I saw my Lord with the eye of my heart.
He said, “Who are you?” I said, “I am You.”
You are He Who fills all place
But place does not know where You are.
In my subsistence is my annihilation;
In my annihilation, I remain You. (Mansur al-Hallaj, Wikipedia)
Kompilasi Kultwit (Kuliah Twitter) berikut ini disampaikan oleh Guntur Romli pada awal bulan Ramadhan yang lalu. Topiknya sangat menarik, tentang tokoh sufi al-Hallaj (858 – 26 Maret 922), yang menurutku ada kemiripan esensi dengan Syeh Siti Jenar. Text editing dilakukan untuk mempermudah bacaan, tanpa mengubah esensinya. Terimakasih mas, atas pencerahannya. Bagi yang tidak hadir dalam kuliah, silahkan membacanya.
Apabila Ibn Arabi mengenalkan cinta sbg agama dan imannya maka al-Hallâj menegaskan kematiannya untuk ”agama salib” yang dianutnya Istilah “agama salib” merujuk ke puisinya: “Di atas agama salib, akan berakhir kematianku / bukan tanah lapang atau kota jadi tujuanku”.
Akhir hayatnya jg berakhir tragis, lewati pelbagai penyiksaan yang brutal, seperti penyaliban, dipotong tangan dan kakinya sebelum dipancung, setelah dikurung dalam penjara lebih 8 tahun, ia dicambuk 1000x, dipukuli mukanya, disayat hidungnya, dipotong 2 tangan dan kakinya, disalibkan semalam.
Setelah dipancung, tubuh tanpa kepala disiram minyak dan dibakar. Abu jenazahnya dibawa ke atas menara pengintai, ditabur-taburkan. Kepala tanpa tubuh dikirim ke Khurasan, sebuah kawasan yang dikenal memiliki pengikut setia ajaran al-Hallâj.
Peristiwa horor ini dilakukan di arena publik, di gerbang kota Baghdad yang selalu ramai sebagai pelintasan penduduk atau pendatang.
Eksekusi al-Hallaj bukan sekedar pembunuhan terhadap tubuh yang cukup renta, saat itu usianya 64 tahun, tapi sebuah tindakan teror terhadap publik. Pembunuhan yang sangat brutal terhadapnya ini malah menunjukkan bahwa dia sosok yang memiliki pengaruh yang luar biasa dizamannya Bila tidak punya pengaruh dan berdampak hebat, buat apa dibunuh secara brutal? Pembunuhan yang brutal terhadapnya dimaksudkan untuk menciptakan dan menebarkan ketakutan, tapi siapa yg sebenarnya punya takut yg akut? Bukankah pembunuhan yang brutal menunjukkan pihak yang membunuh sangat takut pada pengaruh sosok yang dibunuh?
Tubuhnya bisa dipotong-potong, disalib, dipancung, hidupnya bisa diakhiri, kitab-kitabnya dibakar, murid-muridnya diburu, dan jasadnya musnah jadi abu. Namun ajaran dan pengaruhnya tak bisa dilenyapkan. Mayoritas para sufi yg lahir setelahnya mengakui kewaliannya dan kembangkan ajarannya
Dalam sebuah kisah yg menuturkan penyaliban dan eksekusi al-Halaj, ditonjolkan keberaniannya menjelang malaikat maut datang. Dia sendiri yang minta agar dibunuh, karena menurutnya ”hidupku ada dalam matiku” dan penyaliban dianggap sbg ”hari yang paling bahagia dalam hidup”. Tak lupa dia mohon ampun pada Tuhan bagi mereka yang terlibat dalam penyiksaan dan pembunuhan terhadap dirinya.
