Benderang sudah mata batinku,
bahwa kesombongan, kelicikan, fitnah,
dan segala persekongkolan jahat lainnya,
ternyata memang berada pada para pengabdi kuasa,
yang ujungnya adalah pengais recehan belaka,
yang juga tak ragu menggigit tangan yang menyuapinya.
Lucunya, karakter licin bak belut seperti ini,
ada yang menganggapnya sebagai suatu keahlian ‘berpolitik’,
untuk menyiasati suatu sistem hingga dapat menguasainya,
sehingga mempunyai nilai, yang layak diperjualbelikan.
Sialnya, memang ada penggunanya.
Alhamdulillah,
masyarakat, apapun strata sosialnya,
yang sudah kerap tertipu dengan topengnya,
mulai lelah melihatnya dan mampu kembali jernih berpihak
pada nilai-nilai luhur, kejujuran, kerendahan hati, gotongroyong, kerjakeras dan kerjacerdas.
Tinggalkan Balasan