Tak semangat pada awalnya, lalu sedikit kening berkernyit ketika sang aktor mulai tertawa depan kaca, sekaligus menangis hingga lukisan wajah sedikit luntur menetes. Sangat teatrikal, acting yang luar biasa dari Joaquin Phoenix. Jadi teringat Robert Deniro di film Taxi (1976) ketika acting berlaga di depan cermin sambil memegang pistol … Adegan berlaga ini diulang lagi pada saat Joker menjelang tampil di acara tvshow Murray Franklin, yang beraksi seolah di atas panggung dan memberi salam ke Murray dan penonton .. Indah …
…
Film dibuka dengan suara televisi yang memberitakan kotornya kota, dengan sampah menumpuk dimana – mana, tak terurus, yang memberi pesan penting betapa amburadulnya penguasa mengurus rakyatnya. Wajah muram masyarakat direpresentasikan oleh kehidupan Joker yang tinggal berdua di apartemen sederhana bersama ibunya yang sudah tidak mampu lagi beraktifitas. Joker mengais rejeki dengan berprofesi sebagai badut jalanan untuk kepentingan periklanan dan penghiburan di rumahsakit anak-anak. Dia juga mesti konsultasi rutin ke jasa pelayanan konsultasi psikologi dari Dept. Sosial dan Kesehatan karena perilakunya yang dianggap aneh. Himpitan finansial, penghinaan dan tekanan sosial yang kuat dan menerus, dirasakan berujung pada hilangnya eksistensi diri, hingga menjadi pemantik ledakan mental yang berujud kebuasan, namun sepertinya dirasakan sebagai ‘kepuasan’. Absurd.
…
Kerumitan karakter Joker memicu keingintahuan tentang fenomena kejiwaan yang dialaminya. Pengamat psikologi, H. Eric Bender, M.D., menganggap Joker mengalami kelainan mental (mental disorder), yang dikategorikan sebagai psikopat, yaitu karakter dan perilaku yang sebab dasarnya lebih banyak dibentuk oleh hilangnya empati. Sementara psikolog lainnya berpendapat bahwa Joker berkarakter psikotik, dengan simtom mengalami halunisasi seperti mendengar suara, halunisasi visual atau delusi pemikiran.
…
Konflik dalam film ini bukan lagi persoalan personal namun sudah menjadi fenomena sosial dimana Joker sebagai representasi masyarakat kelas bawah, yang menurutnya “tidak eksis dan tak pernah bahagia selama hidupnya”, bahkan ditinggal tak terurus oleh penguasa; versus masyarakat kelas atas, kaya, berkuasa yang direpresentasikan oleh Murray Franklin (host tvshow) dan Thomas Wayne (ayah, pengusaha dan kandidat walikota Gotham City).
…
Tingginya pengangguran, kumuhnya kota dan ketidak-pedulian penguasa yang ditunjukkan dengan pemotongan budget Departemen Sosial dan Kesehatan yang dibutuhkan untuk mengurus rakyatnya, telah menyebabkan frustrasi sosial yang semakin tinggi, hingga kepercayaan masyarakat terhadap aparat pemerintah semakin rendah, dan bisa diduga akan berujung pada kecemburuan sosial. Anarki pada puncaknya ..
Bagaimana ujung kekusutan masalah sosial ini? Silahkan menikmatinya dalam gedung pertunjukan yang masih memutar filmnya..
…
Bagi yang mencari hiburan ringan, rasanya Joker bukan film tepat untuk ditonton, namun bila ingin tahu potret sosial dunia saat ini, Joker mampu menjelaskannya. Sudah dua kali nonton, namun masih kurang rasanya 😉
…
Kaitan lainnya:
…
Tinggalkan Balasan