Cerita penyaliban al-Hallaj, saya (GR) nukil dari Ibn al-Sa’î al-Baghdâdî yg menulis kitab “Akhbâr al-Hallâj”
Ketika al-Hallaj digiring untuk disalib, ia melihat kayu dan paku yg siap menyalibnya, ia malah tertawa terbahak-bahak sampai keluar air matanya. Dia melihat al-Syibli (karibnya) di antra hadirin meminta sejadah untuk shalat sebelum dieksekusi Di rakaat pertama, dia setelah Fatihah baca ayat 155 dari albaqarah ”Dan sungguh akan kami beri cobaan pdmu, dengan ketakutan, kelaparan…” Di rakaat kedua ia membaca kutipan dari surat Ali Imran ayat 185 ”Tiap yang berjiwa memiliki kematian…”
Setelah shalat, dia memanjatkan munajat, berikut kutipannya: ”Ya Allah, Engkau yang menjelma di segala arah, tapi Engkau tak menempati di setiap arah. Mereka hamba-hamba-Mu berkumpul untuk membunuhku, karena fanatik pada agama-Mu dan ingin mendekatkan pada-Mu. Ampuni mereka Apabila Engkau menutupiku (Kebenaran) seperti Kau tutupi pada mereka, aku tidak akan diberi cobaan seperti yang aku alami sekarang. Ya Allah terpujilah Engkau atas apa yang akan Kau lakukan, dan terpujilah Engkau atas apa yang Kau inginkan”.
Abul Harits al-Sayyaf—si algojo—tampil, ia tampar muka al-Hallaj, memotong hidungnya. Hadirin, termasuk al-Syibli berteriak, mengamuk.
Ibrahim Fatik perawi cerita ini, yang juga murid al-Hallaj teringat dialog dgn gurunya di suatu malam. Kata sang guru: “Hai anakku, sebagian manusia mengatakan aku kafir, sebagian yang lain mengatakan aku wali. Namun yang mengatakan aku kafir, lebih aku dan Allah cintai dibanding mereka yang mengakui kewaliaanku”. ”Kenapa bisa demikian Syaikh?” tanya Ibrahim Fatik pd gurunya, dia heran sang guru lebih suka dianggap kafir dibanding wali “Mereka yg mengatakan aku wali, berarti punya prasangka yg baik terhadapku, sedangkan mrk yg mengatakan aku kafir—fanatik terhadap Allah”.
Maksud kata2 di atas adalah bahwa dia bersedia menjadi korban bagi orang yg ingin mendekatkan diri pada Tuhan.
“Hai Ibrahim, saat kau saksikan aku disalib, dibunuh jasadku dibakar, bagiku itulah hari yang paling bahagia dalam hidupku. nubuat. Abul Harits, si algojo melanjutkan tugasnya, ia memotong tangan dan kaki Al-Hallaj. Tanpa mengeluh waktu disiksa, ia berkata: “Hai Tuhanku, aku telah masuk rumah penuh idaman, aku menyaksikan keajaiban. Tuhanku, Engkau yg bisa mengasihi pada orang yang menyakitimu, bagaimana Engkau tidak mau mengasihi orang yang disakiti karena-Mu?”
Setelah tangan dan kaki al-Hallaj dipotong-potong, ia diangkat ke atas kayu untuk disalibkan. Al-Syibli yang melihatnya tersalib di tiang kayu, mendatanginya untuk bertanya:”Apa itu tasauf?” Al-Hallaj menjawab: ”(Tingkat) yang paling rendah seperti yang kau saksikan sekarang” ”Apa puncaknya?” tanya al-Syibli kembali. ”Kau tidak akan pernah menemukan jalan menujunya, tapi engkau akan menyaksikan esok” Di tiang salib dia berseru: “Bunuhlah aku, karena aku akan hidup / Matiku ada dalam hidupku / dan hidupku ada dalam matiku”.
Al-Hallaj disalib semalam. Esok hari dia belum mati, perintah terakhir: dipancung! Sebelum dipancung, dia berteriak kencang: ”Dia Yang Satu, esakan Dia Yang Satu untuk-Nya!-hasba al-wâhid ifrâd al-wâhid lahu
Dia pun mengutip Quran al-Syura ayat 18, “Orang yang tidak beriman kepada hari kiamat, meminta supaya hari itu segera didatangkan… Setelah dipenggal, jasadnya yang tanpa kepala disiram minyak, dibakar hingga jadi abu. Ditaburkan di atas menara agar tertiup angin/jatuh ke sungai
Kisah eksekusi al-Hallaj yg sangat brutal itu selesai.
