merebaknya aroma bangkai. Maka mulailah Gubernur, wakil Gubernur, Kepala Polisi, Kepala Kantor Pos dan semua pejabat daerah serta kolega lainnya, menolak untuk menerima Chichikov sebagai tamu. Bahkan turut serta mencercanya dengan menyebarkan cerita-cerita yang menyudutkannya. Tentu, untuk menutupi keterlibatannya. Berujung Chichikov meninggalkan kota.
Kemuraman puitis mengiringi keruntuhan Chichikov:
Rusia! Rusia! Saya lihat kamu, dari tempat jauh yang indah mengagumkan: saya lihat kamu sekarang. Segalanya tampak papa, terserak-serak, dan menyesakkan: tak ada keajaiban alam yang gagah, yang dimahkotai keajaiban seni yang lebih gagah lagi; tak ada kota-kota dengan istana-istana tinggi berjendela banyak yang dibangun di atas batu karang; tak ada pohon-pohon yang permai; tak ada rumah-rumah terselimut tanaman rambat dan percikan abadi air terjun yang akan menggembirakan musafir dan mempesonakan pandangan matanya.
Dengan melalui relung-relung gelap ia tak akan melihat jajaran abadi gunung-gunung di kejauhan, yang bercahaya redup dan menjulang ke langit: keperakan dan cemerlang. Segalanya dalam keadaan terbuka, kosong, dan datar. Kota-kotamu yang letaknya rendah, terlihat menempel seperti titik-titik di atas daratanmu seperti tanda-tanda yang hampir tak kelihatan; tak ada yang akan menipu atau menggiurkan mata.
Akan tetapi, kekuatan aneh dan ajaib apa yang menarik dari dirimu? Mengapa lagumu yang penuh duka itu, yang tersebar ke seluruh dataranmu dari laut ke laut, bergema dan bergema lagi tak putus-putusnya di telingaku? Apa yang ada dalam lagu itu? Siapa yang memanggil, dan tersedu-sedu, dan mencekam hatiku? Suara-suara apakah itu yang membelaiku demikian pedih, yang merasuk ke dalam jiwaku dan membelit-belit hatiku? Rusia! Apakah yang kau minta dariku? Apakah ikatan gaib yang tersembunyi di antara kita? Dan mengapa engkau selalu memandang penuh harapan padaku?
Dan selagi aku berdiri tak bergerak-gerak diliputi kebingungan, awan yang mengandung ancaman dan curahan hujan melontarkan bayangannya pada kepalaku, dan pikiran pun menjadi beku berhadapan dengan keluasanmu. Apakah yang tersimpan dalam ruangan yang maha besar, lebar dan terbuka luas itu? Tidakkah di sini, tidakkah di dalam dirimu pikiran yang tak terbatas akan dilahirkan, karena engkau sendiri tak berakhir? Tidakkah di sini tempat pahlawan yang legendaris dari fabel Rusia itu? Di sini, terdapat banyak ruangan untuk menebarkan sayap dan mengembara dengan bebas?
Dan dengan sikap yang mengancam, keluasanmu yang perkasa itu merangkumku, bercermin dengan kekuatan yang mengerikan pada kedalaman diriku; mataku menyala dengan tenaga gaib. Oh, sungguh ruang tanpa batas yang gemerlap dan mengagumkan, yang tak dikenal oleh dunia! Rusia …!
…
Runtuh
Chichikov pindah dan tinggal di suatu desa yang penduduknya terkesan ceria. Penduduk gemar bernyanyi dan menari. Teman serumahnya adalah Tentetnikov. Pemalas dan Penyendiri, menurut Gogol.
Chichikov mengunjungi Jenderal Betrishchev, yang menurut Tentetnikov, teman serumah Chichikov, sedang bermasalah dengan dirinya. Kunjungan ini tak lepas dari maksud Chichkov untuk membeli Jiwa-Jiwa Mati. Digambarkan oleh Gogol bahwa sang jendral berperawakan tampan, agung, jantan, jujur, berkumis, cambang dan sudah beruban. Stereotip jenderal dimasanya.
Apakah ia mengenakan jas kebesaran, jas luar, atau kimono, selalu sama saja. Segala sesuatu tentangnya, mulai dari suaranya sampai pada gerakannya yang sekecil-kecilnya pun, bernada memerintah, menguasai, dan menimbulkan perasaan segan, kalau bukan hormat, pada orang-orang yang lebih rendah pangkatnya. Chichikov merasakan keseganan dan hormat kepadanya.
Jenderal Betrishchev bersedia mengalihkan 300 jiwa mati untuk kepentingan Chichikov. Chichikov berdalih bahwa pamannya bersedia mengalihkan 300 orangnya, bila Chichikov bisa mendapatkan 300 orang baru. Transaksi dagang yang aneh. Untuk itu ia perlu nama-nama kosong sebanyak 300 biji.
Tentang ‘kebersihan’, melalui pengusaha ladang yang bersih, Kostanjoglo, Gogol menitipkan pesan seperti dituliskannya berikut ini:
“Itu selalu demikian. Itulah memang hukumnya,” kata Kostanjoglo. “Orang yang dilahirkan dengan beberapa ribu dan dibesarkan dengan beberapa ribu tak akan pernah mencetak uang, karena ia telah mengembangkan segala macam kebiasaan mahal dan segala macam hal yang lain.
Orang harus mulai dari permulaan dan bukan dari tengah, dari satu kopek, dan bukan dari satu rubel, dari bawah dan bukan dari atas. Barulah orang akan mendapat pengetahuan yang menyeluruh mengenai hidup dan juga orang-orang, yang di kemudian hari akan berurusan dengannya.
Kalau Tuan telah mengalami semua itu dan telah mengerti bahwa setiap uang tembaga harus dijaga baik-baik sebelum Tuan dapat melipatkannya menjadi tiga, dan apabila Tuan telah melewati segala macam cobaan dan bencana, Tuan akan menjadi demikian terlatih dalam berbagai cara dunia, hingga Tuan tak akan pernah membuat kesalahan dan tak akan pernah bersedih dalam usaha apa pun.
Percayalah saya, demikianlah adanya. Orang harus mulai dari permulaan dan bukan dari tengah. Kalau orang mengatakan kepada saya,’ Berilah saya seratus ribu, dan saya akan menjadi kaya dalam sekejap,’ maka saya tak akan percaya kepadanya: dia itu mengandalkan diri pada kebetulan, dan bukan pada kepastian. Orang harus mulai dengan satu kopek.”
Melalui personifikasi Khlobuyev, Gogol melukiskan Ironi kebaikan yang disandingkan dengan kemiskinan.
Namun, segera sesudah memasuki tanah Khlobuyev, mereka pun terdiam dengan sendirinya. Bukannya hutan yang mereka lihat, melainkan semak-semak yang dirusak oleh ternak, sedang gandum hitam yang dikotori oleh rumput-rumputan hampir-hampir tak kelihatan. Akhirnya tampaklah oleh mereka pondok-pondok petani yang sudah runtuh dan tak berpagar, dan di tengah-tengahnya sebuah rumah batu yang tak dihuni dan belum selesai. Pemiliknya agaknya tak cukup punya uang untuk membuat atap. Maka rumah itu tinggal tertutup atap lalang yang telah menjadi hitam. Pemilik tanah itu tinggal di rumah lain yang cuma satu tingkat. Ia berlari ke luar menyambut mereka dengan berpakaian jas panjang yang sudah tua, kusut, dan mengenakan sepatu bot yang penuh lubang. Ia tampak mengantuk dan mesum, tetapi pada wajahnya terlihat sifat yang baik. la gembira melihat para tamunya, seakan-akan mereka itu saudara- saudaranya yang sudah lama hilang.
Dilanjutkan dengan pesan spiritual Gogol:
“O, Tuan rupanya pengagum pemandangan indah?” kata Kostanjoglo sambil melontarkan pandang keras. “Biarlah saya mengingatkan Tuan, bahwa kalau Tuan mulai mengejar pemandangan, Tuan akan tertinggal tanpa roti dan tanpa pemandangan. Pikirlah selalu tentang apa yang berguna dan bukan yang indah. Keindahan akan datang sendirinya. Yang terindah ialah yang tumbuh wajar, setiap orang membangun menurut kebutuhannya dan sesuai dengan seleranya. Kota-kota yang dibangun dengan garis-garis lurus menyerupai barak-barak…. Tak usah dipikirkan soal keindahan itu! Pusatkan pada hal-hal berarti.”
“Ya, alam cinta kepada kesabaran, dan itu hukum yang diberikan kepadanya oleh Tuhan sendiri, yang memberkahi orang-orang yang sabar.”
…
Akhirnya
Sikap religius Gogol pun terwakili dengan pesan-pesan berikut ini:
“Tapi bagaimana mungkin Tuan hidup tanpa kerja? Bagaimana mungkin tanpa suatu jabatan, tanpa pekerjaan. Coba dengar, Tuan, lihatlah setiap makhluk Tuhan ini melakukan suatu pekerjaan, masing-masing ada peranan yang dimainkannya dalam hidup ini. Batu pun ada kegunaannya, dan manusia yang merupakan makhluk yang terpandai harus ada kegunaannya, bukan?”
“Kalau begitu berbaktilah kepada-Nya yang begitu bersifat mengampuni Tuan. Kerja akan disambut baik oleh-Nya seperti doa. Ambillah pekerjaan apa saja yang Tuan sukai, tetapi lakukanlah pekerjaan Tuan seolah-olah Tuan melakukannya untuk-Nya dan bukan untuk manusia. Setidak-tidaknya Tuan tak akan punya waktu lagi untuk hal yang buruk, menghabiskan uang untuk main kartu, melahap makanan yang enak-enak, membuang-buang waktu dalam pergaulan kelas atas, dan itu sudah baik!
Prosesi penghakiman tindak kriminal, terus berlanjut. Namun tindak korupsi pun selalu mengambil kesempatan di setiap langkahnya. Samotsvetov, pejabat pengamanan tahanan, mengeluarkan Chichikov dari penjara dengan ongkos 30.000 Rubel. Korupsi. Dan atas saran dari Murazov, Gubernur Jenderal pun memerintahkan untuk membebaskan Chichikov.
Namun, marilah kita singkirkan persoalan siapa yang paling patut dipersalahkan. Soalnya ialah bahwa saatnya telah tiba bagi kita semua untuk menyelamatkan negeri kita, bahwa negeri kita sekarang berada di tepi keruntuhan: bukan karena serbuan sejumlah bangsa asing, melainkan karena diri kita sendiri; bahwa di samping pemerintah kita yang sah, di samping para penguasa kita yang sah, penguasa-penguasa baru telah muncul, yang jauh lebih kuat dari penguasa-penguasa kita yang sah. Para penguasa ini telah menetapkan syarat-syarat sendiri, nilai-nilai sendiri, dan bahkan harga-harga itu sekarang telah diketahui secara umum. Tak ada seorang penguasa pun, sekalipun ia lebih bijaksana dari semua pembuat undang-undang dan penguasa, yang mempunyai kekuatan untuk mengoreksi kejahatan, betapa pun ia dapat mengurangi kegiatan para pejabat yang buruk dengan menempatkannya di bawah pengawasan pejabat-pejabat yang lain. Semua itu akan sia-sia, sampai kita masing-masing merasa, bahwa seperti pada waktu kebangkitan seluruh rakyat secara umum, ia telah mempersenjati dirinya terhadap (musuh-musuhnya?). Demikianlah sekarang ia harus bangkit melawan ketidakadilan.
Sebagai seorang Rusia, sebagai orang yang terikat kepada Tuan-tuan oleh ikatan kelahiran dan darah, sekarang saya mengimbau kepada Tuan-tuan. Saya mengimbau kepada sebagian di antara Tuan-tuan yang mempunyai gagasan tentang apa yang dimaksud dengan kebangsawanan pikiran. Saya undang Tuan-tuan agar mengingat tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap orang, sesuai dengan jabatan apa pun yang dipegangnya. Saya undang Tuan-tuan supaya mengamati dengan lebih teliti tugas Tuan-tuan dan kewajiban- kewajiban Tuan di dunia ini, karena ini merupakan hal yang hanya samar-samar saja kita sadari, dan kita hampir tidak….”
(Di sini naskah terputus)
TAMAT
…
Gaya penulisan
Nikolai Vasilevich Gogol (1809-1852)
Satu hal yang lazim dalam novel-novel Rusia, selalu rinci menjelaskan setiap hal. Selintas tak relevan dengan pokok cerita, namun seringkali bisa mewakili situasi sosial lingkungan cerita. Misalnya:
Pengarang yakin sekali bahwa ada pembaca yang sangat ingin tahu, sehingga ingin mengetahui denah dan susunan dalam kotak itu. Nah, kenapa tidak memuaskan hati mereka itu? Dan, inilah susunan di dalamnya: di bagian tengah ada sekat kecil untuk sabun, di sampingnya ada enam atau tujuh sekatan sempit untuk pisau cukur; kemudian ada sekat-sekat persegi untuk sebuah kotak pasir dan sebuah botol tinta dengan piringan kecil yang diberi lekuk untuk pena, lilin materai, dan barang lainnya yang diletakkan pada sisi yang panjang, kemudian segala macam sekat kecil dengan dan tanpa tutup untuk barang-barang yang berukuran pendek, penuh dengan kartu nama, kartu penguburan, karcis teater, dan barang-barang lain yang disimpan untuk tanda mata. Keseluruhan bagian atas kotak itu dengan segala sekat di dalamnya dapat diangkat, dan di bawahnya terdapat satu sekat yang penuh dengan carik-carik kertas; kemudian ada sebuah laci rahasia yang kecil untuk uang, yang dapat ditarik tanpa diketahui dari sisi kotak itu. Laci itu selalu ditarik dan dikembalikan dengan begitu cepat oleh Chichikov, hingga tak memungkinkan kita mengatakan berapa banyak uang ada di dalamnya.
Gogol sering menulis berkepanjangan dan rinci terhadap tindak tokohnya untuk menggambarkan karakternya. Sepertinya, ini dilakukannya untuk menghindari penjelasan naratif, yang sebetulnya juga biasa dia lakukan. Berikut contohnya:
Sesuai kebiasaannya, pahlawan kita pun segera melibatkan perempuan itu dalam percakapan. Ia bertanya apakah ia sendiri pemilik rumah penginapan itu ataukah ada pemilik yang lain, berapa pemasukan dari rumah penginapan itu, apakah anak-anak lelakinya tinggal bersamanya, apakah anak terbesar sudah kawin atau masih bujangan, seperti apa istri yang dinikahi oleh anak laki-lakinya, apakah anak laki- lakinya mempunyai mas kawin yang besar atau tidak, apakah ayah pengantin perempuan itu puas, dan apakah istri dari anaknya marah waktu menerima hadiah kawin yang demikian sedikit. Singkatnya, ia tak melewatkan apa pun.
Dan berikut ini adalah contoh penjelasan naratif terhadap karakter tokoh yang Gogol tuliskan:
Pembaca mungkin sudah kenal dengan pribadi Nozdryov dalam batas-batas tertentu. Tiap orang pernah menjumpai orang seperti dia. Mereka dikenal sebagai orang yang perlente, bahkan pada masa kanak-kanak dan sekolah, mereka dikenal sebagai kawan yang baik. Namun, karena itu pula sering sekali menerima pukulan yang menyakitkan. Pada wajah mereka selalu tampak sesuatu yang terbuka, bersifat terus terang, dan ceroboh. Mereka cepat memperoleh kenalan, dan sebelum kita sadar akan keberadaan kita, mereka sudah memperoleh hubungan yang akrab dengan kita. Kita menyangka bahwa persahabatan mereka itu akan berlangsung selama hidup, tetapi hampir selamanya terjadi bahwa teman baru mereka itu akan mulai berkelahi dengan mereka saat itu juga di satu perjamuan. Mereka selalu suka bicara, peminum, dan pejudi besar, dan sungguh berani mati untuk selalu dipandang oleh umum. Pada umur tiga puluh lima, Nozdryov tampak sama seperti ketika ia berumur delapan belas dan dua puluh.
Muram, kusam dan gelap, yang disampaikan dalam bahasa puitis adalah biasa dalam novel Rusia dimasanya. Tetap enak dibaca.
Di sana, di dalam kamar kecil yang sudah sangat dikenal oleh pembaca, dengan pintu yang terhalang oleh meja berlaci, dengan banyak kecoa yang mengintip dari sudut-sudutnya, pikiran dan otaknya berada dalam keadaan yang tak menyenangkan, sama dengan kursi besar yang didudukinya.
…
Komentar
Membaca karya sastra Russia itu seperti menonton teather, lucu menghibur namun getir. Hanya, seringkali menjadi hambatan untuk memulai membaca sastra Rusia adalah ketidaknyamanan terhadap terjemahan bahasa, dan sedikitnya pemenggalan paragraf, sehingga terasa lelah membacanya. Namun rincinya penggambaran budaya masyarakat saat itu dan konflik sosial di dalamnya, menjadi kekayaan yang membangunan inspirasi kepekaan sosial.
Akan sangat membantu mencerdaskan bangsa, bila ada penerbit buku berbahasa Indonesia dalam format ebook dengan aplikasi yang menyediakan fasilitas di dalamnya untuk dapat mewarnai text dan mengekspornya, menandai halaman, copy text hingga 75% dari isi buku dan memberikan catatan, seperti layaknya memegang format hardcopy. Kindle dan Play Books mampu menyediakan fasilitas tersebut. Fasilitas tersebut sangat membantu untuk dapat lebih memahami isi buku.
Sejak perang terjadi antara Ukraine – Russia, dan berita mulai semarak di berbagai media pada tahun 2022, hanya saluran tv Russia Today (RT) yang menarik kami nikmati sebagai sumber berita asing. Sesekali channel CGTV (China). Saluran TV berita nasional tak pernah lagi muncul. Bukan karena menolaknya, tapi karena semua berita sudah ramai muncul di sosial media.
Sejak lengsernya Presiden Soekarno, informasi publik didominasi oleh media Barat. Yang turunannya hingga media nasional, pun memberikan berita senada dengan Barat. Seragam. Narasi bisa berbeda, tapi inti berita tetap sama.
Channel RT ini memang corong propaganda Russia. Program Dokumenter yang mengarah pada kesimpulan ketidakadilan dan rasisme Barat seringkali diulang. Sejarah tentang Nazi, dan turunannya yang muncul di Ukraina dan AS, menjadi program penting di channel ini. Video pendukung Nazi yang sedang berbaris dan memberi salam hormat dengan menjulurkan lengan ke depan, lengkap dengan atributnya, terus tayang berulang. Tak lain untuk memberikan persepsi betapa rasisnya Barat.
Komunitas rasis di AS
Siang tadi, program dokumenter channel RT menayangkan sejarah kolonialisasi Mali oleh Perancis dan Congo oleh Belgium. Diikuti dengan wawancara lelaki seniman lukis Mali yang pernah kuliah di Russia. Menurut sang Pelukis, Perancis tidak peduli dengan kebudayaan asli Mali sehingga bahasa Perancis masih tetap menjadi bahasa nasional. Sedangkan Mali mempunyai empat bahasa daerah. Sang Pelukis mengakui bersyukur pernah kuliah di Russia, sehingga menyadari sepenuhnya bahwa Perancis bukanlah penolong, namun Penjajah. “Russia tidak pernah menjajah Afrika”, ujarnya di RT channel.
Kemudian program dokumenter tentang penguasaan atas minyak Nicaragua oleh Shell, Inggris. Wawancara dilakukan terhadap pengusaha minyak Russia yang merasa dirugikan dengan kebijakan bisnis di Nicaragua, yang menurutnya telah dalam kontrol sepenuhnya oleh Inggris.
Kehancuran Iraq oleh serangan AS dengan alasan keberadaan instalasi pengkayaan uranium, Nuklir, yang terbukti alasan BOHONG, menjadi video berita yang juga terus muncul di Russia Today channel. Kehancuran suatu negara oleh ambisi kekuasaan Barat, yang beritanya hilang begitu saja. Sejarah kelam dunia yang dilupakan, dan seolah kesalahan kecil belaka oleh AS dengan bungkus ‘pembebasan warga atas kediktatoran Sadham Husein’. Seolah heroik. Lengkap channel RT mendokumentasikannya.
Keterlibatan AS di Amerika Latin dalam kerusuhan politik Peru 2022, tak lepas dari pantauan RT channel. Tentu juga kasus-kasus lama AS dan Barat di berbagai negara Amerika Latin lainnya, seperti El Salvador, Nicaragua, Honduras, Grenada, dll.
Sejarah dan video serbuan Ukraina ke wilayah Donbas dan Luhank yang mencabik-cabik kehidupan warga pendukung Russia di tahun 2014, termasuk program yang sering tayang ulang. Derita kematian, cedera, kehancuran bangunan, kemiskinan dan kelaparan, sangat mewarnai video tersebut. Tak pernah fakta ini muncul di media berita Barat. Tidak juga muncul di media cetak dan elektronik negeri kita. Fakta tersebut menjadi alasan Russia melakukan invasi ke Ukraina 2022, untuk menyelamatkan warga dan wilayahnya.
Ada acuan bagus dari wartawan senior @ndorokakung di dalam akun Instagramnya. Yaitu, suatu media bisa dianggap kredibel, apabila memenuhi unsur-unsur berikut: Obyektif, Independen, Responsif, Akurat, Transparan, Lengkap, Akuntabel dan Profesional.
Lalu, benarkah berita-berita di channel RT diatas? Tak penting sekali untuk mengetahui kebenarannya. Kecuali anda memang bermaksud melakukan studi tentangnya. Yang penting adalah, ada berita ‘penyeimbang’ terhadap pemberitaan dari sumber Barat. Sehingga muncul pemikiran kritis bahwa ada fakta lain dari sumber yang berbeda. Ada fakta tak Lengkap yang disampaikan oleh Barat. Ada ke-tidak Transparan-an berita Barat. Tidak Independen. Artinya, ‘kebenaran’ suatu peristiwa konflik antar negara yang hanya didasarkan pada berita media adalah absurd. Naif. Dari kedua sisi, Barat atau Timur, nilai berita-berita tersebut adalah sama. Propaganda belaka.
Kesimpulan dan Saran
Disarankan untuk lebih sering menikmati channel RT atau CGTV (China). BUKAN untuk membenarkan isi beritanya, tapi untuk mengetahui bahwa ada saling ke-tidak lengkap-an berita dari masing-masing sumber tersebut, Barat ataupun Timur. Sehingga, bisa dianggap bahwa berita dari keduanya tidaklah masuk dalam kategori valid atau kredibel. Oleh karenanya, tak perlulah sibuk berargumentasi mendukung atau mengecam suatu konflik antar negara, apabila hanya berdasar berita yang bersumber dari media cetak atau elektronik manapun. Pada akhirnya, Media Berita adalah alat propaganda semata. Dan Berita, tidaklah berada dalam ruang hampa. Peace.
Berikut ini adalah catatan perjalanan akhir tahun 2022. Barangkali bisa menjadi info yang bermanfaat bagi sahabat semua bila akan melakukan kunjungan ke tempat yang sama.
Perlu diketahui bahwa Visa inggris dijadwalkan oleh Kedubes Inggris akan selesai dalam 7 minggu untuk berlaku selama 6 bulan. Ternyata, 5 minggu sudah jadi itu visa.
Dua hal penting yang ingin kami kunjungi adalah tentang sepakbola dan situs budaya. Lebih penting dari keduanya adalah mengunjungi anak yang sedang libur kuliah. Kota-kota yang kami kunjungi berturut-turut adalah London – Reading – Manchester – Edinburgh (Scotland), melalui wilayah barat. Dan melalui wilayah timur, kembali dari Edinburgh – York – London. Transportasi antar kota yang dipergunakan adalah keretaapi. Kecuali London – Reading, menggunakan bus.
Hari ke-1, Jakarta – Istanbul
Minggu di bulan Desember 2022 penerbangan menuju Heathrow, London dimulai. Paket telkomsel roaming untuk London selama 40 hari mulai aktif jam 02.00 keesokan harinya
Pukul 21.40wib, bandara Soetta Terminal 3, Boeing 777-300 Turkish Airlines TK57. Takeoff. Seat 2J dan 2K.
Makanan dihidangkan dua kali. Dinner dihidangkan setelah kursi dan bantal dipasangkan sarungnya oleh mas pramugara. Dipersiapkan untuk tidur malam. Enak makanannya.
Waktu Turkiye 4 jam lebih lambat.
Hari ke-2, Istanbul – London – Reading
Pukul 5.20 (9.20WIB) pesawat mendarat di bandara Istanbul. Penerbangan Turkish Airlines TK57 mendarat lebih cepat dari rencana 5.55. Hampir 12 jam penerbangan.
Lounge Turkish Airlines di bandara Istanbul luas dan lega. Ramai namun tetap cukup kursi untuk semua penampangnya. Makanan banyak dan bermacam-macam menu. Teh Turki panas dan pekat, dengan gelas kecilnya menjadi target utama. Kenangan saat berkunjung ke Turki, 2018. (?).
8.55 Istanbul Airport. Turkish Airlines TK1979 takeoff menuju Heathrow, London. Pesawat Airbus A330-300. Seat 2A dan 2B. Kabin kecil. Satu baris berisi 6 kursi, 2-2-2. Sementara Boeing 777-300 Jakarta-Istanbul di flight sebelumnya TK57, satu baris berisi 7 kursi, 2-3-2.
9.55 TK1979 mendarat di Heathrow, London. Terminal 2. Istanbul – London membutuhkan 4 jam penerbangan. Cukup jauh jalan dari pesawat ke layanan imigrasi. Mungkin sejauh jarak Gate 25 di Terminal 3, Soetta ke tempat ambil bagasi.
Bus Heathrow-Reading. Di Stasiun KA, Reading
Proses imigrasi lancar. Petugasnya ramah. Kebetulan bandara Terminal 2 tidak ramai. Hanya 1 belt conveyor yang aktif, membawa bagasi kami. Anak semata wayang sudah menunggu di depan pintu kedatangan internasional di Terminal 2, Heathrow, London. Pertemuan sangat membahagiakan.
Tak lama jalan bertiga, sampailah kami di stasiun bus Heathrow. Bus bagus tertata rapi dengan informasi jurusan masing-masing. Tiket bus bisa dipesan online. Tidak ada antrian untuk jurusan Reading. Sampai di Reading satu jam kemudian. Hanya ada 5 penumpang di dalamnya, tapi bus tetap jalan selalu sesuai skedul. Bus route Reading – Heathrow ini tersedia setiap 30 menit. Entah bagaimana proses bisnisnya. Mungkin masuk kategori layanan publik.
Bus berhenti di Stasiun Kereta Reading. Sejuk terasa saat berjalan kaki menuju hotel. Temperatur 1°C. Jalan kaki 10 menit bertiga, sampailah kami di hotel Roseate. Tempat kami menginap selama di Reading. Hotel kecil, rapi, bagus dan ramah layanannya. Lokasi berada di seberang Reading Abbey Ruins. Situs purbakala peninggalan jaman Raja Henry I.
