Lampu kabin Garuda F890 tujuan Beijing dimatikan untuk takeoff dari bandara Soeta pada pukul 21:23. Pilot mengumumkan bahwa akan membutuhkan waktu selama 7 jam untuk sampai di bandara Beijing, China. Tepat 5:30 waktu Beijing, Garuda GA890 mendarat.
Hari ke-1
Bandara Beijing
Di restroom bandara, kami semua mulai mengenakan longjon (pakaian dalam panjang dari kaki hingga leher) dibawah kaos panjang dan jaket tebal, untuk menghadapi udara dingin akhir Desember -5C, sebelum keluar melewati imigrasi dan mengambil bagasi.
Sambil menunggu datangnya bus penjemput, kami sempat sarapan di Kentucky dengan menu burger ikan bersaus manis (rasa bebek goreng Duck King, jakarta). Pukul 7:30 tour bus mengangkut kami ber18 menuju Summer Palace. Jalan serasa masih subuh, matahari belum muncul, berkabut dan sedikit macet. Pohon berbatang kecil, 15-20 cm diameter, tumbuh rapi di sebelah kanan/kiri jalan tol, meranggas daunnya, kecuali pohon pinus yang daunnya mampu bertahan, terlihat hijau. Cerobong tinggi berasap putih beberapa terlihat jauh di sebelah kiri jalan, dilingkungan apartemen, untuk keperluan penghangat ruangan.
Terlihat Ocean Crown di sebelah kanan jalan, seberang Dingchun De Hotel, merupakan kawasan pertokoan mewah yg menjual barang2 branded luar negeri. Tak lama bus melewati Anhui Bridge flyover dan Olympic stadium terlihat di sebelah kanan.
Nissan, Hyndai, Peogeot, Toyota, VW, Jeep, Audi, Honda, Ford, KIA, Buick tampak mendominasi jalanan, lebih banyak daripada mobil produksi China, bahkan sekali-kali terlihat Porsche melintas cepat. Taksi banyak menggunakan produk Korea, Hyundai Elantra, namun sempat juga terlihat taksi bermerk VW.
Summer Palace, tempat tinggal kaisar China terakhir, Puyi berada di seberang Danau Kunming yang membeku jadi hamparan putih salju. Suhu udara terasa sangat dingin, -5C. Sarung tangan kulit hitam terasa tertembus udara dingin dan badan terpaksa terus bergerak mencoba mempertahankan hangat, meskipun pekaian berangkap tiga, topi, tutup telinga sudah melindunginya. Beberapa perempuan berusia lanjut melakukan senam pagi diiringi musik dari tape yang dipasang di pinggir danau.
Topi bulu bertutup telinga, sarungtangan dan tutup telinga adalah barang-barang yang biasa dijajakan di tempat-empat obyek wisata China. Pemandu wisata kami berkali-kali mengingatkan untuk tidak memegang barang dagangan bila memang tidak bermaksud membelinya karena seringkali mereka minta dibayar dengan alasan tamu merusakkan dagangan mereka setelah mencoba memegang dan tidak membelinya. Pemerasan.
Freesky Pearls adalah industri perhiasan mutiara air tawar milik pemerintah China, biasa menjadi obyek wisata yang ditawarkan oleh agen travel. Disini, mereka menunjukkan bagaimana membuka kerang mutiara hasil peternakan sebesar lebih dari telapak tangan orang dewasa dan menunjukkan isinya, 25 butir mutiara kecil, berwarna merah muda. Bubuk mutiara dijualnya sebagai supelman pemutih kulit dan butir mutiara sebagai perhiasan wanita juga dijual dengan berbagai desain bercampur emas dan perak yang menarik.
China juga dikenal dengan produksi kain sutra, yang pada awalnya berada di sungai Kunming dan sungai Yangtze. Beijing Dizhen Silk Productions Co. Ltd. adalah industri kain sutra yang sempat kami kunjungi, yang memproduksi kain untuk bahan pakaian dan perlengkapan tempat tidur dengan merek dagang Royal Silk. Satu bedcover ukuran 180×200 cm seharga RMB 5000 dengan bonus satu sarung bedcover, empat sarung bantal dan selimut lipat yang semuanya berbahan sutra. Harga produk sutra didasarkan pada berat total kain sutra, bukan lebar. Satu hal yg menarik adalah satu kepompong bisa menghasilkan 1400 m benang sutra. Kain sutra untuk bedcover, selimut, pakaian ditawarkan dengan motif bermacam-macam.
Hari ke-2
Dalam perjalanan menuju Great Wall, kami sempat mampir ke industri perhiasan batu giok. Perhiasan dan produk seni patung dari yang bernilai puluhan hingga ribuan Yuan tersedia di sini. Perhiasan yang mahal, selain karena kualitas batu Gioknya yang bagus, juga bisa karena nilai emas/perak dan desainnya yang memang mahal. Batu Giok yang bagus, menurut sang penjual, adalah bila bersuara nyaring bila terkena benda padat lainnya. Ini dibuktikan dengan cara meminta kami memilih gelang Giok yang palsu dari empat buah yang tersedia. Semua terlihat mirip, berwarna hijau muda, namun berbeda bunyi saat dibenturkan dengan gelang lain. Dan yang palsu tidak berbunyi nyaring. Banyak sekali wisatawan Indonesia terlihat di tempat ini, selain dari Malaysia dan Rusia.
