Feeds:
Pos
Komentar

Archive for September, 2016

imagesKeingintahuan tentang LGBT, berujung mencari film tentangnya di jagad maya, dan menemukan The Danish Girl (2015) yang memenangkan Oscar, dengan pemeran handal Edward Redmayne (Theory of Everything) dan Alicia Vikander (Ex Machina); dan Carol (2015) yang dibintangi aktris senior Cate Blanchett dan Rooney Mara (The girl with the dragon  tatoo). Yang ketiga, beberapa hari yang lalu HBO memutar film Gia (1998) dengan pemeran utama Angelina Jolie, Faye Dunaway, Elisabeth Mitchell. Rasanya ketiga film tersebut belum pernah diputar di Indonesia. Atau saya yang tertinggal? Mengingat isu pelangi yang sedang panas, ketiga film ini jadi semakin menantang untuk ditonton.  Entahlah …
Dikisahkan dalam The Danish Girl pasangan muda suami istri yang hidup rukun dan ceria, tinggal di sebuah apartemen sederhana, dalam setting tahun 1926 di Copenhagen. Pada awal film, masih belum terlihat karakter atau peran masing-masing pemain, semuanya tampak datar. Biasa saja. Gerda Wegener, seorang pelukis dan sang suami Einar Wegener menjadi model lukisannya. Yang mengejutkan adalah Einar dilukis dengan pose anggun dan kostum perempuan. Proses melukis ini berlangsung lama dan memberikan kesan bahwa Einar semakin nyaman dengan tampilan keperempuanannya. Tidak lagi hanya sekedar senang berpakaian perempuan, bahkan segala gerak dan perilakunyapun mulai perempuan. Hingga suatu saat berani tampil di publik dengan sepenuhnya berdandan, berperilaku dan bertutur-kata layaknya perempuan. Dan namanyapun berubah menjadi Lili Elbe. Tak puas dengan  penampilan dan perilaku keperempuanannya, Einar bertekad untuk operasi genital, ganti kelamin, demi mengejar kelengkapan hidupnya sebagai perempuan, dengan kondisi ilmu dan teknologi kedokteran yang sangat beresiko tinggi dimasa itu.
Percakapan Elinar dengan perempuan hamil tak dikenal di suatu taman, tentang keinginan dirinya untuk hamil, menjadi sesi yang cukup mencengangkan. Mungkin sesi dialog ini dimaksudkan sutradara untuk menggambarkan gemuruhnya hasrat hati Elinar untuk menjadi perempuan seutuhnya sesuai kodratnya. Sulit membayangkan seseorang melakukan operasi ganti kelamin di tengah komunitas yang begitu ketat dalam hal “penyimpangan” gender. Berat sungguh beban Elinar di alam nyata, merasa terjebak dalam jenis kelamin biologis yang berbeda dengan identitas dan ekspresi atau perilaku gender yang dirasakannya. Transgender menjadi pilihan hidupnya, yang sayangnya berujung tragis pada akhirnya.
Menurut American Psychological Association, Transgender is an umbrella term for persons whose gender identity, gender expression or behavior does not conform to that typically associated with the sex to which they were assigned at birth.
imagesBerbeda dengan thema transgender yang disuguhkan The Danish Girl, film Carol bercerita tentang kehidupan Lesbian antara Therese Belivet (Rooney Mara), seorang fotografer 20 tahunan yang bekerja di sebuah pertokoan di New York 1950, yang sedang menghadapi kehidupan pra-perkawinan yang tidak cukup membahagiakan, dengan Carol (Cate Blanchett) seorang istri beranak satu yang sedang dalam proses perceraian. Pertemuannya dengan Carol Aird di toko mainan tempat Therese bekerja, berbuntut kedekatan diantara keduanya. Gambar-gambar yang tajam dengan setting 1950an, meskipun kadang redup cahaya, tetap enak dilihat. Kostum dan penampilan Carol yang bergerak anggun berkelas sekaligus tegas, bersorot mata tajam dominan, terlihat