Tahun 1992 berbagai negara menghadiri United Nations Earth Summit di Rio, Brazil, untuk menandatangani United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), sebuah dokumen yang akan menjadi dasar bagi semua perundingan tingkat dunia tentang perubahan iklim. Pada tahun yang sama, North American Free Trade Aggrement juga ditandatangani, dilanjutkan dengan perundingan WTO yang semakin mantap posisinya sebagai institusi perdagangan dunia yang wajib dipatuhi para anggotanya. Tahun 1997, Kyoto Protocol, sebagai kesepakatan bersama negara-negara di dunia untuk mengurangi emissi, mulai diadopsi. Dua hal besar inilah yang saat ini sedang terus berjalan secara paralel, perdagangan antar negara yang semakin tak ‘berbatas’ dengan produksi emissi yang melewati batas-batas geografi dan komitmen pengurangan emissi oleh negara-negara di dunia. Prioritas pilihan yang lebih mengutamakan tidakan pada pada Pengurangan Emissi (Perubahan Iklim) adalah tujuan dari buku ini. Kompilasi informasi dari penelitian, fakta di lapangan, opini para penggiat Perubahan Iklim, hasil perundingan tingkat dunia dalam hal perubahan iklim dan Perdagangan Dunia serta opini Klein sendiri yang mengarah pada perlunya tindakan pengurangan emissi sehingga tidak menyebabkan temperatur udara melebihi 2°C, memenuhi buku ini.
Keadilan Global tentang perubahan iklim ini masih menjadi isu besar di berbagai forum perundingan pembiayaan pengurangan emisi CO2. Negara-negara industrialis yang sudah menikmati hasil dari penggunaan bahan bakar fosil sejak Revolusi Industri sudah seharusnya menanggung beban kewajiban jauh lebih besar daripada negara-negara sedang berkembang atau miskin.
‘Buy Local’ dan ‘Hire Local’ adalah slogan Ontario, Canada yang sangat ampuh ditahun 2012 ketika sukses mengurangi pembangkit listrik bertenaga batubara (sisa satu powerplant) dan beralih ke solar cell, untuk mendukung Green Energy. Sayangnya, regulasi WTO berdasarkan konsep ‘national treatment’ menganggap Canada melakukan ‘proteksi’ sehingga ‘buy local’ terpaksa harus kalah dengan produk import dari China. Dari sisi penggiat Perubahan Iklim, aturan-aturan WTO jelas mengalahkan usaha PI untuk membatasi kenaikan temperatur udara tidak meningkat lebih dari 2°C.
Regulasi kerjasama perdagangan dunia ataupun bilateral masih banyak dipermainkan oleh negara2 maju. AS melakukan protes terhadap India dan China karena barang2 produksinya tidak bisa masuk ke negara2 tersebut berhubung adanya proteksi. ‘Tar sand’ Canada yang dianggap tidak ramah lingkungan oleh para pecinta lingkungan dan tidak layak ekspor ternyata bisa ‘diatur’ kerjasama perdagangannya antara Uni Eropa dan Canada. Demikian juga dengan ‘shale oil’ AS yang diproduksi dengan cara ‘fracking’ dan dianggap tidak ramah lingkungan inipun lolos untuk keperluan ekspor ke Uni Eropa. Belum lagi, upaya industri migas AS untuk melindungi kepentingannya melalui lobi-lobi politik di DPS/Senat.
Sistem akutansi emissi saat ini dibangun sebelum era perdagangan bebas, sehingga masih belum banyak menunjukkan keadilan global, dengan tidak memperhitungkan sama sekali banyaknya perubahan berkenaan dengan bagaimana dan dimana barang-barang itu diproduksi. Lalu, siapakah yang bertanggungjawab terhadap emissi yang diakibatkannya, lokasi fabrikasi ataukah negara tempat pemilik berada; kemudian bagaimana produk yang sudah beralih tempat melalui transportasi darat dan laut yang juga banyak menyumbang emissi karbon akibat bahan bakar fosil yang dipergunakannya? Masih banyak hal yang belum selesai.
Industri ekstraktif bukanlah satu-satunya target penyebab polusi yang harus membayar (polluter pays principle). Militer AS ternyata pengkonsumsi bahan bakar fosil terbesar di dunia. Pada tahun 2011, Departemen Pertahanan AS menyatakan bahwa paling sedikit 5,6 juta metrik ton CO2 ekivalen ke atmosfer, lebih banyak dari total emissi Exxon dan Shell di AS.
Walaupun beberapa penghasil minyak terbesar dunia sudah rebranding dengan slogan renewable energy (BP, Chevron, Shell, Exxon) namun kenyataannya hanya mengeluarkan biaya sangat minimum untuk keperluan produksi energi bersih, bahkan Shell dan Chevron hanya investasi 2,5% dari total biaya untuk itu.
