Judul: Capital In The Twenty-First Century Penulis: Thomas Piketty Tebal Buku: 694 halaman Penerbit: The Belknap Press of Harvard University Press Tahun: 2014
Pembagian kekayaan yang tak berkeadilan antara kekayaan dari hasil kerja dan hasil kapital, selalu merupakan isu sentral dalam masalah distribusi kekayaan. Revolusi Industri telah memperburuk masalah ini, mungkin karena dua hal:
- Produksi semakin menjadi padat modal dibanding masa lalu,
- Adanya tuntutan kesetaraan distribusi pendapatan dan masyarakat yang lebih demokratis
Berikut ini adalah pertanyaan pembuka Piketty pada bab Pendahuluan, yang akan dijawab dalam bukunya, yang oleh banyak pemikir ekonomi-politik sebagai karya fenomenal, apalagi didukung oleh data historis selama tiga abad dan meliputi lebih dari 20 negara serta belum pernah dilakukan oleh peneliti lainnya:
- Apakah memang sudah tak terhindarkan lagi bahwa akumulasi kapital akan berujung pada penumpukan kekayaan pada segelintir orang saja seperti yang diperkirakan oleh Karl Marx pada abad 19?
- Ataukah, gaya-gaya penyeimbang dari pertumbuhan, kompetisi dan kemajuan teknologi mampu menurunkan kesenjangan dan meningkatkan harmoni antar kelas, seperti pemikiran Kuznets pada abad 20?
Ketika Rate of Return on Capital lebih besar daripada tingkat pertumbuhan produksi dan pendapatan (growth rate) atau r > g, seperti pernah terjadi pada abad 19 dan tampaknya terjadi lagi pada abd 21 ini, kapitalisme dengan sendirinya akan menyebabkan kesenjangan sosial yang secara radikal melemahkan nilai-nilai masyarakat demokratis.
Isu tentang kesenjangan distribusi kekayaan ini dimulai dengan terbitnya tulisan Arthur Young (1792), ahli agronomi Inggris, dari hasil perjalanan di Perancis tahun1787-1788, tentang kemiskinan di Perancis, yang pada saat itu merupakan negara Eropa yang paling padat penduduknya, 20 juta orang pada tahun 1700 (Inggris Raya 8 Juta, termasuk 5 juta di Inggris). Young merasa khawatir bahwa kemiskinan tersebut akan berujung pada krisis politik, chaos. Penelitian Young ini sangat mempengaruhi kekhawatiran Thomas Malthus, hingga munculnya ‘Essay on the Principle of Population’ pada tahun 1798 yang intinya adalah Inggris Raya perlu menghentikan bantuan kesejahteraan di kalangan masyarakat miskin dan segera mewaspadai tingkat reproduksinya untuk mencegah terjadinya populasi berlebihan (overpopulation), yang akan berujung pada pergolakan politik dan penderitaan.
Sejarah menceritakan bahwa transformasi ekonomi dan sosial pada akhir abad 18 dan 19 memang mencekam dan traumatik. Setelah Young dan Malthus, ekonom handal abad 19, David Ricardo dengan karyanya ‘Principles of Political Economy and Taxation’ 1817 dan Karl Marx dengan ‘Capital’ 1867, keduanya meyakini bahwa kelompok kecil sosial akan tak terhindarkan memiliki kekayaan yang semakin besar dalam proporsi produksi dan pendapatan nasional.
Kekhawatiran Ricardo didasari dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan harga tanah semakin tinggi, sesuai dengan ‘scarcity principle’, untuk itu perlu juga dinaikkan pajak terhadap sewa tanah. Analogi kasus yang sama di abad 21 ini adalah semakin tingginya harga properti.
Setelah hampir setengah abad terbitnya pemikiran Ricardo, Marx menerbitkan Capital volume 1 disaat realitas sosial ekonomi sudah berubah jauh, tidak lagi mempertanyakan ketahanan pangan seperti yang dikhawatirkan Malthus, atau persoalan semakin tingginya harga tanah yang menjadi perhatian Ricardo, tetapi lebih pada keperluan mendesak untuk memahami dan menyikapi dinamika kapitalisme industri yang menyebabkan penderitaan kaum proletar.