Pintu Great Wall tempat kami mendaki adalah Juyongguan (40 17′ 33,53″N 116 3′ 54,97″E), yang juga dikenal dengan nama Badaling, berada di sebelah utara Beijing. Great Wall di Juyong ini dulu dimaksudkan untuk melindungi ibu kota China Beijing (dulu disebut Peking) dari serangan kaum nomaden dari utara (wilayah Mongol).
Beberapa bagian Great Wall sudah dibangun pada abad ke-5 SM dan diperbaiki kembali hingga abad ke-6 SM, dan yang terkenal adalah buatan 220-206 SM oleh dinasti pertama China, Qin Shi Huang. Hanya sedikit bagian tersisa. Sebagian besar Great Wall yang tersisa sekarang ini adalah peninggalan dinasti Ming. Total panjang dinding pengaman adalah 8.850 km, terdiri dari 6.250 km dinding batu (Great Wall), 350 km paritan dan 2.250 km adalah pelindung natural seperti bukin dan sungai.
Bagian dinding utara ini, Juyongguan, dibuat dengan bahan batu dan batu bata, berdimensi 7,8 m tinggi dan 5 m lebar. Masih ada enam pintu lainnya dari Great Wall ini.
Hari ke-3
Lapangan Tiananmen adalah obyek wisata yang paling menarik karena nilai sejarah yang sangat saya pahami, dimana memakan ratusan korban mahasiswa (ada yang mengatakan ribuan) akibat tembakan dan serbuan tank Tentara Merah, dan ‘jatuh’nya ex PM Jiang Zemin di jaman Deng Xioping 1989, dimulai dari lokasi ini. Jejak-jejak peristiwa Tiananmen ini masih banyak bisa dilihat di Youtube. Banyak tentara bermantel hijau, lengkap dengan sepatu boot, sarung tangan dan topi bersimbol bintang merah, berjaga-jaga di sekitar lapangan dan paling banyak terlihat di bawah foto Mao Zedong, di pintu gerbang Forbidden City. Musium Nasional dan Gedung DPR yang membatasi Tiananmen juga dijaga oleh Tentara Merah.
Forbidden City, sebagai istana raja hanya sempat kami lewati hingga Pintu Gerbang ke-3, dilanjutkan dengan menumpang kereta kecil berpenumpang 8 orang mengelilinginya. Mao Zedong memproklamirkan RRC dari atas gerbang Forbidden City untuk menunjukkan kekuasaannya atas kaum feodal para dinasti.
Sore hari, kami mengunjungi Yashow market, yang dikenal sebagai pasar murah bagi para wisatawan yang pandai menawar. Kain sutra, barang-barang ‘branded’, elektronik, t-shirt dan berbagai pernak-pernik untuk oleh-oleh, semua tersedia di sini. Sementara ibu-ibu beredar dalam gedung besar berlantai 5 ini, para cowok beredar di mall besar sebelahnya yg banyak menjual produk fashion dan sport dari luar negeri, juga Apple computer, tak lupa nongkrong di Starbuck, nyeruput kopi latte sambil tetap tubuh terbungkus rapat karena dingin menggigit tulang. Jam 7 malam para ibu berkumpul di coffee cafe sebelah yashow market dengan koper memenuhi hampir setengah lantai dan siap cabut untuk makan malam dan kembali ke hotel.
Hari ke-4
Jam 6 pagi, kami checkout dari hotel menuju bandara untuk terbang ke Jakarta menggunakan pesawat Garuda GA-891 yang akan takeoff 09:00. Tidak banyak toko dan hanya satu coffee shop terlihat. Yang tidak biasa terlihat adalah, toko-toko barang merk luar negeri di bandara ini tidak menyediakan tas/kantong pembungkus dari produsennya, tetapi semua toko hanya menyediakan kantong yang sama/seragam berbahan kertas dengan label China.
Lain-lain
Selama tiga hari itu, kami kembali ke Holiday Inn hotel setelah jam 8 malam. Selama musim dingin, hanya heater tersedia di kamar, bukan AC. Hotel bagus, bersih dan tersedia wifi sampai di kamar, lumayan bisa internet dan chatting berblackberry.
Makanan yang disediakan di resto-resto tempat makan siang/malam, yang disediakan oleh pihak Garuda, umumnya mempunyai citarasa yang sama (rasa bebek Duck King). Teri kering yang kami bawa, jauh lebih menambah nafsu makan. 🙂
Tidak satupun buku sempat dibeli dalam jalan-jalan kali ini karena toko buku kecil di komplek pertokoan sekitar Yashow market dan di bandara Beijing, hanya sedikit sekali menjual buku berbahasa Inggris.
Polisi sangat jarang terlihat di manapun kami berada kecuali dalam mobil patroli lalu-lintas, sebaliknya tentara berseragam hijau sering terlihat berjaga di depan kantor-kantor pemerintah dan selalu menolak untuk difoto.
Namun secara keseluruhan, saya puas karena telah mengunjungi ibukota negara Tirai Besi, Beijing dan melihat Warisan Dunia Great Wall dan saksi bisu peristiwa Tiananmen.
Mindset bahwa negara Komunis akan menyengsarakan masyarakatnya perlu pelan-pelan dipertanyakan. Hanya satu pengemis tua terlihat selama beredar di Beijing 3 hari.
Tinggalkan Balasan