Ada rasa haru sekaligus senang dan bangga melihat mahasiswa masih punya semangat, keberanian dan kebersamaan untuk melawan mithos bahwa aparatur negara adalah penguasa negeri satu-satunya yang bisa menentukan baik-buruknya wajah bangsa ini. Mithos ini sungguh melekat dalam pikiran pada masa Orba sehingga perilaku swasensor seringkali dilakukan dalam berhadapan dengan aparatur negara, khawatir dikategoirikan sebagai ‘penghambat pembangunan’, yang berarti akan berujung dalam hotel prodeo atau bahkan berhadapan dengan kekerasan, pada masa itu.
Satu tahun pemerintahan SBY menjadi moment banyak pihak untuk melakukan perayaan, yang berwujud evaluasi kinerja kabinet, diskusi, bahkan demo penolakan oleh nahasiswa, LSM dan kelompok buruh. Masih dalam kurun waktu yang sama, PP Muhamadiyah berinisiatif untuk mengumpulkan para tokoh nasional yang entah bagaimana pangkal acaranya, berujung pada sikap bersama yang masih cair, karena memang tidak dimaksudkan untuk membuat keputusan bersama, bahwa masih banyak kekurangan dari pemerintahan sby setelah satu tahun masa kerjanya. Sikap ini jelas ditunjukkan oleh pihak penggagas, sekaligus ketua Muhamadiyah, Din Syamsuddin dalam wawancaranya denga Metrotv, yang sepertinya menganggap bahwa pemerintah tidak cukup sensitif terhadap penderitaan rakyat.
Sikap keras penolakan terhadap pemerintah SBY karena kinerja kabinet yang dianggapnya buruk, ditunjukkan oleh para mahasiswa di berbagai kota, dari wilayah Barat hingga Timur negeri ini dengan melakukan ‘turun ke jalan’. Hampir bisa dipastikan bahwa aksi ini bukanlah kelanjutan sikap para tokoh nasional di acara Muhamdiyah, namun jelas bahwa nafas penolakan yang terhembus dari ruang para tokoh tersebut pasti terasa bagai angin segar penambah semangat mahasiswa untuk bersuara.
Tidak adanya solusi masalah yang seringkali dijadikan alasan para pemangku kebijakan dan para pendukungnya untuk melecehkan aksi mahasiswa, jelas tuntutan yang tidak proporsional dan ahistoris karena kewajiban mahasiswa memang bukanlah pembuat kebijakan namun sikap kritis dan pedulli dari mahasiswa yang ditunjukkan dengan aksi demo tentulah sudah melalui kajian sosial kritis melalui berbagai diskusi dengan berbagai pihak, baik internal kampus maupun eksternal, yang meskipun mungkin tidak sampai pada tataran penelitian. Dan, hal yang sungguh menyakitkan bagi para mahasiswa adalah seringnya tuduhan bahwa selalu ada dalang atau aktor intelektual di luar kampus, dibalik setiap aksi.
Selamat berjuang kawan, teruslah bersikap dan berpikir kritis tentang nasib bangsamu. Kampus bukan menara gading.