Kesibukan pekerjaan yang berhubungan dengan korporasi, dan sedikit pengalaman tentang GCG, auditing dan manajemen risiko, membuat kewaspadaan semakin perlu dilatih untuk mencegah kemungkinan terjadinya perilaku bisnis yang menyimpang, karena kelalaian atau kesengajaan. Tulisan ini dimaksudkan hanya sebagai penyemangat untuk dapat menikmati lebih jauh dengan membaca buku-buku kejahatan finansial korporasi di bawah ini.
Kisah runtuhnya dua korporasi besar dunia yang disajikan oleh tiga buku dibawah ini, sangat bagus dan inspiratif, untuk dijadikan pelajaran dalam tata-kelola perusahaan yang baik dan benar. Tiga buku tersebut adalah:
- Conspiracy of Fools: A True Story, Eichenwald, Kurt. (Veteran New York Times financial journalist, a finalist for the Pulitzer Prize in 2000, also authored The Informant), 784 halaman (hard copy), BROADWAY BOOKS, 2005.
- The Smartest Guys In The Room, Bethany McLean and Peter Elkind, Penguin Group, 2003
- Extraordinary Circumstances, The Journey of a Corporate Whistleblower, Cynthia Cooper, John Wiley & Sons, Inc., 2008
Buku ke 1 dan 2 adalah tentang runtuhnya Enron, sebuah perusahaan migas dan energi yang masuk peringkat 7 dunia, berpusat di Houston, Texas, AS. Pada tahun 2001 Enron mempunyai valuasi US$ 100 Milyar. The Smartest Guys In The Room juga sudah bisa dinikmati filmnya dengan judul yang sama, sedangkan buku ke 3 adalah tentang runtuhnya Worldcom, perusahaan telekomunikasi, yang mulai berdiri 1983 namun sudah mampu menunjukkan pertumbuhan pendapatan yang luar biasa dari US $152 juta pada tahun 1990 menjadi US $392 Milyar pada tahun 2001, hingga bisa berada pada posisi ke 42 dari 500 perusahaan lainnya menurut majalah Fortune.
Skandal Enron
How could America’s seventh-biggest company just blow up? Where had the billions gone? Itulah pertanyaan yang seringkali muncul dari berbagai komen yang didapatkan dari internet terhadap berbagai artikel yang berkaitan dengan Enron.
Kedua buku ini adalah karya rekonstruksi kisah nyata runtuhnya perusahaan migas terbesar ke-7 dunia, yang berpusat di Houston, Amerika. Enron, perusahaan bervaluasi $100 milyar di tahun 2001, runtuh karena Kejahatan finansial korporasi. Arthur Andersen, konsultan bisnis dan auditor terkemuka dunia yang mendapatkan $49 juta dari Enron di tahun 2000 (termasuk $35 juta dari jasa manajemen konsultan), turut runtuh juga karenanya. Harga saham melorot menjadi $0.26 di tahun 2001, setelah pernah mencapai tertinggi di harga $90.75.
Kedua buku menulis hal yang sama, bahwa kecurigaan publik atas adanya masalah dengan Enron dimulai pada 20 September 2000, yaitu, ketika Jonathan Weil, wartawan Texas Journal dari biro Dallas, meliput tentang bisnis energi yang mengandalkan metode akuntansi mark-to-market (keuntungan diambil didepan tanpa mengindahkan fluktuasi nilai yg bisa menyebabkan kerugian), diantaranya adalah Enron. Membaca liputan Texas Journal, Jim Chanos, investment manager Kynikos Associates di New York, mulai mendalami Laporan Keuangan Tahunan 1999 dan Triwulan ke-3 2020 yang terlihat bagus. Dinyatakan dalam Laporan Keuangan, Enron mengalami pertumbuhan keuntungan, sedangkan bisnis telekomunikasi saat itu sedang buruk, bahkan ROIC Enron hanya 7 %. Mencurigakan. Diperoleh info bahwa Ken Lay (CEO) mulai menjual sahamnya 250 lembar setiap harinya dalam beberapa hari. Juga Skilling (pengganti Ken Lay), yang menjual sahamnya dalam jumlah besar. Insider Selling.