Tahun 1848, Marx menerbitkan buku tipis, yang bisa diunduh gratis dari internet, ‘The Communist Manifesto’, dimana di dalamnya terdapat jargon yang terkenal “what the bourgeoisie therefore produces, above all, are its own gravediggers”. Kapitalis menggali kuburnya sendiri dan kaum proletar menjadi setara. Dilanjutkan dengan analisis ilmiah tehadap kapitalisme, yang ditulis Marx di tahun 1867, dalam dua buku yang tidak selesai, Capital. Volume 1 dan 2. Seperti halnya Ricardo, analisis Marx didasarkan pada kontradiksi logika internal dari sistem kapitalis. Ia berusaha untuk membedakan dirinya dengan ekonom borjuis yang melihat pasar sebagai sistem yang bisa mengatur dirinya sendiri atau sistem yang mampu mencapai keseimbangan sendiri tanpa adanya penyimpangan, yang menurut Adam Smith sebagai ‘the invisible hand’; juga dengan sosialis utopia dan kelompok Proudhonian yang menurut Marx hanya mengecam terjadinya penderitaan kelas pekerja tanpa dukungan analisis secara ilmiah terhadap proses ekonomi yang melatarbelakanginya. Marx menggunakan model Ricardo tentang semakin tingginya harga kapital dan ‘the principle of scarcity’ sebagai basis analisis dinamika kapitalisme di dunia untuk menjelaskan menumpuknya kapital industrial (permesinan, pabrik, dll.), bukan pertanahan seperti basis analisis Ricardo. Konklusi Marx biasa dikenal sebagai ‘principle of infinite accumulation’, yaitu kecenderungan tak terhindarkan terjadinya akumulasi kapital tanpa batas dan terkonsentrasi pada hanya segelintir tangan saja. Basis prediksi Marx tentang kiamat kapitalisme adalah:
- rate of return on capital akan terus menurun sehingga mematikan mesin akumulasi dan berujung pada konflik antar kapitalis, atau
- proporsi pendapatan nasional dari kepemilikan kapital akan terus meningkat tanpa batas (upah = 0) hingga pada akhirnya menyebabkan revolusi. Dengan kata lain, tidak mungkin ada kestabilan sosioekonomi atau keseimbangan politik.
Akhir abad 19 menunjukkan kenaikan upah, daya beli pekerja meningkat dimana-mana dan ini merubah situasi secara radikal walaupun kesenjangan tetap terjadi hingga PD1. Marx menolak keras adanya kemungkinan kemajuan teknologi dan pertumbuhan produktifitas sebagai agen penyeimbang dari proses akumulasi dan konsentrasi kapital. Piketty menyayangkan bahwa Marx tidak cukup memiliki data untuk memperbaiki prediksinya. Meskipun ada kekurangan, Capital masih cukup relevan untuk dua hal:
- Marx mempertanyakan masalah konsentrasi kekayaan di era Revolusi Industri, yang belum pernah dilakukan oleh ekonom lain. Hal ini menginspirasi para ekonom saat ini untuk melakukan hal yang sama dengan lebih baik
- The principle of infinite accumulation masih bisa dijadikan rujukan untuk mengkritisi kesenjangan ekonomi. Bila pertumbuhan populasi dan produktifitas rendah, maka penumpukan kekayaan akan menjadi masalah penting, khususnya bila mencapai pertumbuhan yang ekstrim akan berujung pada destabilisasi sosial.
Simon Kuznet, ekonom abad 20, punya pandangan berbeda dengan Marx dan Ricardo, bahkan cenderung diametral. Menurut Kuznet, 1955, kesenjangan pendapatan akan dengan sendirinya menurun di fase puncak perkembangan kapitalis, terlepas dari pilihan kebijakan ekonomi yang berbeda dari masing-masing negara, hingga akhirnya stabil pada tingkat yang yang bisa diterima. Kesenjangan meningkat di awal fase industrialisasi karena hanya sekelompok minoritas yang telah mempersiapkan diri untuk memperoleh keuntungan darinya sebagai kelompok kaya baru. Perlu kesabaran, sebelum pertumbuhan pada akhirnya akan menguntungkan semua pihak, “pertumbuhan bagaikan gelombang tinggi yang mengangkat semua perahu”, menurutnya.
