Sambil nunggu siaran langsung badminton, olimpiade Rio 2016 di stasiun tv swasta, coba-coba lihat saluran-saluran tetangga. Ehh … ikutan nonton sinetron produksi lokal. Gak apa-apa, sekaligus pengin tahu berhubung sudah lama gak menontonnya.
Aktrisnya cantik-cantik, aktornya ganteng-ganteng, baik yang muda maupun yang tua. Cerita tentang eksekutif muda. Pria muda gagah berdasi keluar dari ruang kantornya, tak lupa memberikan perintah ini-itu ke sekretarisnya. Memberi kesan sebagai pejabat tinggi di perusahaan tersebut. Masuk ke ruang dirut pershn yang ternyata bapaknya sendiri, chitchat sebentar lalu anak muda itu pamit keluar kantor, bermobil sport, menjemput perempuan muda cantik di rumah mewahnya, untuk makan siang di sebuah resto. Cerita berikutnya ya cuma hahahihi saja dan berujung keperkawinan mewah dengan warisan sebuah perusahaan besar karena sang bapak mau menikmati pensiun. Hadeuh … ini cerita apa sebetulnya ?? Raam Punjabi pernah berujar bahwa thema seperti ini adalah “memberi harapan”, bukan mimpi.
Jadi ingat obrolan ringan 30 tahun yang lalu dengan kawan di Bandung tentang persinetronan kita yang secara thematik tidak ada perubahan hingga sekkarang. Umumnya cerita dimulai dengan kisah kecil dimanja, muda kaya-raya, tua bahagia, mungkin mati juga masuk surga. Nikmat apalagi yang kau nantikan? Kalaupun ada sedikit modifikasi cerita, biasanya diawali dengan kisah duka dan berakhir kaya raya. Nikmat juga.. Itu perbincangan ringan kami saat itu, lalu berkembang dengan obrolan kisah nyata di ibu-kota. Sering terlihat di perempatan, anak-anak usia sekolah dasar minta-minta di sebelah mobil, yang dewasa maksa bersihin kaca depan, yang tua bersimpuh di pembatas jakan dengan kaki dikerubuti lalat dan tangan menadah. Juga tersebar di medsos, kisa pak tua yang sakit dan tergeletak di gerobak pinggir jalan. Kecil susah, hingga mati tua pun sengsara … nyata. Siapa yang akan membuatkan filmya??? Ironis ..
Tinggalkan Balasan