Kisah penyaliban all-Hallaj sengaja saya kutip panjang lebar, karena bagi saya (GR) untuk menyelami ajarannya, kita perlu memahami peristiwa penyaliban. Al-Hallaj sendiri menyebut kematiannya dalam ”agama salib”. al-Hallaj pun menisbatkan ajarannya pd peristiwa penyaliban.
Penyaliban al-Hallaj bukan yg pertama dalam sejarah Islam, kata Hadi al-Alawi dlm Târîkh al-Ta’dzîb fil Islâm (Sejarah Penyiksaan dalam Islam). Mereka yang memberontak, melakukan pembangkangan apabila tertangkap oleh Penguasa akan dihukum salib. Jenis-jenis eksekusi yg keji, kata Hadi, seperti mengarak kepala yang terpancung, memotong alat-kelamin, menguliti dan dibakar hidup-hidup, dirajam dll
Kepala yg pertama kali dipancung dan diarak :adalah Amr bin al-Hamaq pengikut Ali. Kemudian al-Husain, anak Ali cucu Nabi Muhammad.
Nama al-Hallaj sudah identik dengan ajaran-ajaran yang dituding menyimpang, lebih banyak tuduhan itu datang dari lawan-lawannya Mereka menuduh al-Hallaj punya pendapat haji tidak wajib, punya kalimat-kalimat untuk menyaingi Quran Konon pula ia punya pengikut fanatik yg menyembahnya. Al-Hallaj punya ucapan yang sangat terkenal ”Ana al-Haqq”—Aku lah Kebenaran-sering dimaknai oleh lawan-lawannya sebagai: Akulah Tuhan.
Oleh musuh2nya, al-Hallaj dituduh telah mengaku sebagai Tuhan. Hooii… Al-Hallâj telah menuhankan dirinya! Bagi pembelanya ucapan al-Hallaj tadi masuk kategori syathahat, ucapan yg kedengaran aneh bila seorang sufi dlm posisi ekstase.
Al-Hallaj bukan orang pertama punya ucapan aneh, pendahulunya seperti Rabiah al-’Adawiyah & Bayazid al-Busthami juga punya, pun Rabiah ingin membakar surga dan memadamkan neraka untuk memurnikan pengabdian manusia pada Tuhan, dan yang paling menggetarkan adalah ucapannya saat melihat Ka’bah sperti berikut: “La urîdul Ka’bata wa lâkin Rabbal Ka’bah, hadzâ al-shanamul ma’bûd fil ardli mâ walaja Allahu wa lâ khalâ ’anhu”, aku tak ingn Ka’bah, tp Pemilik Ka’bah,ini (Ka’bah) berhala yg disembah di muka bumi, padahal Allah tak pernah masuk/keluar darinya.
Demikian juga sabda Bayazid, ”Subhâni Subhâni mâ a’dzama sya’nî”—Mahasuci aku, Mahasuci aku, Mahaagung diriku, atau ucapan Bayazid yg lain: ”Ma fil jubbati illa Allâh”—Di balik jubah ini tak ada yang lain kecuali Allah. Namun di tengah ucapan yg kontroversial, dua tokoh sufi ini tak pernah disakiti, bahkan kewalian mereka diakui dan dianggap tokoh suci.. Bila sufi-sufi sebelum al-Hallaj punya ucapan-ucapan kontroversial, mereka tidak disakiti, mengapa al-Hallaj malah dibunuh?