Hotel The Roseate, Reading
Jam 4 sore matahari mulai tenggelam. Serasa magrib. Dan jam 8 pagi, langit baru mulai terang. Desember memang matahari berada di ujung perputarannya pada 23,5° Lintang Selatan. Jarak terjauh dari Inggris, sehingga sinarnya pun tak sampai 12 jam setiap harinya.
Makan siang di resto Yunani, The Real Greek. Lokasi berada di seberang Oracle River Side. Banyak resto waralaba global di area ini.
Hari ke-3, Reading
Lingkungan Reading University
Sarapan di hotel Roseate, pesan Royal Benedict, yang isinya dua roti panggang, masing-masing ditumpuk dengan salmon, telur rebus setengah matang dan saos rasa asin asam. Dan teh kental panas penghangat badan.
Dengan bus kota, menuju apartemen anak di lingkungan kampus Reading University. Lanjut jalan-jalan sekitar kampus Henley Business School, tempat kuliah S2 anak. Sempat ngopi di Starbucks. Luas, tenang, hijau berarsitektur modern. Kereenn .. Alhamdulillah
Makan siang di resto waralaba Nandos, pinggir sungai Kennet, dekat gedung Oracle. Ayam panggang berasa asam, asin, pedas. Disajikan dengan jagung bakar manis. Menu masakan Portugal. Enak
Buku “Being You”, karya Anil Seth menjadi buku pertama yang kubeli dari toko buku Waterstone di Broad st., Reading. Sebagai kenangan, namun juga bagus isinya.
Hari ke-4, Reading
Suhu udara -1°C. Sarapan di resto hotel Roseate. Ambil salmon, semangka dan nanas. Minum jus jeruk dan teh panas tawar.
Reading Abbey Ruins
Keluar hotel mampir di Reading Abbey Ruins, depan hotel. Situs puing-puing sisa bangunan 900 tahun yang lalu, jaman raja Henry I. Lanjut dengan bus kota double decker menuju stadion Reading Football Club untuk mencari pernak-perniknya. Beberapa jersey Reading FC masuk dalam daftar belanja.
Hari ke-5, Reading – Manchester
Suhu udara Reading terbaca -7°C. Errgghhh … Sarapan, tetap dengan menu Royal Benedict. Lanjut jalan ber 3 menuju stasiun kereta Reading. Kereta “Cross Country Trains” berada di platform 8A. Sedikit ditunda pemberangkatan kereta menuju Manchester karena gangguan teknis. Kereta nyaman, bersih dan tanpa goncangan. Tiga kursi di setiap barisnya, dan total ada 20 kursi. Kami bertiga di Coach A, kursi 4A, 5A dan 8A. Sedikit kritik, ruang bagasi di atas kursi tidak muat untuk koper kabin. Dan ruang untuk bagasi koper besar di sebelah pintu gerbong, hanya muat 5 kopor besar. Terpaksa, simpan kopor besar di bawah kursi .. kaki terganggu.
Dari Reading, route kereta melewati beberapa kota ini: Leamington – Coventry – Birmingham – Wolverhamton – Stafford – Stoke on Trent – Macclesfield – Stockport. Dan sampai di stasiun Manchester pukul 15.00.
Jalan 10 menit dari stasiun kereta, sampailah di Staycity aparthotel. Desain minimalis, bersih. Satu flat tersedia 2 kamar tidur di dalamnya, masing2 tersedia satu tempat tidur king size. Ruang makan/sofa berada satu ruangan dengan mesin cuci dan dapur kering. Sempurna.
Simpan barang di kamar 410, lalu keluar untuk cari makan. Sekitar hotel banyak cafe dan resto. Kami menemukan resto Asia berlabel halal, “RICE resto”. Menyajikan masakan indonesia (nasi goreng), Jepang, Thai, China. Lanjut belanja cemilan. Kembali ke hotel.
Hari ke-6, Manchester
Tujuan hari ini adalah kunjungan ke Manchester United FC. Ini adalah bagian dari misi prioritas ke Inggris. Selain mengunjungi anak dan melawat ke Edinberg.r
Tram tujuan Pomona menjadi pilihan transportasi untuk membawa kami ke Old Trafford. Markas Manu FC. Kebetulan stasiun tram hanya 5 menit jalan kaki dari hotel tempat kami tinggal. Dari shelter Pomona, masih perlu jalan kaki kira-kira 15 menit untuk sampai di stadion Manu FC.
Gedung tinggi besar bertingkat 12, berwarna hijau bertuliskan “Manchester United” terpampang merah jelas di atasnya. Terlihat mencolok di lingkungannya, gagah megah. Membanggakan, bagi mereka yang terlibat di dalamnya, maupun para pendukungnya yang tersebar di berbagai belahan dunia.
Di depan gedung, berdiri patung 3 pemain besar Manu FC, yaitu George Best, Denis Law dan Sir Bobby Charlton. Mereka bersama berhasil membawa piala Liga Champion 1968 untuk pertama kalinya bagi MANU FC. Mereka bertiga tersohor dengan sebutan The United Trinity.
Tiket £35 per orang membawa kami dalam tour ke dalam museum dan berbagai lokasi kegiatan persepakbolaan MANU. Dan yang utama tentunya merasakan duduk di kursi penonton stadion Old Trafford. Guide senior menemani kami melihat museum, yang di dalamnya terpajang piala-piala kemenangan MANU, foto/poster para pemainnya sejak tahun baheula hingga era Fernandez. Kamar ganti kostum, kamar mandi, kamar cek doping, ruang konferensi pers dan terakhir para wisatawan sempat dipimpin oleh Guide untuk memperagakan berbaris memasuki stadion pertandingan. Seolah siap bertanding. Industri olahraga sepakbola yang mengagumkan. Luarbiasa.
Acara terakhir di stadion adalah makan siang di cafe MANU, lantai 3. Lanjut belanja pesanan kerabat di toko cenderamata MANU.
Hari ke-7, Manchester
Masih tentang bola, kunjungan kami kali ini adalah National Football Museum. Museum ini banyak menyimpan dan memajang foto, video dan barang-barang persepakbolaan Inggris, seperti piala, kostum, sepatu dan bola yang dipergunakan para pemain sepakbola Inggris, sejak akhir abad 19. Menarik untuk bisa merasakan suasana gegap-gempita fanatisme para pendukung sepakbola, melalui video layar besar. Meskipun belum berwarna, alias hitam-putih.
Manchester City FC sebagai rekan sekaligus kompetitor satu kota dari Manchester United FC, menjadi target selanjutnya kunjungan utama hari ini. Stadion MC sangat mudah dijangkau menggunakan tram. Stasiun tram berada dalam lingkungan stadion. Beberapa cenderamata pesanan kerabat, masuk dalam kantong plastik kami, berlogo Manchester City.
Kereta Traspennine Express siap membawa kami bertiga ke Edinburgh. Berangkat direncanakan pukul 10.26 GMT dari stasiun kereta Mancester Piccadilly. Tiket menunjukkan tempat duduk kami di Ciach E, kursi 9, 10 dan 11.
Kincir angin sebagai pembangkit listrik, banyak terlihat beroperasi di perbukitan, sebelum masuk kota Edinburgh.
Sepanjang perjalanan terlihat daratan, mobil dan atap rumah memutih oleh salju. Serta pepohonan yang meranggas. Suhu udara 1°C.
Sampai di stasiun Edinburgh sekitar pukul 13.40. Jarak dari stasiun ke hotel sebetulnya dekat, namun karena sedang ada pembangunan infrastruktur maka akses menuju hotel ditutup. Sehingga harus jalan sedikit lebih jauh untuk sampai di hotel.
Royal Mile (Foto: ASK)
Jam 19.00, setelah menonton final FIFA World Cup Argentina vs Perancis, yang dimenangkan Argentina melalui adu penalti, menyempatkan diri keluar hotel Scott Monument.
Monumen ini dibangun oleh arsitek Kemp tahun 1844 sebagai penghargaan untuk Sir Walter Scott, sastrawan puisi, novelis, sejarawan, biographer, yang meninggal tahun 1832 (61 tahun). Ketinggian menara ini adalah 61 meter. Sayang sekali menara gothic bersejarah yang indah ini berada dalam lingkungan yang ‘rusuh’, tak tertata apik. Arena bermain atau pasar malam. Sulit untuk dapat fokus mengambil gambarnya. Akan jauh berbeda bila monumen ini berada dalam lingkungan taman, sehingga fokus hanya padanya.
Di waktu malam, bila kita menghadap selatan ke atas bukit, dari Scott Monument, akan terlihat bangunan kubah dengan terang lampu warna-warni, yaitu Museum on the Mound. Indah.
Hari ke-9, Edinburgh
Edinburgh Castle di puncak bukit
Acara hari ini ke Grass Market via Royal Mile. Grass Market sebetulnya adalah “pasar kaget” yang hanya buka dihari Sabtu dan Minggu. Selain itu, area Grass Market ini juga banyak toko cinderamata dan cafe, dengan harga relatif murah. Yang juga menarik, disini ada spot foto bagus ke Edinburgh Castle di puncak bukit.
Jalan Royal Mile masuk dalam area Old Town. Berbahan dasar batu hitam, mengkilat halus, bersih. Menakjubkan. Ini area wisata yang wajib dikunjungi, selain Edinburgh Castle dan Scott Monument.
Di area ini banyak bangunan lawas berdinding batu tebal berwarna abu-abu gelap atau coklat, berarsitektur era raja-raja Scotland, dari masa berabad-abad yang lalu. Juga banyak patung tembaga (?) berwarna hijau. Kecuali patung Sir Walter Scott berwarna putih, di dalam monumen Scott di jalan Prince st.
Cafe dan toko cinderamata juga banyak di Royal Mile. Yang paling ramai dikunjungi wisatawan adalah Museum Harry Potter. Disini dijual banyak barang yang berhubungan dengan buku/film Harry Potter. Perlu dikunjungi.
Edinburgh adalah kota kecil, dan semua obyek wisata yang menarik, bisa dikunjungi dengan jalan kaki. Dari hotel Hilton, rata-rata hanya membutuhkan 10-15 menit saja. Atau, visa dicapai dengan menggunakan bus wisata keliling kota., “hop on, hop off“.
Edinburgh ini mungkin bisa disamakan dengan Yogya. Wisata budaya menjadi andalan. Bedanya, bangunan di Edinburgh terasa sekali nuansa zaman kerajaan. Gedung-gedung tua masih terawat dan berfungsi dengan baik. Gereja, gedung parlemen, museum dan gedung-gedung lainnya terlihat dalam desain sejenis. Berdinding batu keras warna coklat gelap, berpintu besar dan beratap tinggi. Lega rasanya. Bahkan hotel-hotel baru pun banyak yang berarsitektur sebelum abad 20.
Hari ke-10, Edinburgh
Tujuan pertama pagi ini ke National Museums Scotland, di Chamber st. Museum besar, 5 lantai. Memajang artefak fosil binatang purba, hingga teknologi robotik. Budaya Eskimo dengan kereta salju dan kostum kesehariannya, hingga keahlian masyarakat Aborigin, Australia membuat patung. Menarik.
Palace of Holyroodhouse (foto: ASK)
Lanjut ke Camera Obscura, tapi sold out. Batal. Jalan naik sedikit sampailah kami di pelataran Edinburgh Castle. Sama, gak bisa masuk. Sold Out. Ramai sekali wisatawan. Setidaknya bisa sampai di tujuan utama wisata budaya Edinburgh, yaitu Edinburgh Castle.
Perjalanan dilanjutkan menuju Palace of Holyroodhouse. Istana yang luas, di pinggir kota dan terlihat megah kokoh berdiri ini, dikelilingi oleh pagar jeruji besi tinggi. Sayang sekali, banyak hal bersejarah ingin dilihat di dalamnya, namun istana hari itu ditutup dan hanya bisa melihatnya dari luar pagar. Lingkungan taman hijau sangat terawat. Yang tersohor menghuni istana ini adalah Ratu Mary, yang hidup pada tahun 1561-1567.
Sudah jam 3 sore, lanjut angkat kaki menuju National Monument of Scotland. Dibutuhkan 30 menit jalan kaki, mendaki. Berada di puncak dataran tinggi Calton Hill, dan sudah tersedia tangga permanen untuk mendakinya. Desain monumen terinspirasi puing Parthenon di Athena, Yunani. Didesain tahun 1823-6 oleh Charles Robert Cockerell and William Henry Playfair.
Semua obyek wisata tersebut telah dikunjungi dengan jalan-kaki, karena lokasinya memang tidak cukup jauh. Dari hotel Hilton, masing-masing objek tersebut bisa dicapai kurang dari 20 menit. Dengan suhu udara tidak lebih dari 8°C, cukup untuk menghangatkan tubuh. Masih banyak objek wisata yang masih bisa dinikmati di Edinburgh. Sampai jumpa lagi Edinburgh. Semoga diberi kesempatan lagi olehNya. Amin.
Hari ke-11, Edinburgh – York
Kereta London North Eastern, Coach K, seat 28, siap membawa kami ke kota York pada pukul 11.00 dari stasiun kereta Edinburgh. Kereta bagus dan bersih. Ruang bagasi, kecil. Namun rak bagasi diatas kursi penumpang, cukup lega untuk menyimpan kopor kabin. Untungnya, ini kereta memang awal berangkatnya dari Edinburgh, sehingga ruang bagasi masih cukup lega untuk menyimpan barang.
KA London North Eastern
Setelah 40 menit kereta jalan, sebelah kanan rangkaian kereta adalah lautan North Sea. Masih musim dingin, tapi salju sudah meleleh. Suhu 5°C.
Mendekati kota Morpeth, di sebelah kiri terlihat ladang rumput luas dengan beberapa kincir angin pembangkit listrik berwarna putih. Kontras. Indah
Pukul 13.30 kereta memasuki stasiun York. Jalan tak sampai 10 menit, sampailah kami di hotel Grand York. Eksterior hotel seperti lazimnya gedung lama berdinding batu bata merah tebal dengan satu pintu masuk kecil. Kokoh bersih. Interior hotel berkesan antik, dengan meja receptionist kecil, menghadap pintu masuk. Ada lagi ruang receptionist yang lebih lapang di bagian dalam. Interior kamar terkesan mewah dan luas dengan plafon kamar tinggi (6 m?) Dan jendela lengkung besar, layaknya gedung era kolonial. Kerennn ..
Sore itu kami sempat makan di resto China, di sekitar hotel. Menu nasi goreng ikan asin dan bihun seafood menjadi pilihan kami. Enak mengenyangkan.
Lanjut kami jalan ke jalan Shambles, area pertokoan berjalan sempit. Ramai sekali pengunjung. Salah satu toko yang ramai dikunjungi wisatawan adalah “The Shop That Must Not Be Named”. Itu adalah toko yang menjual atribut-atribut Harry Potter. Laris sekali.
Di area tersebut juga ada toko pembuat sekaligus penjual Coklat, “Chocolate Story”. Banyak kreasi Coklat nikmat dijual disini. Bungkus beberapa.
Hari ke-12, York
York Minster di belakang
Setelah sarapan pagi yang menyimpan banyak kalori, kami berangkat jalan-jalan menuju York Castle Museum, melewati York Minster. Gereja katedral Katolik Roma. Merupakan salah satu katedral Gothik terbesar di Eropa Utara, setelah Katedral Köln. Pembangunan gedung yang ada saat ini dimulai sekitar tahun 1230 dan diselesaikan pada tahun 1472.
Sambil terus jalan kaki dibawah hujan gerimis, sampailah kami di York Castle Museum. Berbayar. Selain berisi sejarah Inggris, ada juga area bermain anak-anak. Tidak besar museum ini dan rasanya tidak cukup “serius” barang-barang bersejarah di dalamnya, bila dibandingkan dengan National Museum di Edinburgh. Barang peninggalan Perang Dunia I banyak disajikan dalam museum ini.
Hari ke-13, York – London
Kereta London North Eastern, Coach L bertempat duduk di no. 41, 42 dan 43 membawa kami menuju London King Cross. Berangkat 10.58 dan sampai di tujuan 12.49. Dua jam perjalanan. Taksi membawa kami ke London Marriott Hotel, County Hall. Hanya beberapa meter dari Westminster Bridge. Kamar Suit 320 cukup lega untuk kami bertiga. Tersedia dua tempat tidur berukuran Queen dan satu bed sofa. Kamar menghadap sungai Thame dan London Eye tepat berada di depan jendela kamar.
Big Ben dan Westminster Hall. Dari Westminster Bridge
Ditemani keponakan yang sudah seperti anak sendiri dan sedang kuliah art entrepreneurship di London, Dira, kami berempat jalan ke The Westminster Shop. Toko yang berada persis di di sebelah gereja gothic Westminster Abbey ini, menjual banyak cindera-mata.
Sebelum waktu makan malam di resto The Grill, yang lokasinya berada di dalam mall Harrods, kami berjalan-jalan keliling dalam mall. Saat makan malam, bergabung juga pacar dari keponakan kami, Arik. Yang sedang kuliah hukum S2 di London. Makan malam menyenangkan bersama anak-anak muda.
Hari ke-14, London
Sarapan pagi di hotel dengan cara memilih paket menu yang ditawarkan oleh restonya. Tidak ada pilihan buffet style seperti lazimnya sarapan di hotel. Roti bakar, smoked salmon dan fresh fruits yoghurt, jadi pilihan pesanan. Kenyang.
Lanjut gunakan taksi bertiga ke Emirates Stadium, milik Arsenal. Berfotoria di depan stadion dan sedikit belanja cinderamata untuk oleh-oleh.
Di depan Buckingham Palace
Menggunakan taksi, lanjut kunjungan ke Notting Hill, untuk melihat lokasi pembuatan film “Notting Hill”, yang dibintangi oleh Hugh Grant dan Julia Roberts, di tahun 1999. Film romans ringan yang enak ditonton. Ada dua lokasi shooting, yaitu toko buku milik William Thacker (Hugh Grant) di jalan Blenheim Cres dan apartemen kecil, tempat tinggal Thacker, the Blue Door di jalan B412.
Dengan menggunakan tram, kami menuju Buckingham Palace. Turun di Piccadilly. Jalan kaki sambil window shopping. Berfotoria di Buckingham Palace. Lanjut jalan kaki menuju Trafalgar. Ramai sekali. Banyak kedai kue donut berjajar di pinggir plaza Trafalgar. Cukup nikmat di udara dingin. Jam 16.00 matahari mulai tenggelam. Lebih dari 10.000 langkah kami berjalan kaki hari itu. Sehat pegal. Puas
Hari ke-15, London
Tepat di hari Natal ini, acara kami adalah mencari resto Indonesia. Tidak ada target kunjungan wisata. Selain hanya ingin mengulang foto di depan jalan Downing Street. Ada tiga resto Indonesia ditemukan di Google, yaitu Rasa Sayang (Malaysia), Nusa Dua dan Bali Bali. Nusa Dua menjadi pilihan. Sepanjang jalan menuju area Pecinan, semua pertokoan dan resto tutup. Untung, jam 11.00 resto Nusa Dua sudah buka, dan masih sepi. Pesan Soto Lamongan, Mie Bakso, Nasi Goreng, Tempe Goreng dan Laksa. Lumayan, mengenyangkan porsinya.
Melalui online booking beberapa hari sebelumnya, kami bertiga berangkat ke Victoria Coach Station, stasiun bus, untuk one day trip ke Stonehenge, Windsor Castle dan Bath. Hari masih gelap, jam 7 pagi.
Windsor Castle termasuk castle terbesar di dunia. Lebih sering menjadi tempat tinggal Ratu Elisabeth 2, daripada Buckingham Palace. Dibangun mulai abad ke-11 den kemudian direnovasi dari masa ke masa. Dipergunakan sebagai istana kerajaan sejak raja Henry I (1100–1135). Sejarah Raja Henry VIII dengan drama 4 istrinya dan keluarnya Inggris dari Katolik Roma, ada di castle ini. Juga, Raja Henry VIII (1491-1547) dimakamkan disini. Istri keduanya, Anne Boleyn, tewas dipenggal kepalanya. Film The Tudors, menceritakan kisah tragis Inggris awal abad ke-16 ini.
Sempat mampir di Krispy Kreme, untuk sarapan donat dan coklat panas.
Stonehenge
Stonehenge. Para pengguna Windows operating system di akhir tahun 90an, tentu ingat OS Windows98. Nah .. disitu ada screensaver gambar Stonehenge. Entah apa kisah sebenarnya dari tumpukan beberapa batu besar tua melingkar ini, namun faktanya memang masih ada disana. Guide sejarawan Inggris yang menemani kami pun tidak bisa memastikan kisah sebenarnya. Di tengah padang rumput Salisbury, dengan morfologi sedikit bergelombang, tiba-tiba muncul batu-batu besar tersusun dalam format melingkar bertumpuk. Dari info uji umur karbon tulang-tulang manusia yang ditemukan di bawahnya, diduga berasal dari tahun 3000-2000 BC. Informasi terbaru tentang Stonehenge, bisa diperoleh on-line dari aplikasi Gramedia Digital, majalah National Geographic edisi bahasa Indonesia, Agustus 2022.
Bath. Adalah kota kecil yang menjadi world heritage WHO. Karena ini adalah pusat kota lama Inggris. Banyak bangunan masih berarsitektur Roman, bergaya palladianism.
Di Bath ini terdapat bangunan gothic lawas abad ke-7, yang kemudian diperbaiki berturut-turut di abad ke 10, 12 dan 16, yaitu gereja Bath Abbey. Masih berfungsi dengan baik.
Masih ada waktu 1 jam. Cukup bagi kami untuk makan di resto.
One day trip ke Windsor Castle, Stonehenge dan Bath, ini diawali dengan keberangkatan dari Coach Victoria bus station, London pukul 8.00 pagi dan kembali di tempat yang sama pada pukul 19.00. Puass
Pulang dengan bus kota, mampir beli makan malam di Subway.
Hari ke-17 London – Jakarta
Pukul 11.45 turun dari kamar 330 hotel Marriot, Weatminster untuk checkout menuju Terminal 2, bandara Heathrow. Turkish Airlines membawa kami pulang ke Jakarta. Tidak ada pemeriksaan imigrasi. Hanya pemindaian boarding pass saat memasuki bandara, setelah check in penerbangan. Berpisah dengan anak di bandara, untuk melanjutkan studinya disana. Semoga sukses lancar dan menyenangkan kuliahnya ya nak. Amin
Kata “Penulis” dalam tulisan dibawah ini dimaksudkan sebagai “Penulis Buku”.
PEMBUKA
Dalam Kongres Nasional Partai Komunis China ke-19, Oktober 2017, Presiden Xi Jinping menyatakan,
“blaz[ed] a new trail for other developing countries to achieve modernization” and that “[i]t offers a new option for other countries … who want to speed up their development while preserving their independence.” (Bab 5).
Selanjutnya, dalam pidatonya di tahun 2017, Presiden Xi menyatakan bahwa
“[w]e will … strengthen international cooperation on anticorruption in order to build the Belt and Road Initiative with integrity.”
Kalimat dalam editorial majalah the Economist, edisi 15-21 Oktober 2022, halaman 13 bisa mewakili cara pandang China terhadap persepsi Barat, yang sering menggunakan norma sendiri untuk mengukur sikap dan tindakan bangsa lain.
Mr Xi’s aim is not to make other countries more like China, but to protect China’s interests and establish a norm that no sovereign government need bow to anyone else’s definition of human rights.
Berita harian Bisnis.com berjudul “Jokowi Bertemu Xi Jinping, Segini Total Investasi China di Indonesia” menyebutkan bahwa China menduduki peringkat kedua sebagai investor asing terbesar pada semester I tahun 2022, setelah Hongkong. Tercatat US$3,6 miliar atau meraih porsi 16,8 persen dari total investasi yang masuk selama semester I/2022. Proyek Nasional atas biaya China sudah masuk negeri kita ini sejak pembangunan Waduk Jatigede, Jalan Tol Medan-Kualanamu hingga Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Tak faham tentang siapa lebih diuntungkan dalam kerjasama dengan China, buku Banking on China. The aims and impacts of China’s Development Program ini bisa sedikit memberi pencerahan. Dari kacamata Barat tentunya. Berikut ini disampaikan inti tulisan dan opini beberapa Bab dari buku ini.
Buku ini ditulis oleh 5 orang peneliti, yaitu:
Axel Dreher is Professor of International and Development Politics, Universität Heidelberg, Heidelberg, Germany. He is also a Fellow at CEPR, CESifo, and AidData.
Andreas Fuchs is Professor of Development Economics and Director of the Centre for Modern East Asian Studies at the Georg-August-Universität, Göttingen, Germany. He is also Director of the Kiel Institute China Initiative.
Bradley Parks is the Executive Director of AidData, a research lab at William & Mary, Virginia. He is also a Non-Resident Fellow at the Center for Global Development.
Austin Strange is an Assistant Professor of International Relations at The University of Hong Kong.
Michael J. Tierney is Professor of Government and Director of the Global Research Institute at William & Mary, Virginia.
Sistematika penyajian
Alasan ditulisnya buku ini menjadi ulasan panjang dalam BAB 1.
Kemudian dilanjutkan dengan sejarah Bantuan Pembiayaan China pada BAB 2.
Metode kompilasi data pembiayaan China di abad 21 disajikan pada BAB 3.
Bab-bab selanjutnya adalah penjelasan terhadap berbagai pertanyaan, misalnya pada BAB 4, seperti apakah status program pembangunan global China? Atau, negara manakah dan sektor apakah yang menerima bantuan dana China? Apakah kategori Aid atau Loan?
Kemudian BAB 5 adalah, faktor-faktor apakah yang mempengaruhi alokasi bantuan China ke berbagai negara di dunia? Dan, bagaimana bila motif tersebut dibandingkan dengan para pendonor tradisional atau kreditor, seperti World Bank?
Lalu di BAB 6, apa yang menentukan alasan perbedaan alokasi bantuan pembangunan China di berbagai wilayah dalam suatu negara? Apa bedanya dengan alokasi bantuan dana dari World Bank?
Kemudian di BAB 7 adalah penjelasan dari pertanyaan: bagaimana dampak pertumbuhan ekonomi dan hasil dari berbagai pembangunan yang berasal dari bantuan pembangunan China? Apakah dampak ekonomi dari pembiayaan pembangunan China yang bermotivasi politik, akan berbeda hasilnya secara signifikan, daripada jenis bantuan pembangunan Tiongkok lainnya?
Dan pada BAB 8 disajikan penjelasan terhadap pertanyaan, apa dampak bantuan China terhadap isu korupsi, konflik sosial, lingkungan, demokrasi? Bagaimana tingkat keefektifan bantuan dari Barat?
