Liberalisasi ekonomi China dg jargon ‘Capitalism with Chinese Characteristic’ bermuara terjungkalnya Zhao Ziyang di Tiananmen.
Judul: Prisoner Of The State, The Secret Journal Of ZHAO ZIYANG
Tebal buku: 331 halaman
Penerbit: Simon and Schuster
Tahun: 2009
Buku ini merupakan penulisan ulang journalistik suara (audio journal), yang dibuat sendiri oleh Zhao Ziyang pada tahun 2000, sebanyak 30 kaset dan masing-masing berdurasi 60 menit, saat di ‘tahanan rumah’ dan diselundupkan keluar melalui sahabat-sahabatnya. Menurutnya, audio journal ini dimaksudkan sebagai rekaman sejarah, khususnya saat kekacauan Peristiwa Tiananment. Beberapa saat setelah wafatnya, satu set kaset rekamannya (original copy) ditemukan di ruang main cucunya.
Zhao menghabiskan hidupnya selama 16 tahun dalam tahanan rumah sejak peristiwa Tianmen dan tidak pernah lagi bertemu dengan Deng Xioping hingga wafatnya, 2005.
Meskipun hanya bercerita dalam kurun waktu tiga tahun sebelum kejatuhannya, namun memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan di puncak kekuasaan Partai Komunis Cina yang selama ini sangat tertutup, bahkan untuk masyarakat China sendiri. Dengan jelas Zhao menceritakan tentang kekuasaan para pejabat partai, intrik politik, faksi dalam partai, praktek pemerintahan, implementasi dari ideologinya dan tentu saja resiko para anggota partai yang berkeinginan melakukan perubahan secara Liberal.
Menurut editor buku dalam Kata Pengantarnya, sistematika penyajian tidak sepenuhnya mengikuti urutan rekaman kaset, dimaksudkan untuk menghilangkan repetisi dan mempermudah pembacaan, namun tetap saja di beberapa bagian terjadi pengulangan dan lompatan waktu kejadian. Ada enam bab besar, dimulai dengan saat Peristiwa Pembantaian Tiananmen sebagai alasan utama runtuhnya kekuasaan Zhao Zhiyang, dilanjutkan dengan bab-bab tentang konflik politik di pucuk pimpinan PKC tentang reformasi ekonomi politik yang bermuara pada peristiwa Tiananmen hingga jatuhnya Zhao Zhiyang sebagai lokomotif reformasi. Masing-masing bab besar dibagi lagi dengan bab-bab kecil.
Dalam Kata Pengantar, sang editor bercerita sedikit tentang sejarah Zhao yang mulai ‘terlihat’ ketika sukses memimpin partai di Guangdong, 1965, dan sabagai salah satu korban Revolusi Kebudayaan, dia harus bekerja di pabrik mesin di provinsi Hunan bersama seorang anaknya (dari lima anak) dan tinggal di apartemen kecil dengan kopor di ruangan tengah sebagai meja makan. Mao telah merehabilitasinya dan menempatkannya sebagai pimpinan partai di Mongolia. Cerita sukses Zhao memimpin di berbagai daerah, termasuk provinsi Sichuan, 1975, membuatnya dikenal dengan ungkapan “yao chi liang, zhao Ziyang” (bila anda ingin makan, carilah Ziyang).
Aktor-aktor penting yang terlibat dalam intrik politik tentang Reformasi China adalah Chen Yun (arsitek ekonomi Cina dimasa Mao dengan program ‘Five-Year Plan System’nya, Li Xiannian (senior yang membantu Zhou Enlai dalam Cultural Revolution), Li Peng (Perdana Menteri, pengganti Zhao) di sisi oponen dan Zhao Ziyang, Hu Yaobang (Sekjen PKC yang dilengserkan Deng, digantikan Zhao) dan Deng Xioping di sisi Reformis.
Ada pertentangan pendapat tentang penyebab ekskalasi demonstrasi mahasiswa 1989, pertama, versi partai, adalah pidato Zhao (SekJen Partai) di forum Asian Development Bank, 26 April 1989, yang memberi ‘angin’ terhadap mahasiswa dengan pernyataannya bahwa mahasiswa tidak anti sistem, melainkan tidak puas terhadap pemerintah karena banyaknya kasus korupsi. Kedua, versi Zhao, pernyataan Deng yang didukung Li Peng (Premier) bahwa mahasiswa telah anti Partai dan anti sosialis.
