Judul buku: The Outsider
Judul asli: L’Étranger atau The Stranger
Penulis: Albert Camus
Tebal buku: 164 halaman
Penerbit: Liris
Tahun: 2010
Novel berukuran buku saku dan tergolong tipis namun padat dengan pesan filosofis ini adalah karya seorang pemikir kritis dari mazhab Frankfurt, yang belajar filsafat di University of Algiers dan dikenal sebagai tokoh eksistensialis yang memenangkan Hadiah Nobel untuk bidang Sastra 1957. Bahasa asli novel ini adalah Perancis, diterbitkan pertama kali tahun 1942, merupakan tulisan terbaik dari Albert Camus (Wikipedia). Novel lainnya yang banyak beredar dan dibaca para mahasiswa di Indonesia tahun 80an adalah Sampar (La Peste).
Tokoh utama dalam novel ini adalah Mersault, seorang pemuda Perancis, yang dingin tanpa emosi dan cenderung anti-sosial.
Bagian pertama buku dimulai dengan cerita tentang Meursault yang mendapatkan berita bahwa ibunya, yang tinggal di panti wreda, telah meninggal. Dia turut menghadiri prosesi pemakamannya tapi tidak menunjukkan emosi kesedihan seperti lazimnya anak yang ditinggal mati ibunya. Bahkan, ia tidak menginginkan untuk melihat jenazah ibunya sebelum peti ditutup, justru sebaliknya menikmati rokok dan kopi panas di sebelahnya. Tetap tanpa ekspresi kesedihan, ia mengamati para rekan ibunya yang menampakkan kesedihan namun menggelikan menurutnya, “untuk sesaat kutangkap kesan menggelikan seolah mereka akan menghakimiku”.
Dua hari berikutnya, ia sudah menikmati kegembiraan bersama Marie, rekan kerjanya, berenang dan tidur bersama tanpa kesan bahwa baru saja kehilangan seorang ibu. Sikap yang menurut masyarakat umum sebagai ketidak-pedulian sosial inilah yan nantinya turut menjadi pertimbangan untuk menghukumnya lebih berat. Absurd….
Tentang perkawinan, Meursault bersikap dingin dan menganggapnya bukan hal yang serius. Hal ini muncul dalam pikirannya ketika ditanya oleh Marie “Lantas kenapa mau menikahiku?” “Jika menginginkan, kita bisa menikah” jawabnya.
Beberapa hari berikutnya, Meursault setuju untuk memberi bantuan pada temannya, Raymond, untuk membalas dendam terhadap perempuan pujaannya yang dianggapnya sudah berselingkuh meskipun kebutuhan finansial sudah banyak diberikannya. Bantuan yang dibutuhkan adalah membuatkan surat undangan untuk sang perempuan supaya dapat bertemu lagi, bercinta dan memukulnya sebagai ungkapan balasdendam.. Meursault tidak menunjukkan rasa khawatir atau empati bahwa pertolongannya bisa mengakibatkan cedera pada perempuan itu. Dan benar, akhirnya wanita itu datang, bercinta dan disiksa. Meursault mendukung Raymond dihadapan polisi dengan alasan bahwa perselingkuhan adalah pengkhianatan dan pantas dihukum. Raymond bebas dengan peringatan.
Saudara laki-laki perempuan itu, bersama-sama dengan beberapa temannya mulai menguntit Raymond untuk balas dendam. Ketika Raymond, Meursault dan Marie berakhir pekan di villa tepi pantai, mereka bertemu dan terpaksa berkelahi dengan para lelaki tersebut hingga tangan Reymond terluka oleh pisau mereka..
Meursault kembali seorang diri berbekal pistol milik Raymond ke pantai dan menemui seorang dari musuhnya. Karena cuaca yang sangat panas, Meursault merasa disorientasi hingga ketika sang lawan mengancam dengan pisaunya, ia menembaknya sekali dan mati, lalu menembaknya lagi empat kali. Tak ada satu alasanpun kenapa dia menembaknya, kecuali hanya karena cuaca panas menyengat dan sinar matahari yang sangat cerah.
Bagian Kedua mulai dengan cerita tentang sikap Meursault yang merasa tidak membutuhkan pengacara untuk dirinya, meskipun pada akhirnya pengadilan menyediakannya untuknya. Di persidangan Meursault selalu tampil diam dan pasif memberikan kesan tidak merasa bersalah sehingga jaksa penuntut lebih fokus pada ketidak kemampuan emosional Meursault yang tidak merasa sedih saat pemakaman ibunya, daripada soal pembunuhan. Jaksa berusaha memaksanya untuk mengatakan kebenaran perasaannya namun gagal, sebaliknya Meursault menerangkan pada pembaca bahwa selama hidupnya ia tidak pernah merasakan penyesalan atas semua tindakan yang dilakukannya. Jaksa penuntut akhirnya berkesimpulan bahwa Meursault adalah monster yang tidak berperasaan dan pantas mendapatkan hukuman mati. Walaupun pembela berharap hukuman akan lebih ringan namun hakim memutuskan bahwa Meursault akan dihukum penggal di depan publik.
Sementara menunggu eksekusi, di penjara Meursault bertemu dengan pendeta, namun menolak untuk berpaling kepada Tuhan, karena menurutnya itu hanya akan membuang waktu saja. Meursault marah karena paksaan sang pendeta untuk merubah sikap atheisnya, dan meledak karena rasa frustasi pada absurditas kondisi manusia dan penderitaannya atas ketidak-berartian keberadaannya. Pada akhirnya, ia menangkap ketidak-pedulian alam semesta terhadap manusia, “seolah-olah kemarahan itu telah membersihkanku, menghilangkan harapan, untuk pertama kalinya pada malam itu dalam cahaya bintang, aku membuka diri pada ketidak-pedulian semesta. Aku bahagia dan berharap akan banyak yang hadir untuk melihat eksekusi terhadapku dengan teriakan benci”.
Pak Anang, bolehkah saya tahu dimana saya bisa mendapatkan buku versi indonesianya? tolong pak anang, karena ini berhubungan dengan skripsi saya. please contact me at my e-mail.
Grace, buku ini saya beli 1 tahun yll di Gramedia Grand Indonesia, Jakarta, di rak buku paling belakang. Semoga masih tersedia dan cepat lulus ya.