Akhirnya di BAB 9 adalah pendapat penulis tentang bagaimana China perlu melakukan rekonsiliasi terhadap aturan dan standar pembangunan internasional atau Barat.
LATARBELAKANG PENELITIAN
Negara-Negara penerima Bantuan Proyek Pembangunan China, 2000-2014 (ref. Banking on Beijing)
Penulis meneliti isu terkait tujuan dan dampak bantuan pendanaan China, yang berupa Pinjaman (lending) dan Hibah (aid), untuk proyek-proyek di negara-negara sedang berkembang. Analisis data dilakukan sebanyak 4500 proyek, senilai $358 milyar, di 138 negara, selama 15 tahun. Pendanaan dari China banyak ditujukan ke negara-negara di Afrika, semenanjung Arab, Asia Tengah, Afghanistan, Pakistan, Srilangka, juga Indonesia, dll. Informasi rinci tentang Hibah/Pinjaman dari China untuk Pembangunan di negara Srilanka, Tanzania dan Pakistan banyak disampaikan dalam buku ini.
Analisis data dimaksudkan untuk mengetahui beberapa hal. Diantaranya adalah tentang motivasi Bantuan. Apakah kemanusiaan atau komersial? Bagaimana skema bantuan diberikan? Bagaimana dengan risiko dan keuntungan negara penerima bantuan? Apa perbedaan dan persamaan dengan bantuan dari lembaga donor atau negara Barat?
Pengumpulan dan kompilasi data untuk kebutuhan penelitian ini, dilakukan oleh Aiddata, William & Mary’s Global Research Institute. Salah satu penulis buku ini adalah Direktur Eksekutif Aiddata, Bradley Parks.
Kalimat pembuka di halaman pertama buku ini bisa menjadi Pengantar bagi para pembaca untuk memperkirakan isi bukunya :
China is now the lender of first resort for much of the developing world, but Beijing has fueled speculation among policymakers, scholars, and journalists by shrouding its grant-giving and lending activities in secrecy.
Sejak bab pertama dalam buku ini, secara tersurat sudah menunjukkan prasangka buruk Penulis terhadap maksud pemerintah China untuk membantu pembiayaan pembangunan ekonomi negara-negara sahabat. Dan ternyata memang prasangka buruk itulah motif utama penelitian dilakukan. Yang kemudian berusaha dibuktikannya pada bab-bab berikut, dengan analisis statistik berdasar data yang dikumpulkan dari berbagai sumber.
Beberapa kutipan berita negatif yang disadur dalam Bab I buku ini misalnya,
“praktek bantuan China melemahkan negara penerima karena menyuburkan korupsi, menguasai industri ekstraktif, dan melanggengkan hutang”.
“China sudah menggelontorkan cadangan mata-uang asingnya sebesar $3 triliun sebagai bantuan pembiayaan pembangunan, untuk menguasai pengaruh politik global”.
“China membantu pembangunan infrastruktur pemutar roda ekonomi negara-negara sahabat, seperti jalan raya, kereta api, jembatan dan bendungan, dengan lebih mengutamakan pada kecepatan pembangunan daripada kualitas, mengabaikan isu lingkungan, sosial, keselamatan kerja serta lemah pada sistem pengawasan dan evaluasinya”.
Pembiayaan oleh bank di Beijing secara ekonomi tidaklah efisien. Namun diakui bahwa memang dibutuhkan untuk keperluan pembiayaan proyek-proyek besar.
China adalah rekanan pembangunan yang pragmatis, dan berusaha mendapatkan beragam kepentingan ekonomi dan politik.
Dll.
Tahun 2013, President Xi Jinping mencanangkan Belt and Road Initiative (BRI). Dan menggelontorkan US$1 triliun, untuk program pembiayaan infrastruktur global.
Dana besar Beijing untuk pendanaan pembangunan bagi negara-negara sahabat berpendapatan rendah-sedang tersebut, menjadikan kekhawatiran AS dan sekutunya.
“Just fifteen years ago, China was a net recipient rather than a net donor of aid. So, how did we get here?”
Sehingga pada Oktober 2018, Dewan Perwakilan AS memberlakukan BUILD (Better Utilization of Investment Leading to Development), yaitu institusi finansial pendanaan pembangunan, untuk bersaing dengan China di seluruh dunia. Dan pada September 2019, mereka menggelontorkan US$375 Juta untuk bantuan “Countering Chinese Influence”.
Pada tahun 2019 itu juga, Jepang dan Australia bergabung dengan AS mencanangkan “Blue Dot Network”, untuk menghadapi BRI (Belt and Road Initiative). Mereka membentuk jaringan kerjasama untuk menerapkan sertifikasi kualifikasi proyek sehingga bisa mendapatkan bantuan pendanaan di wilayah Indo-Pasifik dan seluruh dunia. Kelayakan pasar, transparansi dan keberlanjutan finansial pembangunan infrastruktur menjadi perhatian penting.
Tahun 1980-1990an, China bersikap low-profile dalam kebijakan investasi atau pembiayaan asingnya. Deng Xiaoping mencanangkannya sebagai prinsip “hide your capabilities, and bide your time”. Namun berubah di tahun 1999 setelah Beijing mencanangkan strategi “Going Out”. Bank milik pemerintah China – China Eximbank dan China Development Bank – ditugasi untuk membantu perusahaan-perusahaan China di luar negeri supaya mampu berdiri kokoh dan sanggup bersaing di pasar global. Mulai agresif.
Strategi Going Out ini diberlakukan karena kondisi ekonomi yang perlu mendapat perhatian Beijing, yaitu:
Industri domestik China sedang mengalami masalah over produksi. Perusahaan-perusahaan baja, besi, semen, aluminium dan kayu, tidak efisien dan merugi.
Oversupply mata-uang asing. Surplus perdagangan tahunan menyebabkan cepatnya pertumbuhan cadangan mata-uang asing, sehingga berisiko instabilitas makro-ekonomi (inflasi atau revaluasi mata-uang). Oleh karenanya, Beijing berharap bisa menempatkan kelebihan dollar dan euro di outlet-outlet luar negerinya yang produktif.
Untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi domestik yang tinggi, China perlu untuk menambah kecukupan sumberdaya alam. Sehingga bank-bank nasional diwajibkan membantu proyek-proyek di luar negeri yang fokus pada industrial, infrastruktur, dan akuisisi sumberdaya alam.
Setelah 15 tahun (2000-2014) menjalankan strategi Going Out, pengeluaran China untuk pembangunan di luar negeri meningkat pesat. Sumbangan dan pinjaman tanpa bunga ke dunia yang sedang berkembang, banyak diberikan dalam mata-uang Renminbi. Berjalannya waktu, perilaku Beijing mulai berubah. Dari Benefactor bergeser kearah Banker, yang memberi pinjaman dengan bunga harga pasar.
Untuk mengatasi masalah kelebihan produksi, kelebihan mata-uang asing dan kekurangan akses sumberdaya alam, perbankan Beijing memberlakukan kebijakan:
Pinjaman dengan mata-uang asing, berbunga mendekati harga pasar
Mewajibkan para peminjam luar negeri untuk memenuhi keperluan industrinya, seperti baja dan semen, supaya membeli dari China
Mempermudah Pembayaran Hutang dengan menggunakan pendapatan dari penjualan komoditi ke China
Setelah tahun 2000, pengeluaran Beijing untuk Bantuan Pembangunan luar negeri berbunga rendah (Aid) semakin berkurang. Sebaliknya pemberian Pinjaman (Debt) semakin bertambah. Hanya 23% dari total pengeluaran luar negeri China selama tahun 2000-2014 yang masuk dalam kategori Bantuan (Aid), menurut definisi OECD-ODA (Organisation for Economic Co-operation and Development’s – Official Development Assistance). Sebaliknya, dalam rentang waktu yang sama, anggota Development Assistance Committee (DAC), berasal dari negara-negara industri Barat (termasuk Jepang dan Australia) yang menguasai pasar finansial pembangunan internasional, telah mengeluarkan total 90% dari belanja luar negerinya untuk keperluan ODA (Official Development Assistance).
Sayangnya, buku ini hanya menyajikan Angka Bantuan diatas, hanya dalam format Persentase saja. Tidak termasuk Angka Nominalnya. Berapa besar angka Bantuan negara-negara Barat? Apakah lebih besar dari pengeluaran China?
Munculnya kontroversi di kalangan jurnalis, politisi dan peneliti tentang program Bantuan Pembangunan luar negeri China ini, menurut Penulis karena adanya kesulitan membedakan antara proyek-proyek yang dibiayai dengan gratis atau bunga rendah (Aid), dengan proyek-proyek yang dibiayai oleh Pinjaman berbunga pasar atau mendekati bunga pasar (Debt).
Lebih jauh, Penulis mencurigai bahwa niat baik China hanyalah bungkus untuk maksud tersembunyi lain, yaitu:
Membeli loyalitas penguasa korup dan rejim otoriter penerima bantuan
Mengeksploitasi sumberdaya alam tanpa memperdulikan dampak lingkungan
Membuat keuntungan finansial yang tidak adil, untuk kepentingan perusahaan China di pasar global
Pemerintah China dianggap tidak cukup transparan dalam mengelola Pendanaan Pembangunan Luar Negeri. Penulis beranggapan bahwa ini karena:
Sebagai negara Komunis, otoritas Pemerintah China jauh lebih powerful daripada negara-negara OECD-DAC (Organisation for Economic Co-operation and Development – Development Assistance Committee) yang mengedepankan prinsip demokrasi. Tuntutan informasi publik terhadap belanja pemerintah yang akuntabel, rinci, akurat dan komprehensif, tidak cukup kuat.
China tidak cukup mendapat dukungan politik untuk bisa bersikap terbuka untuk mengekspose kebijakan pembiayaan pembangunan di luar negeri. Juga kurang mendapat dukungan publik untuk program Bantuan Asing ini. Hanya 23% responden survey di China mendukung adanya Bantuan Asing tersebut
Sistem Statistik dan Database China untuk pengawasan portofolio Bantuan dan Pinjaman Luar Negerinya, tidak cukup bagus.
Ada juga anggapan Penulis, bahwa bila dari negara penerima Bantuan diharapkan untuk bisa mendapatkan kebijakan luar negeri yang menguntungkan, maka China akan memberi skema pembiayaan Pinjaman Tanpa Bunga atau bahkan Hibah (Aid). Sedangkan bila yang diharapkan adalah pengembalian investasi maksimum atau mendapatkan Sumberdaya Alam, maka digunakan instrumen pembiayaan komersial, seperti Pinjaman dengan Bunga Pasar atau sedikitnya mendekati Bunga Pasar.
Terlepas dari perbedaan dan kesan negatif terhadap maksud dan tujuan Bantuan Asing dari China, ternyata ada kesamaan antara China dan negara-negara OECD-DAC, yaitu, keduanya menawarkan pertumbuhan ekonomi ke berbagai negara berpendapatan rendah dan sedang, serta sama-sama memberi Bantuan Dana ke negara-negara dengan rezim korup dan otoriter. Mereka juga sama-sama memberlakukan Bantuan Dana sebagai instrumen untuk mengamankan kepentingannya di PBB.
Beijing pun menggunakan kriteria yang sama dengan negara-negara donor Barat untuk menyalurkan alokasi Bantuannya (aid), yaitu tingkat pendapatan per kapita. Negara-negara dengan tingkat kebutuhan lebih tinggi, akan mendapatkan Bantuan yang lebih tinggi juga. Kriteria tersebut akan sama, baik dari Washington, London, Brussels, ataupun Beijing. Demikian juga dengan skema Pinjaman (Loan). China dan negara-negara OECD-DAC akan menggunakan kriteria dan skema yang sama, yaitu memungkinkan adanya kepastian pembayaran. Baik untuk Pinjaman (Loan) dengan bunga pasar, maupun dengan bunga mendekati harga pasar.
Menurut Penulis, perbedaan utama antara Pendanaan oleh China dengan Barat adalah China lebih mengutamakan skema Pinjaman (Loan). Sedangkan OECD-DAC cenderung menggunakan skema Bantuan (Aid). Betulkah? Lagi, seberapa besar nilai nominalnya?
Ideologi jelas menjadi pembeda dalam mengelola bantuan untuk negara lain. Di negara market-led economies, pemerintah berharap sektor swasta menjadi aktor utama untuk segera bisa mendapatkan pengembalian investasi yang menguntungkan. Juga membatasi keterlibatan pemerintah dalam aktifitas komersial. Pasar bebas.
Berbeda halnya dengan China yang sentralistik, dimana Pemerintah adalah aktor utama ekonomi untuk mendapatkan keuntungan, maka bank-bank pemerintah menjadi ujung tombak dalam aktifitas komersial untuk mendapatkan keuntungan maksimal.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa proyek-proyek Pembangunan oleh Barat memberi hasil yang bervariasi, bergantung pada banyak kondisi negara penerima Bantuan. Tidak ada bedanya dengan hasil Bantuan dari China. Negara-negara Afrika cukup berhasil Pembangunan Ekonominya karena Bantuan China, namun banyak juga yang gagal di negara-negara lainnya.
Penulis berpendapat bahwa visi Bantuan Asing dari China tidak transparan. Bahkan New York Times menyebutnya,
“China has never released any official map of Belt and Road routes nor any list of approved projects, and it provides no exact count of participating nations or even guidelines on what it means to be a participant.”
Perubahan dari skema Hibah menjadi Pinjaman perbankan oleh China untuk proyek pembangunan infrastruktur Negara-Negara Berkembang akan membuka kesempatan bagi negara penerima untuk mempercepat pengembangan sosio-ekonominya. Namun juga meningkatkan risiko finansial, korupsi, konflik sosial dan degradasi lingkungan.
Belt Road Initiative (BRI) dimaksudkan China untuk membangun proyek-proyek infrastruktur jalan, rel kereta api dan pipa yang menghubungkan antar wilayah dari China ke Asia Tengah dan Eropa. Demikian juga dengan proyek “Maritime Silk Road”, proyek bawah laut Samodra India yang menghubungkan China ke Asia Selatan, Asia Tenggara, Timur Tengah dan Afrika.
Srilanka
Di jaman pemerintahan Srilanka, dibawah presiden Mahinda Rajapaksa, China menggelontorkan bantuan dana untuk berbagai proyek pembangunan infrastruktur senilai total $12.4 billion, antara tahun 2005-2014. Realisasi proyek pembangunan tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% dalam periode 7 tahun pertama pemerintahannya. Namun di sisi lain, LSM setempat menemukan adanya dugaan penyalahgunaan Bantuan finansial tsb. Kolusi dan korupsi melalui penggelembungan anggaran. President Rajapaksa dan lingkaran terdekatnya sebagai terduga.
Pembengkaan biaya dan korupsi mewarnai proyek-proyek infrastruktur Srilanka di masa pemerintahan Rajapaksa, yang dibiayai perbankan Beijing. Menjadi lebih buruk ketika banyak proyek-proyek besar tidak dibiayai oleh Hibah, melainkan Pinjaman berbunga pasar atau mendekati bunga pasar. Di akhir masa pemerintahan Rajapaksa, Srilanka mengumpulkan hutang sebesar US$8 miliar ke China.
Proyek besar Bandara International Mattala Rajapaksa yang berhasil dibangun, gagal menghasilkan revenue yang akan digunakan untuk membayar hutang. Asset bangsa terpaksa dijual. China menjadi pemilik saham mayoritas dan mendapatkan hak sewa selama 99 tahun untuk mengoperasikan pelabuhan laut dalam Hambatota. Sebagai pembayaran hutang senilai US$1,1 miliar. Debt-for-equity swap juga terpaksa dilakukan untuk kegagalan komersialisasi bandara yang dibangun di wilayah kediaman Presiden.
Tindakan pertama yang dilakukan Maithripala Sirisena ketikamenggantikan Rajapaksa, Januari 2015, adalah memberhentikan route penerbangan ke bandara Mattala Rajapaksa International, dan audit kemungkinan terjadinya ketidakwajaran proyek-proyek infrastruktur dari China.
Yang terjadi kemudian, Beijing menyetujui Hibah US$100 juta untuk pembangunan Rumah Sakit modern di wilayah kediaman Presiden, Polonnaruwa. Peristiwa berulang kembali.
Oktober 1970, proyek raksasa kereta-api sepanjang 1.860 km, dari Kapiri Mposhi, Zambia ke pelabuhan Dar es Salaam, Tanzania dicanangkan oleh presiden Presidents Kenneth Kaunda (Zambia) dan Julius Nyerere (Tanzania).
Soviet, AS, Inggris, World Bank, dan PBB menolak terlibat pendanaan. Hanya China yang bersedia. US$415 juta pinjaman tanpa bunga digelontorkan.
Proyek ini meliputi pemindahan material 89 juta meter kubik dan konstruksi 22 terowongan, 320 jembatan dan 2.225 gorong-gorong. Termasuk 40.000 tenagakerja.
Yang aneh, buku ini menyatakan, “It launched the project in October 1970 and sent an estimated 30,000–40,000 Chinese workers by boat to work alongside tens of thousands of Tanzanian workers”. Tanpa acuan informasi.
Tapi, laman resmi pemerintah Tanzania, TANZANIA-ZAMBIA RAILWAY AUTHORITY menyebutkan, “At the height of construction, the workforce rose to 38,000 Tanzanian and Zambian workers and 13,500 Chinese technical and engineering personnel”. Siapa yang benar? Apa motif mengubah angka tenagakerja?
Akhir tahun 1973, 27 bulan sejak konstruksi dimulai, proyek kereta-api Tanzania-Zambia, TAZARA, sukses terbangun di sisi Tanzania. Proyek trans-nasional ini sukses menggerakkan populasi, barang dan jasa. Juga menghidupkan perdagangan lokal dan regional. Bahkan Jamie Monson, Professor Sejarah dan Direktur Pusat Studi Afrika, di Michigan State University, yang juga penulis buku “Africa’s Freedom Railway: How a Chinese Development Project Changed Lives and Livelihoods in Tanzania”, menyebutkan bahwa “[u]pon its completion, the TAZARA railway formed the backbone of a new spatial orientation for agrarian production and rural commerce”. Otoritas China dan Tanzania menjuluki kesuksesan ini sebagai, “the poor helping the poor”.
Rerata Pertumbuhan ekonomi tahunan Tanzania meningkat, menjadi 7%. China menjadi pahlawan kesuksesan Tanzania karena menyelamatkan pembiayaan pembangunan infrastruktur TAZARA railway yang masuk dalam the five-year development plan (FYDP) atau Repelita.
Pemerintah Tanzania menegaskan bahwa lembaga bantuan Barat dan bank pembangunan multilateral tidak bersedia terlibat membiayai pembangunan infrastruktur yang masuk dalam program Repelita. Kalaupun ‘bersedia’, akan sangat lamban realisasinya. Proses persetujuan pembiayaan Barat terhadap pembangunan infrastruktur membutuhkan waktu setidaknya Lima tahun. Sementara pembiayaan dari China hanya membutuhkan waktu Satu tahun saja.
Mengapa proses Persetujuan Pembiayaan China bisa cepat? Menurut buku ini, karena tidak butuh proses lelang yang sangat rumit dan kompetitif untuk memilih kontraktor. Alias, kontraktor sudah disediakan oleh China. Selain itu, prosedur lelang pemilihan kontraktor tidak banyak menuntut standar kepatuhan Lingkungan dan Keselamatan Kerja yang ketat, seperti yang biasa diberlakukan para pendonor Barat.
Survei 2014 terhadap masyarakat Tanzania, menghasilkan bahwa China adalah pendukung sekaligus model terbaik bagi Pembangunan Ekonomi masa depan Tanzania (35%). Selanjutnya AS (30%), Afrika Selatan (10%), Inggris (6%),dan India (4%).
Deborah Bräutigam, peneliti Pembangunan, Universitas Johns Hopkins, berpendapat bahwa dampak pembangunan berdasar pembiayaan dari China akan bervariasi. Bergantung pada sektor pembangunan dan negara/pemerintahan penerima dana. Bukan bergantung pada China sebagai pemberi bantuan.
Pendekatan analisis data
Informasi keuangan dan semua aspek yang terkait dengannya, dirasakan para peneliti dan penulis buku ini sangat tertutup. Sulit mendapatkan akses informasi dari sumber resmi otoritas China. Rahasia.
Informasi keuangan China yang diperoleh oleh para peneliti Barat selama ini tidak dalam format database yang validitas datanya bisa dipertanggungjawabkan.
Penulis buku ini bermaksud untuk dapat menyediakan informasi berbasis data yang rinci dan akurat, sehingga bisa digunakan sebagai basis dialog yang konstruktif antara pemberi dana dan peminjam, dari Barat maupun China.
AidData sebagai bagian dari lembaga peneliti William & Mary’s Global Research Institute yang fokus pada manajemen informasi, sangat berperan dalam penyajian data dalam buku ini. Sumber data diperoleh dari:
Chinese ministries, embassies, and economic and commercial counselor offices (ECCOs);
the aid and debt information management systems of finance and planning ministries in counterpart countries;
case study and field research undertaken by scholars and NGOs;
English, Chinese, and local-language news reports.
Total bantuan China untuk pembiayaan proyek-proyek Pembangunan luar negeri dalam periode tahun 2000 hingga 2014 sebesar US$354 Milyar, dipergunakan sebagai basis kajian buku ini. Meliputi 4.368 proyek di 138 negara, di wilayah Afrika, Timur Tengah dan Pasifik, Amerika Latin dan Kep. Karibia, serta Eropa Tengah dan Timur.
Berdasar kompilasi data yang diperoleh dari AidData tentang pendanaan China untuk kategori Aid (Hibah) dan Debt (Hutang), Penulis mengalami tiga kesulitan, yaitu:
Sulit membandingkan secara apples-to-apples antara pembiayaan dari China dengan dari sumber-sumber lain. Termasuk dari OECD-DAC.
Menjadi lebih sulit untuk memahami motif Beijing dalam membiayai berbagai proyek Pembangunan yang berbeda-beda tersebut
Ketika pembangunan berbagai jenis proyek memberikan hasil yang tidak konsisten, maka kecil kemungkinan perbedaan ini akan terungkap alasannya.
Acuan definisi “aid” dan “debt” yang dipergunakan dalam buku ini didasarkan pada standar OECD-DAC, yaitu:
ODA (Official Development Assistance), adalah pemberian hibah, pinjaman tanpa bunga dan pinjaman berbunga rendah kepada negara sedang berkembang dengan maksud meningkatkan kondisi sosio-ekonomi.
OOF (Other Official Flows), adalah pinjaman dan kredit ekspor yang diberikan dengan bunga pasar atau mendekati bunga pasar.
Juga, bila suatu pemerintah atau organisasi antar-pemerintah memberikan bantuan pendanaan kepada negara sedang berkembang untuk keperluan DILUAR keperluan peningkatan kesejahteraan sosio-ekonomi, maka OECD-DAC mengklasifikasikannya sebagai OOF. Bukan ODA.
Atau, lebih jelasnya, “aid” (hibah) adalah ODA dan “debt/credit” (hutang/pinjaman) adalah OOF. Dan bila membicarakan tentang jumlah total pembiayaan, atau jumlah total ODA dan OOF, makan akan disebut sebagai Official Financing (OF) atau menyebutnya sebagai “development finance”, “development projects”, “funding” atau “projects” saja.
Bantuan bilateral negara-negara Barat pada umumnya adalah ODA. Misalnya, antara tahun 2000-2014, AS menyediakan US$394.6 milyar untuk negara lain. Sebesar 93% sebagai ODA dan 7% sebagai OOF. Sedangkan total bantuan OECD-DAC keseluruhan, sebesar US$1.753 trilyun. Yaitu 80,6% sebagai ODA dan 19,4% sebagai OOF.
Para peneliti dalam buku ini mengaku telah membangun sistem data yang paling komprehensif tentang pembiayaan pembangunan luar negeri China. Termasuk di dalamnya klasifikasi “aid” dan “debt” dari 138 negara dalam rentang waktu 15 tahun, 2000-2014.
Mereka juga melakukan Geocoding data terhadap proyek-proyek Pembangunan China. Penggabungan data spasial dari satelit dengan data survey rumahtangga, bisa menghasilkan informasi geografis tentang dampak proyek-proyek pembangunan China terhadap pembangunan ekonomi, kesehatan masyarakat, konflik sosial, dan kualitas lingkungan. Dengan data geo-referensi, bisa dianalisis latar-belakang pengalokasian bantuan finansial China ke suatu negara, dan kemungkinan terjadinya manipulasi politik domestik di dalamnya.
Dalam buku ini, World Bank dijadikan pembanding untuk menganalisis program Pembiayaan China. Karena :
World Bank mempunyai juga dua kategori pembiayaan, yaitu IDA (International Development Association) yang menyediakan pembiayaan proyek berdasar Hibah (aid/ODA) dan IBRD (International Bank for Reconstruction and Development), pembiayaan berdasar Pinjaman (debt/OOF)
World Bank menggunakan seperangkat kriteria yang transparan dan efisien untuk mengalokasikan sumberdayanya ke berbagai negara
Data dari World Bank dan China, tahun 2000-2014 untuk Asia, Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin serta Eropa Timur dan Tengah, sudah cukup lengkap dan komprehensif. Termasuk koordinat lokasi semua proyeknya juga sudah dimiliki. Sehingga memungkinkan untuk dapat dianalisis secara head to head terhadap dampak pembiayaan pembangunannya.
Menurut penulisnya, argumen utama menuliskan buku ini adalah karena pada kenyataannya, China telah menjadi penyedia bantuan pembiayaan pembangunan global, yang bisa menciptakan kesempatan pertumbuhan maupun risiko baru bagi negara-negara berpendapatan rendah-menengah.
SEJARAH CHINA SEBAGAI DONOR PEMBANGUNAN
Sejarah bantuan finansial China ke negara lain yang cukup spektakular adalah bantuan pembangunan jalan raya Pakistan-China, Karakoram Highway. Tingkat kesulitan dan bahaya pembangunannya cukup tinggi. Beberapa bagian ada pada ketinggian 4.700 m. Jalan sepanjang 1.300 km dari ibukota Pakistan, Islamabad ke Kashgar, Xinjiang, daerah otonomi Uyghur. Sejak pembangunannya dimulai tahun 1959, politikus di kedua negara tersebut menjulukinya “Sino-Pakistani Friendship Highway” sebagai simbol “all-weather friendship”. Selesai 1968. Di sisi Pakistan, proyek ini selesai dalam dua tahap, yaitu tahun 1971 dan 1978, atas bantuan China.
Presiden Xi Jinping
China terus membantu pembiayaan berbagai proyek di Pakistan sejak konstruksi Karakoram Highway. Bahkan hingga era Presiden Xi Jinping, melalui skema BRI (Belt Road Initiative), dengan nama khusus the China-Pakistan Economic Corridor (CPEC) initiative. Total, China telah menggelontorkan bantuan sekitar US$2 milyar, selama lebih dari 60 tahun.