Sumber data
Buku ini didasarkan pada dua hal, yaitu yang berkenaan dengan kesenjangan dan distribusi pendapatan, serta yang berhubungan dengan distribusi kekayaan dan relasi antara kekayaan dan pendapatan. The World Top Incomes Database (WTID) merupakan hasil kerja 30 peneliti dari berbagai negara, adalah database historis terlengkap saat ini yang tersedia berkenaan dengan evolusi kesenjangan pendapatan, yang digunakan Piketty sebagai sumber data utama untuk menulis buku ini. Dalam buku ini, Piketty tidak hanya fokus pada tingkat kesenjangan ekonomi saja, namun juga menyangkut pada struktur dari kesenjangan itu sendiri, yaitu penyebab asal kesenjangan pendapatan dan kekayaan diantara kelompok-kelompok sosial dari berbagai sistem ekonomi, sosial, moral dan politik yang berbeda. Hasil utama studi Piketty dari data sejarah di atas adalah:
- Pertama, gejala ekonomi menyangkut kesenjangan antara kekayaan dan pendapatan perlu menjadi perhatian penting. Sejarah distribusi kekayaan selalu menunjukkan adanya kaitan politik yang sangat dalam, dan tidak bisa direduksi hanya murni masalah ekonomi saja.
- Kedua, dinamika distribusi kekayaan menghasilkan mekanisme yang kuat untuk mendorong terjadinya konvergensi (setara) dan divergensi (kesenjangan).
Optimisme tumbuhnya produktifitas dan penurunan kesenjangan dalam negeri, juga antar negara, akan terjadi karena dipicu oleh
- Tumbuhnya kekuatan pengetahuan dan keahlian, atau tumbuhnya ‘human capital’. China dan beberapa negara sedang berkembang telah menunjukkan gejala ini. Jelas bahwa kurangnya investasi yang masif dalam pendidikan dan pelatihan akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi hanya akan dinikmati sebagian kelompok sosial saja. Upaya keras negara untuk terlibat dalam meningkatkan pendidikan dan pelatihan sangat dibutuhkan.
- Perubahan dari ‘class warfare’ (perang antar kelas) ke ‘generational warfare’ (perang antar generasi). Tidak lagi perselisihan yang terjadi karena perbedaan kepemilikan modal, tetapi antara dinasti pemilik modal vs profesional (human capital).
Kedua optimisme tersebut memang mungkin terjadi, namun tidak mudah merealisasikannya dan masih berupa hipotesis yang belum didukung oleh data ada.
Gaya Fundamental terjadinya Divergensi, r > g
Bila RORC (Rate Of Return on Capital, r) masih lebih tinggi secara signifikan daripada Pertumbuhan ekonomi (pendapatan dan produksi, g) dalam kurun waktu yang lama, maka resiko terjadinya divergensi (kesenjangan) dalam distribusi kekayaan akan semakin tinggi. Artinya, seperti halnya pada abad 19 yang cenderung akan terjadi lagi pada abad ini, kekayaan yang diperoleh dari warisan akan tumbuh lebih cepat daripada pendapatan dan produksi. Dalam situasi seperti ini, hampir tak terelakkan bahwa warisan kekayaan akan jauh melebihi total pendapatan yang telah dikumpulkan oleh kaum pekerja selama hidupnya, dan konsentrasi capital akan semakin jauh melejit hingga pada posisi yang secara potensial tidak akan dapat dicapai dengan prestasi kerja sebaik apapun walaupun dibarengi dengan nilai-nilai meritokratik dan prinsip-prinsip fundamental masyarakat berkeadilan sosial dan demokratis. Bila terjadi konflik sosial yang tinggi akibat pembagian yang tidak adil antara pemilik kapital dan pekerja, maka ini seringkali dipicu oleh adanya konsentrasi kepemilikan kapital yang berlebihan. Kesenjangan akibat tingginya kekayaan, sebagai konsekwensi pendapatan hasil dari kapital, jelas selalu lebih besar daripada kesenjangan yang disebabkan oleh pendapatan pekerja (r>g) Piketty tidaklah sepesimis Marx yang menganggap akan terjadi kiamat sosial dengan pemikirannya ‘principle of infinite accumulation’ dan ‘perpetual divergence’ yang didasarkan pada asumsi mandegnya pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu yang lama. Divergensi tidaklah abadi, melainkan hanyalah bagian dari berbagai kemungkinan arah distribusi kekayaan di masa depan. Perlu juga diperhatikan bahwa kesenjangan fundamental r > g, sebagai faktor utama penyebab divergensi, tidaklah berkaitan dengan tidak sempurnanya pasar. Bahkan bila pasar semakin sempurna, maka ‘r’ semakin besar dibanding ‘g’.
