Judul asli : From Beirut To Jerusalam
Penulis : Thomas Friedman
Tebal buku : 460 halaman
Penerbit : Penerbit Erlangga
Tahun : 1989
Buku yang ditulis oleh wartawan New York Times berdasarkan penelitian dan kunjunganannya ke Libanon dan Jerusalem ini sangat bagus dan cukup lengkap untuk mengetahui sejarah umum dan politik Timur Tengah, khususnya Palestina, Libanon dan Israel. Membaca buku ini rasanya seperti membaca novel sejarah yang runtut alurnya dan pembaca serasa berada di tempat kejadian.
Beberapa peristiwa penting yang diceritakan dalam bukunya ini diantaranya adalah :
- Perang saudara dan invasi Israel di Libanon
- Pembantian pengingsi di Sabra dan Shatila
- Evakuasi PLO dari Beirut
- Kedatangan pasukan perdamaian AS di Beirut dan bom bunuh diri
- Pembantaian di kota Hama, Syria oleh rezim Hafez al-Assad
Libanon
Isu utama penyebab perang saudara di Libanon 1982an adalah adanya ketidak-stabilan yaitu tidak adanya konsensus antara kaum Kristen dan kaum Muslim mengenai pembagian kekuasaan. Menjelang tahun 1970an, golongan Kristen hanya 1/3 bagian dari total penduduk Libanon; sementara golongan Muslim dan Drus mencapai 2/3 bagian, dimana Golongan Shiah sebagai golongan terbesar. Komposisi ini sudah sangat berbeda dengan tahun 1943, dimana Maronit menjadi golongan mayoritas.
Golongan Maronit tidak menghendaki pembaruan pembagian kekuasaan seperti yang diinginkan golongan Muslim. Golongan Maronit membentuk milisi Phalangis, dipimpin Pierre Gemayel dan milisi Tigers yang dipimpin mantan presiden Libanon, Camilli Chamoun; sedangkan kaum muslim Libanon dipimpin oleh Walid Jumblat (milisi Druz) dan Nabih Berri (milisi Amal Shiite).
Keterlibatan Israel di Libanon adalah kepentingannya untuk mengusir PLO di Libanon Selatan atas dukungan kelompok Kristen dan Islam Shiah, pada awalnya. Namun, ternyata Israel juga „mengganggu” kelompok Islam Shiah.
Suriah
Februari 1982, rezim Hafez al-Assad, dari partai Baath yang berkuasa yang memenangkan kursi presiden melalui kudeta saat dirinya menjabat sebagai Menteri Pertahanan, melakukan pembantaian terhadap muslim Sunni di kota Hama, yang menurut Amnesty International memakan korban 10.000 – 25.000 orang. Muslim Sunni Sitia berjumlah 70%, sedangkan kaum Alawit 10-12%.
Israel-Palestina
Mulai dasawarsa 1930-an, Ben-Gurion menerima gagasan membagi Palestina menjadi dua negara- untuk Israel dan Arab Palestina -, yang akhirnya diterima oleh PBB 1947.
Menachem Begin tidak pernah mau menerima realita ini. Dia menginginkan kedaulatan Yahudi atas seluruh tanah Israel kuno, yang membentang dari Mediterania sampai ke Sungai Yordan dan wilayah seberangnya, sejalan dengan program semula kaum Zionis.
PM Golda Meir pada 1967 menyatakan pada The Sunday Times bahwa bangsa Palestina tidak ada. Partai Buruh Israel lebih suka memandang orang Palestina sebagai “pengungsi Arab” belaka yang harus dimukimkan kembali si negara-negara Arab disekelilingnya. Bahkan setelah Israel menduduki Jalur Gaza dan Tepi Barat 1967, menyebut orang Palestina sebagai “bangsa Arab di tanah Israel”. Masalah Palestina, bagi Israel adalah masalah gerombolan Arab perampok yang mebunuhi Yahudi.
Penilaian Thomas Friedman terhadap Menachem Begin, seseorang yg melihat dirinya sendiri sebagai korban, nyaris tak pernah membuat penilaian moral atas dirinya sendiri. Hal ini berhubungan dg sikap Menachem Begin yang lahir 1913 di Polandia, menganggap dirinya sbg korban anti Semitism dan menganggap mengepung Arafat bagaikan mengejar Hitler dalam persembunyiannya.