Selain sebagai satu-satunya akses darat Pakistan-China, Karakoram Highway juga sukses meningkatkan perdagangan diantara kedua negara, bahkan mampu menjangkau jaringan transportasi dari dan ke Asia Tengah dan Barat.
Kisah sukses Karakoram ini menunjukkan bahwa Beijing tetap berminat sebagai donor pembangunan, ketika negara lain meninggalkannya. Kepentingan Ekonomi bukanlah satu-satunya alasan China untuk membantu negara lain. Namun, sayangnya, Barat, melalui penulis buku ini, mencurigainya sebagai upaya China untuk mempererat perkawanan politik antar-negara. Strategi geopolitik. Kalaupun benar, apakah Barat tidak melakukan hal yang sama?
Hanya 15% kredit untuk pembangunan Pakistan yang disetujui China Eximbank tahun 2016, berasal dari skema GCL (government concessional loan) dan sisanya 85% berasal dari PBC (preferential buyer’s credit loan). Pakistan menerima pinjaman dengan skema pembayaran tidak semenarik untuk pembangunan Karakoram Highway.
Sebagai catatan:
GCL, adalah pinjaman dengan matauang Renminbi, yang biasanya bertenor 25 tahun, 5 tahun grace period, dan bunga 2%.
PBC, pinjaman bermatauang US$, tidak semenarik GCL, namun tetap lebih baik daripada bunga komersial.
BCL (non-preferential buyer’s credit loan), adalah pinjaman komersial. Lebih singkat masa berlakunya, juga grace periodnya. Mengacu pada suku bunga pasar (floating rate), seperti London Interbank Offered Rate (LIBOR) atau the Euro Interbank Offered Rate (EURIBOR).
Beberapa proyek pembangunan besar China di Pakistan lainnya adalah:
US$6,4 milyar, dari China Eximbank untuk pembangunan dua PLTN di Karachi
US$2,8 milyar, dari China Eximbank untuk perbaikan jalan Karachi-Peshawar sepanjang 470 km, Multan-Sukkur
US$1,62 milyar, dari China Eximbank untuk konstruksi Metro Lahore 27 km
Bila valuta asing banyak digunakan untuk membayar hutang luar negeri, Pakistan akan kesulitan impor atau rendah pertumbuhan ekspor. Pinjaman berlebihan juga bisa menyebabkan tingginya inflasi, depresiasi mata-uang, dan menghambat investasi asing. Tingginya pinjaman ke China juga bisa menyebabkan kelemahan politis bagi para pemimpin negara peminjam.
Perubahan skema bantuan China ke Pakistan, dari Benefactor ke Banker, terjadi dalam dua dekade pertama abad 21 ini. Bank-Bank pemerintah China lebih banyak meningkatkan pinjamannya ke SVP (special vehicle purposes) daripada langsung ke pemerintah Pakistan. SPV dimaksudkan sebagai entitas independen yang sah, yang digunakan untuk merencanakan, membiayai dan mengerjakan proyek tertentu.
Historical Foundations and the Early Years (1949–1959)
Sejarah keterlibatan China untuk membantu pembiayaan pembangunan luar negeri sejak 1949-1959 secara rinci banyak dijelaskan dalam buku ini. Termasuk terlibat aktifnya China dalam Konferensi Jenewa, 1954. Yang mengangkat misi kebijakan luar negeri China untuk bekerjasama dengan negara-negara independen baru di Afrika dan Asia. Juga Konferensi Asia-Afrika di Bandung, 1955 yang menelorkan Gerakan Non-Blok dan “Five Principles of Peaceful Coexistence”:
mutual respect for states’ territorial integrity and sovereignty,
mutual nonaggression;
mutual noninterference in states’ internal affairs,
equality and mutual benefit, and
peaceful coexistence.
Aid as Politics: Mao’s Revolutionary Foreign Policy (1960–1977)
Tahun 1958, Komite Sentral Partai Komunis China mengeluarkan laporan “Report on Strengthening Foreign Economic and Technical Cooperation”, yang isinya menyatakan bahwa Bantuan (aid) adalah bagian dari misi politik yang penting. Dan menegaskan perlunya China untuk membina persaudaraan dengan negara-negara nasionalis.
Dalam periode 60-70an, bantuan ke negara lain menjadi fokus China untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara sedang berkembang di Asia dan Afrika. Terkait dengan program tersebut adalah juga memberi dukungan ke negara-negara revolusioner di Angola, Congo-Brazzaville, Ghana, South Africa, dan Tanzania. Untuk wilayah Asia Tenggara, bantuan diberikan untuk gerakan komunisme di negara-negara anti komunis, di Malaysia, Thailand, Singapore, dan Philippina.
Bersesuaian dengan program Mao, Revolusi Kebudayaan, di tahun 1965-1973, pengeluaran China meningkat pesat. Ketika pendapatan per kapita hanya US$200, pengeluaran pemerintah sudah mencapai US$12 milyar untuk keperluan bantuan luar negeri.
Pengeluaran luar negeri terus meningkat setelah 1970 dan mencapai paling tinggi di 1975. Lebih dari 5% dari anggaran pemerintah digunakan untuk bantuan pembangunan luar negeri. Sebagai pembanding, pengeluaran AS untuk bantuan asing adalah tidak lebih dari 1% total anggaran. Dan, bantuan pembangunan oleh Beijing sebelum 1978, lebih banyak diberikan dengan skema grant (hibah) dan pinjaman tanpa bunga.
China adalah salah satu negara yang sudah memberi bantuan untuk negara lain, ketika dirinya masih menerima bantuan. Tentu lebih karena motif politik daripada ekonomi. Termasuk kepentingannya untuk mendapat dukungan dari negara-negara sahabat penerima donor, supaya berada dalam satu barisan di PBB untuk melawan Taiwan.
Reform-Era Recalibration: Foundations for a Shift from Benefactor to Banker (1978–1998)
Deng Xiaoping dan Jimmy Carter (Pres. AS)
Tampilnya Deng Xiaoping sebagai Presiden (1978), menggantikan Mao (wafat 1976), mengubah kebijakan luar negeri China. Tidak lagi sepenuhnya ideologis, bahkan lebih ke arah pragmatis-ekonomis. Dan kebijakan ekonomi yang lebih terbuka di akhir 1970an dan 1980an tersebut, menghasilkan banyak bantuan masuk. Lebih besar daripada pengeluaran untuk memberi bantuan luar negeri. Kebijakan luar negeri China bergeser dari pendekatan ekspansif ke pendekatan yang lebih halus dan mengutamakan pertumbuhan ekonomi.
Pemerintahan Deng mulai melakukan transisi kebijakan bantuan luar negeri, dari program bantuan bermotif politik yang didukung dana hibah (grant), ke arah bantuan bermotif ekonomi komersial dengan skema pinjaman berbunga (interest-bearing loan).
Transisi ini dilakukan China dengan mulai melakukan menggabungkan Hutang dan Investasi, menjadi Joint Ventures. Pembentukan Rekanan dilakukan antara perusahaan negara China dengan perusahaan negara di negara penerima investasi. Menjadi perusahaan joint venture baru (JVC). JVC adalah entitas baru yang legal untuk melakukan develop, own, and operate proyek. Kemudian Beijing memberikan pinjaman ke perusahaan baru tersebut. Tentu, perusahaan China menjadi pemilik mayoritas.
Di akhir 1980an, para peneliti China telah memberi masukan ke pemerintah supaya tetap mencadangkan Bantuan Bebas Bunga (interest-free loans) untuk negara -negara sangat miskin. Dan mulai memberikan Pinjaman Berbunga, kepada negara-negara yang punya proyek pembangunan yang menguntungkan dan punya kapabilitas membayar pinjaman.
Beijing mulai mencanangkan isu interest-bearing loans di tahun 1990an. Dilanjutkan merealisasikannya dengan dibentuknya China Eximbank di tahun 1994.
Mei 1995, pemerintah mencanangkan bahwa China Eximbank mulai mempromosikan bantuan luar negeri, yang kemudian dinamai Government Concessional Loans (GCLs). Dengan bunga 4%-5%. Kurang disambut pasar.
Tahun 1999, dengan Going Out strategy, China Eximbank menawarkan GLC dengan item lebih menarik, yaitu bunga 2%, maturity 20 tahun dan grace period 5 tahun.
Beberapa tahun kemudian, China Eximbank kembali mengembangkan produk pinjaman untuk pemerintah asing, yaitu Preferential Buyer’s Credit (PBC). Dengan bunga lebih rendah daripada harga pasar. Berbeda dengan GLC yang menggunakan matauang Renminbi, PBC menggunakan matauang US$. Cukup laris, karena dapat membantu negara penerima kredit mengatasi kelebihan matauang asing, US$.
Ringkasnya, di abad 20, China telah menyiapkan landasan keuntungan geopolitik, keberlanjutan fiskal dan keuntungan komersial, dalam rangka menyediakan bantuan pembiayaan pembangunan luar negeri di abad 21. Hal ini dilakukan karena Beijing telah banyak belajar bahwa Hibah (grants) dan Pinjaman Bebas Bunga (interest-free loans) dapat menghasilkan keuntungan politik yang besar. Meskipun juga berbiaya ekonomi besar. Namun dapat membuka jalan untuk menciptakan lagi instrumen pembiayaan pembangunan yang baru.
“Going Out” and China’s Rise as a Global Development Banker (1999–Today)
Tahun 1999 adalah saat krusial dalam mengantisipasi menurunnya pertumbuhan dalam negeri China. Strategi ‘Going Out’ menjadi penting untuk:
Membangun perusahaan-perusahaan nasional andalan
Mengurangi biaya transportasi barang dari dan ke negara lain
Meningkatkan kebutuhan eksternal terhadap barang dan jasa dari China
Mengurangi investasi infrastruktur domestik
Mulai menggunakan teknologi masa depan
Mengamankan energi dan bahan mentah
Fokus utama Beijing adalah menciptakan kondisi yang aman untuk melanjutkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Terjadinya surplus perdagangan tahunan, menyebabkan tumbuhnya akumulasi cadangan valuta asing. Ini berbahaya karena bisa memacu inflasi dan revaluasi matauang. Outward foreign direct investment (OFDI) juga meningkat pesat, dari NOL di tahun 2000, menjadi lebih dari US$120 milyar di tahun 2014.
Dengan dasar “saling menguntungkan”, Beijing akan ‘bundling’aid, debt dan OFDI menjadi satu paket yang menjamin keuntungan bagi kedua belah pihak. Keuntungan bagi negara penerima bantuan adalah bisa mendapatkan hibah, pinjaman, dan kredit ekspor, yang biasanya sulit diperoleh. Dari sisi pendonor, China, biasanya perusahaan-perusahaan China bisa mendapatkan kesempatan berbagai investasi dan keunggulan komersial. Seperti misalnya, tidak harus ikut lelang supaya bisa mendapatkan berbagai kontrak atau lisensi untuk melakukan penambangan sumberdaya mineral tertentu.
Strategi ‘Going Out’ mampu menempatkan China dalam posisi dominan di pasar global pembiayaan infrastruktur. Namun di awal abad 21, China mengalami masalah kelebihan pasokan industri domestik, seperti aluminium, semen, gelas, besi, baja dan kayu. Ini disebabkan karena banyak perusahaan pemerintah terlalu eksploitatif, tidak efisien dan tidak menguntungkan.
Bila perusahaan-perusahaan tersebut tidak mampu mendapatkan pembeli yang bisa menampung kelebihan produksinya, maka mereka bisa gagal bayar hutang-hutangnya, menutup pabriknya. Dan selanjutnya, akan meningkatkan jumlah pengangguran baru. China kurang mempersiapkan jaring pengaman sosial, yang lazim tersedia di negara-negara industri demokratis Barat. Hal ini mengkhawatirkan otoritas, karena gelombang pengangguran di negara dengan jumlah tenagakerja raksasa seperti China ini, bisa menjadi isu ketidakstabilan sosial-politik.
Untuk mengatasi masalah diatas, Strategi Going Out berupaya
mengurangi pasokan domestik dan sekaligus meningkatkan permintaan internasional.
Memindahkan fasilitas produksi untuk keperluan industri ke luar negeri.
Dari sisi domestik, China berupaya untuk
melarang pembangunan fasilitas produksi baru,
Mempercepat penutupan operasi-operasi yang tidak efisien
Meningkatkan harga kebutuhan pokok industri, seperti air dan listrik
Menekankan pentingnya standar kualitas produk yang lebih tinggi
Di luar negeri, China melakukan
Peningkatan penawaran bantuan pemerintah secara konsesional dan tidak-konsesional seperti hibah, pinjaman dan kredit ekspor untuk proyek infrastruktur. Dan,
Memberikan bantuan dengan syarat pembelian bahan-bahan mentah industri dari China
Faktor lain yang mendorong China melakukan ekspansi program pembangunan luar negeri di abad 21 ini adalah keinginannya untuk menjadi pengaruh utama dalam pengendalian pembangunan di berbagai belahan dunia. Tahun krisis finansial global 2008, menjadi kesempatan dan titik balik. Ketika Barat sedang mengalami krisis finansial dan mengurangi budget bantuan luar negerinya, justru menjadi kesempatan bagi China untuk semakin memperbesar pengeluaran bantuan pembangunan di negara-negara berpendapatan rendah-sedang.
Sejak pelantikannya, Presiden Xi Jinping sudah mencanangkan strategi niat baiknya untuk melipat-gandakan hibah dan kredit ke seluruh dunia. Tak lama setelah program BRI dicanangkan, Presiden Xi mengumumkan bahwa
“[w]e should increase China’s soft power, give a good Chinese narrative, and better communicate China’s message to the world.”
Tentang sejarah Bantuan China selama 70 tahun tersebut diatas, Penulis buku ini berkesimpulan bahwa portofolio China di luar negeri setelah Mao, semakin meningkat dan dalam bentuk dominan pendanaan komersial yang direncanakan untuk menguasai akses sumberdaya alam, bahan mentah, militer dan asset strategis lainnya. Tentu juga financial return on investments.
Prinsip-prinsip Utama Bantuan China seperti, menghormati kedaulatan, tidak mencampuri urusan domestik negara lain, menegaskan kepentingan G2G dan kemandirian bangsa; hanyalah rethorika belaka, untuk melancarkan kepentingan strategis China lainnya. Politik dan ekonomi.
DAMPAK BANTUAN CHINA
Secretary-General Ban Ki-moon addresses the 4th High Level Forum on Aid Effectiveness in Busan, Republic of Korea 30 November 2011.
Menurut buku ini, hingga 2011, ketika terjadi pertemuan antar negara-negara donor dan juga para peminjam di Busan, Korea Selatan. Pertemuan ini dihadiri perwakilan negara AS, Eropa, Australia, Jepang, PBB, World bank, China dan negara-negara bukan Barat. Barat berharap supaya semua negara donor mengikuti aturan International Aid Transparency Initiative ( IATI) dan secara sukarela juga mengikuti standar transparansi OECD-DAC. China menolak. Menurutnya,
“principle of transparency should apply to north-south cooperation, but … it should not be seen as a standard for south-south cooperation”.
Keputusan heroik terhadap negara-negara yang berusaha memaksakan hegemoninya.
Tuntutan Transparansi
Namun demikian, ketidaksediaan China untuk mengikuti standar pelaporan Barat, menyebabkan kesulitan bagi para peneliti untuk dapat menganalisis dampak bantuan China terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan, kesehatan masyarakat, buta huruf dan keberlanjutan lingkungan dari negara penerima bantuan. Hal ini menimbulkan prasangka negatif Barat bahwa China tidak mempunyai Master Database proyek pembiayaan pemerintah. Ini disebabkan karena:
Tuntutan domestik untuk bersikap transparan terhadap Pemerintahan China tidak cukup kuat, seperti halnya negara-negara OECD-DAC.
Lemahnya motif politik Pemerintah China untuk bersikap transparan tentang bantuan luar negerinya. Stabilitas politik masih diperlukan, karena ekonomi dalam negeri belum sepenuhnya stabil. GDP per capita masih rendah.
Persetujuan bantuan luar negeri di China, terdesentralisasi dan sangat rumit. Birokratis
Meskipun buku ini terbaca dengan jelas bermaksud merendahkan upaya China dalam membiayai proyek-proyek negara sedang berkembang, namun ada juga pengakuan atas dampak positifnya. Misalnya, tertulis,
“Leaders of the developing world frequently lavish praise on the Chinese government for its willingness to bankroll the “hardware” of economic development – roads, railways, power plants, electricity grids, and telecommunication systems – and address local needs that traditional donors and creditors have neglected for decades”.
Menarik, pengakuan penulis bahwa proyek-proyek pembangunan oleh China pada umumnya lebih efektif daripada proyek-proyek yang dibiayai oleh Barat. Menurutnya ini disebabkan karena:
China lebih senang membiayai proyek-proyek terintegrasi yang selaras dengan strategi pembangunan nasional dari negara penerima dana
China lebih mengutamakan pembiayaan pada infrastruktur ekonomi dan sosial. Seperti, jalan, kereta api, pembangkit listrik, bendungan.
China sudah berpengalaman dalam pembangunan proyek infrastruktur berskala besar dengan cepat dan efisien.
Does Chinese development finance favor needy provinces?
Penulis melakukan beberapa analisis untuk memperkirakan tingkat kebutuhan penerima bantuan setiap provinsi pada tahun tertentu,
Analisis statistik berdasar data sekunder pengamatan satelit terhadap tingkat luminositas cahaya listrik malam hari, untuk memperkirakan tingkat pembangunan ekonomi. Cahaya lemah menunjukkan ekonomi berada di tingkat rendah, miskin.
Analisis statistik berdasar tingkat populasi suatu provinsi. Bila bantuan China sensitif terhadap tingkat kebutuhan lokal, maka bantuan semestinya diberikan pada wilayah dengan populasi tinggi
Analisis statistik berdasar tingkat kekeringan suatu wilayah. Ini merupakan kriteria penting untuk mendapat bantuan pembangunan. Kekeringan tinggi, diperkirakan akan mengalami kekurangan pasokan dan tingginya harga makanan.
Analisis statistik berdasar perkiraan waktu tempuh ke kota terdekat dengan populasi 50.000 orang atau lebih. Digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan daerah urban dalam rangka mendapatkan bantuan pembangunan China
Di beberapa wilayah dalam negara penerima dana bantuan China, menunjukkan adanya dampak ekonomi positif di negara-negara Afrika, namun tidak ditemukan di negara-negara Asia dan Amerika.
This result does not hold in Asia, where we find no evidence that Chinese development projects increase per capita nighttime light at the district level. Nor does it hold in the Americas, where Chinese development projects seem to actually reduce per capita luminosity.
(Catatan: No evidence diatas perlu dibaca dalam konteks keberadaan emisi cahaya listrik. Bukan tentang dampak ekonomi).
Berdasar analisis emisi cahaya malam di propinsi-propinsi yang mempunyai deposit sumberdaya emas, minyak, gemstone dan intan, ternyata tidak menunjukkan adanya bantuan pendanaan China yang signifikan. Data menunjukkan hasil yang kurang-lebih sama dengan data World Bank. Artinya, penulis menyimpulkan, kecurigaan bahwa bantuan pendanaan China dimaksudkan untuk menguasai sumberdaya alam, tidak terbukti.
Secara umum, proyek Bantuan China, baik Hibah maupun Pinjaman, memberi hasil bervariasi di berbagai belahan dunia. Namun khusus di Afrika, Bantuan tersebut memberi dampak pertumbuhan ekonomi yang signifikan, serta mengurangi konsentrasi aktifitas ekonomi secara spasial. Bahkan bila dampak pembiayaan pembangunan China ini dipecah berdasarkan sektor pembangunan, i.e. infrastruktur ekonomi, infrastruktur sosial dan sektor produksi; semuanya tetap terbaca sebagai pertumbuhan positif.
Dampak proyek bantuan World Bank di Afrika sebesar kira-kira ⅔ lebih kecil daripada rerata dampak bantuan China. Bahkan, bantuan proyek-proyek infrastruktur dari World Bank, TIDAK memberi dampak pengurangan konsentrasi aktifitas ekonomi spasial, di dalam berbagai wilayah provinsi.
Hasil analisis tersebut menunjukkan tidak ditemukannya bukti kebenaran tuduhan ‘rogue donor’ (bantuan ‘nakal’) terhadap China. Bahkan penelitian penulis menunjukkan bahwa dampak sosioekonomi proyek-proyek World Bank ternyata tidak sebagus dampak proyek-proyek bantuan China. Juga tidak ditemukan bukti bahwa terjadi bias politik yang mengganggu efektivitas proyek-proyek pembangunan dari China. Baik ditingkat nasional, maupun sub-nasional.
Namun Penulis tetap menyimpulkan bahwa Beijing menggunakan Aid sebagai alat untuk menyukseskan kepentingan politik luar negeri China. Berperan sebagai Benefactor. Sementara, Debt digunakan untuk meraih keuntungan finansial semata. Atau Banker.
Korupsi, Konflik sosial dan Lingkungan
Tiga hal utama yang menjadi perhatian penulis buku ini terkait dampak Bantuan Pembangunan China pada negara penerima adalah Korupsi, Konflik Sosial dan Degradasi Lingkungan.
Aspek Korupsi
Uji statistik terhadap dampak tata-kelola pemerintahan terhadap berbagai negara penerima bantuan China (chapter 8), menunjukkan bahwa semakin banyak bantuan dana pembangunan China diberikan pada suatu negara, maka semakin menurun tingkat korupsi negara tersebut.
Kasus korupsi proyek-proyek Bantuan Hibah (aid finance) dari China lebih sedikit dibanding Bantuan Pinjaman (debt finance), karena melibatkan jumlah uang yang relatif kecil, menghasilkan pendapatan yang kecil, dan memang tidak berada dalam sistem yang tidak kondusif untuk bisa dikorupsi. Sedangkan skema Bantuan Pinjaman China lebih berisiko korupsi karena melibatkan proyek besar, menghasilkan pendapatan besar, banyak terjadi transaksi finansial, dan berada dalam lokasi dan situasi yang kondusif untuk dikorupsi.
Proyek Pinjaman China memang menguntungkan bagi para peminjam karena terbukti meningkatkan sosio-ekonomi. Namun potensi risiko korupsi juga besar karena syarat Pinjaman yang relatif tidak begitu ketat bila dibandingkan dengan pinjaman dari negara-negara OECD-DAC.
Aspek Konflik Sosial
Penelitian Richard Bluhm dan rekan terhadap dampak sosial atas Bantuan OECD-DAC, menunjukkan bahwa bantuan Barat berisiko akan meningkatkan konflik sosial kecil menjadi konflik bersenjata. Namun aman dan tidak berdampak konflik sosial bila diberikan pada masyarakat dalam kondisi damai.
Namun demikian, Penulis juga menyajikan data buruk terhadap dampak Bantuan China tersebut, seperti meningkatnya korupsi, instabilitas politik dan degradasi lingkungan. Contoh kasus bisa dibaca pada bab 8 tentang proyek Standard Gauge Railway (SGR), pembangunan kereta api di Kenya, Afrika. Banyak pejabat Kenya ditangkap karena kasus korupsi proyek tersebut.
Sebaliknya, dampak konflik sosial dari Bantuan China, penulis tidak mampu mengambil kesimpulan dengan tegas.
“The estimated effects that we report in Table 8.1 show that no matter the level of conflict in the previous year, Chinese development projects reduce the probability of peace and increase the risk of armed conflict and civil war. However, all of these effects are estimated imprecisely, so we cannot confidently conclude that there are effects of Chinese development projects on peace and conflict at the country level”.
Namun secara umum, bantuan Hibah China tidak mengakibatkan dampak konflik sosial. “We find that, on average, there is no effect of Chinese aid on conflict”.
Aspek Lingkungan
Temuan Penulis menunjukkan tidak-adanya kerusakan lingkungan atau penggundulan hutan (deforestasi) di proyek-proyek Bantuan China. Namun sayangnya, justru Penulis buku ini resisten untukndapat menerima hasil analisisnya sendiri. Dan memberi opini,
“However, our results rely on a substantially smaller sample than the other regressions related to environmental outcomes, so they should be interpreted as suggestive rather than definitive”. Ini komen Penulis yg tidak adil.
Menurut Penulis, sentimen publik terhadap China semakin buruk, dan banyak negara beranggapan bahwa berpartisipasi dalam BRI (Belt and Road Initiative) akan menjadi kelemahan (liability) daripada menjadi asset.
Donor Barat mendorong China untuk segera melakukan multilateralisasi BRI dengan menjalankan prosedur standar dalam hal penilaian kelayakan proyek, pengadaan barang dan jasa, tanggungjawab direksi, kebijakan transparansi, tanggungjawab sosial dan lingkungan, sehingga memungkinkan lembaga-lembaga Bantuan dan perbankan pembangunan lainnya dapat turut terlibat.
Setelah satu dekade Going Out Strategy dicanangkan (1999], tahun 2010 China mulai khawatir dengan beberapa hal:
Stabilitas politik dan ekonomi
Banyak perusahaan China terperangkap hutang karena krisis ekonomi
Semakin tingginya biaya tenagakerja, menyebabkan keunggulan komparatif tenagakerja manufakturing mulai terganggu.
Investor global mulai memindahkan bisnis manufakturingnya ke Asia Tenggara untuk mengurangi biaya produksinya
Over-produksi masih menjadi masalah yang bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi China
Otoritas China melihat middle income trap bisa menjadi ancaman stabilitas keberlanjutan pertumbuhan ekonomi
Tahun 2013, Belt Road Initiative (BRI) dicanangkan oleh Presiden Xi Jinping. Sebelumnya disebut One Belt, One Road (OBOR). Inisiatif ini dimaksudkan sebagai bagian upaya mengurangi biaya perusahaan China dengan cara memindahkan low-end manufacturing ke negara-negara dengan tenagakerja berbiaya rendah. Sekaligus mendukung program “Made in China 2025”, untuk mengupayakan bisnis China lebih fokus pada pemasaran produk high-end untuk kepentingan pelanggan domestik dan asing.
BRI mempunyai peran penting dalam Going Out strategy, yaitu membangun fasilitas-fasilitas produksi dan menciptakan kebutuhan pasar di luar negeri untuk menampung over-produksi dalam negeri. Meningkatkan ekspor dengan cara menciptakan kebutuhan barang-barang industrial yang diperlukan dalam proyek-proyek pembangunan luar negeri berbiaya bantuan China. Sumber lain untuk menjaga kesinambungan program BRI dan Going Out Strategy adalah penggunaan mata uang asing yang menumpuk di China sebagai pinjaman pembiayaan pembangunan luar negeri.