Penyajian permasalahan dalam buku ini, Piketty membaginya menjadi 4 bab dengan 16 sub-bab di dalamnya. Pada Bab 1 yang berjudul Income and Capital menjelaskan ide-ide dasar yang akan terus ditemui hingga akhir buku, khususnya konsep-konsep national income, capital, dan capital/income ratio. Bab 2, The Dynamics of the Capital/Income Ratio menjelaskan pengkajian prospek masa depan dari capital/income ratio dan pembagian pandapatan nasional antara kerja (labor) dan capital dalam proses evolusi yang berlangsung lama pada abad 21. Bab 3, The Structure of Inequality membahas besarnya kesenjangan antara distribusi pendapatan yang diperoleh pekerja di satu sisi dengan pendapatan dari hasil capital di sisi lainnya. Bab 4, Regulating Capital in the 21st Century merupakan proposal kebijakan normatif untuk mengurangi kesenjangan ekonomi berdasar kajian tiga bab sebelumnya.
Bab 1 Income and Capital
Untuk memahami dinamika kesenjangan ekonomi perlu memperhatikan pertumbuhan populasi dan pertumbuhan pendapatan per capita. Pertumbuhan ekonomi global 2013-2014 mungkin melebihi 3%, namun pertumbuhan penduduk per tahun mencapai 1%, sehingga total realitas pendapatan per capita tidak mencapai 3%. Piketty berpandangan bahwa perbedaan kecil antara Return on Capital dengan Rate of Growth dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan destabilisasi sosial. Dengan rendahnya pertumbuhan penduduk yang berakibat pada rendahnya produksi, maka Rate of Return on Capital akan semakin lebih tinggi daripada pertumbuhan pendapatan, yang berujung pada meningkatnya kesenjangan distribusi kekayaan.
Definisi
Capital adalah jumlah total asset yang bisa dimiliki dan dapat diperjual-belikan di pasar secara permanen, termasuk di dalamnya adalah segala bentuk properti (perumahan), juga finansial dan capital profesional (perkebunan, infeastruktur, permesinan, hak paten, dll.) yang dipergunakan oleh perusahaan dan pemerintahan.
Human Capital tidak dianggap Piketty sebagai Capital karena tidak dapat dimiliki oleh pihak lain atau diperjual-belikan secara permanen.
Capital juga dimaksudkan Piketty sebagai bentuk akumulasi kekayaan (wealth)
National wealth atau national capital adalah total net nilai pasar yang dimiliki penduduk (private capital) dan pemerintah (public capital) suatu negara dalam suatu waktu, yang dapat diperjual-belikan.
National wealth = private wealth + public wealth National wealth = national capital = domestic capital + net foreign capital
National Income didefinisikan sebagai jumlah seluruh pendapatan penduduk dari suatu negara dalam satu tahun. Bila GDP – Depresiasi = net domestic product atau domestic output atau domestic production, maka Piketty memaknai National Income = Domestic Output + Net Income Abroad
National capital = farmland + housing + other domestic capital + net foreign capital
Other domestic capital: kapital dari perusahaan dan organisasi pemerintah (bangunan, tanah, mesin, paten, peralatan kantor, dsb.)
Hukum Fundamental Kapitalisme 1, dipergunakan Piketty untuk menjelaskan konsep Rate of Return on Capital: A = r x B A: the share of income from capital in national income r : the rate of return on capital B: the capital/income ratio Rate of return on capital adalah inti dari konsep ekonomi Piketty, untuk menghitung besarnya hasil penggunaan kapital atau investasi (keuntungan, sewa, deviden, bunga, royalti, capital gain, dll.) dalam kurun waktu tertentu.
BAB 2 The Dynamics of the Capital/Income Ratio
Pada bab ini Piketty mengulas tentang evolusi kapital dengan cara menghitung capital/income ratio dan berbagai komponen assetnya yang secara radikal mengalami perubahan sejak abad 18, misalnya tanah, bangunan, mesin, perusahaan, saham, paten, emas, sumberdaya alam, dsb. Juga mengkaji perkembangannya seiring berjalannya waktu khususnya di Inggris dan Perancis.
