Dalam kasus “Penistaan Agama oleh Ahok”, kompromi antara demonstran dengan Wapres JK sore 4 November 2016 di istana, yang kemudian ditegaskan kembali oleh Presiden pada jam 12 malam harinya, adalah memerintahkan Kapolri untuk mempercepat Proses Hukum Ahok secara terbuka, supaya bisa disaksikan masyarakat, dengan harapan kecurigaan terhadap kemungkinan terjadinya ‘permainan‘ peradilan dapat dihindarkan. Ternyata tak semua pihak bisa menilai atau lebih tepatnya bersedia menilai upaya presiden ini sebagai sebuah niat baik. Reaksi sebagian dari pihak penuntut justru menganggap Presiden melakukan intervensi proses hukum, yang dengan alasan tersebut maka Presiden bisa dituntut bahkan dimakjulkan. Hemmm … garuk-garuk tangan … kira-kira apa komentar mereka bila proses hukum dilakukan tertutup?
Proses untuk mendapatkan keterangan dari saksi, termasuk terlapor Ahok, sudah mulai dilakukan polisi kemarin, Senin 7 November 2016. Komentar miring kelompok penuntut Ahok di medsospun mulai bermunculan, “kemungkinan ahok dibebaskan sudah terlihat”, “pertanyaan penyidik meringankan ahok”, dll. yang pada intinya, penyidikan sebagai suatu kenyataan proses hukum dirasa sudah bertentangan dengan Harapan (bukan fakta hukum). Mulai tumbuh kekhawatiran karena harapan dirasa tak searah lagi dengan kenyataan bahwa ‘Percepatan Proses Hukum Ahok’ tak berujung pada ‘Hukum Ahok’. Kecewa.
Seperti diketahui bahwa Persepsi yang melebihi Realitas (satu tingkat dibawah mimpi) bisa terjadi karena:
1. Kurangnya informasi
Kekurangan informasi disini bisa terjadi karena memang tak banyak informasi ditemukan, atau banyak informasi valid namun tak mampu menganalisisnya sehingga berakibat salah persepsi.
2. Pengingkaran kebenaran informasi
Tinggalkan Balasan