September 2000, Enron tidak menghasilkan cash dan telah banyak mengambil keuntungan didepan melalui metode akunting mark to market atas persetujuan SEC. Dengan metode akutansi Mark to Market ini, Enron harus menanggung kerugian $500 Juta di bisnis Enron Energy Services. Bahkan, ada penambahan hutang sebesar US$ 3,9 Milyar. Dan dokumen menunjukkan bahwa 40% dari pendapatan di tahun 1998 dan 1999 adalah hasil dari penjualan aset, bukan dari hasil operasi. Harga saham Enron meluncur turun.
Pertanyaan yang muncul pada saat konferensi pers oleh Enron ketika kepercayaan pasar mulai merosot, pada umumnya adalah tentang adanya transaksi bisnis dengan anak perusahaan (special purpose entities) yang tidak transparan dan susah difahami proses bisnisnya oleh komunitas pasar saham. Awal 2001, Chanos mulai menghubungi Bethany McLean (wartawan Fortune), penulis buku ini. Dan kekacauan semakin merebak.
Tentang Mark to Market, David Woytek, Internal Auditor dari Arthur Andersen, saat itu sempat meragukannya, “How can you book twenty years of revenue in the first year?” Woytek asked. “That goes against everything I was ever taught in accounting. You never recognize revenue in advance, only when title passes from one owner to the next. And title doesn’t pass on this until you deliver the gas, over the next twenty years.”
Dari isi buku, Conspiracy of Fools tidak berbeda dengan The Smartest Guys In The Room, karena sejatinya kedua buku tersebut adalah ‘laporan’ tentang kejadian nyata kejahatan korporasi, bukan novel. Hanya, bobot liputan peristiwa-peristiwa dan narasi dialog para pelaku di dalamnya yang sedikit berbeda namun tetap tidak mengubah fakta substansial yang ada.
Untuk menunjukkan bahwa maksud penulis sepenuhnya hanya menyajikan berita dan opini publik terkait kejahatan korporasi Enron, dalam bab Q&A, Kurt Eichenwald mengatakan “I am not going to venture out and say “I know, in my opinion this person committed a crime, in my opinion this person did not.” That’s really up to a jury”. … “I kind of look at it as an impressionistic painting. Everyone can look at it and make their own judgments about what they think the intents were. I don’t think that’s my job”.
Tentang Arthur Andersen, Echenwald di akhir bukunya menulis “Arthur Andersen deserved the death penalty. They were not public accountants. They were not acting on behalf of public interest. And I think that failure—they paid a very heavy price for it, but I think it’s a price that was ultimately deserved. It was a company that had experienced these kind of violations in the past, and didn’t do enough to make sure that it didn’t happen again”.
Yang juga menarik dari buku Kurt Eichenwald ini adalah kemampuannya menggali informasi, mengangkat kisah-kisah pertemuan pejabat Enron seperti Ken Lay, Andy Fastow (CFO) dan Jeff Skilling dengan para selebriti politik dan bisnis, seperti George W. Bush, Dick Cheney, Paul O’Neill, Harvey Pitt, Colin Powell, Gray Davis, Arnold Schwarzenegger, Alan Greenspan, Bill Clinton, Rupert Murdoch and Sumner Redstone, kemudian merangkainya dan menyajikannya secara runtut dan rinci dalam satu kerangka skandal korporasi Enron, dengan narasi yang nyaman untuk dinikmati. Framing. Membacanya serasa sedang menikmati novel detektif Tom Clancy :). Opini penulis tidak terlihat muncul dalam bahasa verbal yang menghakimi.
Sedikit berbeda dengan Conspiracy of Fools, The Smartest Guys In The Room sudah ‘menghakimi’ sejak di bab Pendahuluan “It would later be blindingly obvious that Fastow had not told us the truth—how could he, given that much of Enron’s earnings were the result of accounting manipulations that created the illusion of profitability?” … meskipun memang benar adanya, setelah membaca lebih jauh dalam bukunya.
