Beberapa minggu yang lalu, dunia maya negeri ini gaduh karena unggahan dan tanggapan yang saling bersilangan.
- Video beredar menampilkan 3 anak berseragam SD menyeberang sungai denhan bergelantungan di keranjang yang meluncur dari letinggian pinggir sungai ke seberang sungai.
- Sebuah gambar menampilkan soal pilihan berganda yang isinya diharapkan untuk memilih antara Pancasila atau Islam.
- Berbagai komen tentang dibatalkannya keberangkatan haji 2021
Yang terjadi kemudian, bisa diduga, pengadilan di dunja maya terhadap pemangku kebijakan (Pemerintah). Hanya berdasar unggahan sepotong gambar dan video fersebut. Bila realita adalah gambar besar, obyek unggahan tersebut hanyalah bagian kecil atau sekeping puzzle dari gambar besar, yang tentunya tidak cukup informasi untuk dapat diberikan penilaian terhadapnya.
Keping-keping kecil lainnya dari masing-masing ketiga puzzle tersebut mulai bermunculan di dunia maya bebrapa hari kemudian. Gambar puzzle mulai jelas.
- Video 3 anak SD sedang bermain setelah pulang sekolah. Bukan pulang/berangkat dari/ke sekolah. Meluncur bergantungan mengunakan peralatan perkebunan sawit. Bukan alat penyeberangan sungai ke sekolah. Tidak ada isu kesulitan penyeberangan sungai.
- Sampai sekarang tidak ada konfirmasi dari manapun terkait soal pilihan ganda “Pancasila atau Islam”. Keping puzzle itu tetap tidak jelas bagi publik. Pertanyaan muncul utk dapat melengkapinya: apakah ini soal dalam test yang sudah ada jawaban ‘kebenaran’ untuk masing-masing soal? Sehingga Nilai Kelulusan didasarkan kebenaran pilihan jawaban. Atau, apakah ini soal ujian Psikotest/Kepribadian atau semacamnya, yang dipilih bukan untuk menentukan kebenaran jawaban? Seperti diketahhi bahwa psikotest didasarkan pada komposisi pilihan jawaban dari serangkaian soal, yang akan menentukan kategori Kepribadian seseorang. Artinya, tidak ada jawaban Benar/Salah dalam soal ujian semacam ini. Dan, biasanya ada beberapa macam test. Nah, belum ada konfirmasi tentang hal tersebut diatas. Puzzle tidak bisa diselesaikan. Penilaian terhadapnya tidak layak dilakukan.
- Penjelasan resmi oleh Menteri Agama dan pihak otoritas Pemerintah Arab Saudi tentang pembatalan haji telah diberikan. Tidak ada isu hutang kepada otoritas haji Arab Saudi. Tidak ada isu penggunaan dana haji untuk pembanghnan infrastruktur, oleh pemerintah. Cleared.
Mengapa publik cepat sekali memberikan respon mnegatjf terhadal pemberitaan yang sebetulnya belum jelas? Mengapa publik mudah menghakimi daripada mencari tahu kebenaran suatu informasi? Rasanya, unggahan-unggahan puzzle diatas bukanlah tanpa maksud oleh pengunggahnya. Dampak dari narasi yang dibangun adalah persepsi buruk terhadap pemerintah. Respon positif (mendukung narasi pengunggah) adalah harapan utama pengunggah terhadap puzzle-puzzle diatas.
Sedikit mengulang tentang Neural Behaviour Approach dalam blog ini. Reptilian Brain adalah fungsi otak yang berhubungan dengan respon terhadap ‘ancaman’. Disebut juga sebagai ‘otak primitif’, yang memicu respon fisiologis untuk hasil yang positif dalam situasi kritis atau dalam tekanan. Reptilian brain ini mempunyai fungsi primitif, yaitu tidak bisa belajar, tidak bisa berevolusi atau adaptasi. Juga tidak mempunyai memori. Ada 3 respon dalam menghadapi ancaman, yaitu Flee (lari), Fight (melawan), Freeze (merunduk). Respon bisa berubah-ubah seiring waktu dalam menghadapi ancaman.
Sehubungan dengan kasus diatas, sepertinya netizen dengan karakter yang didominasi sifat Fight menjadi target kampanye semacam ini, dengan harapan segera memberi respon. Netizen-netizen yang didominasi reptilian brain berkarakter Fight ini, akan segera merespon unggahan-unggahan yang ‘mengancam’ persepsinya tanpa merasa perlu untuk mencari informasi lain untuk memverifikasi kebenaran informasi. Emosional. “Pemerintah zalim”. Itulah target respon dari unggahan puzzle literasi tersebut diatas. Semakin gaduh ketika Confirmation Bias dan Teori Konspirasi ikut bermain di dalamnya (baca: the death of expertise). Sempat terjadi respon tersebut namun ‘buyar’ setelah fakta sebenarnya terkuak.
Fenomena Quick Response terhadap provokasi yang diarahkan ke Reptilian Brain yang berkarakter Fight seperti diatas akan terus terjadi, selama para pemiliknya tetap senang bermain medsos. Dan Prefrontal Brain yang menjadikan manusia sebagai mahluk berpikir, tidak mendapat kesempatan mengambil alih pembuatan keputusan rasional. Dan kegaduhan akan terjadi lagi.
Tinggalkan Balasan