Perubahan radikal di Perancis, Inggris dan Jerman terjadi pada nilai total sektor tanah perkebunan, yang pada abad 18 mencapai 4 atau 5 tahun pendapatan nasional atau 2/3 dari total kapital nasional mengalami penurunan signifikan hingga tinggal kurang dari 10% dari pendapatan nasional, atau kurang dari 2% dari total kekayaan.
Runtuhnya nilai perkebunan digantikan dengan tumbuhnya sektor perumahan, yang pada abad 18 hanya satu tahun pendapatan nasional, sekarang tumbuh menjadi 3 kali pendapatan nasional. Angka pertumbuhan yang sama juga terjadi pada sektor other domestic capital.
Di sektor foreign capital, grafik menunjukkan bahwa pada tahun 1950 hingga 2010, Inggris dan Perancis hanya mempunyai sedikit aset, cenderung mendekati 0. Hal ini dipicu oleh terjadinya dua kali Perang Dunia, Great Depression dan dekolonisasi.
Pasca Perang Dunia II, nasionalisasi industri banyak dilakukan di Inggris dan Perancis (1945 industri mobil Renault dikuasai pemerintah Perancis) sehingga meningkatkan Public Capital hingga 50% dari National Wealth hingga disebut Capitalism without Capitalist atau State Capitalism dimana kepemilikan pribadi tidak lagi menguasai perusahaan-perusahaan besar.
Berbeda dengan Eropa yang lebih tua (the Old World), struktur kapital Amerika (The New World) relatif lebih stabil sejak era kolonial hingga sekarang yaitu sekitar 4,5 tahun pendapatan nasional. Kapital Nasional Amerika lebih dari 3 tahun (Eropa 7 tahun) pendapatan nasional saat merdeka, 1770, dan tanah perkebunan hanya 1,5 tahun (Eropa 4 tahun) dari Pendapatan Nasional.
Perbedaan kedua antara Amerika dengan Eropa adalah bahwa Foreign Capital di Amerika sangat rendah di abad 18 karena Amerika bukanlah negara kolonial seperti halnya Eropa yang banyak mempunyai negara jajahan.
Perbedaan ketiga yang sangat penting adalah perbudakan. Tahun 1800, jumlah total budak di Amerika mencapai 20% dari total penduduknya, terbanyak ada di daerah selatan yang mencapai 40%. Tahun 1770 – 1865 nilai kapital dari perbudakan di Amerika hampir sama dengan sektor perkebunan, yaitu 1 tahun pendapatan nasional.
Hukum Fundamental Kapitalisme 2, dipergunakan Piketty untuk menjelaskan konsep Capital/income ratio: B = s/g B: the capital/income ratio s: saving rate g: growth rate Piketty memaknai growth rate sebagai Pendapatan nasional per capita (g) dan pertumbuhan populasi (n), sehingga rumus seharusnya adalah B = s/(g + n). Namun utk mempermudah, hanya disebut ‘g’ saja atau B = s/g. Bila suatu negara melakukan saving 12% (s) dari pendapatan nasional setiap tahun, dan pertumbuhan pendapatan nasional (g) adalah 2% per tahun, maka diperoleh capital/income ratio sebesar 600%; atau negara akan mempunyai kapital sebesar 6 tahun pendapatan nasional. Rumus matematika sederhana ini memberikan penjelasan penting bahwa bila suatu negara melakukan banyak saving dengan pertumbuhan ekonomi yang lambat maka pada kurun waktu yang lama akan mendapatkan akumulasi kapital yang signifikan (relatif terhadap pendapatan), yang berakibat pada struktur sosial dan kesenjangan distribusi kekayaan yang semakin tinggi.
Bab 3 The Structure of Inequality
Pada bab ini Piketty menjelaskan kesenjangan sosial ditinjau dari tataran individu. Juga dijelaskan bahwa turunnya kesenjangan bukanlah terjadi secara natural seperti konsep Kuznet, melainkan ada keterlibatan institusi dan kemauan politik pemerintah atau kebijakan publik seperti ditunjukkan oleh data statistik setelah PD II. Pada bab ini juga, Piketty menganalisis tentang kekayaan hasil warisan dan pendapatan hasil kerja.
