Sambil buka facebook saat berangkat kantor kemarin, saya menemukan penawaran buku baru “Suluk Tambangraras”, karya Damar Shashangka. Saya suka buku-buku tentang budaya Jawa lama. Langsung transfer uang via internet banking wuzzz … Kenikmatan teknologi yang mudah meloloskan uang ..hemm serem .. Eh dapat balasan pesan “Kami catat dan akan dikirim bukunya setelah terbit Agustus nanti”. Halah, ternyata belum tersedia bukunya. Akhirnya keluar di pintu tol Semanggi dan masuklah ke Plaza Semanggi untuk cari buku lainnya.
Dapat lima buku, novel “Orang-orang Bloomington” karya Budi Darma, “Orang aneh” karya Albert Camus, yang ternyata sudah punya versi asingnya “the Stranger” dan saya tulis resumenya di blog beberapa tahun yang lalu, “Filsafat Kebudayaan” karya Jannes Uhi, kumpulan tulisan “Cinta yang kuberi” karya Erizeli Bandaro. Bung Erizeli ini ‘teman’ di Facebook, sering mengunggah tulisan ringan inspiratif, yang berhubungan dengan aktifitas atau kejadian sehari-hari. Yang terakhir, “Televisi Indonesia di Bawah Kapitalisme Global”, karya Ade Armando, sebuah modifikasi dari disertasi doktoral beliau di jurusan Komunikasi UI sehingga lebih mudah dibaca oleh khalayak umum. Sebetulnya kurang suka dengan judulnya yang ‘menjual’ sekali dengan kata ‘kapitalisme’nya, tapi keingintahuan tentang pertelevisian membuat saya mengambilnya.
Keingintahuan, itulah kata kunci yang paling tepat setelah lama saya berpikir tentang alasan untuk selalu ingin membaca. Pop culture atau hal-hal yang berbau perubahan atau perkembangan budaya sering menjadi pilihan bacaan. Novel atau cerpen koran minggu yang sering menguji rasa dan pemikiran kritis, jarang terlewatkan.
“Televisi Indonesia” yang belum selesai saya baca ini sangat menarik dan mampu menjawab keingintahuan tentang pertelevisian di negeri ini. Pasti teman sekalian sudah sadar benar dan faham bahwa televisi bagaikan pisau bermata dua, dimana nilai positif berada pada fungsinya sebagai sarana untuk berbagi informasi dan pendidikan; namun di sisi yang lain berfungsi sebagai sarana intervensi budaya asing, propaganda politik atau kepentingan bisnis semata. Buku ini mampu menjelaskannya dengan runtut, rapi dan didukung oleh banyak data termasuk di dalamnya adalah sejarah perkembangan teknologi dan model bisnis penyiaran televisi di Indonesia. Hormat dan terimakasih untuk bung Ade Armando.
Tinggalkan Balasan