4 Mei 2016, 8:30 GA-602 mendarat di bandara Sam Ratulangi, Manado. Ini adalah kunjungan singkat ke Manado yang kedua kalinya setelah 2014 saat kampanye pilpres, dan tak sempat jalan-jalan kemanapun saat itu.
Panas terasa menyengat dan awan tebal mulai menggantung. Manado masih sering hujan. Bandara padat kedatangan penumpang sehingga mobil perlu antrian panjang untuk keluar bandara.
Dari bandara kami menuju Bitung untuk melihat pembangunan pelabuhan dan industri pengalengan ikan.
Pelabuhan Bitung

Pelabuhan Bitung
Dermaga baru Pelindo IV dengan crane raksasa siap melayani bongkar muat peti kemas. Kesibukan dermaga kurang terasa, hanya terlihat satu kapal besar pengangkut ratusan peti kemas sedang sandar di dermaga lama. Pelabuhan Bitung mampu melayani kapal ukuran 10.000 TEUs dan juga sudah siap melayani bongkar muat dua kapal sekaligus.
Industri Pengalengan Ikan
Kunjungan selanjutnya adalah industri pengalengan ikan tuna PT. Sinar Pure Foods International di Bitung untuk konsumsi domestik dan ekspor. Industri ini memperoleh bahan mentah ikan cakalang dari nelayan dan impor hingga dari Amerika Latin. Pembuatan kaleng ikan tuna, cold storage, pengupasan tuna matang, pengisian daging tuna ke dalam kaleng hingga pelabelan kaleng, semua di lakukan dalam satu kawasan pabrik tersebut.

Pengupasan daging tuna matang
Menurut si pemilik, kapasitas pabrik 120 ton per hari hanya berproduksi 20 % saja, karena ikan sedang susah didapat dan perlu kapal lebih banyak. Mungkin ini yang sedang jadi polemik di media massa beberapa hari yang lalu antara pak JK dan bu Susi. Pak JK berpendapat bahwa produksi pengalengan ikan menurun drastis berhubung pasokan ikan susah karena regulasi penangkapan ikan yang menghambat. Sedangkan bu Susi berpendapat bahwa tingginya pasokan selama ini terjadi karena illegal fishing dan tidak terjadi penurunan produksi pengalengan ikan, melainkan memang sudah lama tidak berproduksi. Entah siapa yang benar.. tapi saya sepakat bahwa perlu adanya aturan yang adil dan legal implementasinya.
Jembatan Soekarno

Jembatan Soekarno
Kota Bitung semakin berkembang dan ramai, jauh beda saat mengunjunginya di tahun 1995. Melewati jalan yang ramai di Bitung, di beberapa tempat justru cenderung padat, kami meluncur menuju Jembatan Soekarno; jembatan yang mulai dibangun 2003 saat presiden Megawati berkuasa dan baru diresmikan di masa presiden Jokowi setelah 12 tahun masa pembangunannya. Menurut info, akan lebih indah dilihat pada malam hari, meskipun di siang haripun sudah terlihat indah megah.

Teluk Buyat

Manado – Buyat
Berangkat dari Manado jam 7 pagi menuju teluk Buyat yang terletak di pantai selatan pulau Sulawesi, berseberangan dengan kota Manado yang berada di pantau utara, membutuhkan 3 jam perjalanan di siang hari.
Teluk Buyat ini dulu sempat menjadi wilayah konflik antara pertambangan emas PT. Newmont Minahasa Raya dengan masyarakat nelayan Ratatotok karena isu pencemaran tailing, yang berujung dengan ditahannya presdir. Newmont.
Perjalanan ke Buyat penuh jalan berkelok, melewati kota Tomohon di bawah gunung Lokon yang selalu berasap di sebelah kanan dalam jangkauan pandangan mata, juga sawah hijau di pinggir jalan, tetap sejuk asri sejak dulu (1997), dihiasi bunga di pinggir jalan dan kakilima yang tertata rapi. Pengemudi juga sempat melewatkan kami di kota kecil industri rumah panggung kayu Woloan. Menurutnya, kayu sebagai bahan mentah rumah tersebut sudah semakin susah mendapatkannya. Penduduk di wilayah Woloan ini memang dikenal mempunyai keahlian pertukangan.

Desa Basaan Satu
Jalan bagus walaupun sempit, terus turun berkelok-kelok hingga sampai pantai selatan di kota kecil Belang. Hindarilah bermain media sosial menggunakan handphone anda saat berkendaraan di jalur ini, karena pasti akan pusing dengan mobil yang terus pontang-panting belok kiri-kanan. Dan setengah jam kemudian sampailah kami di kecamatan Ratatotok, desa Basaan Satu untuk melihat jeti kecil, hasil bantuan Yayasan Pembangunan Berkelanjutan Sulawesi Utara, yang mengelola dana lingkungan penutupan tambang Newmont.

Jeti Ratatotok yang rusak dan pencemaran air laut
Desa Buyat semakin ramai dan jalan beraspal halus. Masih juga terlihat beberapa mobil hardtop yang biasa dipergunakan para penambang emas rakyat berlalu-lalang.
Pantai Lakban yang sedikit berombak, di sebelah teluk Buyat yang tenang, adalah tempat wisata warga sekitar Ratatotok. Ramai dengan pendatang yang bermain air atau hanya duduk-duduk di warung sambil menikmati kopi atau es kelapa bergula merah aren dan pisang goreng yang dicolek ke dalam sambal, khas jajanan Sulawesi Utara. Nikmat.
Setelah menikmati ikan bobara bakar rica yang disediakan penduduk setempat, jam 4 sore kami kembali ke Manado. Makan malam di resto Big Fish, lagi-lagi ikan bakar rica besar. Enak dan tidak membosankan, diiringi live music lagu-lagu Manado. Nyaman.
Seperti lazimnya kota yang sedang berkembang, lalulintas Manado macet dimana-mana. Lingkungan wisata kuliner di boulevard pinggir pantai selalu ramai pengunjung. Sempat kami ngopi sambil menikmati pisang goreng sambal rica di sana.
Jam 4:30 keesokan harinya, berangkat ke bandara Samratulangi untuk terbang menggunakan Garuda GA-607 tujuan Jakarta. Sampai jumpa Manado dan sekitarnya yang ramah bersahabat. Tunggu jo, kita mo balik ulang someday.
Catatan
1. Video sekitar jeti perahu nelayan desa Basaan Satu
4. Terimakasih bung Ridwan yang sudah mengajak saya ke teluk Buyat. Siap menemani ke Indonesia Timur 🙂
Mantabbbbb Oom Anang
Nuhun om Hilman