Keputusan dicanangkannya BRI tahun 2013 ini, merupakan signal geopolitik penting untuk mengatakan kepada dunia bahwa China merupakan kekuatan ekonomi politik penting yang harus diperhitungkan.
China yang sebelumnya kurang memperhatikan pembangunan di wilayah barat seperti Xinjiang, Tibet, Qinghai, dan Gansu, saat ini telah berubah menjadi pemberhentian penting sepanjang sabuk BRI. Menjadi provinsi-provinsi yang terintegrasi ke dalam jaringan ekonomi regional.
Can Beijing Multilateralize the BRI?
Tahun 2018, Beijing mensponsori pembentukan China-IMF Capacity Development Center, untuk melatih aparat pemerintah China mengenai debt sustainability framework (DSF) di negara-negara berpenghasilan rendah dan isu-isu yang berhubungan dengan BRI.
Berkaitan dengan upaya globalisasi BRI, pada tahun 2019, pemerintah China mengumumkan akan bekerjasama dengan 8 institusi multilateral untuk membentuk Multilateral Cooperation Center for Development Finance. Mandatnya adalah :
Lebih banyak investasi di pekerjaan penyiapan proyek hulu
Meningkatkan kapasitas debitur dan kreditur menjadi lebih efektif dalam mengelola dan memitigasi risiko yang berhubungan dengan keberlanjutan hutang, pengadaan barang dan jasa, korupsi, lingkungan dan isu-isu sosial lainnya.
Memfasilitasi sharing informasi yang lebih luas dan berkoordinasi antar berbagai institusi finansial pembangunan, China maupun diluar China.
Di tahun yang sama, presiden Xi mengumumkan bahwa China akan mengadopsi lebih luas berbagai peraturan dan standar, serta mendorong berbagai perusahaan yang terlibat, untuk mengikuti peraturan-peraturan umum internasional dalam hal pengembangan proyek, operasi, pengadaan barang dan jasa, serta lelang.
Disini terlihat bahwa Beijing bermaksud untuk menjadikan BRI bersifat multilateral, sekaligus memberikan signal bahwa pemerintah China berkeinginan untuk terlibat dalam kepemimpinan pasar finansial pembangunan global.
What Can China Do to Overcome Its Trust Deficit with Traditional Donors and Creditors?
Ternyata, pemerintah China tidak cukup sukses menggalang dukungan dari donor dan kreditur tradisional (Barat) yang berminat kerjasama untuk mendukung BRI. Sedikitnya karena 3 hal:
Transparansi. Keengganan China untuk berbagi informasi rinci terkait finansial dan implementasi tata-kelola dengan para pemerintah penerima bantuan
Disiplin. Rekam jejak China yang melakukan pembiayaan, perencanaan dan implementasi proyek secara independen, tidak memperdulikan standar operasi dan disiplin yang berlaku umum
Go-it-alone. Pendekatan China go-it-alone dalam menyelesaikan persoalan-persoalan pengelolaan hutang negara
PENUTUP
Mengingat institusi keuangan, dalam konteks Bantuan Pembangunan negara lain, berada dalam jaringan global, maka akan saling terkait dan tidak mungkin menutup diri. China yang telah memberi Bantuan ke berbagai negara di dunia, pada akhirnya akan menuntut pengembalian pinjaman pendanaan. Untuk kepentingan jaminan keamanan finansial, China tentu akan membutuhkan kerjasama dengan institusi keuangan global. Untuk itu, kepercayaan menjadi penting. Dan Transparansi, Kepatuhan terhadap aturan umum, serta Kerjasama para pihak, menjadi isu prioritas untuk disikapi.
Bila China merasa perlu melibatkan banyak pihak dalam ‘pemasaran’ Belt Road Initiative (BRI), maka tentunya dibutuhkan negosiasi yang saling menguntungkan para pihak serta menyepakati standar dan aturan yang dibuat bersama.
Demikian pula dengan institusi-institusi pembiayaan pembangunan OECD-DAC, tidak bisa memaksakan diri untuk memberlakukan aturan dan standar sendiri, namun harus mengakomodir kepentingan Beijing, demi kebutuhan pembangunan negara-negara berpendapatan rendah-sedang.
KOMENTAR
Seringkali ditemukan dalam buku ini, bahwa setiap kali tertulis pernyataan positif berdasar fakta publik tentang Bantuan China, maka segera diikuti opini negatif dari penulisnya pada paragraf berikutnya.
Penulis berprasangka bahwa, hingga saat ini (saat ditulisnya buku ini) studi tentang program Beijing untuk pembangunan internasional tidak mengikuti prinsip-prinsip dasar berbasis sain. Bahkan ada kecenderungan untuk penentuan kesimpulan terhadap studi tersebut, pada umumnya hanya didasarkan pada data-data yang bersesuaian dengannya. Cherry-picking. Diragukan validitasnya.
Penulis pada dasarnya hanya ingin membuktikan kebenaran hipotesanya bahwa proyek bantuan atau pinjaman dari China adalah merugikan negara penerima. Penulis tidak melakukan penelitian dampak ekonomi penerima bantuan secara obyektif untuk mendapat gambaran informasi ‘apa adanya’, melainkan hanya menyajikan informasi yang diinginkannya. Cherry picker.
Dan penelitian dalam buku ini menunjukkan hasil yang bervariasi di berbagai negara penerima bantuan China. Bahkan bantuan untuk Afrika menunjukkan hasil pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Dan lebih bagus daripada negara-negara penerima bantuan dari institusi-institusi OECD-DAC.
Namun pengakuan pun diberikan penulisnya di akhir Bab 1, bahwa:
Our core argument in this book is that China’s newfound position as the global development lender of first resort has created new opportunities and new risks for low-income and middle-income countries.
Walaupun tetap diikuti dengan kalimat,
“China is a pragmatic development partner that pursues a diverse set of economic and political interests”.
Rasanya, belum pernah sekalipun terdengar berita bahwa China melakukan upaya pembiayaan terorisme atau melakukan rekayasa konflik sosial untuk mendapatkan kekuasaan atau keuntungan finansial di negara yang diinginkan. Pengalaman menunjukkan bahwa China memang “lihay” bernegosiasi untuk mendapatkan keuntungan finansial melalui prosedur resmi ataupun tidak resmi. Untuk itu, disarankan supaya lebih rinci dan hati-hati dalam bernegosiasi dan membuat kontrak dengan institusi China.
Kalimat menarik dari buku “The New Confessions of an Economic Hit Man”, karya John Perkins, ini mungkin bisa mewakili pendapat para penerima donor China. Artinya, perlu lebih hati-hati dalam dealing Bantuan Pinjaman dengan pihak manapun, apalagi bila mereka punya sejarah menggunakan kekuatan politik dan militer untuk mendapatkan keuntungan finansial di berbagai belahan dunia. Waspadalah.
Terlepas dari prasangka buruk dari pihak Barat terhadap Bantuan Pembiayaan Pembangunan dari China, serta berbagai temuan negatif berdasar analisa statistik Penulis atas motif, skema maupun dampak Bantuan tersebut, buku ini masih sangat layak dipelajari dan dikritisi sebagai pengetahuan tentang investasi China.
Film hitam-putih berjudul Belfast, yang bisa dinikmati di Netflix ini memenangkan satu Oscar untuk kategori Best Original Screenplay. Juga memenangkan penghargaan BAFTA untuk kategori Outstanding British Film of The Year. Aplikasi IMDB mencatatnya telah memenangkan 51 award dan 237 nominasi. Capaian luar biasa. Film produksi 2021 ini ditulis dan disutradarai oleh Kenneth Branagh, berkebangsaan Irlandia Utara, tang lahir di Belfast. Para aktor dan aktris pun dominan berasal dari Irlandia Utara. Jude Hill, bintang ciliknya yang menawan aktingnya, Caitriona Balfe yang berperan sebagai Ibu, Jamie Dornan sebagai Ayah dan bintang kawakan Ciaran Hinds sebagai Kakek.
Entah mengapa, film berlatar-belakang Irlandia Utara selalu mengundangku untuk menontonnya. Apapun genrenya. Mungkin karena masa kecil saat senang-senangnya membaca koran, selalu disuguhi berita luar negeri tentang kerusuhan disana. Sinn Fein, partai politik di Irlandia Utara dan IRA sayap militernya, Bobby Sands, anggota IRA yang bunuh-diri serta Gerry Adams pimpinan IRA, menjadi pengingat kerusuhan di Irlandia Utara saat itu.
Karena film Belfast ini, buku lama tentang proses perdamaian di Irlandia Utara, The Fight for Peace (dibeli di Perth 1994), karya Mallie & McKittrick, yang selama ini menjadi rujukan pengetahuanku tentang konflik kekuasan Irlandia Utara, kembali mengundangku untuk membaca ulang.
Film ini dibuka dengan kerusuhan aksi massa kelompok Protestan terhadap kelompok Katolik. Terjadi penyerangan fisik dan perusakan properti. Teriakan para demonstran serta jeritan ibu dan anak mengiringi brutalitas tindakan massa. Gambar hitam putih bergerak cepat. Dramatik. Chaos.
Kamera beralih fokus pada aktifitas seorang ibu yang sibuk tungganglanggang keluar-masuk rumah, mengamankan anak-anaknya. Sembunyi di bawah meja. Hingga kerusuhan mereda.
Cerita beralih pelan dari jalanan ke ruang privat. Dialog terjadi dalam keluarga. Krisis ekonomi mulai terasa. Dan film mulai menyajikan konflik rumahtangga yang gamang terhadap pilihan domisili yang dikhawatirkan berdampak keterasingan politik dan tercabutnya akar budaya.
Tak lelah mengikuti alur cerita hingga film berakhir. Melihatnya seperti film dokumenter. Natural, tak berlebihan namun sangat terasakan konfliknya. Serasa tak berjarak antara layar dan penontonnya. Perang dan brutalitas konflik sosial selalu depresif bagi rakyatnya.
Jalan-jalan ke Yogya setelah era Covid-19. Kali ini sudah lebih santai, tidak lagi takut tertular namun tetap waspada. Disiplin bermasker dan menggunakan hand sanitizer.
Kegembiraan
Mas Rio dan mas Adimurti (foto De Wow)
Misi utama ke Yogya kali ini adalah turut meramaikan dan berbahagia dengan diwisudanya keponakan tercinta Papio, panggilan akrab keluarga besar untuk mas Rio, yang lulus S1 di fakultas Bisnis Manajemen UGM. Di kesempatan yang sama, mas Adimurti, putra kami, yg lebih dulu lulus S1 setahun yang lalu di jurusan yang sama, turut berfoto-ria. Lengkap mengenakan toga wisudawan. Karena di era covid 2021, wisuda dilakukan secara daring tanpa toga. Gembira ceria. Bahagia.
Alhamdulillah, turut bersyukur untuk kelulusan mereka berdua. Semoga pelajaran di dalam dan di luar kampus selama masa kuliah, bisa menjadi bekal untuk semakin bertambahnya kemampuan berpikir kritis dan meningkatnya nilai kebajikan dalam menjalani hidup selanjutnya. Amin
Maturnuwun pakde Anang, bude Ganik yang sudah menjadi orangtua, juga teman dari mas Adimurti dan mas Rio selama tinggal di Rumah Kalma. Tak lupa juga peran penting mas Andre dan mas Farhan sebagai saudara dan teman untuk curhat, senang-senang dan bertukar pikiran tentang banyak hal.
Kuliner
Lotek (foto internet)
Lotek adalah makanan favorit khas Yogya, selain gudeg yang selalu tak pernah lupa untk dinikmati ketika berada disana. Lotek Bu Bagyo, Sagan sudah tersedia si meja tempat keluarga berkumpul di rumah budhe Ganik. Asesoris utama yang paling kusuka dari lotek ini adalah bakwan gorengnya. Berbeda dengan Pecel, untuk Lotek, sayur, lontong, bakwan dan bumbu lotek diaduk bersama di dalam cobek sebelum dipindahkan ke piring atau dibungkus. Huenyakk … Sementara Pecel, sambal diguyurkan di atas sayur dan lontong. Tanpa diaduk, sebelum dihidangkan.
Kopi Latte (foto internet)
Kegiatan Jumat siang itu, adalah Nyekar, ke Sarean alm. Bapak Ibu Kediri, bersama keluarga, pakdhe, budhe dan para ponakan. Tak sempat nongkrong di kafe favorit keluarga, Blanco Coffee and Book, kami bertiga bersama mas Adimurti dan mas Andre mampir di kafe terdekat dari Rumah Kalma, Ivy Coffee. Rumah bercat putih bersih. Hijau sawah terbentang jelas dari dinding kaca di bagian belakang resto. Suasana tenang terasa di beberapa meja panjang. Sepertinya beberapa mahasiswa disana sedang mengerjakan tugas kuliahnya. Dengan headset lengket menutup telinga dan gelas berisi minuman dingin terlihat di sebelah masing-masing laptop mereka. Serius.
Kopi latte panas cukup menyegarkan di ruang dingin ber ac. Menemani canda dan ngobrol ringan tentang banyak hal. Mulai dari tumbuhnya banyak kafe di lingkungan Ivy Coffee, tingginya harga gas dunia hingga tentang Boris Johnson ex PM Inggris. Tak terasa sampai perlu tambah macha tea dingin. Menyenangkan.
Pastrami Mil’s Kitchen (foto internet)
Dinner jam 5 sore untuk 12 orang, sepakat kita memilih resto Mil’s Kitchen. Berlokasi di Jl. Pandega Marta No.A2, Caturtunggal, Kec Depok. Sleman, Manggung, Yogyakarta. Resto berdesain rumahan tertutup, namun cukup lega dan banyak meja di dalamnya. Masakan berkonsep Barat lebih banyak ditawarkan. Beberapa Makanan Pembuka sempat kita nikmati bersama, seperti Wagyu Pastrami, Escargot, Gohu Ikan Gendar dan Singkong Goreng. Untuk makanan utama, pilihanku Iga Bakar Cobek. Nasi pulen, daging lembut, manis bersambal bawang pedas. Dengan minuman Jahe Serai Panas. Nikmat.. Highly recommended resto.
Jalan-Jalan
Dokar di Malioboro (foto ASK)
Sabtu pagi menyempatkan diri menyambangi Malioboro sendiri. Sudah hampir 5 tahun tidak menjenguknya, karena selalu macet dan Covid sejak 2020. Kaki-lima yang lebar, lega dan bersih, nyaman untuk jalan-jalan. Sempat duduk berlama-lama di kursi yang tersedia di kaki-lima, depan Malioboro Mall. Nyaman sambil menikmati dokar, motor dan mobil berlalu-lalang.
Teras Malioboro (foto internet)
Bersama teman kuliah, lanjut mengunjungi gedung yang menjual produk UMKM, yang sebelumnya dijajakan di kaki-lima Malioboro. Sebutan barunya adalah Teras Malioboro. Gedung ini, berpuluh tahun yll, adalah gedung bioskop Indra. Ramai. Semoga laris jualannya.
Resto Miroso di sebelah timur Museum Affandi menjadi sasaran untuk makan siang. Resto lama yang menyajikan masakan Soto Ayam. Ludes des .. dua mangkok, tambah ayam, tempe dan minuman jeruk anget. Alhamdulillah.
Soto Miroso (foto internet)
Tak lupa menikmati Matcha Latte dingin di Starbucks, Hartono Mall sambil baca buku. Kebiasaan. Kebetulan nginap di hotel sebelahnya.
Demikian catatan pendek jalan-jalan di Yogya, Agustus 2022. Salam sehat selalu. Maturnuwun.
The Tyranny of Merit adalah buku ketiga karya Michael J. Sandel yang penulis baca dan tuliskan dalam blog ini, setelah “JUSTICE, What’s the right thing to do?”, dan “What money can’t buy”. Sandel adalah pengajar filsafat politik di universitas Harvard. Buku-bukunya sangat menarik dan menggugah pemikiran kritis terhadap fenomena keseharian yang seolah berlalu wajar namun sebetulnya punya dampak nilai moral beragam.
Berikut ini adalah esensi dari The Tyranny of Merit yang ditulis rinci berdasar bab-bab dalam bukunya.
Dalam prolognya Sandel bercerita tentang isu rasis saat pandemi Covid-19. Korban terpapar Covid di AS banyak diderita oleh penduduk kulit berwarna yang berada di lingkungan kerja yang memang rentan terhadap penularan Covid-19. Korban tewas warga Amerika Latin, 22% lebih banyak daripada warga kulit putih. Demikian juga dengan korban tewas kulit hitam, 40% lebih banyak dari kulit putih. Isu rasisme muncul dalam bentuk PEMBEDAAN pelayanan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kerja yang tersegregasi secara struktural oleh tingkat pendidikan. ‘Social distancing’ memang benar terjadi.
William Singer
Di bab Pendahuluan, Sandel mencuplik kisah William Singer, pelaku tindak kejahatan penyuapan dalam proses penerimaan mahasiswa baru di berbagai perguruan tinggi ternama di AS dan Inggris. Kisah William Singer ini juga telah tayang dalam film dokumenter Netflix dengan judul “Operation Varsity Blues”. Ini kisah tentang begitu tingginya ‘penghargaan’ masyarakat terhadap lulusan perguruan tinggi, sehingga rela mengeluarkan ratusan ribu dollar untuk dapat diterima sebagai mahasiswa baru melalui proses legal (pintu belakang: donasi ke universitas) atau ilegal (pintu samping: penyuapan jalur atlet atau ‘membeli’ nilai uji Scholastic Aptitude Test, SAT).
Mengapa penghargaan masyarakat begitu tinggi terhadap lulusan perguruan tinggi? Inilah masalah utama yang dibahas Sandel dalam buku ini.
Masih dalam bab Pendahuluan, Sandel menjelaskan bahwa skema ‘back door’ dan ‘side door’, keduanya berbasis kekayaan orangtua calon mahasiswa, bukan atas dasar kualifikasi terbaiknya. Proses penerimaan mahasiswa yang selama ini dianggap adil dan tidak berdasar kekayaan finansial adalah melalui ‘pintu depan’. Yaitu melalui “test masuk”, yang didasarkan atas kemampuan siswa sendiri. Bukan karena kemampuan finansial orangtuanya. Betulkah?
Ternyata, dalam prakteknya, modus ‘front door’ pun masih rentan terhadap upaya untuk menyiasatinya. Uji kelulusan SAT dengan nilai minimal tertentu yang menjadi syarat diterimanya siswa di perguruan tinggi pun bisa ‘dibeli’, melalui bimbingan test atau pelatihan privat yang mahal. Selain itu, kasus ilegal penerimaan mahasiswa baru oleh William Singer juga terbongkar melalui modus suap terhadap jalur ekstra kurikuler. Suap dilakukan terhadap pihak-pihak universitas yang punya otoritas menentukan kandidat mahasiswa sebagai atlet atau artis yang berprestasi sehingga layak untuk diterima di universitas yang bersangkutan.
Lagi, hanya kandidat dari golongan keluarga berduit yang mampu melakukannya. Belum lagi biaya kuliah yang juga mahal. Sehingga tidak heran bila data statistik menunjukkan bahwa ⅔ jumlah mahasiswa di perguruan tinggi ternama yang masuk dalam kelompok Ivy League university berasal dari kelompok 20% skala keluarga kaya teratas. Bahkan di universitas Princeton dan Yale, lebih banyak mahasiswa yang berasal dari kelompok terkaya 1% daripada mereka yang berasal dari kelompok 60% terbawah dalam skala kekayaan di AS.
Disinilah titik kritis ketidaksetaraan terhadap akses pendidikan tinggi terjadi. Proses meritokrasi dalam sistem pendidikan tinggi yang dibanggakan oleh pemerintah AS ternyata banyak kelemahan dalam prakteknya.
Dalam kondisi masyarakat yang tidak setara, mereka yang berada pada strata sosial atas, meyakini bahwa kesuksesan yang diperolehnya adalah hanya karena kemampuan dan usaha kerasnya sendiri. Konsekuensi dari keyakinan tersebut adalah bahwa mereka yang kalah dalam persaingan akan dianggap juga karena kesalahan sendiri. Kurang kemampuan dan kurang kerja keras. Tragis.
Kebenaran yang selama ini dirasakan bahwa penerimaan mahasiswa baru hanya dilandasi oleh kemampuan dan kerja keras siswa saja, ternyata faktanya adalah ada faktor lain yang menyumbang kesuksesan kandidat untuk lolos ujian masuk tersebut. Peran orang tua dan para pengajar, bakat atau talenta, serta kondisi finansial serta lingkungan sosial, yang semuanya tentu tidak bisa diabaikan dalam menyumbang kesuksesan. Disini keadilan mulai diuji. Does everyone have a truly equal opportunity to compete for desirable goods and social positions? Perlu kesadaran dan pemahaman terhadap adanya pihak-pihak lain yang juga terlibat dalam kesuksesan diri, yang dapat membuat munculnya rasa rendah hati atau bangga diri.
Bab 1. WINNERS AND LOSERS
Trump and Boris
Kemenangan Trump dalam Pilpres AS tahun 2016 dan kemenangan Brexit dalam referendum di Inggris, adalah kemenangan bagi para pemilih yang merasa ditinggalkan oleh kebijakan pemerintah yang lebih memprioritaskan ‘pergaulan dunia’ atau globalisasi, yang dianggapnya hanya menguntungkan secara ekonomi bagi mereka yang sudah berada di atas dan meninggalkan budaya lokal. Ketidaksetaraan terbentuk karena globalisasi yang dikendalikan oleh pasar. Termasuk didalamnya adalah kecemburuan terhadap para imigran yang mendapatkan ‘perhatian’ lebih dari pemerintah. Xenophobia.
Kegalauan ini bukan karena faktor ekonomi semata, namun juga persoalan moral dan kultural. Bukan hanya tentang pendapatan dan pekerjaan, namun lebih karena kesetaraan sosial yang dirasa telah dilecehkan. Kritik kelompok populis terhadap berbagai hal terkait globalisasi dan kesepakatan perdagangan bebas seperti outsourcing dan unrestricted capital flows dianggap sebagai pikiran sempit (closed-minded) oleh mereka yang sebelumnya menang. Persoalan politik dunia tidak lagi tentang ideologi kanan-kiri, tetapi antara pola pikir terbuka-tertutup.
Sandel berpendapat bahwa ada kesalahan para elit politik dalam melaksanakan globalisasi sehingga menyulut kekesalan kaum populis, yaitu keyakinan para teknokrat bahwa:
Mekanisme pasar adalah alat utama untuk dapat mencapai kebajikan publik. Sehingga tuntutan keahlian teknis semakin tinggi dan semakin besar juga jumlah mereka yang tertinggal karenanya. Bahkan, Partai Demokrat di era pemilihan presiden Trump dan Partai Buruh saat Referendum Brexit, menampakkan wajah liberalis teknokratis yang lebih dekat ke kelas profesional daripada ke kelas buruh atau kelas menengah.
“In an open world, success depends on education, on equipping yourself to compete and win in a global economy”. Ini berarti pemerintah mesti memberi kesempatan yang sama bagi semua pihak untuk bisa mendapatkan akses pendidikan sehingga mampu bersaing dalam ekonomi global. Namun sayangnya, pemerintahan yang berwajah liberalis teknokratis ini justru merasa perlu memberlakukan modus meritokrasi sebagai modal dasar untuk mengejar kemenangan persaingan finansial global, yang ternyata bahkan menambah jumlah mereka yang tertinggal. Itupun, kaum Populis masih bisa bersabar dengan bius retorika penyemangat yang digaungkan oleh Thatcher, Tony Blair di Inggris; Gerhard Schröder di Jerman dan Reagan, Clinton hingga Obama di AS yaitu, “those who work hard and play by the rules should be able to rise as far as their talents will take them”. Hanya mimpi. Meskipun 70% masyarakat AS percaya bahwa Upward mobility sungguh bisa terjadi. Hanya 35% masyarakat Eropa mempercayainya. Data yang dikutip dalam buku ini juga menunjukkan bahwa bangsa AS yang lahir dari orangtua miskin, akan tetap berkekurangan di masa tuanya. Mereka yang terlahir dalam kelompok ⅕ skala pendapatan terbawah, hanya 1/20 darinya yang bisa bangkit dan masuk kedalam kelompok ⅕ skala teratas. Dan di Kanada, Jerman, Denmark dan negara Eropa lainnya, ternyata lebih mudah bangkit dari kemiskinan daripada di AS.
Masalah dengan meritokrasi bukan hanya karena prakteknya yang jauh dari ideal, namun juga diragukan kemampuannya memenuhi kepuasan masyarakat secara moral maupun politik. Namun demikian, bangsa AS masih bisa toleran terhadap kesenjangan pendapatan dan kekayaan yang terjadi. Karena ada keyakinan dalam diri mereka bahwa kebangkitan dari keterpurukan atau upward mobility sangat mungkin terjadi di AS. American Dream.
Retorika atas adanya kesempatan untuk bangkit tersebut, dibarengi dengan jargon bahwa “siapapun yang bekerja keras dan mengikuti aturan hukum yang berlaku, akan bisa bangkit sesuai dengan bekal kemampuan yang dipunyainya”. The rhetoric of rising. Betulkah?
Bab 2.GREAT BECAUSE GOOD
Budaya berlebihan dalam menghargai prestasi sebagai buah dari bakat dan kerja keras, berdampak pada keyakinan diri bagi para pemenang untuk beranggapan bahwa keberhasilan yang diperolehnya hanyalah akibat perbuatan dan perjuangan sendiri semata, -seringkali tanpa disadarinya telah menihilkan peran banyak hal diluar kontrol dirinya seperti karunia kecerdasan, kekayaan finansial dan lingkungan sosial keluarga di perguruan tinggi-, serta memandang rendah terhadap mereka yang kurang beruntung. Keangkuhan meritokrasi sebagai pengejawantahan moral politik teknokratis.
Merekrut karyawan atau memberikan penghargaan berdasar prestasi bukanlah kesalahan, bahkan menunjukkan adanya nilai keadilan dan ketiadaan diskriminasi. Prestasi didasarkan pada capaian. Yang bermasalah adalah bila mereka yang berprestasi merasa berhak mendapatkannya karena capaian kesuksesan dirasa hanya karena kapasitas dirinya dan kerja kerasnya semata. Konsekuensi logis dari logika tersebut adalah bahwa mereka yang tertinggal adalah semata disebabkan oleh kurangnya kerja keras. Sehingga, pemenang menghasilkan keangkuhan, dan yang kalah, merasakan kehinaan, juga dendam. Sentimen moral inilah yang menyimpan pemberontakan dalam hati kaum populis untuk melawan elit negeri. Lebih dari sekedar protes terhadap kaum imigran dan pekerja alih daya atau outsourcing. The tyranny of merit menjadi keluhan penting kaum populis yang perlu mendapat perhatian pemangku kebijakan.