sempurna meskipun halus dalam bertutur-kata. Kontras dengan karakter Therese yang cenderung penurut, sederhana cenderung na’if dan kurang percaya-diri. Pertemuan makan siang pertama mereka di sebuah resto mampu menggambarkan karakter mereka berdua. Kelelahan psikis Carol akibat rumahtangganya yang tidak bahagia dan keinginan Theresse untuk menemukan sahabat sejati, menyebabkan munculnya kenyamanan keduanya yang serasa menemukan tempat bersandar akibat kelelahan hidup berpasangan yang tak sejalan, membuat hubungan semakin erat dan saling membutuhkan, bahkan sudah seperti layaknya pasangan suami-istri. Perilaku lesbian.
images-2Gia, film semi-dokumenter kisah nyata yang bercerita tentang kehidupan singkat supermodel Gia Carangi, lengkap dengan adegan narasi sang Ibu dan rekan-rekannya. Adegan pembuka di awal cerita menggiring opini penonton bahwa Gia adalah seorang remaja yang tersiksa batinnya karena kekosongan sosok sang ibu, Kathleen (Mercedes Ruehl), hubungan kedua orangtuanya yang tidak harmonis, bahkan sudah menunjukkan kecenderungan KDRT. Bekerja sebagai juru masak di resto bapaknya di Philadelphia, Gia tumbuh sebagai gadis cantik berbadan bagus dengan gaya rambut punk dan pergaulan bebas. Pertemuannya dengan seorang fotografer menjadi titik awal karirnya sebagai fotomodel sukses di New York. Kekayaan yang cepat diperoleh dan gaya pergaulan supermodelnya yang begitu bebas tanpa kesiapan mental kedewasaan telah menjerumuskan dirinya dalam ketergantungan narkoba dan sex bebas dengan pasangan sejenis, Linda (Elizabeth Mitchell), yang telah mempunyai pasangan lawan jenis, namun sebetulnya sangat peduli dan supportive untuk kehidupan Gia yang lebih baik. Ketidakmampuan hidup mandiri tanpa kehadiran Ibu dan kehilangan panutan dari fashion agent yang membawanya ke puncak kesuksesan, Wilhelmina Cooper (Faye Dunaway). AIDS pada akhirnya mengakhiri kehidupannya yang singkat dan getir, di usia 26 tahun.
Research over several decades has demonstrated that sexual orientation ranges along a continuum, from exclusive attraction to the other sex to exclusive attraction to the same sex. However, sexual orientation is usually discussed in terms of three categories: heterosexual (having emotional, romantic or sexual attractions to members of the other sex), gay/lesbian (having emotional, romantic or sexual attractions to members of one’s own sex) and bisexual (having emotional, romantic or sexual attractions to both men and women).
Ada kesamaan pada dua film terakhir, Carol dan Gia, yaitu diawali dengan kehidupan sebelumnya yang getir dalam kaitannya dengan kehidupan bersama lawan jenis dan berujung kehidupan bersama dengan kaum sejenis:
  • Carol, tidak harmonisnya kehidupan perkawinan Carol, juga kurang eratnya hubungan Theese dengan pasangannya
  • Gia, hilangnya kasih sayang Ibu
The Danish Girl berbeda dengan kedua film diatas. Hubungan perkawinan yang tetap harmonis antara dua gender biologis laki-laki dan perempuan meskipun terjadi perubahan status perkawinan seiring perjalanan waktu dengan pertumbuhan identitas atau perilaku gender salah satu pasangan. Einar berubah menjadi Lili Elbe, tanpa cerita suram di masa awal kehidupannya, seolah memastikan adanya jebakan identitas gender (psikis) yang disandangnya, dalam identitas biologis yang berbeda.
Apakah memang demikian gejala prosesnya untuk menjadi Gay/Lesbian dan Transgender? Menarik untuk dipelajari tanpa perlu menghakimi.
Tautan:

Read Full Post »

%d blogger menyukai ini: