Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Buku’ Category

Disclaimer

Kata “Penulis” dalam tulisan dibawah ini dimaksudkan sebagai “Penulis Buku”.

PEMBUKA

Dalam Kongres Nasional Partai Komunis China ke-19, Oktober 2017, Presiden Xi Jinping menyatakan, 

“blaz[ed] a new trail for other developing countries to achieve modernization” and that “[i]t offers a new option for other countries … who want to speed up their development while preserving their independence.” (Bab 5).

Selanjutnya, dalam pidatonya di tahun 2017, Presiden Xi menyatakan bahwa 

“[w]e will … strengthen international cooperation on anticorruption in order to build the Belt and Road Initiative with integrity.”

Kalimat dalam editorial majalah the Economist, edisi 15-21 Oktober 2022, halaman 13 bisa mewakili cara pandang China terhadap persepsi Barat, yang sering menggunakan norma sendiri untuk mengukur sikap dan tindakan bangsa lain.

Mr Xi’s aim is not to make other countries more like China, but to protect China’s interests and establish a norm that no sovereign government need bow to anyone else’s defini­tion of human rights.

Berita harian Bisnis.com berjudul “Jokowi Bertemu Xi Jinping, Segini Total Investasi China di Indonesia” menyebutkan bahwa China menduduki peringkat kedua sebagai investor asing terbesar pada semester I tahun 2022, setelah Hongkong. Tercatat US$3,6 miliar atau meraih porsi 16,8 persen dari total investasi yang masuk selama semester I/2022. Proyek Nasional atas biaya China sudah masuk negeri kita ini sejak pembangunan Waduk Jatigede, Jalan Tol Medan-Kualanamu hingga Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Tak faham tentang siapa lebih diuntungkan dalam kerjasama dengan China, buku Banking on China. The aims and impacts of China’s Development Program ini bisa sedikit memberi pencerahan. Dari kacamata Barat tentunya. Berikut ini disampaikan inti tulisan dan opini beberapa Bab dari buku ini.

Buku ini ditulis oleh 5 orang peneliti, yaitu: 

  1. Axel Dreher is Professor of International and Development Politics, Universität Heidelberg, Heidelberg, Germany. He is also a Fellow at CEPR, CESifo, and AidData.
  2. Andreas Fuchs is Professor of Development Economics and Director of the Centre for Modern East Asian Studies at the Georg-August-Universität, Göttingen, Germany. He is also Director of the Kiel Institute China Initiative.
  3. Bradley Parks is the Executive Director of AidData, a research lab at William & Mary, Virginia. He is also a Non-Resident Fellow at the Center for Global Development.
  4. Austin Strange is an Assistant Professor of International Relations at The University of Hong Kong.
  5. Michael J. Tierney is Professor of Government and Director of the Global Research Institute at William & Mary, Virginia. 

Sistematika penyajian

  1. Alasan ditulisnya buku ini menjadi ulasan panjang dalam BAB 1. 
  2. Kemudian dilanjutkan dengan sejarah Bantuan Pembiayaan China pada BAB 2. 
  3. Metode kompilasi data pembiayaan China di abad 21 disajikan pada BAB 3. 
  4. Bab-bab selanjutnya adalah penjelasan terhadap berbagai pertanyaan, misalnya pada BAB 4, seperti apakah status program pembangunan global China? Atau, negara manakah dan sektor apakah yang menerima bantuan dana China? Apakah kategori Aid atau Loan? 
  5. Kemudian BAB 5 adalah, faktor-faktor apakah yang mempengaruhi alokasi bantuan China ke berbagai negara di dunia? Dan, bagaimana bila motif tersebut dibandingkan dengan para pendonor tradisional atau kreditor, seperti World Bank? 
  6. Lalu di BAB 6, apa yang menentukan alasan perbedaan alokasi bantuan pembangunan China di berbagai wilayah dalam suatu negara? Apa bedanya dengan alokasi bantuan dana dari World Bank? 
  7. Kemudian di BAB 7 adalah penjelasan dari pertanyaan: bagaimana dampak pertumbuhan ekonomi dan hasil dari berbagai pembangunan yang berasal dari bantuan pembangunan China? Apakah dampak ekonomi dari pembiayaan pembangunan China yang bermotivasi politik, akan berbeda hasilnya secara signifikan, daripada jenis bantuan pembangunan Tiongkok lainnya? 
  8. Dan pada BAB 8 disajikan penjelasan terhadap pertanyaan, apa dampak bantuan China terhadap isu korupsi, konflik sosial, lingkungan, demokrasi? Bagaimana tingkat keefektifan bantuan dari Barat? 
  9. Akhirnya di BAB 9 adalah pendapat penulis tentang bagaimana China perlu melakukan rekonsiliasi terhadap aturan dan standar pembangunan internasional atau Barat.

LATARBELAKANG PENELITIAN

Negara-Negara penerima Bantuan Proyek Pembangunan China, 2000-2014 (ref. Banking on Beijing)

Penulis meneliti isu terkait tujuan dan dampak bantuan pendanaan China, yang berupa Pinjaman (lending) dan Hibah (aid), untuk proyek-proyek di negara-negara sedang berkembang. Analisis data dilakukan sebanyak 4500 proyek, senilai $358 milyar, di 138 negara, selama 15 tahun. Pendanaan dari China banyak ditujukan ke negara-negara di Afrika, semenanjung Arab, Asia Tengah, Afghanistan, Pakistan, Srilangka, juga Indonesia, dll. Informasi rinci tentang Hibah/Pinjaman dari China untuk Pembangunan di negara Srilanka, Tanzania dan Pakistan banyak disampaikan dalam buku ini.

