Selesai sekolah di kota, Paimin pulang kampung
Paijo kawan masa kecil Paimin, sangat mengaguminya
Bangga berbinar Paijo, Paimin nyalon Lurah
“Mas Paimin pemimpin kita”, dalam benaknya
Modal Paimin mengucur deras, Paijo bekerja keras
Badan tegap, dagu diangkat, Paijo melangkah
Kusak-kusuklah Paijo berbisik malu, cari dukungan
Tak cukup gaungnya, provokasi disebar
Poster dipasang, pamflet disebar, akun medsospun bertebaran
“Ganteng gagah, sugih pinter, pasti menang”, teriaknya
Di darat maupun di angkasa
Bejo, pengantar paket, didukung warga nantang Paimin
Berangkat pagi, pulang petang, keliling kota
Pekerjaannya, membuatnya banyak dikenal warga
“Rendah hati, luhur budi dan ringan tangan”, slogan pendukungnya. Klasik
Deg-degan jantung Paimin sangat terasa
Harga dirinya tersenggol “edian, sarjana ditantang”, kesal
Hati meradang, lelah pikir, mulai fitnah Bejo
“Bejo dibayari cukong”, teriak kencang menantang langit
Kearifan budaya membuktikan dirinya
“Becik ketitik, ala ketara”
Kalah pemilihan, Paijo mulai sulap sana-sini
Tak bisa terima, dendam menguasai diri
Waktu berjalan,
Tambak bandeng, sawah, ternak, produktif semua
Jalan diperbaiki, sungai dikeruk, pasar dibangun
Lurah Bejo jadi panutan warga, sukses
Nyinyir Paijo dkk. mulai beredar
Kritik katanya, tapi fitnah isinya
Foto-foto pembangunan menghantam Paijo
“Seperti jaman Soeparto, berita pembangunan terus!!”, keluhnya di angkasa
Tangan terkepal, mata melotot, marah
“Janganlah jumawa setelah menang”, lanjutnya lembut
Paijo belindung di bawah kata, mencoba bijak di angkasa
“Loh … nyinyir dijawab fakta kok jumawa”, kawan Bejo terus bersabar
Kasihan Paijo,
Kening terus berkerut, siasat terus diatur
Komat-kamit sepanjang jalan
Suara lirih terucap keluh
“Aku harus menang …” penyangkalan akut.
Tinggalkan Balasan