Bab 3. The Rhetoric of Rising
Harvard University
Betapa pentingnya pendidikan tinggi yang akan berkorelasi positif dengan posisi sosial di masa depan, pernah dinyatakan Bill Clinton dalam pidatonya tahun 1996, “We think everybody ought to be able to go to college, because what you can earn depends on what you can learn”. Dengan kalimat sedikit berbeda namun dengan maksud yang sama, Clinton mengulanginya hingga 32 kali di berbagai kesempatan pidato kepresidenan. Juga Obama dalam pidatonya di perguruan tinggi di Brooklyn 2013, “if you were willing to work hard, you didn’t necessarily need a great education. … Now you’ve got billions of people from Beijing to Bangalore to Moscow, all of whom are competing with you directly … If you don’t have a good education, then it is going to be hard for you to find a job that pays a living wage”. Dan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, di tahun 1996, memberi pernyataan dalam agenda Reformasinya untuk Partai Buruh: “Ask me for my three main priorities for government and I tell you: education, education and education”.
Inti pendapat Clinton, Obama dan Blair diatas adalah pentingnya mendukung globalisasi, mengejar pendidikan tinggi dan meyakini bahwa bakat dan prestasi akan menghasilkan posisi sosial yang jauh lebih baik.
Konsekuensi dari janji meritokrasi tersebut adalah bahwa semua orang tanpa memandang ras atau kelas, agama atau etnik, gender atau orientasi seksual, harus mendapat kesempatan yang sama dalam kompetisi untuk memenangkan persaingan dalam pasar tenagakerja. Bahkan menurut kelompok liberal kiri-tengah, kesetaraan kesempatan mensyaratkan tidak hanya ketiadaan diskriminasi, namun juga kesetaraan akses pendidikan, kesehatan, kepedulian anak dan jasa lainnya sehingga memungkinkan untuk dapat berkompetisi secara efektif.
Thomas Frank, penulis dan analis politik AS justru mengkritik cara pandang kaum liberal, termasuk pendapat Bill Clinton dan Obama diatas, yang menganggap bahwa setiap masalah ekonomi adalah karena masalah pendidikan. Termasuk didalamnya adalah ketiadaan keahlian sebagai bekal ilmu menghadapi persoalan tersebut. Mengejar bangku kuliah memang perlu didukung. Dan memberi kesempatan yang sama untuk akses pendidikan tinggi akan lebih baik. Namun, menganggap pendidikan tinggi sebagai solusi terhadap ketimpangan nasib pekerja di era globalisasi adalah salah sasaran. Justru akan menggerus rasa harga diri bagi mereka yang kalah dalam persaingan mendapatkan kesempatan pendidikan tinggi.
Bab 4. CREDENTIALISM
Betapa pentingnya kedudukan sosial perguruan tinggi, sehingga presiden Donald Trump, melalui pengacara pribadinya, Michael Cohen, merasa perlu mengancam untuk menuntut universitas-universitas tempat dia kuliah, bila mereka membeberkan ke publik tentang nilai matakuliah dan SAT yang diraihnya saat itu. Celakanya, justru majalah Newsweek yang membeberkan kualitas capaian pendidikan presiden Trump yang kurang membanggakan. (Lihat Tautan di bawah). Trump berbicara dengan kekayaan kosakata kelas 4 Sekolah Dasar. Kualitas kemampuan berbahasa terendah presiden AS abad ini. Bahkan sekretaris presiden menganggapnya seorang ‘moron’ atau bodoh. Dan Menteri Pertahanan menganggapnya lebih parah lagi, Trump mempunyai wawasan global setara kelas 5 atau 6 SD. Meskipun Trump begitu gigihnya meyakinkan publik dalam kampanye pilpresnya 2016, “I’m speaking with myself, number one, because I have a very good brain and I’ve said a lot of things … My primary consultant is myself”. Luar Biasa ..
Joe Biden pun merasa sensitif terhadap pendidikan tingginya ketika audiences menanyakan pendidikan hukumnya saat kampanye pilpres 2017, “the only one in my class to have a full academic scholarship … and in fact ended up in the top half of my class. I was the outstanding student in the political science department at the end of my year. I graduated with three degrees from undergraduate school and 165 credits—only needed 123 credits—and I’d be delighted to sit down and compare my IQ to yours”. Biden terlalu berlebihan. Dia ternyata lulus dalam kelompok ranking terbawah.
Maksud Sandel mengutip hal diatas adalah untuk menunjukkan bahwa meritokrasi bisa berdampak tidak langsung sebagai penyebab kesalahan kebijakan.
Seperti diketahui bahwa era globalisasi telah mengakibatkan kesenjangan dan stagnasi pendapatan pekerja. Di AS, 10% kelas atas menguasai hampir semua kekayaan bangsanya. Dan 50% kelas bawah tidak mendapatkan keuntungan apapun. Namun kaum liberal dan progresif ternyata lebih tertarik menyelesaikan kesenjangan tersebut dengan fokus pada persoalan ekonominya. Bukan pada JANJI meritokrasi yang lebih substantif, yaitu bahwa melalui prestasi dan kerjakeras, seharusnya seseorang dijamin MAMPU bangkit dari keterpurukan ekonomi, oleh pemangku kebijakan. Disinilah hal utama dari jargon the rhetoric of rising. Bukan hanya kesetaraan akses pendidikan. Gagal.
Bab 5. SUCCESS ETHICS
Meritokrasi dalam proses penyaringan mahasiswa baru atau tenagakerja, seringkali disanjung karena dihadapkan dengan modus aristokrasi.
Dalam aristokrasi, pendidikan, pendapatan dan kekayaan, yang seringkali dianggap sebagai kesuksesan, diperoleh karena keistimewaan keturunan. Artinya, mereka yang berasal dari keturunan keluarga kaya, bangsawan, orang hebat atau semacamnya, akan tetap mendapatkan akses kekayaan tersebut. Sementara, si miskin akan terus mewariskan kemiskinan.
Sedangkan dalam meritokrasi, kesuksesan tersebut dianggap sebagai hasil dari kerja keras dan bakat atau prestasi yang dipunyainya. Bukan dari warisan keluarganya.
Tentu harapan adanya masyarakat yang didasarkan pada meritokrasi menjadi semakin banyak karena janji memberi kesempatan untuk bisa bangkit dari keterpurukan. Sedangkan masyarakat aristrokratik akan tetap berharap dari warisan bila keterpurukan terjadi.
Namun demikian, meritokrasipun tidak lepas dari kesenjangan. Disana tetap ada perbedaan bakat, kemampuan, prestasi, ambisi, yang masing-masing bisa tumbuh melebihi yang lainnya. Juga, adanya faktor lingkungan sosial dan finansial keluarga, serta karuniaNya yang membuat titik start kompetisi menjadi tidak sama dengan lainnya. Tapi, setidaknya kesenjangan diperoleh dari bakat dan prestasi pendidikan sendiri, bukan warisan turunan. Sehingga lebih baik daripada modus aristokrasi.
Oleh karenanya, Sandel berpendapat bahwa sebenarnya, kesenjangan pendapatan karena perbedaan bakat alami pun tidaklah lebih adil daripada kesenjangan karena perbedaan kelas sosial. Dari sudut pandang moral, keduanya, meritokrasi dan aristokrasi, adalah sama saja. Meskipun tercapai masyarakat setara dalam berbagai kesempatan, tetap saja ada kesenjangan yang tumbuh dari bakat dan kemampuan alami masing-masing. Yang paling penting untuk difahami adalah bahwa meritokrasi ideal bukanlah untuk mengurangi kesenjangan demi kesetaraan, namun tentang mobilitas kebangkitan dari keterpurukan. Menurutnya, kesenjangan yang terjadi akibat proses meritokrasi, pun bisa terjadi.
The meritocratic ideal is not a remedy for inequality; it is a justification of inequality. What matters is that everyone starts the race at the same starting point, having had equal access to training, coaching, nutrition, and so on. If so, the winner of the race deserves the prize. There is no injustice in the fact that some run faster than others.
Ambigu. Bagaimana mungkin bisa melakukan start di titik awal yang sama, bila setiap orang adalah unik, mempunyai bakat dan kecerdasan yang berbeda? Pelatihan dan asupan gizi bisa diberikan yang sama, itupun hanya dalam waktu tertentu. Bagaimana dengan lingkungan sosial, finansial, bekal masa kecil, bakat atau talenta dan mental serta kecerdasan yang berbeda? Bukankah itu semua juga menyebabkan titik start yang berbeda dalam kompetisi?
Michael Young
Michael Young, ahli sosiologi dari Inggris yang berafiliasi dengan Partai Buruh, pada tahun 1958 menulis buku berjudul The Rise of the Meritocracy. Menurutnya, meritokrasi adalah distopia. Young menggambarkan dengan sangat jelas sisi gelap sistem pendidikan dan profesionalitas meritokratis yang diagungkan pemerintahan Inggris setelah WW2. Arogansi bagi mereka yang diatas dan hilangnya percaya-diri bagi yang tertinggal. Mengalokasikan posisi dan kesempatan berdasar merit (prestasi) dengan asumsi bahwa masing-masing menerima haknya sesuai prestasi, bukanlah cara tepat untuk mengurangi kesenjangan. Justru semakin memperlebarnya, karena masyarakat akan terbelah berdasar kemampuannya. Kecemburuan sosial semakin tinggi karena masyarakat tahu bahwa mereka yang diatas menikmati bukan semata dari hasil jerih-payahnya.
Young telah mengantisipasi bahwa kekesalan mereka yang tertinggal akan memperburuk kondisi politik. Kelas berpendidikan rendah akan muncul sebagai perlawanan kaum populis melawan elit meritokratis.
Di tahun 2016, ketika Inggris memilih Brexit dan AS memilih Trump, perlawanan kaum populis benar terjadi. Nyata, merekalah pendukungnya. 18 tahun lebih cepat dari dugaan Young, 2034.
MERITOCRACY RECONSIDERED
Kritik terhadap meritokrasi, pada umumnya bukan karena misi idealnya. Melainkan karena praktek untuk mencapainya. Yang memang terjadi:
si kaya dan berkuasa merekayasa sistem untuk tetap memiliki keistimewaan akses dalam banyak hal,
mereka yang di kelas profesional menemukan cara untuk mendapatkan keutamaan bagi anak-anaknya,
mengubah meritokrasi menjadi aristokrasi,
perguruan tinggi yang mengaku berdasar meritokrasi ternyata menerima siswa berdasar kedekatan hubungan atau keluarga alumni dan kekayaan orangtua siswa.
Dua hal yang menjadi kekhawatiran terhadap meritokrasi sebagai misi moral dan politik, adalah tentang:
Keadilan. Meskipun meritokrasi memang tercapai, tetap diragukan terjadinya keadilan terkait kebenaran bahwa pendapatan memang dapat diperoleh sesuai prestasi dan kerja keras.
Perilaku terhadap kesuksesan dan kegagalan. Adanya kekhawatiran bahwa meskipun Meritokrasi terjadi, tetap akan menyebabkan masyarakat berperilaku tidak baik. Arogansi bagi mereka yang menang, dan tersisihkan bagi mereka yang tertinggal.
Keraguan terhadap sistem meritokrasi semakin tinggi ketika mereka yang kaya dan berkuasa terus berupaya menyiasatinya untuk bisa mendapatkan hak keistimewaan atau “privilege” memasuki perguruan tinggi bagi keturunannya melalui donasi dan kekerabatan alumni. Mengubah meritokrasi menjadi aristokrasi.
Protes kaum Populis terhadap kelompok elit meritokratik tidak hanya tentang keadilan, namun juga tentang integritas atau harga-diri sosial.
Meskipun kondisi ideal meritokrasi betul tercapai, yaitu setiap individu mendapat kesempatan yang sama untuk berkompetisi dalam pendidikan, pekerjaan dan sektor kehidupan lainnya, kondisi sosial masyarakat tersebut belum bisa disebut sepenuhnya ADIL. Karena, meritokrasi ideal adalah juga tentang kemampuan mobilitas sosial vertikal. Tidak tetap terpuruk dalam kemiskinan atau terus mapan dalam kelimpahan karena keistimewaan sosial.
DO WE DESERVE OUR TALENTS?
Jawabnya: bergantung pada the moral status of talents.
Bila prestasi yang dimiliki bukanlah karena Upaya sendiri, melainkan karena ‘kebetulan’ atau ‘karunia’. Maka Sandel berpendapat bahwa seseorang tidak berhak menerima keuntungan atau kerugian karenanya. Di sisi lain, Usaha keras saja juga cukup berat untuk memenangkan kompetisi, tanpa adanya dukungan Bakat atau Karunia. Usaha Keras dan Bakat menjadi tak terpisahkan dalam memenangkan kompetisi.
Kemudian, bila meritokrasi ideal diragukan karena mengabaikan adanya kemandirian moral Bakat/Talenta sehingga titik awal kompetisi menjadi tidak sama, dan hanya mengutamakan moral Usaha/Perjuangan, maka adakah konsep lain terbentuknya masyarakat berkeadilan dalam kompetisi?
Dalam bab-bab berikutnya, Sandel mulai banyak membahas ranah filosofi politik terkait keadilan dan meritokrasi, berbasis Friedrich A. Hayek, dan karya John Rawls, “A theory of justice”.
TWO ALTERNATIVES TO MERITOCRACY
Ada dua jenis argumen politik dari masyarakat demokratis terkait meritokrasi ini, yaitu free-market liberalism dan welfare state liberalism. Keduanya menentang gagasan meritokrasi, bahwa masyarakat yang adil semestinya mendistribusikan pendapatan dan kekayaan berdasarkan apa yang pantas diperolehnya, hanya berbasis Prestasi. Tidak terkait dengan hal-hal diluar kontrol dirinya, seperti Bakat atau Warisan keluarganya.
Free-market liberalism. Syarat meritokrasi untuk disediakan kondisi kompetisi yang setara bagi semua pihak, berimplikasi pada keharusan pemerintah untuk mengatur pasar. Ini keberatan utama pemerintah AS dibawah Reagan dan Inggris dibawah Thatcher, sebagai penganut laissez-faire capitalism,. Friedrich A. Hayek, filsuf ekonomi kelahiran Austria, menjadi inspirator aliran pemikiran ini. “The Constitution of Liberty” adalah buah karyanya, 1960. Hayek, seperti juga partai Republik AS, selalu menentang kenaikan pajak bagi yang Berpunya sebagai upaya memberikan playing field yang setara bagi semua pihak. Karena dianggap berlawanan dengan prinsip Kebebasan dalam demokrasi.
John Rawls
Welfare State Liberalism atau Egalitarian Liberalism. Obama dalam pidato kampanyenya, 2012, “[I]f you’ve been successful, you didn’t get there on your own… If you were successful, somebody along the line gave you some help… You’re not on your own, we’re in this together”. Ada pihak lain yang turut terlibat dalam kesuksesan kita. Untuk itulah pemerintah negara-negara Kesejahteraan di Eropa memaknainya sebagai ‘kewajiban’ untuk memberi tunjangan bagi mereka yang ‘tertinggal’ melalui pungutan pajak yang besar bagi mereka yang berpunya. John Rawls, filsuf politik AS abad 20 menjadi inspirator dari penganut mazhab liberal ini. “A Theory of Justice”, 1971, adalah karya Rawls terkait hal diatas. Dalam konsepnya tersebut, Rawls menolak adanya penghargaan bagi mereka yang berprestasi dalam kontribusinya untuk masyarakat akibat bakat yang dimilikinya. Karena bakat atau karunia yang dipunyainya, adalah diluar kontrol dari dirinya sendiri.
Sesuai dengan konsepnya Principle of Justices, Rawl tidak mengharapkan adanya penghargaan terhadap suatu kebajikan tunggal. Di dalam masyarakat pluralis, seseorang berhak untuk memperjuangkan nilai-nilai kebaikan hidupnya sendiri, dengan tetap menghargai nilai-nilai pihak lain. Freedom.
Dalam hal ini Hayek dan Rawls juga menegaskan adanya keterlibatan kemandirian moral bakat dan menolak pendapat bahwa nilai pasar merefleksikan kebajikan (merit atau desert). Artinya, seberapapun besarnya pajak yang dibayarkan oleh mereka yang mendapatkan kekayaan dari hasil bakatnya, maka tidak layak dianggap sebagai suatu tindak keutamaan berbagi kekayaan. Justru pajak kekayaan ini yang ditentang oleh Rawl karena dianggap sebagai the distribution of income that results from a free market, Ingat, bakat/talenta bukanlah upaya, tetapi karunia (bagi yang beragama), atau keberuntungan. Rawl beranggapan bahwa menerima sistem pajak kekayaan dari hasil kepemilikan bakat/talenta, merupakan pengakuan bahwa seseorang berhak mendapat keuntungan/kerugian darinya.
MARKETS AND MERIT
Hayek dan Rawls menolak wacana meritokrasi dalam kompetisi yang adil karena adanya kecenderungan menguntungkan si kaya daripada si miskin. Namun demikian, alternatif yang mereka tawarkan juga tetap dapat memunculkan sikap karakteristik masyarakat meritokratis, yaitu keangkuhan bagi yang sukses dan kebencian bagi yang kurang beruntung.
Membenarkan pendapatnya, Hayek mengutip Anthony Crosland, anggota Partai Buruh Inggris, dalam karya terkenalnya di tahun 1956, “The Future of Socialism” yang menyatakan adanya dampak demoralisasi bagi mereka yang tertinggal dalam sistem meritokrasi.
N. Gregory Mankiw, penasihat ekonomi President George W. Bush berpendapat bahwa “seseorang seharusnya mendapatkan apa yang pantas diperolehnya. Dan seseorang yang berkontribusi lebih banyak kepada masyarakat, berhak mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi”. Namun, apakah pantas suatu Kerja yang bernilai transaksional perdagangan pasar dianggap sebagai kontribusi sosial yang bernilai Moral?
MARKET VALUE VERSUS MORAL VALUE
Seperti halnya Hayek dan Rawls, Frank Knight, penganut mazhab ekonomi neoklasik, di tahun 1920an menyatakan pandangannya bahwa kepemilikan bakat untuk memenuhi kebutuhan pasar, merupakan warisan kekayaan (karunia/given). Bukan kebajikan atas prakarsa upaya personal. Dan Knight tidak sependapat dengan pandangan Free-market liberalismHayek yang menyamakan Nilai Pasar dengan Kontribusi Sosial. Menurutnya, adalah suatu kesalahan bila mengasumsikan pendapatan finansial yang diperoleh dari pemenuhan kebutuhan pasar, merupakan refleksi nilai kebajikan moral.
ATTITUDES TOWARD SUCCESS
Rawls yang anti meritokrasi, berharap supaya mereka yang sukses secara ekonomi untuk dapat bersikap rendah hati dan membantu mereka yang tertinggal. Bila meyakini bahwa kesuksesan yang diperoleh adalah semata karena nasib baik atau keberuntungan atau karena bakat, maka sudah selayaknya merasa berkewajiban untuk berbagi dengan mereka yang kurang beruntung.
Sayangnya, sikap rendah hati bagi mereka yang sukses, belum menjadi kultur tauladan dari kehidupan sosial dan ekonomi kontemporer. Sehingga reaksi populis masih meluas dirasakan oleh para pekerja bahwa elit sosial memandang rendah mereka.
Kekecewaan kaum populis kelas pekerja di AS saat ini terhadap elit, sebagian besar disebabkan oleh apa yang mereka anggap sebagai keangkuhan dan penghinaan kelas profesional terhadap mereka yang tidak berpendidikan tinggi.
CHANCE AND CHOICE
Dan kecenderungan liberalisme negara kesejahteraan untuk menyulut politik keangkuhan dan penghinaan ini menjadi lebih eksplisit dalam karya para filsuf egaliter liberal tahun 1980-an dan 1990-an. Rawls berpendapat bahwa distribusi kekayaan yang cenderung menguntungkan para pemilik bakat, tidak dapat dibenarkan dari sudut pandang moral, sehingga di dalam masyarakat yang adil seharusnya menyediakan kompensasi bagi mereka yang tidak beruntung, i.e. miskin sejak lahir, cacat fisik, menderita karena kecelakaan, tidak berbakat, selalu tidak beruntung, dll. Mereka yang tertinggal karena faktor di luar kendali dirinya. Kemiskinan Struktural dan Kemiskinan Absolut.
Dengan bahasa senada, filsuf lain menyatakan, “Distributive justice stipulates that the lucky should transfer some or all of their gains due to luck to the unlucky”.
Bab 6. THE SORTING MACHINE
James Bryant Conant, presiden Harvard University, di tahun 1940an berambisi untuk mengakhiri kultur pengistimewaan para elit alumni dan kekayaan keluarga, dalam penerimaan mahasiswa, dan menggantikannya dengan sistem meritokrasi. Dimaksudkan tidak hanya untuk ujian masuk Harvard, namun juga untuk memasuki seluruh perguruan tinggi di AS. Dengan visi, “Education for a Classless Society”.A high degree of social mobility is the essence of the American ideal of a classless society.
Conant mulai dengan mengadakan Uji Kecerdasan Intelektual, untuk dapat diterima di Universitas Harvard. Saat ini biasa disebut sebagai SAT (Scholastic Aptitude Test).
Mengkritisi the tyranny of merit bukan berarti bahwa modal awal kecerdasan atau Bakat/Talenta tidak boleh berperan dalam alokasi pekerjaan dan peran sosial. Melainkan, perlu memikirkan kembali cara kita memahami Kesuksesan dan mulai menghindari sikap kesombongan meritokratis bahwa mereka yang berada di atas, adalah semata karena upaya sendiri.
INTIMATIONS OF THE TYRANNY OF MERITS
Sistem meritokrasi pendidikan diharapkan mampu mengatasi kesenjangan melalui mobilitas sosial keatas (upward social mobility).
Secara retorika dan filosofis, ideologi meritokrasi Conant telah memenangkan perhatian publik. Namun, dalam prakteknya ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena:
SAT ternyata tidak bisa jadi dasar pengukuran kemampuan kecerdasan siswa, yang diharapkan independen dari latar-belakang sosial dan pendidikan. Kemampuan lulus uji SAT sangat berkorelasi dengan kekayaan finansial. Semakin kaya, semakin memungkinkan untuk mendapatkan nilai SAT tinggi. Banyak tersedia jasa pelatihan SAT.
Sistem Meritokrasi untuk memasuki Perguruan Tinggi, yang ditawarkan Conant, ternyata tidak menghasilkan the classless society seperti yang diharapkan. Kesenjangan pendapatan dan kekayaan justru semakin besar sejak 1940an. Dan Mobilitas Sosial keatas tidak juga terjadi. Penelitian menunjukkan bahwa berbagai institusi pendidikan tinggi ternama di AS belum bisa menjadi agen mobilitas sosial finansial.
MAKING MERITOCRACY MORE FAIR
Daniel Markovits, profesor Hukum, Universitas Yale, dalam upayanya mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kesetaraan akses pendidikan, menyarankan pemerintah untuk tidak memberi status keringanan pajak pada perguruan tinggi, yang tidak menerima sedikitnya setengah mahasiswa baru dari kelompok ⅔ skala ekonomi terbawah.
Pada akhirnya, memberlakukan ujian masuk perguruan tinggi dengan sangat kompetitif, adalah upaya berlebihan serta tidak bijaksana bagi demokrasi dan misi pendidikan itu sendiri.
7. RECOGNIZING WORK
Sistem meritokrasi yang begitu mendewakan kemampuan otak juga berakibat tidak baik pada dunia kerja. Pasar lebih menghargai pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang berpendidikan tinggi. Serasa lebih penting, berharga dan bermartabat, daripada pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang kurang berpendidikan. Bahkan secara sengaja elit sosial melakukan pemisahan dengan sebutan Kerah Putih dan Kerah Biru. Menyebalkan ..
Dan celakanya, setelah beberapa dekade berlangsung, semakin kuat ide yang mengatakan bahwa pendapatan merefleksikan nilai kontribusi sosial. Artinya, kebajikan sosial diukur berdasar kekayaan finansial yang diperoleh. Absurd.
Pertanyaan selanjutnya dari para ahli sosial yang muncul adalah, apakah ini persoalan hilangnya pekerjaan dan stagnasi pendapatan atau pergeseran kebudayaan (cultural displacement)? Sandel beranggapan bahwa Kerja adalah tentang Ekonomi dan Kebudayaan. Menyangkut harkat hidup dan status sosial.
Tidak hanya tentang pekerjaan, kekecewaan masyarakat juga ditunjukkan dengan tingginya kematian karena bunuh diri dan obat-obatan. Anne Case dan Angus Deaton, dua ahli ekonomi dari universitas Princeton menyebutnya sebagai “deaths of despair”. Tahun 2014-2017, Harapan Hidup masyarakat AS menurun 3 tahun. Untuk pertama kalinya dalam abad ini.
Case dan Deaton menemukan bahwa kenaikan “deaths of despair” pada umumnya terjadi pada mereka yang berpendidikan rendah. Tahun 2017, korban tewas “deaths of despair” lelaki berpendidikan rendah adalah 3 kali lebih banyak daripada mereka yang berpendidikan tinggi.
Dari penelitiannya, Case dan Deaton menyimpulkan bahwa “deaths of despair” banyak dialami warga kulit putih berpendidikan rendah karena rasa putus asa menjalani hidup yang berat dalam waktu yang lama.
WORK AS RECOGNITION
Proposal kebijakan oleh pemerintah AS untuk mengkompensasi kesenjangan dengan cara meningkatkan daya beli kelas pekerja, hanya sedikit mengatasi kekecewaan masyarakat. Karena kekecewaan sejatinya disebabkan oleh hilangnya pengakuan atas kerja dan harga diri sosial mereka. Ini kombinasi dari dampak sistem seleksi meritokrasi dan globalisasi yang dikendalikan oleh pasar.
CONCLUSION
Henry Aaron
Contoh bagus diberikan Sandel dalam bab Kesimpulannya. Henry Aaron, pemain baseball kulit hitam AS ternama, ketika masih kecil, melihat ayahnya terpaksa harus menyingkir dari antrian supermarket karena desakan warga kulit putih. Rasisme. Dendam dalam dirinya memacunya untuk berprestasi dalam baseball. Kebanggaan dan penghargaan memang diperolehnya dari berbagi pihak setelah menjadi pemain ternama di AS. Ini dirasanya sebagai kesuksesan meritokrasi, bahwa bakat dan kerja kerasnya telah membawa kebebasan rasisme. Betulkah? Salah.
Ketidakadilan rasisme tidak dapat dibenarkan dalam kondisi sosial apapun. Bahkan tidak juga diperlukan prestasi sebagai juara baseball, dalam kasus diatas, untuk mengatasinya. Hanya kesetaraan kesempatan secara moral lah yang diperlukan untuk melakukan koreksi terhadap ketidakadilan tersebut. Dan itupun masih belum cukup.
Diperlukan kondisi kesetaraan yang lebih luas sehingga memungkinkan mereka yang tertinggal dapat hidup lebih bermartabat sesuai dengan keinginannya.