Sherron Smith (kemudian Sharron Watkins, setelah menikah), bekerja di Enron sebagai akuntan sejak 1993. Sebagian kecil kutipan surat Sherron Watkins ke Ken Lay (CEO), termasuk penjelasannya setelah menemukan banyak penyimpangan akutansi yang dilakukan Fastow, “Dear Mr. Lay, Has Enron become a risky place to work? For those of us who didn’t get rich over the last few years, can we afford to stay? Skilling’s abrupt departure will raise suspicions of accounting improprieties and valuation issues. …”. Surat ini yang kemudian menjadikan Sherron Watkins dianggap publik sebagai Whistleblower. Pahlawan.
Skandal Worldcom
Satu lagi kasus penyelewengan keuangan yang terjadi diwaktu yang hampir bersamaan dengan Enron, yaitu Worldcom. Perusahaan telekomunikasi AS, dibawah Bernie Ebbers, yang melayani jasa telekomunikasi jarak jauh. Berpusat di Jackson (1997, Clinton), Mississippi. Pada awalnya hanya melayani pantai selatan AS, berkembang hingga 65 negara lain di dunia.
Kasus ini dibongkar oleh Internal Auditor Worldcom, Cynthia Cooper, penulis buku ini, yang mulai bekerja di bagian Internal Audit Worldcom sejak usia 20 tahun, tahun 1994. Menjadi Vice President Internal Audit di usia 37 tahun (2002). “WorldCom was an underdog company, with an underdog CEO, headquartered in an underdog state”. Dalam 8 tahun masa kerjanya, pendapatan Worldcom tumbuh dari $1,5 Milyar menjadi $38 Milyar. Tahun 1999, Bernie Ebbers berada pada nomor 174 orang terkaya di AS.
Pada Juni 2002, Internal Audit, dibawah Cynthia Cooper, menemukan keanehan adanya transaksi transfer dari akun ekspense di Income Statement ke akun asset di Balance Sheet sejak 2001 yang total nilanya mencapai $3,8 milyar lebih. Scott Sullivan, CFO, memberi alasan bisnis yang menurut Cynthia tidak rasional secara akuntasi.
Scott Sullivan, diangkat sebagai CFO pada usia 33 tahun dan Wall Street memberinya penghargaan sebagai ahli financial yang cemerlang. Di tahun 1997, dengan kompensasi sebesar $19 million, dia merupakan CFO termahal di AS. Tahun 1998, CFO Magazine memberinya penghargaan CFO Excellence Award karena sukses untuk bidang merger dan akuisisi.
Konvensi akutansi “matching principle”, digunakan untuk penundaan pembukuan biaya sehingga terlihat seolah masih sebagai asset. Hal ini dilakukan untuk menjaga performa perusahaan supaya tetap terlihat bagus.
Akibat dari semua ini adalah anjloknya harga saham Worldcom menjadi $83 cent di NASDAQ, dari puncaknya $64 tahun 1999, hilangnya pekerjaan dari 17.000 karyawan, atau 20% dari total jumlah karyawan Worldcom, hilangnya kepercayaan publik, kerugian finansial dan kehancuran reputasi serta karir. Worldcom merupakan kasus runtuhnya korporasi terbesar dunia.
Penutup
Kedua skandal keuangan tersebut, Enron dan Worldcom, memicu munculnya undang-undang Federal AS, “The Sarbanes-Oxley Act” (or SOX Act) yang diinisiasi oleh anggota Senat Paul Sarbanes dan anggota DPR Michael Oxley, serta ditandatangani oleh Presiden George W. Bush , 30 Juli, 2002. Akta ini dimaksudkan untuk melindungi investor dari kejahatan keuangan korporasi.
Sudah banyak sekali artikel tentang skandal Enron ini, selain karena skala kerugian yang sangat material, peristiwanya juga sudah relatif lama terjadi, sehingga tak perlu lagi ulasan yang lebih rinci dalam tulisan ini. Ada beberapa link artikel yang bisa dirujuk untuk menjelaskan kasusnya lebih rinci:
Tinggalkan Balasan