
Buku kecil setebal 157 halaman ini aku beli entah dimana. Lupa. Tertulis catatanku di dalamnya, tahun 2018. Buku karya Anton (Pavlovich) Chekov ini ditulisnya pada tahun 1885, di era Tsar Nicholas tentunya, sebelum revolusi Uni Soviet (1917). Dedikasinya sebagai penulis cerpen realis dan penulis naskah drama, menghantarkannya sebagai penerima Pushkin Prize, penghargaan bergengsi Russia, bagi sastrawan. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Bentang pada tahun 2017 dan diterjemahkan oleh sastrawan besar kita, Sapardi Djoko Damono.
Meskipun novel ini pendek, namun tetap lebih panjang dari cerita pendek biasa. Lebih dari 15 nama terlibat dalam ceritanya, termasuk beberapa tokoh utama yaitu Laptev (Alyosha) Alexei Fyodorovich 32 tahun (tokoh utama), Yulia Sergeyevna 21 tahun (tokoh utama), Nina Fyodorovna 39 tahun (kakak Laptev), Panaurov Grigory Nikolayevich (suami Nina), Fyodor Stepanych (ayah Laptev), Fyodor (kakak Laptev), Yartsev (tmn Laptev), dan Kostya Kochevoi (tmn Laptev). Lokasi cerita hanya ada di dua tempat, yaitu kota kecil tempat Yulia berada dan Moscow, dengan setting waktu pada saat buku ini ditulis, 1885.
Garis besar cerita buku ini tentang cinta tak berbalas. Cerita biasa, tak istimewa dan lazim adanya. Betulkah? Betul, namun kembang-kembang cerita yang disajikan penulis realis inilah yang menjadikan keseluruhan cerita mengalun getir, depresif dan memperkaya makna kehidupan sosial. Bukan karena alur cerita utama, tetapi justru karena kembang – kembang cerita inilah, bisa tertangkap kelunya realitas sosial budaya yang melatar-belakanginya.
Chekov menggunakan teknik cerita pihak ke-3, sebagai pencerita yang seolah tahu semua pikiran dan perasaan para tokohnya. Dan Chekov juga selalu menjelaskan secara rinci sifat fisik dan karakter mereka. Misalnya, tentang Laptev, Chekov menjelaskan, “… dirinya tidak tampan, dan kini dia hampir yakin tentang kenyataan tersebut. Dia agak pendek dan kecil, pipinya merah muda dan rambutnya mulai menipis di bagian atas sehingga kalau hawa sedang dingin, dia bisa langsung merasakannya di kulit kepala. Wajahnya tidak memiliki daya tarik yang paling sederhana sekalipun, yang bisa membuat wajah tampak menyenangkan. Kepada perempuan dia bersikap kaku, terlalu banyak omong, dan suka asyik dengan dirinya sendiri”.
Begitu piawainya Chekov bercerita, hingga baru mulai membaca halaman pertama buku ini, langsung terbayang pengalaman pembaca tentang setting kota kecil Russia, di akhir abad 19. Kereta kuda, kemeja rapi dalam celana besar berikatpinggang untuk lelaki, dan gaun yang berkembang di bawah dengan payung mekar menutupi kepalanya.
Laptev, anak pengusaha kaya, tertarik dengan Yulia, gadis cantik, putri seorang dokter. Tak ingin berpanjang waktu, Laptev menyatakan cintanya. Namun ternyata, meskipun berasal dari kelas pengusaha, tak membuatnya menjadi percaya diri. Begitupun juga dengan Yulia, tak serta-merta mampu menerimanya. Bimbang. “Benar bahwa dia tidak mencintai lelaki itu, dan jika menikah dengannya, berarti dia harus mengucapkan selamat tinggal kepada mimpi-mimpinya untuk membangun rumah tangga yang bahagia. Namun, akankah kelak dia dapat menemukan lelaki yang diimpikannya itu? Umurnya kini sudah 21 tahun. Di kota ini memang tidak ada pemuda yang pantas. Dia berpikir tentang semua lelaki yang dikenalnya , pegawai pemerintah, guru, opsir, dan ternyata sebagian dari mereka telah menikah dan hidup mereka teramat kosong dan menjemukan, yang sebagian lagi tidak menarik, hambar, bodoh, atau tidak bermoral”.
Konflik perkawinan tanpa cinta di awal cerita inilah yang kemudian menjadi isu utama buku ini. Tentu, situasi sosial masyarakat berkelas yang menjadi ciri utama karya-karya Chekov menjadi landasan utama cerita. Laptev yang tertekan karena tak nyaman menjadi pengusaha yang sewenang-wenang, pekerja pabrik yang tak berkutik, religiusitas tanpa praksis dan perkawinan tanpa cinta sebagai plot cerita.
Karya-karya sastrawan Russia dijamannya, menurutku selalu getir menggugah pikiran kritis yanh memperkaya nurani. Perlu dibaca.
Tinggalkan Balasan