R. H. Tawney, ahli sejarah ekonomi dan kritik sosial berkebangsaan Inggris, dalam bukunya Equality (1931), menyatakan bahwa
Individual happiness does not only require that men should be free to rise to new positions of comfort and distinction; it also requires that they should be able to lead a life of dignity and culture, whether they rise or not.
REKOMENDASI
Buku bagus untuk dipelajari oleh siapa saja yang tertarik pada Berpikir Kritis dan Fenomena Sosial. Kritis dan membuka wawasan tentang fenomena sosial keseharian yang sering kali terlewatkan dari pengamatan. Banyak acuan informasi terkait kesenjangan sosial dari berbagai media besar dan sumber data resmi di AS. Sedikit kekurangan dari buku ini adalah banyaknya kalimat atau phrase yang sering diulang di beberapa bab, sehingga terkesan hanya untuk memperbanyak halaman saja.
…
…
…
LAMPIRAN Sebagian kutipan data di dalam buku ini, yang diambil dari berbagai sumber:
William Singer menerima pembayaran untuk jasanya memasukkan pelajar di universitas ternama di AS secara ilegal, dari:
Pengacara papan atas: $75.000, sehingga anaknya mendapatkan nilai lolos test yang diinginkan
Seseorang: $1,2 juta, sehingga anaknya diterima masuk universitas Yale berdasar penerimaan jalur atlet sepak bola, yang tidak pernah diikutinya.
Artis televisi: $500.000, sehingga dua anaknya diterima di UCLA melaului jalur ekstrakurikuler
Artis film Desperate Housewives: $15.000, sehingga anaknya mendapatkan nilai lolos test SAT.
Selama 8 tahun Singer beroperasi, memperoleh total $25 juta untuk ‘meloloskan’ ujian masuk universitas, melalui ‘Pintu Samping’ (ilegal).
Jalur Sumbangan atau Pintu Belakang (legal)
Jared Kushner, menantu mantan presiden AS, Donald Trump diterima di Universitas Harvard dengan menyumbang $2,5 juta.
Donald Trump menyumbang $1,5 juta, ketika Donal Jr. dan Ivanka diterima di Wharton School of the University of Pennsylvania
Berdasar kekayaan keluarga mahasiswa:
Lebih dari ⅔ jumlah mahasiswa yang diterima Ivy League, berasal dari 20% keluarga terkaya AS.
Di universitas Princeton dan Yale, lebih banyak mahasiswa berasal dari 1% keluarga terkaya di AS, daripada 60% keluarga berpendapatan rendah.
Sebanyak 70% dari masyarakat AS percaya bahwa si miskin mampu bangkit dari keterpurukannya atas usaha sendiri. Sementara hanya 35% masyarakat Eropa meyakininya.
Sebanyak ⅔ mahasiswa di Harvard dan Stanford berasal dari keluarga berpendapatan ⅕ teratas di AS.
Sebanyak kurang dari 4% mahasiswa Ivy League berasal dari keluarga berpendapatan ⅕ paling bawah
Di Harvard dan universitas Ivy League lainnya, lebih banyak mahasiswa berasal dari keluarga berpendapatan 1% teratas ($630.000 per tahun), daripada jumlah mahasiswa dari keluarga berpendapatan dibawah 50%.
Pilpres AS 2016, Trump memenangkan ⅔ pemilih kulit putih berpendidikan rendah. Sementara Hillary Clinton menang di kelompok pemilih berpendidikan tinggi.
Pada Referendum Brexit di Inggris, pemilih berpendidikan rendah lebih memilih Brexit (keluar dari Uni Eropa), sementara pemilih berpendidikan tinggi, mayoritas post graduate, memilih untuk tetap bergabung dengan Uni Eropa.
Hillary Clinton menang di wilayah dengan total 2/3 GDP. Sementara Trump menang di wilayah yang masyarakatnya lebih menyukai warga kulit-hitam mendapatkan hak-haknya dan para perempuan memperoleh pekerjaan.
Clinton memenangkan suara di wilayah pemenang globalisasi, dan sebaliknya Trump menang di wilayah yang kalah dalam proses globalisasi.
Survey majalah Time menunjukkan bahwa hampir ⅓ warga Kristen AS mengakui keyakinan “bila Anda menyumbangkan uang untuk Tuhan, maka sebaliknya Tuhan akan memberi karunia uang lebih banyak lagi”.
Pertengahan tahun 1970an, Universitas Stanford menerima mahasiswa sebanyak ⅓ jumlah peserta ujian masuk. Di awal tahun 1980an, Harvard dan Stanford menerima sekitar ⅕ pelamarnya. Dan di tahun 2019, mereka hanya menerima lebih sedikit dari 1/20 pelamar.
Survei publik di AS menyatakan, 77% bangsa AS mempercayai bahwa kesuksesan pribadi bisa diraih bila bersedia kerja keras. Hanya 50% bangsa Jerman mempercayainya. Bahkan mayoritas bangsa Perancis dan Jepang menganggap tidak ada garansi bahwa kerja keras akan menghasilkan kesuksesan.
Faktor apakah yang membuat kesuksesan? Sebanyak 73% bangsa AS menganggap Kerja Keras adalah faktor utama. Hanya 50% bangsa Jerman menganggap Kerja Keras sebagai faktor utama. Dan bangsa Perancis hanya sebanyak 25% yang menganggap Kerja Keras adalah faktor penting kesuksesan.
Sebanyak 57% bangsa AS menganggap kesuksesan dipengaruhi oleh faktor dari luar dirinya. Sementara mayoritas bangsa lain, termasuk bangsa-bangsa Eropa, menganggap bahwa kesuksesan banyak dipengaruhi faktor-faktor dari luar dirinya.
Upward mobility (pergerakan kebangkitan)
Hampir setengah dari seluruh kekayaan para orangtua di AS dan Inggris yang berpenghasilan tinggi, akan menurun ke anak-anaknya. Hal ini dua kali lebih banyak daripada kekayaan yang diwarisi oleh anak-anak orang kaya di Canada, Finlandia, Norwegia dan Denmark, yang sebenarnya justru memiliki kecenderungan kebangkitan ekonomi (upward mobility) tertinggi.
Sebaliknya, anak-anak Denmark dan Kanada justru lebih mampu tumbuh dari kemiskinan daripada anak-anak AS. Artinya, the American Dream justru sukses terjadi di Kopenhagen, bahkan di Beijing. Meskipun AS tetap menjadi negara yang lebih kaya per capita nya daripada China, namun generasi muda China sekarang lebih kaya daripada generasi orang tua mereka.
Menurut World Bank, tingkat ketidak-setaraan pendapatan di China hampir menyamai AS. Namun kenaikan tingkat pergerakan kebangkitan ekonomi (upward mobility) antar generasi di China, lebih tinggi daripada di AS. Artinya, kesempatan untuk tumbuh di AS lebih susah daripada di China, karena sangat dipengaruhi oleh posisi awal.
Pendidikan
Walaupun tingkat kelulusan universitas meningkat di dekade akhir-akhir ini, namun hanya ⅓ jumlah masyarakat dewasa yang menyelesaikan kuliahnya.
Dalam berbagai survey yang dilakukan di AS, Inggris, Belanda dan Belgia, sebuah tim psikologi sosial menemukan bahwa para responden lebih tidak menyukai kelompok berpendidikan rendah daripada terhadap kelompok-kelompok lain yang dianggapnya juga tidak menyenangkan, seperti kelompok African Americans, kelas pekerja, atau ekonomi lema.
Di dalam anggota Kongres AS, sejumlah 95% anggota Dewan Perwakilan dan 100% anggota Senat adalah berpendidikan universitas. Walaupun ⅔ dari penduduk dewasa AS tidak berpendidikan universitas. Di tahun 1960an, ¼ anggota Dewan Perwakilan dan ¼ anggota Senat tidak berpendidikan universitas.
Di Inggris, kira-kira 70% penduduk dewasa tidak menyandang pendidikan tinggi. Di Parlemen, hanya 12% yang tidak berpendidikan tinggi. Hampir 9 dari 10 anggota Parlemen bergelar universitas. Dan ¼ anggota Parlemen lulus Oxford atau Cambridge. Yang berpendidikan tinggi di Inggris dan AS, mengurus mereka yang berpendidikan rendah.
Tahun 1979, 41% anggota Partai Buruh di Parlemen Inggris tidak berpendidikan universitas. Tahun 2017, hanya 16% tidak berpendidikan universitas.
Tahun 1979, anggota Parlemen dari Partai Buruh Inggris berasal dari 37% pekerja manual. Di Tahun 2015, hanya tinggal 7% dari asal yang sama. Partai Buruh semakin tidak representatif dalam mewakili kelas pekerja.
Di Parlemen Jerman, 83% anggotanya berpendidikan universitas. Sementara di Perancis, Belanda dan Belgia, anggota Parlemennya yang berpendidikan universitas sebanyak 82%-94%.
Di Kabinet pemerintahan Angela Merkel, pada tahun 2013 mempunyai 9 PhD dari 15 menterinya dan hanya 1 menteri tidak bergelar Master.
Dua dari empat presiden AS yang wajahnya terpahat di Mount Rushmore, yaitu George Washington dan Abraham Lincoln, tidak memiliki gelar universitas. Dan presiden terkenal AS terakhir tanpa gelar tersebut adalah Harry S. Truman. 53
Bahkan Franklin D. Roosevelt, ketika menyusun dan mengundangkan the New Deal di tahun 1930an, dibantu oleh tim penasihat ahli yang para anggotanya tidak bergelar universitas.
Di tahun 2019, hanya 7% penduduk Inggris mengikuti sekolah privat. Dan kurang dari 1% lulus dari Oxford dan Cambridge. Namun, ⅔ anggota kabinet Boris Johnson berasal dari mereka yang sekolah privat. Dan ½ nya adalah lulusan Oxford dan Cambridge.
Tahun 2016, ⅔ penduduk kulit putih AS pemilih Donald Trump, tanpa gelar universitas. Sementara 70% pemilih Hillary Clinton adalah mereka yang berpendidikan tinggi.
Para pemilih pilpres AS yang berpendapatan sama, namun mempunyai pendidikan lebih tinggi, memilih Clinton. Sementara yang berpendidikan rendah, memilih Trump.
Dari tahun 1940an hingga 1970an, mereka yang tidak berpendidikan tinggi, cenderung mendukung Partai Demokrat di AS, Partai Buruh di Inggris dan partai-partai Kiri Tengah di Perancis. Dari 2000an hingga 2010an, partai-partai Kiri kehilangan dukungan dari para pemilih berpendidikan tinggi. Namun setelah 2010an, partai yang sebelumnya mewakili kaum pekerja, justru berubah sebagai representasi elit meritokratik, berpendidikan tinggi.
Di AS, dimana Partai Demokrat dianggap sebagai wakil kelas profesional, para pendukungnya dari kulit putih tanpa gelar universitas, justru mulai meninggalkannya. Kecenderungan ini terus berlanjut hingga pemilihan Trump. Tahun 2018 saat pemilihan anggota Kongres, sejumlah 61% pemilih berkulit putih tanpa gelar universitas, memilih Partai Republik, dan hanya 37% memilih Demokrat.
Di Inggris, pada tahun 1980an, ⅓ anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh adalah representasi dari kelas pekerja. Tahun 2010, hanya 1/10 nya.
Tahun 2016 saat Referendum Uni Eropa di Inggris, kelompok berpendapatan rendah lebih memilih Keluar dari Uni Eropa (Brexit). Lebih dari 70% pemilih berpendidikan rendah, memilih Brexit. Dan lebih dari 70% dari mereka yang berpendidikan tinggi, memilih untuk tetap bergabung dengan Uni Eropa.
Di Perancis, sejak 1980an, mereka yang tidak bergelar universitas, mulai meninggalkan partai-partai berhaluan Kiri. Digantikan oleh mereka yang berpendidikan tinggi.
Tahun 2017, kemenangan Emmanuel Macron dalam pilpres Perancis, mengalahkan Le Pen, dianggap sebagai kekalahan kelompok populis oleh kelompok muda yang market-friendly globalization, seperti halnya Clinton, Blair dan Obama.
Tahun 2020 (saat terbitnya buku ini), 59% pendukung Republik mempercayai bahwa pendidikan tinggi mempunyai dampak buruk terhadap apa yang terjadi di AS, dan hanya 33% yang menganggap lebih disukai. Sebaliknya, 67% pendukung Demokrat sangat meyakini bahwa pendidikan tinggi berdampak positif terhadap bangsa AS, dan hanya 18% yang menggapnya berdampak buruk.
Perubahan Iklim
Di dalam partai Republik, 57% pendukungnya yang berpendidikan rendah mempercayai bahwa Pemanasan Global hanyalah isu yang berlebihan. Pendapat sama bagi 74% pendukungnya yang berpendidikan tinggi. Sebaliknya di dalam Partai Demokrat, bagi 27% pendukungnya yang berpendidikan rendah dan hanya 15% yang berpendidikan tinggi berpendapat bahwa Pemanasan Global adalah isu berlebihan. Artinya, ada perbedaan sebesar, 59%, antar pendukung partai berpendidikan tinggi dsn 30% antar pendukung partai berpendidikan rendah, tentang isu Pemanasan Global.
Kemiripan pola perbedaan jumlah pendapat juga terjadi bila ditanyakan , “apakah perubahan Iklim terjadi karena proses alam natural?”. Mayoritas pendukung Republik menjawab “YA”, dan mayoritas pendukung Demokrat menjawab “TIDAK”. Perbedaan pendapat antara keduanya untuk mereka yang berpendidikan tinggi adalah 53%, lebih besar daripada pendapat yang berpendidikan rendah sebesar 19%.
Pembatasan jumlah penerimaan mahasiswa baru Yahudi di Harvard, tetap dilakukan, meskipun pelan-pelan mulai dilonggarkan. Karena Harvard masih membutuhkan mahasiswa baru Protestan.
Bila anda berasal dari keluarga berpenghasilan diatas $200.000 per tahun, maka kemungkinan untuk mendapatkan nilai SAT sebesar 1400 (max 1600) adalah 1 banding 5. Namun bila anda berasal dari keluarga berpenghasilan rendah (< 20.000 per tahun), maka kemungkinannya adalah 1 banding 50. Orangtua berpendidikan tinggi akan menambah kemungkinan anak untuk dapat memperoleh nilai SAT tinggi.
MERITOCRACY ENTRENCHES INEQUALITY
Bila anda berasal dari Keluarga Kaya (top 1%), probabilitas untuk bisa diterima di Ivy League adalah 77% lebih besar daripada bila berasal dari Keluarga Miskin (bottom 20%).
WHY ELITE COLLEGES ARE NOT ENGINES OF MOBILITY
Raj Chetty, pakar ekonomi, melakukan penelitian di AS tentang proporsi mahasiswa yang sebelumnya berasal dari keluarga tidak mampu (< $20.000) dan kemudian sukses bangkit dan masuk dalam kelompok berpendapatan 20% tertinggi (> $110.000) setelah menyandang gelar universitas. Hasilnya, pendidikan tinggi hanya punya andil kecil untuk meningkatkan pendapatan (upward mobility).
Hanya 1,8% mahasiswa lulusan Harvard,1,3% mahasiswa lulusan Princeton, 1,5%, mahasiswa universitas Michigan, dan 1,5% mahasiswa Virginia, yang mampu tumbuh dari kelompok berpendapatan rendah ke kelompok berpendapatan tinggi. Sejumlah ⅔ mahasiswa Harvard berasal dari keluarga kaya (top quintile). Dan hanya 4% mahasiswa universitas Michigan serta 3% mahasiswa universitas Virginia, berasal dari keluarga tidak mampu.
Penelitian Chetty juga menemukan bahwa Universitas California dan universitas New York, keduanya mampu meningkatkan pendapatan sebesar 10% dari keluarga berpendapatan rendah ke kelompok kaya. Mobilitas kenaikan sebesar 5 kali lebih tinggi daripada universitas-universitas Ivy League.
Dari total 1.800 perguruan tinggi yang diteliti oleh Chetty, kurang dari 2% mahasiswa yang mampu menaikkan pendapatan dari kelompok pendapatan ⅕ terendah ke kelompok ⅕ teratas.
Di perguruan tinggi elite, anak-anak alumni mendapat keistimewaan untuk dapat diterima sebagai mahasiswa. Di Harvard, hanya 1 pelamar diterima sebagai mahasiswa dari 20 pelamar. Sementara kemungkinan anak alumni Harvard untuk diterima sebagai mahasiswa sebanyak ⅓ jumlah total pelamar anak alumni.
Terungkap kebijakan penerimaan mahasiswa di universitas Harvard bahwa hampir 10% mahasiswa baru diterima karena dukungan sumbangan finansial.
Daniel Markovits, professor hukum dari universitas Yale memberi kritik terhadap terjadinya meritocratic inequality dan mengusulkan untuk tidak memberikan keistimewaan pajak terhadap universitas-universitas, bila tidak memberi kesempatan sedikitnya ½ jumlah mahasiswa baru berasal dari kelompok 2/3 berpendapatan rendah.
Tahun 1972, universitas Stanford menerima mahasiswa baru sebanyak ⅓ jumlah total pelamar. Saat ini, hanya menerima kurang dari 5% pelamar. Universitas Johns Hopkins, menerima 54% pelamar, sekarang hanya menerima 9% nya. Universitas Chicago menerima 77% pelamar di tahun 1993, sekarang hanya menerima 6% nya. Dari 40 universitas, sekarang hanya menerima kurang dari 20% pelamar.
Setiap tahun ada lebih dari 40.000 pelamar universitas Harvard dan Stanford memperebutkan 2.000 kursi mahasiswa. Tahun 2017, ada 87 universitas yang menerima kurang dari 30% jumlah pelamar.
Tahun 1987, perguruan tinggi negeri memperoleh pendapatannya dari pemerintah 3 kali lebih banyak daripada dari pembayaran kuliah mahasiswa. Seiring turunnya bantuan pembiayaan dari pemerintah, biaya kuliah mahasiswa menjadi lebih tinggi. Tahun 2013, pendapatan dari pemerintah sama dengan pembayaran kuliah dari mahasiswa.
Saat ini universitas negeri hanya sebagai sebutan saja, realitasnya bantuan finansial pemerintah sangat kecil sekali. Universitas Virginia hanya menerima bantuan pemerintah sebesar 10% dari anggaran. Universitas Texas menerima 47% anggaran di tahun 1980an, sekarang hanya menerima 11%. Sementara biaya kuliah mahasiswa meningkat 4 kalinya, sehingga hutang mahasiswa pun meningkat pesat. Selama 15 tahun terakhir, total pinjaman mahasiswa meningkat 5 kali lipat dan di tahun 2020 total kredit mahasiswa menjadi lebih dari $1,5 triliun.
Pada tahun ajaran 2014-2015, pemerintah memberi sumbangan ke pendidikan tinggi dalam bentuk hibah, pajak dan pinjaman sebesar $162 milyar, sementara untuk pelatihan tenagakerja hanya $1,1 milyar per tahun.
Isabel Sawhill, ahli ekonomi di Brookings Institution, mengatakan bahwa negara-negara maju hanya mengalokasikan anggaran untuk program-program pelatihan tenagakerja sebesar 0,5% dari GDP. Perancis, Finlandia, Swedia dan Denmark mengalokasikan lebih dari 1% GDP. Sementara AS hanya 0,1% GDP.
Tahun 1979 lulusan perguruan tinggi 40% lebih banyak daripada lulusan SMA. Tahun 2000an, menjadi 80% lebih banyak lagi.
Akhir 1970an, CEO perusahaan AS papan atas berpendapatan 30 kali lebih banyak daripada rata-rata pekerja. Di tahun 2014, mereka bisa memperoleh pendapatan 300 kalinya.
Dari tahun 1979 ke 2016, lapangan kerja fabrikasi di AS berkurang dari 19,5 juta menjadi 12 juta. Sementara di akhir 1970an, CEO-CEO di berbagai perusahaan besar di AS menerima pendapatan 30 kali lebih banyak daripada pekerja menengah, dan di tahun 2014 mereka menerima 300 kali lebih besar.
Rakyat AS dengan pendidikan terakhir lulusan SMA, hanya 68% diterima kerja tahun 2017.
Terkait persaingan untuk mendapatkan pekerjaan. kematian kulit putih AS di usia 45-54 tahun meningkat 3 kali lipat dalam tahun 1990-2017 karena putus asa atau “deaths of despair”. Pada tahun 2014, untuk pertama kalinya ditemukan lebih banyak kematian disebabkan oleh drugs, alkohol, bunuhdiri, daripada karena serangan jantung. Mayoritas tidak bergelar universitas.
Sejak tahun 1990an, tingkat kematian lulusan universitas turun 40%, sementara tingkat kematian bukan penyandang gelar universitas naik 25%.
Tahun 2017, tingkat kematian pria tanpa gelar universitas adalah 3 kali lebih tinggi daripada mereka yang bergelar universitas.
Peningkatan “deaths of despair” yang tinggi antara 2009 – 2017 tidak terkait dengan peningkatan kemiskinan.
Setiap kali melihat saluran tv berita dan media sosial, selalu saja muncul disana informasi tentang perang Rusia-Ukraina. Sayangnya, berita televisi pada umumnya seragam dan mengacu pada media Barat. Lihat saja CNN, Fox, Bloomberg, BBC. Bahkan Aljazeera dan TRT (channel Turki) pun sama saja sumbernya. Hanya ada dua channel tv yang berbeda, yaitu tv China CCTV-4 di IndiHome (info teman) dan channel RT (Russian Today) di First Media, yang sempat hilang saat awal perang Ukraina terjadi.
Media sosial pun tak jauh beda, isu perang Rusia-Ukraina yang diwarnai pro-kontra masing-masing pendukungnya, juga seringkali muncul. Hanya saja, banyak terlihat posting di medsos twitter, facebook atau group whatsapp, sering disertai narasi dukungan yang berlebihan. Emosional. Seolah acuan info yang dipunyainya sudah paling valid.
Menurutku, konflik bersenjata Rusia-Ukraina tak ada yang layak dibenarkan. Begitu juga dengan negara-negara pendukungnya. Ini Perang yang didasari kekuasaan politik regional. Semua negara kuat yang terlibat di dalamnya punya sejarah buruk tentang Penguasaan terhadap yang lemah. Maka, akan lebih mencerahkan bila para pendukung Rusia ataupun Ukraina coba melihat atau membaca media elektronik/cetak dari kedua blok negara tersebut.
Seperti halnya narasi iklan, semua terlihat benar dan indah adanya, dari sisi pengiklannya, tentunya. Memang tidak bohong, namun tidak lengkap informasinya. Coba saja nikmati channel tv CNN dan media Barat lainnya. Beritanya selalu kekejaman pihak Rusia yang mengakibatkan penderitaan rakyat Ukraina di daerah Mariupol, Donetsk dan Luhansk. Memilukan. Tapi, apa iya tidak ada korban di sisi tentara Rusia dan masyarakat Ukraina pro-Rusia?
Di sisi lain channel RT, selalu menayangkan acara Dokumentasi tentang serbuan aparat Ukraina di wilayah masyarakat pro-Rusia di Donetsk dan Luhansk 2014. Korban jiwa dan kemarahan pro-Rusia, bangunan luluh lantak dan kelaparan yang memilukan, menjadi sajian yang terus berulang dari channel RT. Kejahatan kemanusiaan Nazi Jerman di tahun 1940an, peminggiran suku Indian di Amerika, penaklukan Irak dan sejarah imperialisme Eropa di masa lalu, menjadi materi iklan berulang di channel RT. Seakan mengatakan bahwa Ukraina dan Barat pun juga punya sejarah invasi yang brutal di masa lalu.
Sedihnya, sumber berita media kita sudah banyak mengacu pada media Barat sejak G30S 1965, sehingga cukup susah mendapatkan informasi yang seimbang. Apalagi media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram ada dalam genggaman Barat, maka bisa dipahami bila kita akan kesulitan mendapatkan informasi positif tentang Rusia dalam kasus ini. Bahkan, buku yang menulis tentang sisi positif pemerintahan Putin pun sulit diperoleh. Atau memang tidak ada sisi positifnya? Penulis ada membuat resensi buku tentang Putin, yaitu Red Notice karya Bill Browder, The Man Without a Face karya Masha Gessen dan A Russian Diary karya Anna Politkovskaya. Semuanya hal buruk tentang Presiden Vladimir Putin. Namun tak sepenuhnya buku-buku tersebut adalah fakta hasil reportase, karena opini penulis banyak ditemukan di dalamnya. Ingin rasanya membaca tentang hal positif beliau. Ada yang tahu bukunya?
Kesimpulan
Tak perlu kiranya terlalu emosional mendukung ke salah satu peserta perang. Apalagi kalau hanya didasarkan pada informasi media yang diragukan netralitasnya, yang seperti iklan saja layaknya.
Terkait kehati-hatian dalam mengkonsumsi berita, Tom Nichols dalam bukunya The Death of Expertese, memberi saran bagus supaya melakukan beberapa hal dibawah ini:
Rendah hati. Mulai dengan asumsi bahwa penulis lebih memahami persoalan daripada konsumen berita
Variatif. Tidak mengkonsumsi berita dari sumber yang sama secara terus-menerus
Tidak sinis. Wartawan bisa salah karena tidak teliti dalam menyajikan informasi. Namun tidak bermaksud berbohong
Kritis. Siapa penulisnya? Apakah ada editornya? Apakah ini media berita atau politik? Apakah informasi bisa diverifikasi?Apakah ada media lain yang tidak sependapat dengan beritanya?
Sepakat rasanya dengan sikap RI yang ditunjukkan Menlu Retno Marsudi dalam podcast Deddy Corbuzier di channel Youtube, bahwa negara-negara di dunia perlu bergandeng-tangan untuk mengupayakan berhentinya perang Rusia-Ukraina. Tanpa perlu menilai salah-benar terhadap mereka yang berperang. Karena perang ini akan merugikan semua pihak, juga terhadap negara-negara yang tak terlibat perang. Efek ekonomi sudah kita rasakan. Inflasi, harga komoditi sumberdaya alam, energi semakin tinggi.
Ketika menulis blog tentang konflik Timur Tengah dari buku Black Wave, yang bersamaan waktunya dengan menikmati film seri di Netflix “Homeland” yang bercerita tentang konflik Pakistan dan Afghanistan, tiba-tiba menyeruak berita tentang dikuasainya sebagian besar Afghanistan oleh Taliban dan kaburnya Presiden Ashraf Ghani dari Kabul pada 15 Agustus 2021. Membangkitkan keingintahuan lebih banyak tentang Afghanistan. Tak sampai satu bulan, muncul serial film dokumenter di Netflix “Turning Point“, tentang 9/11, dan liputan dokumenter National Geographic tentang hal yang sama. Afghanistan, atau Taliban khususnya, memang subyek menarik untuk dipelajari.