Bagi pengikut setia al-Hallaj atau bagi mereka yg percaya ”keimanan” dan ”ketauhidan” al-Hallâj—ia dibunuh karena aktivitas politiknya, artinya tidak ada yg aneh dr ajaran al-Hallaj, dia terbunuh karena ada konspirasi politik. Ia dituduh misionaris Qaramithah—kelompok agama-politik yg ingin kudeta penguasa Dinasti Abbasi—hukuman al-Hallaj sprt musuh politik yg lain. Dlm pemahaman ini, pembunuhan al-Hallaj adalah pembunuhan politis. Ia tak ubahnya ”kambing hitam” yg dikorbankan oleh politisi-politisi korup. Untuk meraih simpati rakyat para politisi mengeksekusi seseorang yang dituduh murtad dan zindiq, mrka dianggap bela agama.
Pemahaman al-Hallaj sbgai ‘kambing hitam’-meski tak terlalu keliru-tapi mengerdilkannya sebagai seorang pejuang, martir atau syahid. Lantas bagaimana menempatkan al-Hallaj ini dengan tepat? Apakah karena:
(1) ajarannya yang dianggap janggal ia dibunuh
(2) memiliki aktivitas politik dan pengikut yang mengancam penguasa
(3) kambing hitam?
Untuk menjawab 3 pertanyaan tadi: hubungan al-Hallaj degan agama dan politik, ada baiknya kita mengetahui riwayat hidupnya.
Nama “daging” al-Hallaj adalah al-Husain, ia disebut “bapak penolong” karena suka menolong bukan karena punya anak bernama al-mugits.
Al-Hallaj, orang Persia asli lahir di sebuah kawasan yg kini berinduk pada provinsi Fars (kawasan asli asal-muasal bangsa Persia). Kakeknya masih penganut Zoroaster, ayahnya masuk Islam dan diberi nama Manshur. Sedangkan asal nama al-Hallaj ada perbedaan pendapat. Al-Hallaj berarti “penggaru”, konon ayahnya yakni Manshur punya pekerjaan sebgaai Hallaj “penggaru/pemisah kapas dr biji-bijinya”
Menurut versi lain, diambil dr karamah (perbuatan supranatural) al-Hallaj: suatu hari ia minta tolong penggaru kapas tpi ditolak krn sibuk. Kata al-Hallaj “tolonglah aku, biarkan aku menyelesaikan pekerjaanmu “menggaru kapas” si penggaru kapas setuju dan pergi untuk membantunya.
Kejadikan ini menujukkan karamah al-Hallaj yang mampu membersihkan kapas segudang dalam waktu cepat-ia pun dikenal sebagai al-Hallaj.
Versi lain lg, al-Hallaj dikenal sbagai “Hallajul Asrar” atau penyingkap rahasia, krn bisa mengetahui isi hati orang yg menemuinya.
Al-Hallaj berguru pada tokoh-tokoh sufi di zamannya seperti Sahl al-Tustari, Amr al-Makki, Abu Ya’qub al-Aqtha’ dan al-Junaid al-Baghdadi.
Al-Hallaj menikah dgn putri gurunya Abu Ya’qub—istri satu-satunya dalam hayatnya. pernikahan ini memantik cemburu gurunya yg lain:, Amr al-Makki. Sebagai murid yg cerdas dan tekun, dia menarik simpati guru-gurunya dan ingin mengangkatnya sebagai menantu.
Namun al-Hallaj diceritakan memiliki hubungan yg kurang baik dengan guru-gurunya seperti Amr al-Makki dan al-Junaid, karena beda aliran politik. Guru-guru al-Hallaj adalah orang-orang sunni yg cenderung apolitis (melempem pada penguasa) sementara alHallaj berlatarbelakang keluarga dan mertua syiah. Mertua a-Hallaj berasal dari suku yang menganut syiah ghulat (ekstrim) yang sering dituding terlibat pemberontakan untuk menggulingkan penguasa yg sunni.
Al-Hallaj ibarat muara yang menerima dua aliran yang bisa dianggap subversif: ajaran-ajaran agama seperti Rabiah & Bayazid serta politik oposisi. Idiom-idiom tasaufnyapun penuh dengan simbol-simbol kebatinan syiah. Misalnya kode2 huruf yg sering dipakainya adalah huruf mîm pada Muhammad, ’ain pada Ali, dan sîn pada Salman al-Farisi.