Menurut Klein, dari hasil studi menunjukkan bahwa emisi methan yang dihasilkan oleh proses fracking sedikitnya 30% lebih tinggi daripada emisi methan yang dihasilkan oleh gas konvensional. Ini karena proses fracking bisa menyebabkan kebocoran di tahap produksi, pengilangan, penyimpanan dan distribusi. Methan adalah gas rumah kaca yang sangat berbahaya karena 34 kali lebih efektif dalam menjebak panas (rumah kaca) dibanding CO2.
Tahun 2013, industri migas AS menghabiskan hampir $400.000 per hari untuk keperluan lobby Congress dan pejabat pemerintah. Juga membelanjakan $73 Juta dalam kampanye Federal dan donasi politik selama pemilihan umum 2012.
Perdagangan Polusi
Ketika berbagai negara sedang melakukan perundingan tentang kesepakatan iklim internasional, yang kemudian menjadi Kyoto Protocol, ada banyak konsensus tentang persetujuan yang harus dicapai. Yang kaya, atau negara-negara industri harus bertanggungjawab atas emissi yang telah dilakukannya selama ini dengan cara membatasi jumlah emissinya dalam jumlah angka yang pasti dan kemudian secara sistematik mulai menguranginya. Uni Eropa dan negara-negara sedang berkembang berasumsi bahwa mereka harus segera mempersiapkan diri untuk membuat regulasi yang ketat di negara masing-masing, misalnya dengan membuat pajak karbon dan mulai antisipasi terhadap energi terbarukan.
Pemerintahan Clinton justru memberikan proposal alternatif, yaitu membuat model sistem perdagangan karbon internasional yang dapat membatasi dan memperdagangkan karbon untuk mengatasi hujan asam. Artinya, alih-alih secara langsung mewajibkan semua negara industri untuk mengurangi emissi gas rumah kaca dalam jumlah yang pasti, justru memungkinkan untuk melakukan polusi lebih banyak dengan cara membeli ‘perangkap’ emissi dari negara-negara yang tidak membutuhkannya. Jelas, AS sangat berkepentingan dan antusias dengan proposal ini.
Sikap AS ini sangat mengecewakan Uni Eropa, khususnya Perancis dimana Dominique Voynet selaku Men LH menyebut proposal AS ini ‘radically antagonistic’, yang menghalangi upaya penanggulangan krisis perubahan iklim. Demikian juga dengan sikap Angela Merkel, yang kemudian menjadi Men LH Jerman, menganggap proposal AS ini hanya akan menguntungkan negara-negara industri.
Konsekwensi dari regulasi global tentang Perdagangan Karbon, bahwa walaupun sebuah pabrik yang dianggap sebagai sumber polusi udara yang tinggi sekalipun, bila telah menggunakan suatu peralatan atau rekayasa teknik sehingga mampu mencegah emissi ke atmosfer maka dapat diklasifikasikan sebagai ‘green development’ dalam regulasi badan PBB.
Beberapa bukti di India dan Tiongkok menunjukkan bahwa industri coolant memproduksi produk sampingan secara sengaja, berupa gas yang tidak ramah lingkungan, HFC-23. Dengan menambahkan beberapa peralatan murah maka HFC-23 dapat ditangkap sehingga tidak mencemari udara. Mereka telah menghasilkan puluhan juta dollar dari kredit emisi setiap tahun.
Konsekwensi lain dari adanya Perdagangan Karbon adalah munculnya pelanggaran HAM terhadap para petani tradisional atau masyarakat adat yang tidak lagi bisa mencari kehidupan di hutan seperti sebelumnya, dengan alasan hutan telah dicadangkan sebagai perangkap karbon dalam sistem Perdagangan Karbon global. Ini banyak terjadi di Brazil, bahkan isunya sudah mulai juga terjadi di beberapa perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Korban pembunuhanpun sudah terjadi di Honduras pada tahun 2013 karena adanya larangan berkebun di wilayah adatnya berhubung sudah dicadangkan untuk mendapatkan Kredit Karbon.
Dalam upayanya untuk melindungi hak para perusahaan multi nasional untuk dapat melakukan polusi ke atmosfer, berakibat pada hilangnya kesempatan para petani untuk dapat hidup dalam damai.
‘It’s easier to pick the fruit, than dig up the roots’ adalah ungkapan yg tetap untuk menyatakan bahwa daripada menghentikan upaya para pengusaha multi nasional melakukan polusi udara melalui para politisi negara industri, lebih mudah melakukan larangan terhadap masyarakat adat dan lemah di negara sedang berkembang atau miskin untuk mencari penghidupan di wilayahnya (low-hanging fruit).
Kesimpulan Klein
Kapitalisme Global telah menyebabkan pengurasan (deplesi) sumberdaya alam . Berbagai protes dari kelompok aktifis lingkungan, masyarakat adat dan gerakan masyarakat sipil lainnya, menjadi hambatan mesin ekonomi yang cenderung tumbuh cepat tak terkontrol.
