Judul: Membendung Arus
Penulis: Alwi Shihab
Halaman: 304
Penerbit: Mizan
Tahun: 1998
Buku ini sebetulnya adalah disertasi Alwi Shihab untuk meraih gelar doktornya di Universitas Temple, AS, 1995, yang membahas tentang Muhammadiyah. Sistematika penyajian sangat nyaman dibaca, runtut berdasar waktu dan lengkap informasi menyangkut kondisi politik, sosial kultural dan keagamaan pada jaman sebelum hingga sesudah berdirinya Muhamadiyah. Ratusan keterangan kepustakaan setiap bab sangat membantu pembaca untuk mengetahui lebih dalam mengenai topik yang disajikan.
Achmad Dahlan muda
Lahir pada tahun 1868 di kampung yang berpenduduk sangat religius, Kauman, seputar wilayah keraton Yogya, dari keluarga Muslim tradisional sebagai putra ke-4 dengan nama Muhammad Darwisy. Ayahnya bernama Kyai Haji Abubakar bin Haji Sulaiman, khatib resmi masjid Agung Kesultanan Yogyakarta dan ibunya adalah putri hakim agama, Kyai Haji Ibrahim. Beberapa penullis menyebutnya keturunan Wali Songo, Maulana Malik Ibrahim.
Dahlan muda bergabung dengan Jamiat Kheir, sebuah gerakan pembaruan dengan atmosfir intelektual yang berkembang.. Berangkat ke Mekah, 1890, pada usia 22 tahun untuk belajar agama sebagai mnurid Syaikh Ahmad Khatib (1855-1916).
Dua pikiran yang membekas pada Dahlan, setelah pulang dari Mekkah, adalah ketika melakukan tindakan-tindakan yang menurutnya benar, namun tidak berkenan di hati para ulama senior, yaitu: melakukan koreksi arah kiblat masjid Agung dan mengganti hari raya Idull Fitri menurut perhitungan astronomi. Hikmah dari insiden ini untuk Dahlan adalah bahwa suatu upaya akan berhasil dalam mengemukakan pendapat keagamaan apabila dilakukan bersama-sama orang lain dalam orgnisasi.
Pendekatan yang santun dan gradual, belakangan mewarnai corak organisasi yang didirikannya; dan menurutnya, dalam memecahkan masalah keagamaan, tindakan yang langsung dan konkrit harus dinutamakan di atas pemikiran teoritis atau risalah filosofis. Masalah-masalah yang menjadi kepedulian Dahlan, adalah:
1. Kehidupan agama yang tidak murni
2. Pendidikan agama yang tidak efisien
3. Kegiatan misionaris Kristen
4. Sikap masa bodoh dan anti agama para intelektual
Organisasi-organisasi yang pernah diikuti Dahlan adalah: Jamiat Kheir, Sarekat Islam dan Budi Utomo. Dia tetap aktif dalam Budi Utomo, setelah Muhammadiyah didirikan.
Faktor-faktor berdirinya Muhammadiyah
Dari berbagai referensi, bisa disimpulkan ada tiga faktor penting yang melatarbelakangi berdirinya Ahmmadiyah, yaitu pertama, didorong oleh tersebarnya gagasan pembaruan Islam di Timur Tengah ke Indonesia pada awal abad 20. Kedua, sebagai respon terhadap pertentangan ideologis yang berlangsung lama dalam masyarakat Jawa. Dan ketiga, penetrasi misi Kristen di negeri ini serta pengaruh besar yang ditimbulkannya.
Pemikiran-pemikiran Jamal Al-Din Al-Afgani (w. 1897), Syaikh Muhammad ‘Abduh (w. 1905) dan penerusnya Muhammad Rasyid Ridha (w. 1935) sering menjadi acuan masyarakan Muslim Indonesia, termasuk Ahmad Dachlan. Abduh mengajak kaum Muslim terdidik untuk membuang hadis-hadis palsu dan mengenyahkan sikap fatalistik, serta memotivasinya iuntuk tidak tertinggal dalam kompetisi dengan dunia Barat.
Baik gagasan ‘Abduh di Mesir maupun Muhammadiyah, pada dasarnya adalah gerakan keagamaan yang berdasar Al-Quran dan As-Sunnah. Keduanya juga menjadikan pandangan-pandangan Ibn Taymiyyah sebagai sumber utama rujukan. Selain itu, keduanya juga tumbuh dari lingkungan intelektual dan kultural dalam tradisi sufi, sehingga keduanyapun membenarkan tasawuf yang ‘sehat’, dan mengecam praktik-praktik ekstasis.
Tinggalkan Balasan