Namun yg menarik khazanah spiritual #Halj yg kaya bersumber dr mistisisme Islam (tasuaf); mistisisme tradisi2 lain: Kristen, Buddhisme dll
Al-Hallaj adalah sufi pelancong, dia melakukan perjalanan spiritual ke Timur sampai Kashmir, bagi lawannya ia dituduh belajar sihir. Perjumpaan al-Hallaj dengan tradisi-tradisi mistisime yang lain, dengan pelbagai penganut agama, diadobsinya unt memperkaya “rute spiritual” menuju Tuhan. Kekayaan pengalaman spiritual dan kedalaman pengetahuannya jadi daya tarik bg pengikutnya di samping cerita karamah2nya yg tak habis-habis. Daya pikat al-Hallaj bukan hanya pada ajarannya yg dalam, dianggap ”ilmu khusus”, pengikutnyapun dianggap ”anggota kelompok spiritual yang istimewa”.
Al-Hallaj punya pandangan-pandangan sosial yang mengajarkan persaudaraan antar-manusia, lintas iman dan pengakuan kesetaraan, serta solidaritas, juga dikenal ringan tangan dalam membantu yang lemah.. Ia pernah mnerima sekantung uang dinar, dibawa ke masjid, yang di dalamnya orang-orang miskin tidur kelaparan, lalu dibagikannya uang itu sampai habis, dan tidak menyimpan untuk dirinya. Ia pun dipanggil “Abul Mughîts” yang berarti ”sang Penolong”.
Inilah pesona al-Hallaj waktu itu, ia yang dipercaya dekat dengan Tuhannya, ia pun dekat dengan umatnya Pengikut dan simpatisan al-Hallaj tidak hanya kaum lemah, tapi juga kalangan elit istana, ulama, politisi dan keluarga kerajaan. Dari kalangan ulama, ia memperoleh simpati dari guru-guru besar madzhab Syafii & Hanbali—dua madzhab yg dipinggirkan oleh Dinasti Abbasi.
Al-Hallaj adalah pemimpin sebuah gerakan spiritual yg mendapat simpati besar, gerakan ini juga peduli pada krisis sosial yg terjadi. Pengaruh ajaran dan politiknya membawa kekhawatiran pada dua kubu, di pemerintahan Abbasi (1) politisi (2) ulama-penguasa. Para politisi takut pengaruh al-Hallaj akan dapat menciptakan bentuk pembangkangan baru, setelah sebelumnya terjadi pemberontakan terus-menerus. Sedangkan ulama-penguasa (khususnya dr madzhab Maliki dan Dhahiri) takut ajaran al-Hallaj yg mementingkan “makna batin” agama, akan menggusur fiqh.
Dua kubu yang korup ini bersatu untuk menghancurkannya, yang dituding bisa mengancam eksistensi mereka. Inilah makar / konspirasi
Cara yg efektif unt menjegal gerakan al-Hallaj adalah dengan 2 tuduhan: murtad-zindiq berarti musuh agama dan terlibat Qaramithah yg berarti musuh raja, atau terlibat kelompok anti-kerajaan.
Tahun 297H/909M keluar fatwa dari Muhammad bin Dawud ulama Dhahiri yang mengkafirkan al-Hallaj atas tuduhan bersatu dgn Allah.. Dia ditangkap. Ia dibela oleh Ibn Suraij seorang ulama besar dari madzhab Syafii dengan alasan: “Bagiku al-Hallaj hafal Quran, punya pemahaman yang baik terhadap ilmu-ilmu agama, rajin puasa dan salat malam, meski kata-katanya tak kupahami, bukan berarti kafir”.
Atas pembelaan Ibn Suraij, al-Hallaj untuk sementara selamat dari eksekusi. Namun setelah Ibn suraij wafat, tak ada pembela yg brwibawa dan al-Hallaj mulai disidang kembali dijaman menteri Hamid al-Abbas yang dikenal kejam dalam menarik upeti, ia berkoalisi dgn Abu Umar bin al-Hamadi.
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Read Full Post »