Bukan karena pemuja atau penghujat maka ikut berkomentar, tapi karena sudah banyak ruang publik tersita oleh kasus yang berhubungan dengan beliaulah yang membuat terpancing utk menulis.
Bail-Out bank Century telah melambungkan nama Sri Mulyani menjadi bulan-bulanan para politisi, baik yang mendukung maupun yang menghujatnya, juga telah menyeret para pengamat sosial dan pendukung tokoh politik untuk turut meramaikannya, bahkan para penikmat sinetron yang apolitispun menjadi sangat familiar dengan sosok sang ibu ekonom ini.
Nama beliau ini mulai muncul dalam benak ketika menduduki jabatan tinggi di IMF, saat negari ini justru sedang berusaha untuk memutus hubungan dg kreditor dunia ini. Menjadi pertanyaan diam dalam diri saat itu “Mengapa ada ekonom Indonesia yg bersedia tidak populer, dg mengambil jabatan tinggi di IMF, yang sedang dihindari para negara2 debitor di Amerika Selatan, Afrika dan negara2 sedang berkembang lainnya?” Misi personal seperti apakah yg ingin diraih? Menaikkan tingkat pencapaian profesionalitas? Visi nasionalisme berdasar mazhab ekonomi yg diyakininya? Atau?
Tepat di hari Kebangkitan Nasional (20 Mei 2010) beliau secara resmi sudah ‘dipaksa’ meletakkan jabatan sebagai menteri Keuangan, menuju jabatan yang prestisius yang baru sebagai salah satu Direktur World Bank di Washington DC.. Dipaksa oleh siapa? DPR? Presiden? World Bank? Atau?
Banyak pertanyaan dalam diam yang masih berseliweran, adakah kaitan antara karir beliau sejak sekolah di AS, IMF, MenKeu dan World Bank versus mazhab ekonomi yang dianutnya? Atau bagaimana sejatinya nasionalisme menurut keyakinan ideologisnya? Mobil, pusat perbelanjaan dan perumahan mewah memang semakin banyak, tapi petani, nelayan, buruh, guru masih tetap susah kondisi hidupnya.
Selamat jalan dan sampai jumpa Bu Sri, anda dianggap tepat oleh pemimpin negeri ini untuk menjalankan kebijakan ekonomi berdasar keyakinan ideologisnya, namun justru harus pergi setelah babak-belur mengemban sikap loyal terhadapnya. “Revolusi memang memakan anak sendiri”, menurut Soekarno.
Tinggalkan Balasan