Menurutku, prinsip dasar korupsi adalah MENGAMBIL yang bukan haknya. Eh, ada yang protes, menurutnya korupsi adalah MENERIMA yang bukan haknya. Wah, lebih keras lagi rupanya, MENERIMA saja sudah korupsi, apalagi MENGAMBIL yang bukan haknya, pasti super korupsi .. hahaha.. tapi aku sepakat. Apapun kategorinya, apakah suap, gratifikasi, sumbangan sukarela, tanda terimakasih ataupun yang lainnya, sejauh yang dilakukan “menerima yang bukan haknya”, dalam arti yang lebih luas, kita anggap saja dulu perilaku semuanya ini sebagai ‘korupsi’.
Penyederhanaan arti korupsi ini perlu kita lakukan supaya dapat melihat lebih luas bahwa tindak korupsi ini bukanlah muncul secara tiba-tiba ketika seseorang menjadi pejabat tinggi atau ketika melihat tawaran suap bernilai milyaran rupiah atau hanya bila berhubungan dengan kerugian negara saja seperti disebutkan dalam ayat-ayat hukum tentang korupsi, atau masih banyak lagi.
Pernyataan ‘menerima yang bukan haknya’ itu secara tidak langsung menunjuk pada adanya kerugian bagi yang berhak, selain ada pihak yg diuntungkan tentunya. Nah, fenomena seperti ini jelas banyak terjadi di lingkungan kita, atau bahkan kita sendiri yang melakukannya. Contohnya banyak sekali, misalnya: korupsi jam kerja, menyerobot antrian, mengendarai sepeda motor di atas kaki-lima dan jembatan penyeberangan, mengendarai mobil/motor di jalur busway, mengendarai motor melawan arus, dan masih buanyaakk lagi. Jelas perilaku tersebut mengambil keuntungan diri sendiri dengan merugikan pihak lain yang berhak.
Dari contoh tersebut terlihat benang merah yang menghubungkan sikap koruptif dengan kekuasaan, kemauan dan kesempatan. Ancaman tertabrak motor adalah kekuatan (kekuasaan) yang dipergunakan para pengendara motor untuk mengusir para pejalan kaki di kakilima. Menerobos masuk/keluar jalur busway jelas karena asumsi kesempatan dan niat yang mengganggu/menghalangi antrian (hak) kendaraan lain di jalur umum dan menghalangi/memperlambat laju busway untuk kelancaran sendiri.
Melihat sedikit contoh di atas, bisa disimpulkan bahwa perilaku koruptif ini sebenarnya ada disemua tingkatan sosial, hanya nilai material dan tingkat sosial lelakunya sajalah yang membedakannya. Jadi, teriakan ‘anti korupsi’ tidak cukup dialamatkan terhadap pejabat pemerintah belaka, namun juga kepada seluruh lapisan masyarakat.
Mari teriakkan ‘anti korupsi’ dengan keyakinan bahwa kitapun sudah bebas dari perilaku koruptif.
Tinggalkan Balasan