Kata di atas ini sedemikian familiar di media massa kita beberapa tahun yang lalu. Media cetak dan elektronik sedemikian gencar menampilkannya, hingga seperti barang eceran yang tidak lagi menarik perhatian ketika dijajakan di pasar informasi. Pencarian kata ‘Kesetiakawanan Sosial’ di internet menghasikan halaman sambutan hari Kesetiakawanan Sosial oleh presiden SBY beberapa tahun lalu di Bumi Perkemahan Cibubur .
Globalisasi, kesenjangan sosial dan individualisme adalah beberapa hal yang menjadi sorotan beliau untuk menggugah spirit Kesetiakawanan Sosial, saat itu, meskipun ada sedikit keluhan darinya berhubung sangat kurangnya praksis sosial dari jargon tersebut. Kesetiakawanan sosial seringkali diasosiasikan dengan ‘sumbangan’ terhadap pihak yang tidak mampu karena bencana alam, dari pihak yang dianggap mampu secara financial. Mungkin gotong-royong lebih tepat dijadikan padan katanya daripada pemberian bantuan yang memberi kesan arogan karena ‘tangan di atas, tangan di bawah’. Konsep Gotong-royong mengandaikan kesetaraan dalam perbuatan untuk meningkatkan kebaikan bersama, seperti kata Bung Karno: “Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantus-binantu bersama. Amal semua BUAT kepentingan semua, keringat semua BUAT kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-Baris BUAT kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!”.
Kesetiakawanan sosial atau Gotong Royong seharusnya menjadi spirit dalam membangun bangsa ini seperti apa yang dikatakan Bung Karno bahwa seandainya Pancasila bisa diperas, maka Gotong-Royong adalah spirit satu-satunya. Semangat satu keluarga yang berkeadilan seharusnya menjadi bagian landasan dari segala bentuk kegiatan dalam menjalankan roda pemerintahan ini, tidak hanya diperlukan pada saat terjadi bencana alam dengan cara membagi-bagikan segala kebutuhan korbannya, apalagi hanya berwujud gerak jalan bersama di minggu pagi. Apakah membangun rumah megah di sekitar rumah kumuh berlantai tanah dan berdinding bambu, supermarket di sebelah pasar tradisional yang menjual barang sejenis dan berharga sama, spekulasi valas dengan nilai ratusan juta atau menjual saham saat ekonomi terpuruk hingga berakibat kepanikan pasar (short selling) dan berbagai contoh lainnya yang cukup membuat kita mengelus dada, adalah bagian dari ciri perilaku yang menjunjung Kesetiakawan Sosial?
Kesetiakawanan Sosial semestinya berada di awal suatu tindakan yang menyebabkan peningkatan kualitas kehidupan sesama, bukan berada di belakang suatu kejadian ketidak-sejahteraan.
Tinggalkan Balasan