Seperti dijelaskan pada bab I bahwa Pendapatan (income) dinyatakan sebagai jumlah penghasilan dari hasil kerja (labor) dan hasil kapital, sehingga Kesenjangan Pendapatan (income inequality) adalah jumlah dari kedua komponen tersebut, yaitu kesenjangan dari hasil kerja dan kesenjangan dari hasil kapital.
Gaji (wage) adalah salah satu bentuk penghasilan dari kerja. Kesenjangan gaji (wage inequality) dimaksudkan Piketty sebagai kesenjangan penghasilan yang diperoleh dari kerja. Kekurangan pengukuran kesenjangan pendapatan secara statistik seperti Index Gini atau Palma adalah tidak membedakan antara pendapatan dari hasil kerja atau dari hasil kapital tetapi justru menggabungkannya, dan Piketty mencoba memisahkannya.
Dari sisi pendapatan hasil kerja, di negara-negara yang egaliter, 50% berpendapatan terbawah, menerima hampir 2 kali dari jumlah yang diterima oleh 10% teratas, meskipun banyak pihak masih menganggap tidak adil karena 50% terbawah berarti 5 kali lebih banyak daripada 10% teratas. Sementara di negara-negara inegaliter, 50% penduduk berpendapatan terendah hanya menerina 1/3 dari 10% teratas. Bahkan bila pertumbuhan konsentrasi kekayaan di AS terus berlangsung, maka 50% terbawah mungkin hanya akan menerima pendapatan 1/2 dari bagian 10% teratas pada tahun 2030.
Sementara data kesenjangan yang disebabkan oleh kepemilikan kapital menunjukkan bahwa di negara-negara Scandinavia pada tahun 1970 dan 1980an menunjukkan relatif kesetaraan atas kepemilikan kekayaan nasional atau 10% terkaya memiliki 50%-60%, dan saat ini (2010an) di Eropa (Perancis, Jerman, Inggris dan Itali) pada umumnya 10% terkaya memiliki 60% kekayaan nasional. Sementara itu 50% terbawah hanya memiliki kontrol atas kekayaan nasional sebesar 10% saja, bahkan data 2010-2011 di Perancis menunjukkan bahwa 50% terbawah hanya memiliki 4% kekayaan nasional. Lebih buruk lagi adalah data hasil survey di AS yang menunjukkan bahwa 10% berpendapatan teratas memiliki kekayaan sebesar 72% kekayaan nasional, sementara 59% terbawa hanya memiliki 2% saja.
Kesenjangan Pendapatan Hasil Kerja
Ada dua hipotesa tentang perhitungan besarnya Gaji (income from labor), yaitu bergantung pada:
- jumlah produksi
- supply/demand tenaga kerja berdasar Keahlian
Kedua hipotesa tersebut sangat bergantung pada pihak-pihak yang punya otoritas. Faktor jumlah produksi cukup sulit diterapkan terhadap individu karena sangat berhubungan dengan kelompok lain dalam rantai industri. Demikian juga dengan faktor keahlian yang sangat bergantung pada kebijakan pemerintah terhadap pendidikan dan kemajuan teknologi serta penerapannya.
Penelitian AS menunjukkan bahwa terjadi penurunan kesenjangan penghasilan berdasarkan tingkat pendidikan di 1970an dan kemudian meningkat lagi sejak 1980an ketika lulusan universitas semakin berkurang. Golfin dan Katz yang melakukan penelitian tersebut berkesimpulan bahwa meningkatnya kesenjangan penghasilan di AS karena lemahnya kebijakan pemerintah untuk melakukan investasi pendidikan supaya banyak yang mampu mengikuti jenjang pendidikan tinggi. Kasus yang sama juga terjadi di Perancis dalam kurun waktu yang berbeda.
Pelajaran yang diperoleh dari kasus Perancis dan AS di atas adalah bahwa untuk mengurangi kesenjangan penghasilan dari hasil kerja dan sekaligus meningkatkan produktifitas pekerja serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan investasi pendidikan. Bila daya beli pekerja meningkat dalam satu abad sebesar 5 kali lipat, ini karena meningkatnya keahlian yang ditunjang denfan berkembangnya tekbologi hingga produktifitas individu juga meningkat 5 kali lipat. Dalam jangka panjang, pendidikan, keahlian dan teknologi adalah faktor utama untuk peningkatan penghasilan.