Sejarah perang Israel – Palestina
1882
Sbg akibat penganiayaan bgs Yahudi di Rusia dan Rumania pada tahun sebelumnya, imigrasi pemukiman Yahudi secara besar-besaran ke Palestina pertama kali berlangsung
1891
Para tokoh Arab di Jerusalem mengirimkan petisi kepada pemerintahan Ottoman diKonstantinopel menuntut dilarangnya imigrasi orang Yahudi ke Palestina dan pembelian tanah oleh orang Yahudi.
1896
Wartawan Austria Theodor Herzl, pendiri Zionisme modern, menerbitkan pamfletnya The Jewish State, yang menyatakan bahwa ‘masalah Yahudi’ hanya dapat dipecahkan dengan mendirikan negara Yahudi di Palestina, atau di tempat lainnya, sehingga bangsa Yahudi dapat hidup bebas tanpa takut akan penganiayaan. Setahun kemudian, Herzl mengadakan Kongres Zionist pertama di Basel, Swiss, untuk mendorong imigrasi ke Palestina.
1908
Surat kabar Arab Palestina pertama muncul: Al-Quds, si Jerusalem dan Al-Asma’i di Jaffa.
1916
Persetujuan Sykes-Picot ditempa oleh Inggris, Perancis dan Rusia, memotong-motong kerajaan Ottoman setelah kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sebagai bagian dari persetujuan itu, Inggris memenangkan pengendalian efektif atas wilayah Palestina, dan Perancis atas wilayah yang kini adalah Libanondan Siria.
1917
Deklarasi Balfour dikeluarkan oleh menteri Luar Negeri Inggris Arthur J. Balfour untuk menyokong gagasan pendirian ‘negeri sendiri’ bagi bangsa Yahudi di Palestina.
1920
Perancis mendekritkan pembentukan negara Libanon Raya, yang mengikat kembali bersama Gunung Libanon dengan wilayah-wilayah Beirut, Tripoli, Sidon, Tirus, Akkar dan Lembah Bekka.
1936-39
Diilhami oleh gerakan nasional Arab lainnya, bangsa Arab Palestina memberontak dalam upayanya menghentikan didirikannya tanah air bangsa Yahudi di Palestina. Baik pemukiman Yahudi maupun satuan tentara Inggris, mendapat serangan.
1943
Para pemimpin Kristen dan Muslim Libanon mencapai persetujuan dengan ‘Pakta Nasional’ untuk membagi kekuasaan dan menyeimbangkan orientasi Barat dan Arab di Libanon; persetujuan ini memungkinkan negeri merekamenjadi sebuah negara bebas dari Perancis.
– Perbandingan Anggota Parlemen: 6 (Kristen) : 5 (Muslim)
– Presiden : Maronit
– Perdana Menteri : Muslim Sunni
– Ketua Parlemen : Muslim Shiah
1947
PBB memutuskan untuk membagi Palestina menjadi dua negara, satu untuk bangsa Yahudi (Gurun Negev, dataran pantai antara Tel Aviv dan Haifa dan beberapa bagian daera Galilea utara) dan lainnya untuk bangsa Arab Palestina (Tepi Barat Sungai Yordan, distrik Gaza, Jaffa dan sektor Arab dari Galilea) dimana Jerusalem menjadi daerah kantong international.
Kaum Zionis dipimpin oleh David Ben-Gurion
1948
Inggris menarik diri dari Palestina. Alih-alih melaksanakan rencana pembagian PBB, negara-negara Arab sekitarnya bergabung dengan bangsa Palestina lokal untuk mencoba mencegah munculnya negara Yahud. Israel bagaimanapun juga akhirnya didirikan: Yordania menduduki Tepi Barat dan Mesir menduduki Jalur Gaza.
1956
Israel bergabung dengan kekuatan Inggris dan Perancis menyerang Mesir dibawah Gamal Abdel Nasser dan berhasil menduduki sebagian besar Semenanjung Sinai. Atas tekanan baik dari AS maupun Uni Soviet, belakangan Israel menarik diri.