Buku berjudul Taliban karya Ahmed Rashidini tentang Afghanistan dimasa Taliban, dalam kurun waktu antara setelah mundurnya Uni Soviet, 1989, hingga sebelum terjadinya peristiwa 9/11, 2001. Menjadi pilihan rujukan, karena dari penulusuran Google, menyebutkan bahwa penulisnya seorang jurnalis media internasional, yang sudah dikenal banyak bergumul dengan konflik Afghanistan. Buku ini menjadi Best Seller di New York Times selama 5 minggu dan telah diterjemahkan kedalam 22 bahasa. Dan sudah terjual lebih dari 1,5 juta buku, serta menjadi buku rujukan bagi siswa akademi-akademi militer di Amerika Serikat. Layak baca.
Buku ini dibuka dengan Bab Pendahuluan yang bercerita tentang praktek hukum syariah menurut penafsiran Taliban, di depan publik ketika telah menguasai Kandahar 1994, terhadap tersangka kriminal dan perselingkuhan. Tembak mati, potong tangan dan rajam hingga mati. Mengerikan.
September 1996, setelah Kabul runtuh, mantan Presiden Afghanistan Mohammad Najibullahbeserta saudaranya, tewas dianiaya dan jenazahnya digantung oleh Taliban.
Peta politik regional Afghanistan saat itu adalah Russia, Iran, Turki dan Central Asia (Turkmenistan, Uzbekhistan, Tajikistan, Kyrgyzstan) di satu sisi pendukung anti-Taliban, atau biasa disebut NA (Northern Alliance), dan Pakistan, Arab Saudi di sisi lain sebagai pendukung Taliban.
Musim panas 1998, setelah Taliban sukses menaklukkan wilayah Afghanistan Utara, ketegangan regional semakin memanas dengan ancaman Iran untuk invasi ke Afghanistan karena Pakistan mendukung Taliban. Sementara Amerika Serikat yang terkesan maju-mundur dalam konflik Afghanistan, ternyata sibuk mengurus bisnis pemipaan gas di Turkmenistan (Turkmenistan – Afghanistan – Pakistan – India).
…
Sejarah Etnik Afghanistan
Mulai dari bangsa Yunani Macedonian 329 BC, dibawah Alexander Agung, menaklukkan Afghanistan dan Central Asia. Kemudian kekuatan Arab pada 654 AD menyapu bersih hingga Afghanistan dan sampai sungai Oxus di perbatasan Central Asia sekarang. Mereka membawa agama Islam, yang mengajarkan kesetaraan dan keadilan. Dengan cepat merambah seluruh wilayah.
Tahun 1219, Genghis Khan meluluh-lantakkan Afghanistan dengan menghancurkan kota-kota, seperti Balkh dan Herat. Bangsa Mongol meninggalkan warisan budaya modern, juga perkawinan campur dengan suku lokal. Dilanjutkan dengan keturunannya, Taimur, 1318, menaklukkan Herat, Afghanistan. Sebelumnya, Taimur memerintah dari ibukota kekaisaran baru Samarkand, yang membentang dari Russia hingga Persia.
Tahun 1405, Shah Rukh, putra Taimur, memindahkan ibukota kekaisaran Timurid ke Herat. Bangsa Timurid, adalah orang-orang Turki pembawa budaya nomaden Turki Asia Tengah dalam orbit peradaban Persia, membangun di Herat salah satu kota yang paling berbudaya di dunia. Perpaduan budaya Asia Tengah dan Persia ini merupakan warisan besar bagi masa depan kebudayaan Afghanistan. Satu abad kemudian kaisar Babur, keturunan Taimur, mengunjungi Herat dan menulis, ‘seluruh dunia yang layak huni, tidak memiliki kota seperti Herat’
Tahun 1500, Keturunan Taimur, Babur, meninggalkan lembah Ferghana, Uzbekistan, untuk menaklukkan Kabul pertama pada tahun 1504 dan kemudian Delhi. Dia mendirikan dinasti Mogul yang memerintah India sampai kedatangan Inggris.
Pada saat yang sama kekuatan Persia menurun di barat dan Herat ditaklukkan oleh Uzbek Shaybani Khan.
Abad 16 Afghanistan barat kembali dikembalikan ke pemerintahan Persia di bawah dinasti Safawi.
Berbagai perseteruan ini menghasilkan campuran etnis, budaya dan agama yang kompleks, yang membuat pembangunan bangsa Afghanistan menjadi semakin sulit.
Afganistan Barat didominasi oleh suku berbahasa Persia atau dikenal sebagai dialek Dari, Afganistan Persia. Dari, juga diucapkan oleh Hazara di Afghanistan tengah, suku yang dikonversi ke Syiah oleh bangsa Persia, sehingga menjadi kelompok Syiah terbesar di wilayah Sunni. Di barat, bangsa Tajik, penyimpan budaya kuno Persia juga berbicara bahasa Dari. Di Afghanistan utara, bangsa Uzbek, Turcomans, Kirgistan, dan lainnya berbicara bahasa Turki di Asia Tengah. Dan di selatan dan timur bangsa Pashtun berbicara dengan bahasa mereka sendiri, Pashto. Campuran bahasa-bahasa Indo-Persi.
Pashtun selatan berperan besar dalam membentuk negara modern Afghanistan, ketika dinasti Safawi Persia di barat, Mogul di India dan dinasti Janid Uzbek, semuanya berada dalam periode kemunduran pada abad ke-18.
Suku Pashtun terbagi menjadi dua bagian besar, Ghilzai dan Abdali, yang kemudian menyebut diri mereka Durrani, yang sering bersaing satu sama lain.
Pashtun melacak silsilah mereka ke Qais, sahabat Nabi Muhammad. Kaum Durrani mengklaim keturunan dari putra sulung Qais, Sarbanar, sedangkan kaum Ghilzai mengklaim keturunan dari putra keduanya.
Abad ke-6, sumber-sumber Cina dan India mengatakan bahwa bangsa Afghanistan/Pashtun tinggal di timur, Ghazni. Suku-suku ini memulai migrasi ke barat ke Kandahar, Kabul dan Herat sejak abad ke-15. Pada abad berikutnya, Ghilzai dan Durrani sudah saling bertarung memperebutkan sengketa tanah di sekitar Kandahar.
1709
Mir Wais, kepala suku Hotaki dari Ghilzai Pashtun di Kandahar memberontak melawan Safawi Shah, karena berupaya mengubah Pashtun Sunni menjadi Syiah – permusuhan historis yang muncul kembali dengan permusuhan Taliban terhadap Iran dan Syiah Afghanistan tiga abad kemudian.
1747
Ketika Ghilzai mulai lemah, rival mereka di Kandahar, Abdalis, membentuk konfederasi dan mengangkat Ahmad Shah Abdali sebagai raja. Mengubah nama Abdali menjadi Durani. Menyatukan semua suku-suku Pashtun dan penaklukan mulai dilakukan. Diantaranya adalah wilayah Pakistan sekarang ini.
1761
Ahmad Shah Durrani menaklukkan Hindu Mahrattas dan menangkapnraja Delhi dan Kashmir. Membentuk kekaisaran Afghan pertama kalinya. Dinasti Durani memerintah Afghanistan hingga 300 tahun. Ribuan bangsa Afghanistan masih mengunjungi meusoleumnya di Kandahar hingga kini, untuk menghormatinya sebagai Bapak Bangsa.
1772
Putra Ahmad Shah Durrani, Taimur Shah, memindahkan ibukota dari Kandahar ke Kabul.
1780
Kaum Durrani bersepakat dengan Amir Bukhar penguasa Central Asia bahwa Sunga Amu Darya adalah garis batas antara Central Asia dan wilayah baru Pashtun Afghanistan.
1973
Keturunan Durrani menguasai Afghanistan hingga 200 tahun, hingga 1973, ketika ketika Raja Zahir Shah digulingkan oleh sepupunya, Mohammed Daud Khan dan Afghanistan dinyatakan sebagai Republik.
Permusuhan Pashtun antara Ghilzai dengan Durrani semakin intensif setelah invasi Soviet ke Afghanistan dan munculnya Taliban.
Raja Durrani perlu menahan kekuasaan Inggris di timur, dan Russia tetap di utara, Central Asia. The Great Game menjadi program politik Inggris dan Russia dengan Afghanistan sebagai pengaman diantara keduanya melalui sumbangan finansial yang menyebabkan ketergantungan dari Afghanistan. Dengan tujuan, Russia di Central Asia tidak menyerang British India melalui Afghanistan, dan Inggris tidak menembus Central Asia.
1893
Inggris membuat batas Duran Line, yang memisahkan Pashtun India dengan Pashtun Afghanistan.
1880-1901
Amir Abdul Rehman atau Iron Amir, didukung Inggris untuk menyatukan dan memperkuat Afghanistan. Menaklukkan para pemberontak Pashtun dan dengan kejam menaklukkan otonomi Hazaras dan Uzbekh di utara. Pembersihan etnis dilakukan dengan membantai non-Pashtun dan menempatkan Pashtun Selatan di utara untuk menguasai perkebunan. Kebijakan kejam ini juga dilakukan oleh Taliban setelah 1997.
19 Agustus 1919
Afghanistan merdeka dari Inggris.
1933
Raja Zahir Shah, dinasti Durrani, mulai memerintah. Kemudian digulingkan oleh iparnya Mohammad Daoud Khan yang pro-Soviet. Zahir Shah diasingkan ke Roma.
17 Juli 1973
Afghanistan dinyatakan sebagai Republik dan Mohammad Daoud Khan memerintah sebagai Presiden pertama Afghanistan.
Daud dibantu angkatan darat dan partai kecil Parcham yang dipimpin oleh Babrak Karmal, untuk menghancurkan gerakan fundamentalis Islam yang baru lahir.
1975
Para pemimpin gerakan fundamentalis melarikan diri ke Peshawar dan didukung oleh Perdana Menteri Pakistan Zulfiqar Ali Bhutto untuk melawan Daud. Para pemimpin tsb adalah, Gulbuddin Hikmetyar, Burhanuddin Rabbani dan Ahmad Shah Masud, yangkemudian memimpin Mujahidin.
27 April 1978
Mohammad Daoud Khan terbunuh bersama keluarga dan pengawalnya, dalam kudeta berdarah yang dipimpin oleh Partai Demokrasi Rakyat Afganistan, penganut Marxisme. Khan berrencana, memperjuangkan hak wanita dan modernisasi. Digantikan oleh Nur Mohammad Taraki, sebagai Presiden (27 April 1978).
Komunis terpecah menjadi dua faksi, Khalq dan Parcham.
14 September 1979
Presiden Nur Mohammad Taraki, dari faksi Khalq, terbunuh dalam kudeta oleh lawan politiknya di Partai Demokrasi Rakyat Afganistan. Digantikan oleh Hafizullah Amin sebagai Presiden.
27 Desember 1979
Hafizullah Amin terbunuh dalam kudeta oleh lawan politiknya, ketika Soviet invasi ke Afghanistan. Digantikan oleh Babrak Karmal sebagai Presiden, dari faksi Parcham.
30 September 1987 – 16 April 1992
Mohammad Najibullah sebagai Presiden, menggantikan Babrak Kamal. Selanjutnya terjadi perang sipil dan Taliban mulai berperan.
…
Sejarah Taliban
Perang Uni Soviet – Afghanistan, awal perlawanan Taliban
Uni Soviet menggelontorkan sekitar US$5 miliar per tahun ke Afghanistan untuk menaklukkan Mujahidin atau total US$45 miliar – dan tetap kalah. AS memberikan bantuan sekitar $4-5 miliar antara 1980 – 1992 kepada Mujahidin. Dana AS diimbangi oleh Arab Saudi dan bersama-sama dengan dukungan dari negara-negara Eropa dan Islam lainnya, Mujahiddin menerima total lebih dari US$10 miliar.
Tahun 1979 tentara Soviet memasuki Afghanistan melalui Turkmenistan, Herat di barat hingga Kandahar di selatan. Bantuan obat2an dan pengobatan dari AS dan Eropa melalui Pakistan, hanya sedikit mencapai Kandahar dan Durani Pashtun di selatan, dibanding yang ditujukan ke wilayah Pashtun Ghilzai di timur dan Kabul. Perlawanan di Kandahar terhadap tentara Soviet, pada awalnya dipimpin oleh para tetua suku Pashtun Durrani dan ulama, bukan kelompok islamis.
Di Peshawar ada 7 partai Mujahidin yang diakui oleh Pakistan dan mendapat bantuan dari CIA. Tak satupun dari Pashtun Durrani. Di Kandahar, ada 2 partai terkuat berdasar kesukuan, yaitu Harakat-e-Inquilab Islami (Movement of the Islamic Revolution) dipimpin oleh Maulvi Mohammed Nabi Mohammedi dan Hizb-e-Islami (Party of Islam) yang dipimpin oleh Maulvi Younis Khalis. Keduanya mempunyai banyak madrassa di perbatasan Pakistan. Kelompok perlawanan lain yang juga terkenal namun dimusuhi oleh Pakistan dan AS adalah National Islamic Front, yang dipimpin oleh Pir Sayed Ahmad Gailani. Kelompok ini masih berharao kembalinya Raja Zahir Shah, yang telah diasingkan ke Roma oleh Mohammad Daoud Khan, presiden pertama.
Mullah Omar (kelak menjadi pimpinan Taliban) bergabung di Hizb-e-Islami dan Mullah Hassan (kelak menjadi Gubernur di Kandahar) dengan Harakat-e-Inquilab Islami.
27 December 1979, tentara Soviet memasuki Kabul. Presiden President Hafizullah Amin terbunuh di istana. Menguasai Kabul dan mengangkat Babrak Kamal sebagai Presiden.
Perselisihan internal Pashtun mulai terjadi ketika kelompok Islamis mulai meminggirkan struktur kepemimpinan masyarakat lokal Pashtun, demi ideologi Revolusi Islam Afghanistan. Hal ini melemahkan para mujahid Pashtun di masa perang. Para ulama sangat menghormati sejarah awal islami dan sangat jarang menentang struktur kepemimpinan lokal, yang dikenal sebagai Jirga. Dan mereka juga menghormati kaum minoritas. Tahun 1994, kaum tradisionalis dan kaum Islamis saling berperang, hingga kepemimpinan tradisional di Kandahar tersingkir dan gelombang baru kaum Islamis yang ekstrem, berkuasa. Taliban. Mohammed Omar atau lebih dikenal sebagai Mullah Omar, didaulat sebagai Pemimpin.
Asal kata Taliban:
A talib is an Islamic student, one who seeks knowledge compared to the mullah who is one who gives knowledge. By choosing such a name the Taliban (plural of Talib) distanced themselves from the party politics of the Mujaheddin and signalled that they were a movement for cleansing society rather than a party trying to grab power.
Kandahar adalah kota di padang pasir yang temperaturnya di musim panas sangat menyengat, tetapi di sekitar kota itu subur, ladang hijau dan kebun rindang yang menghasilkan anggur, melon, murbei, buah ara, persik, dan delima yang terkenal di seluruh India dan Iran.
Ketika 1990an para pengungsi kembali dari pengungsian di Peshawar, tak ada lagi pepohonan dan saluran irigasi karena sudah diluluh-lantakkan pasukan Uni Soviet. Opium menjadi pilihan usaha perkebunan yang menarik, cepat dan sangat menguntungkan secara finansial bagi banyak pihak dimasa krisis, terutama Taliban.
Uni Soviet mundur. 1989
Dengan mundurnya Soviet 1989, perlawanan tetap dilanjutkan terhadap rejim Najibullah hingga terguling dan tewas 1992. Dan Mujaheďin menguasai Kabul. Namun, kekuasaan tidak jatuh ke Pashtun yang berpusat di pengungsian Peshawar, Pakistan, melainkan ke angkatan perang yang lebih terorganisir, Tajik dibawah Burhanuddin Rabbani, dengan komandan tempurnya Ahmad Shah Masud dan tentara Uzbhek di utara dibawah kepemimpinan Jendral Rashid Dostum. Sangat menyakitkan bahwa Pashtun untuk pertama kalinya setelah selama 300 tahun, kehilangan kekuasaan di ibukota.
Afghanistan tercabik-cabik sebelum Taliban muncul di akhir 1994. Wilayah terbagi menurut penguasa-penguasa lokal. Dan saling bertempur untuk mengamankan wilayah dan finansial.
Kabul dan lingkungannya serta wilayah timur laut, dikuasai pemerintahan Tajik, dibawah Burhanuddin Rabbani, sedangkan 3 propinsi di wikayah barat yang berpusat di Herat dibawah kekuasaan Ismael Khan. Dan 3 propinsi Pashtun di wilayah perbatasan timur Pakistan dalam kekuasaan konsul independen (Shura) Mujaheddin yang berpusat di Jalalabad. Sementara wilayah kecil di selatan dan timur Kabul dikuasai oleh Gulbuddin Hikmetyar.
Di utara, panglima perang Uzbhek, General Rashid Dostum, menguasai 6 propinsi. Januari 1994, Dostum meninggalkan pemerintahan Rabbani dan bergabung dengan Hikmetyar untuk menyerang Kabul.
Di Afghanistan Tengah, kaum Hazaras menguasai Bamiyan. Sedangkan Afghanistan Selatan dan Kandahar, dikuasai para mantan panglima perang kecil eks-Mujahidin yang menjarah penduduk.
Pakistan memberi bantuan militer untuk Hikmetyar. Tapi tidak kepada Durrani (Pashtun di selatan), karena Pashtun di selatan berperang satu sama lain. Tentang kekejaman Pashtun di selatan, Rashid menulis:
The warlords seized homes and farms, threw out their occupants and handed them over to their supporters. The commanders abused the population at will, kidnapping young girls and boys for their sexual pleasure, robbing merchants in the bazaars and fighting and brawling in the streets.
Bahkan para pengungsi yang baru pulang dari Pakistan, kembali lagi meninggalkan Kandahar, menyeberang ke Quetta, Pakistan.
Taliban bermitra dengan Pakistan. Banyak anggota Taliban adalah siswa madrassa yang dipimpin Maulana Fazlur Rehman, dari partai fundamentalis Pakistan, Jamiat-e-Ulema Islam (JUI), yang sudah lama mendukung Pashtun di Baluchistan dan di wilayah North West Frontier Province (NWFP).
Sejak runtuhnya Uni Soviet, 1991, Pakistan mulai berharap dapat dibukanya jalan darat menuju Central Asia Republics (CARs), sebagai jalur perdagangan. Namun perang sipil membuat harapan tersebut terganggu dan menyebabkan Pakistan dalam dilema:
mendukung Hikmetyar supaya dapat membawa kelompok Pashtun berkuasa di Kabul dan bersahabat dengan Pakistan, atau
mendesak semua faksi Pashtun di Afghanistan supaya membuat kesepakatan pembagian kekuasaan, demi perdamaian dan kestabilan Afghanistan
Pilihan kebijakan Pakistan, dengan tujuan segera dapat dibukanya jalan ke Asia Tengah. Jalur tengah: Peshawar (Pakistan) – Kabul – Mazar-e-Sharif – Tirmez – Tashkent (Uzbekistan). Atau jalur barat: Quetta (Pakistan) – Kandahar – Herat – Ashkhabad (Turkmenistan).
TALIBAN 1994
November 1994, Taliban menguasai Kandahar, kota terbesar ke-2 setelah Kabul, dan wilayah Selatan di perbatasan Spin Baldak – Chaman (Pakistan). Dan setelahnya, sekitar 20.000 warga Afghanistan dan ratusan siswa madrasah Pakistan, yang dikelola oleh mullah Afghan atau partai-partai fundamentalis Pakistan, melintas perbatasan dari kamp-kamp pengungsi di Baluchistan dan NWFP Pakistan, untuk bergabung dengan Mullah Omar. Mayoritas sangat muda – antara 14 dan 24 tahun – untuk ikut berperang. Rashid menggambarkan para pemuda ini berada dalam kehidupan yang muram dan getir, yang sejak lahirnya sudah berada dalam kondisi perang :
They had no memories of the past, no plans for the future while the present was everything. They were literally the orphans of the war, the rootless and the restless, the jobless and the economically deprived with little self-knowledge. They admired war because it was the only occupation they could possibly adapt to.
Januari 1995, Hikmetyar bergabung dengan panglima perang Uzbhek jendral Rashid Dostum, di utara dan di Hazaras, Afghanistan tengah, sebagian Kabul.
5 September 1995, Ismail Kahn dan ratusan tentaranya melarikan diri dari Herat, melintas perbatasan barat memasuki Iran, karena serbuan Taliban. Pemerintah pusat di Kabul, President Rabbani, menyerang kedubes Pakistan karena marah, berhubung Pakistan telah membantu Taliban menaklukkan Herat.
Jatuhnya Herat adalah awal runtuhnya Kabul oleh Taliban. Walaupun pertahanan Masud telah mengakibatkan ratusan Taliban tewas.
Januari 1996, para opposan di utara, seperti Gulbuddin Hikmetyar di Sarobi, Jendral Rashid Dostum di Mazar-e-Sharif dan kelompok Hizb-e-Wahadat di Bamiyan, berkolaborasi dengan rejim Rabani untuk negosiasi perdamaian. Pashtun Taliban di selatan dan barat tetap melawan.
Pakistan khawatir dengan keberhasilan Rabbani dan berusaha merayu panglima perang tersebut diatas untuk bergabung dengan Taliban dan membentuk aliansi anti-Kabul. ISI memanggil Hikmetyar, Dostum, para pemimpin Pashtun dari Syura Jalalabad dan beberapa pemimpin Hizbut Tahrir ke Islamabad untuk mengajaknya bersekutu dengan Taliban. Pakistan mengusulkan aliansi politik dengan serangan bersama ke Kabul. Taliban menyerang dari selatan, Hikmetyar dari timur dan Dostum dari utara. Namun Taliban menolak untuk berhubungan dengan mereka yang dianggapnya sebagai kafir komunis.
Maret 1996, Rabbani mulai mendekati negara-negara di utara (Turkmenistan, Uzbekhistan, Tajikistan) untuk mengajaknya beraliansi memerangi Taliban. Russia, Iran dan India sudah lama mendukung Kabul karena kekhawatiran menyebarnya fundamentalisme Islam. Iran mendirikan 5 kamp pelatihan di dekat Meshad untuk 5.000 pejuang yang dipimpin oleh mantan Gubernur Herat, Ismail Kahn. Sementara India membantu pembaruan penerbangan nasional Afghanistan, Ariana, yang berpusat di New Delhi, India, untuk kepentingan angkutan pertahanan. India juga membantu kelengkapan peralatan penerbangan, radar dan finansial.
Pakistan dan Arab Saudi banyak membantu Taliban untuk keperluan persenjataan. Juga, penyediaan telepon dan jaringan nirkabel, pembaruan bandara Kandahar, perlengkapan pesawat tempur dan persenjataan. Sementara, bantuan bahan bakar, amunisi dan roket, serta makanan tetap berlanjut. Arab Saudi juga banyak membantu Taluban dalam hal bahan bakar, mobil pick-up dan finansial. Bantuan Arab Saudi banyak dikirim melalui bandara Dubai.
Setelah menguasai Kandahar dan Herat, Taliban memilih Mulah Omar sebagai ‘Amir-ul Momineen’ atau Pemimpin Umat, dan selanjutnya bentuk pemerintahan berubah menjadi Emirate of Afghanistan. Dan pada 4 April 1996, Mullah Omar muncul di atap gedung di Kandahar dengan mengenakan Jubah Nabi Muhammad, yang tetap tersimpan lebih dari 250 tahun dalam museoleum Kirka Sharif, dan hanya diperlihatkan saat pergantian kepemimpinan.
26 Juni, 1996, Hikmetyar memasuki Kabul untuk pertama kalinya setelah 15 tahun. Posisi Perdana Menteri yang ditawarkan Rabbani, diambilnya. Juga partainya menerima 9 posisi menteri dalam kabinet yang sedang berjalan. Jenderal Dostum juga menyetujui gencatan senjata dan bersedia membuka kembali Jalan Raya Salang yang menghubungkan Kabul dengan bagian utara Afghanistan itu setelah lebih dari setahun ditutup,
Taliban terus menyerang Kabul dengan roketnya. Selama 1996, Taliban telah meluncurkan 866 roket, yang membunuh 180 penduduk sipil.
26 September 1996, Taliban memasuki Kabul, yang sudah ditinggalkan Menteri Pertahanan Ahmad Shah Massoud dan aparatnya. Ex-Presiden 1986-1992 Najibbullah yang tinggal di kompleks PBB, ditangkap di tempat, dianiaya, dibunuh dan digantung di tiang lampu lalulintas. Brutal.. Dostum, Rabbani dan Masud, selanjutnya menjadi target pembunuhan oleh Taliban. Masud sangat terkenal sejak perang melawan Soviet dan perlawanannya terhadap Taliban, hingga mendapat jukukan ‘Lion of Panjshir’.
Taliban memilih 6 wakil Shura, mayoritas Pashtun Durrani, dan tak satupun dari Kabuli, untuk menyusun pemerintahan di Kabul. Dipimpin oleh Mullah Mohammed Rabbani.
…
Kesimpulan
Buku yang sangat detail dalam menjelaskan sejarah awal Afghanistan dan Taliban. Dan juga didasarkan pada situasi antara saat mundurnya Uni Soviet 1989 hingga sebelum masuknya angkatan perang AS 2001 ini, bisa disimpulkan bahwa Afghanistan memang telah banyak persoalan, diantaranya:
Perbedaan suku, yang saling berebut dominasi wilayah (war lord)
Pendidikan tertinggal
Perselisihan Sunni – Shiah
Penyebaran Wahabi melalui kekerasan
Campur-tangan negara lain, seperti Pakistan, Arab, AS, Uni Soviet, Iran dalam konflik internal
Kepentingan bisnis AS terkait pemipaan gas dari Central Asia ke Pakistan melalui Afghanistan
Kesulitan ekonomi hingga merebaknya perdagangan ophium
Masih banyak hal yang bisa diperoleh dari buku ini. Peringatan yang bagus disampaikan Ahmed Rashid di akhir bukunya, adalah sbb.:
The Taliban will remain a danger to the world until local Muslim governments and the West commit to the effort needed to combat extremism as well as to deal with the outstanding problems of poverty, economic malaise, lack of education and joblessness amongst the populations of the region. A vast new social and economic development programme is needed not just in Afghanistan but also in Pakistan and Central Asia if there is to be a long-term answer to the threat posed by the Taliban and Al Qaeda that emanates from the region.
Tak jelas lagi update berita tentang Afghanistan di tahun 2022, setelah AS hengkang dari Afghanistan. Semoga tak ada lagi bom meledak dan penembakan seperti kasus Malala, dan rakyat Afghanistan menjadi lebih aman makmur.