Kesenjangan penghasilan juga bisa terjadi dengan fenomena ‘super manager’ yang banyak terjadi di perusahaan-perusahaan besar dimana penghargaan berlebihan diberikan pada top management karena kinerja bagus managemen atau juga bisa karena penghargaan tersebut dilakukn oleh para yop manager itu sendiri. Kasus tingginya penghargaan yang diperoleh para top management sektor keuangan di AS setelah runtuhnya ekonomi 2008 telah membuktikan hal tersebut.
Kesenjangan pendapatan dari kapital
Hasil analisa Piketty terhadap data yang ada menunjukkan bahwa terjadinya hiperkonsentrasi kekayaan pada masyarakat agraris tradisional atau pada umumnya masyarakat hingga PD I, disebabkan oleh adanya rate of return on capital yang tinggi pada masyarakat dengan pertumbuhan pendapatan rendah, r > g.
Model pertumbuhan penduduk 1,5% per tahun, yang dimulai pada tahun 2050 akan menghasilkan penurunan pertumbuhan produktifitas global dari 4% menjadi 1,5% di tahun 2100, sehingga kesenjangan antara r (4,5%-5%) dan g kembali semakin tinggi, seperti terjadi pada masa Revolusi Industri.
The Moral Hierarchy of Wealth
Sepakat kiranya bahwa suatu masyarakat memerlukan penemuan, inovasi dan kewirausahaan. Namun kepiawaian sebagai wirausahawan tidaklah semestinya menjadi alasan untuk dapat membenarkan adanya kesenjangan seberapapun besarnya. Kombinasi kesenjangan r>g dengan kesenjangan karena returns on capital sebagai fungsi awal kekayaan, dapat memicu langgengnya konsentrasi kapital yang masif. Disinilah peran pajak progresif untuk mengkontrol kesenjangan secara demokratis, sementara tetap menjaga dinamika kewirausahaan dan keterbukaan ekonomi global.
Bab 4 Regulating Capital in the 21st Century
Piketty berpendapat bahwa kebijakan ideal untuk menghindari semakin tingginya kesenjangan serta untuk meningkatkan kontrol terhadap dinamika akumulasi, adalah pajak progresif terhadap kapital global. Inovasi besar abad 21 dalam hal perpajakan adalah pelaksanaan dan pengembangan pajak progresif pendapatan. Institusi yang pada abad 20 ini telah berhasil menurunkan kesenjangan kekayaan, kini mulai mengalami banyak tantangan. Di AS persoalan oajak pendapatan ini selalu menjadi isu yang terus dipertentangkan antara partai Republik dan Demokrat.
Democratic and Financial Transparancy
Perpajakan bukanlah tentang masalah teknis, namun lebih pada masalah kemauan politik. Tanpa adanya pajak, maka akan semakin tidak jelas nasib masyarakatnya. Perlu juga dipahami bahwa pajak bukanlah berarti hanya sekedar memungut sebagian dari pendapatan, namun lebih pada pemberlakuan norma hukum pada setiap aktifitas ekonomi. Maksud utama dari pajak kapital adalah bukan untuk membiayai kebutuhan sosial masyarakat, tetapi untuk mengatur kapitalisme dengan tujuan:
- untuk menghentikan peningkatan kesenjangan kekayaan tanpa batas
- untuk meningkatkan regulasi yang efektif terhadap sektor finansial dan sistem perbankan sehingga tidak lagi terjadi krisis finansial.
Untuk mencapai kedua tujuan tersebut, perlu dilakukan pajak kapital yang demokratis dan transparan serta adanya kejelasan kepemilikan asset di seluruh dunia. Transparansi ini hal penting mengingat pemilik kapital di suatu negara, bisa jadi tidak berdomisili di negara tersebut. Dengan demikian, pemerintahan, organisasi internasional dan institusi statistik di seluruh dunia perlu menyediakan data yang valid berkenaan dengan evolusi kekayaan dunia. Tanpa pajak kapital global atau kebijakan sejenisnya, dikhawatirkan bahwa kepemilikan top centile (1% tertinggi) kekayaan global akan terus semakin tinggi tanpa batas, dan jelas ini akan sangat mengkhawatirkan.