1958
Perang saudara Libanon meletus pertama kali dan sekitar 15,000 orang pasukan AS dikirimkan ke Beirut untuk membantu menstabilkan suasana.
1964
Para pemimpin negara Arab dipimpin oleh Abdel Nasser membentuk Palestine Liberation Organization (PLO) di Kairo.
1967
Israel melancarkan serangan mendahului atas Mesir, Siria dan Yordania ketika mereka sedang menyiapkan perang melawan negara Yahudi. Perang Enam-Hari berakhir dengan Israel menduduki Semenanjung Sinai, Dataran Tinggi Golan, Jalur Gaza dan Tepi Barat.
1969
Yaser Arafat pemimpin organisasi gerilya Al-Fatah, terpilih menjadi Ketua Komite Eksekutif PLO.
1970
Tentara Raja Hussein mengalahkan gerilyawan PLO Arafat dalam suatu perang saudara untuk menguasai Yordania.
1973
Mesir dan Siria melancarkan serangan mendadak terhadap pasukan Israel yang menduduki Semenanjung Sinai dan Dataran Tinggi Golan.
1974
Sebuah konperensi puncak Arab di Rabat, Marokko, menegaskan bahwa PLO adalah ‘wakil satu-satunya dan sah’ dari bangsa Palestina.
1975
Perang saudara kembali meletus di Libanon.
1977
Presiden Mesir Anwar Sadat pergi ke Jerusalem, berpidato di depan parlemen Israel, dan menawarkan perdamaian penuh jika Israel bersedia mundur sepenuhnya dari Sinai.
1979
Mesir dan Israel menandatangani perjanjian perdamaian mereka.
1982 Feb
Pemerintah Siria membantai ribuan warganegaranya sendiri ketika memberangus pemberontakan yang dilancarkan dari kota Hama.
1982 Jun-Sep
Israel menginvasi Libanon. Pemimpin milisi Phalangis, Bashir Gemayel terbunuh setelah pemilihannya sebagai Presiden Libanon. Pasukan Milisi Phalangis membantai ratusan orang Palestina di perkemahan kaum pengungsi Sabra dan Shatila di Beirut, sementara kemahnya dikepung oleh pasukan Israel. Satuan Marinir AS tiba di Beirut sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB.
1983
Kedutaan Besar AS dan markas besar Korps Marinir AS di Beirut diledakkan oleh bom mobil bunuh-diri.
1984 Feb
Pemerintah Libanon pimpinan Presiden Amin Gemayel terpecah setelah golongan Muslim Shiah dan Drus di Beirut Barat melancarkan pemberontakan melawan tentara Libanon. Presiden Reagen melepaskan harapan untuk membangun kembali Libanon dan memerintahkan padukan Marinir pulang.
1984 Sep
Partai Buruh dan Likud Israel bekerjasama dalam sebuah pemerintahan persatuan nasional setelah pemilihan bulan Juli menemui jalan buntu.
1985
Israel menarik tentaranya secara sepihak dari sebagian besar Libanon.
1987 Des
Perlawanan atau Intifada orang Palestina mulai di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
1988 Des
Arafat mengakui hak keberadaan negara Israel. Menteri Luar Negeri AS George Shultz membenarkan pembukaan dialog dengan PLO. Partai Likud dan Buruh bergabung untuk membentuk pemerintahan kesatuan nasional yang lain di Israel sesudah pemilihan mengalami jalan buntu.
[…] Februari 1982, rezim Hafez al-Assad, dari partai Baath yang berkuasa yang memenangkan kursi presiden melalui kudeta saat dirinya menjabat sebagai Menteri Pertahanan, melakukan pembantaian terhadap muslim Sunni di kota Hama, yang menurut Amnesty International memakan korban 10.000 – 25.000 orang. Muslim Sunni Sitia berjumlah 70%, sedangkan kaum Alawit 10-12%. (Thomas Friedman, From Beirut To Jerusalam, 1989, https://anangsk.wordpress.com/2009/01/19/dari-beirut-ke-jerusalem/). […]