Menurut Zhao, aksi mahasiswa yang dimulai April 1989 saat pemakaman Hu Yaobang, sebetulnya dipicu rasa hormat terhadap simbol Reformis, Hu Yaobang, yang juga dianggap bersih dari korupsi, kemudian rasa kecewa karena pelengserannya dari posisi Sekjen PKC dan penghentian program reformasi setelah jatuhnya Hu, 1988. Usaha Zhao untuk dialog dengan demonstran selalu mendapat halangan, bahkan sabotase dari kelompok oponen reformasi, Li Peng dkk.
Situasi politik yang sangat genting (dengan gamblang diceritakan dalam Bab 1) di internal puncak partai tentang penanganan demonstrasi yang semakin membesar (ratusan ribu) antara Zhao Ziyang (cara dialog) yang tidak banyak pendukung dengan kelompok oponen reformasi, Li Peng dkk. (cara penangkapan), akhirnya membuat Deng Xioping, sebagai pimpinan Pusat Badan Penasihat (Central Advisory Commision) dan anggota Politbiro Standing Commitee, yang mempunyai kekuasaan sangat tinggi, meskipun tidak duduk dalam struktur pemerintahan, memutuskan bahwa motif demonstrasi adalah Anti Partai dan Anti Sosialisme seperti yang dilansir koran People’s Daily 26 April 1989, dan aparat keamanan perlu dikerahkan untuk memadamkan demonstrasi karena negara sudah dalam keadaan darurat. Li Peng (Perdana Menteri), Yang Shangkun (Presiden) dan Qiao Shi ditunjuk sebagai tim pelaksana. Seperti kita tahu, akhirnya banyak korban berjatuhan dalam peristiwa ini.
Dengan keputusan Deng tersebut maka ini berarti keruntuhan Zhao Zhiyang, yang sejak saat itu dirumahkan, tanpa proses peradilan yang sesuai dengan peraturan partai, dan tidak pernah lagi bertemu dengan Deng (wafat Feb 1997), hingga wafatnya 2005.
Tentang Reformasi Ekonomi, atas ide Deng dan dimulai oleh Hu Yaobang (Sekjen Partai), banyak sekali terobosan politik dan kebijakan yang telah dilakukan Zhao seperti Pertanian berbasis keunggulan daerah, Zona Ekonomi Khusus (Shenchen, Zhuhai dan Xiamen) dll., meskipun terus ditentang para oponen senior partai. Reformasi ini juga mengakibatkan jatuhnya Hu Yaobang, SekJen PKC (menurut Zhao karena terlalu progresif), karena dianggap melawan prinsip “The Four Cardinal Principles” (jalan sosialis, diktatorial demokrasi rakyat, pimpinan PKC dan ajaran Marxist, Leninist, Mao) dan menyebabkan masuknya pemikiran liberal pada para intelektual partai, sehingga Deng merasa perlu untuk mengadakan kampanye ‘Anti-Spiritual Pollution’. Perlindungan dan dorongan Deng lah yang menyebabkan Zhao tetap bisa bertahan dengan program Reformasi Ekonominya.
Di akhir bukunya, Zhao menyebutkan bahwa Deng ternyata tidak sungguh berharap adanya Reformasi Politik (modernisasi dan demokrasi), melainkan hanya reformasi ekonomi yang disebutnya sebagai ‘Capitalism with Chinese Characteristic’. Reformasi politik yang dimaksudkan Deng dan baru disadari Zhao dalam tahanan rumahnya ternyata hanyalah reformasi administrasi, yaitu pemisahan antara Partai dan Pemerintah, tapi tetap menolak pemisahan eksekutif, legislatif, yudikatif yang menurutnya adalah bagian dari demokrasi borjuis yang menjadi monopoli para pemilik kapital. Setiap kali Deng bicara reformasi politik, selalu diikuti dengan anti-liberalisasi dan penguatan diktatorial demokrasi rakyat (PKC) sebagai senjata pamungkas yang tak tergantikan untuk menjaga stabilitas politik.
Membaca buku ini sampai akhir serasa membaca novel politik yang kejam tersamar dengan bungkus ‘demi rakyat’ yang penuh dengan jargon-jargon ‘kiri’ yang menggairahkan dengan tokoh utama sebagai korbannya, Zhao Ziyang.