Pajak kapital akan mendesak pemerintah untuk memperluas berbagai perjanjian internasional berkenaan dengan kerjasama otomatisasi jaringan data perbankan. Prinsipnya, pihak-pihak otoritas pajak nasional harus mempunyai informasi untuk dapat menghitung kekayaan bersih dari masing-masing warganya. Dengan demikian, untuk memperoleh hasil yang terpercaya, perlu adanya sangsi yang tidak hanya dikenakan terhadap bank, namun juga terhadap negara yang tidak mengijinkan institusi finansialnya untuk berbagi data yang benar dengan negara lain. Salah satu isu terpenting pada tahun-tahun mendatang adalah perkembangan berbagai bentuk baru kepemilikan dan kontrol kapital yang demokratis, dan ini pada umumnya bergantung pada ketersediaan informasi ekonomi. Tanpa transparansi akutansi dan finansial, tidak akan terjadi demokrasi ekonomi.
Perubahan Iklim
Piketty hanya menyinggung sedikit tentang Perubahan Iklim, yang intinya, kebutuhan mendesak saat ini adalah meningkatkan kapital pendidikan dan mencegah degradasi kapital sumberdaya alam. Ini merupakan hal serius dan tantangan yang penting, mengingat Perubahan Iklim tidak dapat diatasi dengan tindakan sekejap saja.
Kesimpulan Piketty
Dari analisa data yang terkumpul sejak lebih dari 300 tahun yang lalu, Piketty menyimpulkan bahwa ekonomi pasar yang didasarkan pada kepemilikan pribadi tanpa kontrol, akan mendorong kearah tumbuhnya pengetahuan dan keahlian; namun di sisi lain juga akan menjadi ancaman terhadap demokrasi dan keadilan sosial.
Prinsip daya destabilisasi ditunjukkan dengan kenyataan bahwa RORC (rate of return on capital), r, secara signifikan akan lebih besar daripada pertumbuhan pendapatan dan produksi, g. Kesenjangan r>g berimplikasi pada semakin tumbuhnya penumpukan kekayaan sejak masa lalu, lebih cepat daripada pertumbuhan pendapatan.
Kesenjangan ini menunjukkan akan adanya kontradiksi logis yang sangat fundamental. Tak terhindarkan bahwa pengusaha cenderung terus mengejar keuntungan yang lebih besar dan semakin dominan dibanding para buruh yang hanya mengandalkan kemampuan kerjanya.
Namun bila dikenakan pajak kapital yang sangat berat untuk maksud mengurangi return in capital supaya menjadi lebih rendah daripada pertumbuhan pendapatan, maka akan beresiko mematikan mesin penggerak akumulasi yang berujung pada penurunan pendapatan juga. Solusi akhir adalah pajak progresif kapital tahunan, yang akan menghindarkan kenaikan kesenjangan tanpa akhir. Ini membutuhkan kerjasama internasional tingkat tinggi dan integrasi politik regional.
Kompetisi yang sempurna tidak dapat mengubah r>g, yang sebetulnya bukanlah akibat dari ketidak-sempurnaan pasar. Bila bermaksud untuk mengkontrol kapitalisme, kita harus yakin bahwa semuanya berada pada jalur yang demokratis, dan hanya dengan melakukan integrasi politik regional maka akan dapat dihasilkan regulasi yang efektif terhadap kapitalisme global abad 21.
Hal penting yang perlu digarisbawahi dari buku ini adalah:
- kesenjangan ekonomi, r>g, akan terus terjadi dan cenderung meningkat
- Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang tinggi akan mengurangi tumbuhnya kekayaan dari hasil warisan. Hal ini tidak terjadi dengan sendirinya, namun perlu campur tangan pemerintah untuk mempercepatnya
- Pendidikan dan keahlian serta teknologi akan memperlambat kesenjangan dan meningkatkan mobilitas, namun tidak akan mengubah arah r>g
- Konflik sosial karena kesenjangan antara super manager vs lower level dibidang profesional akan meningkat, menggantikan konflik antar kelas di abad 19.
References:
What’s the future of inequality? By Jérémie Cohen-Setton
What’s caused the rise in income inequality in the US? By Olga Baranoff
Green economics versus growth economics
Thomas Piketty’s “Capital”, summarised in four paragraphs
Thomas Piketty’s Literary Offenses
Palma dan Index Gini sbg Metode Pengukuran Kesenjangan
Palma index: Top 10% mendapatkan 32 kali lebih besar dari Bottom 40%
Tinggalkan Balasan