Hanya gerakan massa yang dapat menyelamatkan kita, karena kita tahu kemana arah sistem yang ada sekarang ini menuju. Kita juga tahu bagaimana sistem saat ini akan menyebabkan bencana, dengan gejala pengambilan keuntungan besar-besaran, peningkatan barbarisme yang signifikan dan pemisahan antara yang kalah dengan pemenangnya. Harus ada suatu kekuatan penyeimbang, yaitu kekuatan massa yang terus membanjiri dan mampu menutup jalan ke arah bencana global dan mengalihkannya ke arah yang jauh lebih aman. Bila hal ini terjadi maka ‘this changes everything’.
Mengingat emisi terus bertambah, setiap tahun gas rumah kaca masih terus kita produksi lebih banyak dari tahun sebelumnya sehingga akan mempertinggi suhu permukaan bumi bagi generasi mendatang…
Kritik
Ada dua hal utama yang menjadi pokok bahasan dalam buku ini yaitu:
- Ketidakadilan global yang lebih dikuasai oleh negara maju dengan menggunakan alat regulasi perdagangan dunia (WTO dan sejenisnya) dan perdagangan antar negara (B2B).
- Perubahan Iklim yang disebabkan oleh industri ekstraktif.
Dari dua hal tersebut di atas, Klein berpendapat bahwa negara maju sangat terlibat sebagai penyebab kedua hal tersebut terjadi; sedangkan negara sedang berkembang yang telah dirugikan dalam hal sistem pembayaran Kredit Karbon ternyata juga terlibat dalam menyumbang emissi CO2 melalui industri ekstraktifnya. Dengan sistem Kredit Karbon, negara miskin dan sedang berkembang yang kaya hutan tropis, hanya akan menjadi tempat pembuangan sampah emissi yang diproduksi negara maju.
Klein tidak konsisten dalam menulis judul dengan isi bukunya. Dalam suatu video diskusi di Vancouver Institute, Canada tentang buku ini, ada suatu pertanyaan muncul dari peserta diskusi: “kalau bukan kapitalis, lalu apa pilihannya?”. Klein tertawa dan menjawab bahwa sosialispun bukan pilihan karena banyak negara di Amerika Latin dan Russia juga masih didominasi industri ekstraktif. Dan jawaban ini juga tertulis dalam bukunya. Ini menimbulkan dugaan bahwa yang dibidik oleh Klein sebenarnya adalah Kapitalisme, sedangkan alatnya adalah Ekstraktifisme berslogan Climate Change. Mengingat industri ekstraktif sudah melewati batas ideologi, maka menjadi absurd bila kecaman hanya diarahkan pada kapitalisme. China dan India yang bukan berideologi kapitalisme bahkan diramalkan oleh Geoff Hiskock, dalam bukunya ‘Earth Wars’, sebagai ‘pemenang’ kepemilikan sumberdaya alam mineral dan batubara dunia di tahun 2050. Buku Klein sebelumnya ‘Shock Doctrine’ juga memusuhi kapitalisme, maka tidak heran bila buku inipun punya agenda yang sama. Climate Change dalam buku ini memang berhubungan dengan industri ekstraktif, tapi tidak secara khusus menunjukkan adanya korelasi dengan hanya negara kapitalis. Atau, negara-negara yang dominan dengan industri ekstraktif memang selama ini sudah bersifat kapitalistik?
‘This changes everything’ bukanlah buku sains melainkan kompilasi informasi dari berbagai sumber berkaitan dengan Climate Changes, baik dari sumber penelitian sains, bisnis, sosial maupun opini penulisnya. Alih-alih menuliskan tentang informasi sains yang akurat tentang proses atau fakta geologi dari fracking/shale gas yang dianggap sebagai penyumbang besar emissi CO2, atau formula perhitungan perdagangan karbon antar negara yang potensial menyebabkan ketidakadilan global; Klein malah banyak menuliskan ajakan dengan kalimat yang tegas untuk melakukan aksi anti industri ekstraktif, yang dinyatakan dengan jelas di bagian Kesimpulan dalam bukunya.
Untuk menambah pengetahuan tentang isu Perubahan Iklim dari sisi aktifis, buku ini layak baca. Namun, untuk mengetahui secara teknis tentang Perubahan Iklim dan berbagai aspek turunannya, seperti REDD+, Kredit Karbon, sangat kurang membantu. Apalagi tentang fracking oil, tar sands dan industri ekstraktif, sangat kurang informasinya bahkan cenderung tertutup atau tidak digali lebih dalam.
Judul buku: This Changes Everything
Penulis: Naomi Klein
Tebal buku: 566 halaman
Penerbit: Pengui Group
Tahun: 2014
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Read Full Post »