Analisis data dimaksudkan untuk mengetahui beberapa hal. Diantaranya adalah tentang motivasi Bantuan. Apakah kemanusiaan atau komersial? Bagaimana skema bantuan diberikan? Bagaimana dengan risiko dan keuntungan negara penerima bantuan? Apa perbedaan dan persamaan dengan bantuan dari lembaga donor atau negara Barat?

Pengumpulan dan kompilasi data untuk kebutuhan penelitian ini, dilakukan oleh Aiddata, William & Mary’s Global Research Institute. Salah satu penulis buku ini adalah Direktur Eksekutif Aiddata, Bradley Parks.

Kalimat pembuka di halaman pertama buku ini bisa menjadi Pengantar bagi para pembaca untuk memperkirakan isi bukunya :

China is now the lender of first resort for much of the developing world, but Beijing has fueled speculation among policymakers, scholars, and journalists by shrouding its grant-giving and lending activities in secrecy.

Sejak bab pertama dalam buku ini, secara tersurat sudah menunjukkan prasangka buruk Penulis terhadap maksud pemerintah China untuk membantu pembiayaan pembangunan ekonomi negara-negara sahabat. Dan ternyata memang prasangka buruk itulah motif utama penelitian dilakukan. Yang kemudian berusaha dibuktikannya pada bab-bab berikut, dengan analisis statistik berdasar data yang dikumpulkan dari berbagai sumber.

Beberapa kutipan berita negatif yang disadur dalam Bab I buku ini misalnya, 

  • “praktek bantuan China melemahkan negara penerima karena menyuburkan korupsi, menguasai industri ekstraktif, dan melanggengkan hutang”.
  • “China sudah menggelontorkan cadangan mata-uang asingnya sebesar $3 triliun sebagai bantuan pembiayaan pembangunan, untuk menguasai pengaruh politik global”.
  • “China membantu pembangunan infrastruktur pemutar roda ekonomi negara-negara sahabat, seperti jalan raya, kereta api, jembatan dan bendungan, dengan lebih mengutamakan pada kecepatan pembangunan daripada kualitas, mengabaikan isu lingkungan, sosial, keselamatan kerja serta lemah pada sistem pengawasan dan evaluasinya”.
  • Pembiayaan oleh bank di Beijing secara ekonomi tidaklah efisien. Namun diakui bahwa memang dibutuhkan untuk keperluan pembiayaan proyek-proyek besar.
  • China adalah rekanan pembangunan yang pragmatis, dan berusaha mendapatkan beragam kepentingan ekonomi dan politik. 
  • Dll.

Tahun 2013, President Xi Jinping mencanangkan Belt and Road Initiative (BRI). Dan menggelontorkan US$1 triliun, untuk program pembiayaan infrastruktur global.

Dana besar Beijing untuk pendanaan pembangunan bagi negara-negara sahabat berpendapatan rendah-sedang tersebut, menjadikan kekhawatiran AS dan sekutunya. 

Just fifteen years ago, China was a net recipient rather than a net donor of aid. So, how did we get here?” 

Sehingga pada Oktober 2018, Dewan Perwakilan AS memberlakukan BUILD (Better Utilization of Investment Leading to Development), yaitu institusi finansial pendanaan pembangunan, untuk bersaing dengan China di seluruh dunia. Dan pada September 2019, mereka menggelontorkan US$375 Juta untuk bantuan “Countering Chinese Influence”.

Pada tahun 2019 itu juga, Jepang dan Australia bergabung dengan AS mencanangkan “Blue Dot Network”, untuk menghadapi BRI (Belt and Road Initiative). Mereka membentuk jaringan kerjasama untuk menerapkan sertifikasi kualifikasi proyek sehingga bisa mendapatkan bantuan pendanaan di wilayah Indo-Pasifik dan seluruh dunia. Kelayakan pasar, transparansi dan keberlanjutan finansial pembangunan infrastruktur menjadi perhatian penting.

Tahun 1980-1990an, China bersikap low-profile dalam kebijakan investasi atau pembiayaan asingnya. Deng Xiaoping mencanangkannya sebagai prinsip “hide your capabilities, and bide your time”. Namun berubah di tahun 1999 setelah Beijing mencanangkan strategi “Going Out”. Bank milik pemerintah China – China Eximbank dan China Development Bank – ditugasi untuk membantu perusahaan-perusahaan China di luar negeri supaya mampu berdiri kokoh dan sanggup bersaing di pasar global. Mulai agresif.

Strategi Going Out ini diberlakukan karena kondisi ekonomi yang perlu mendapat perhatian Beijing, yaitu:

  • Industri domestik China sedang mengalami masalah over produksi. Perusahaan-perusahaan baja, besi, semen, aluminium dan kayu, tidak efisien dan merugi.
  • Oversupply mata-uang asing. Surplus perdagangan tahunan menyebabkan cepatnya pertumbuhan cadangan mata-uang asing, sehingga berisiko instabilitas makro-ekonomi (inflasi atau revaluasi mata-uang). Oleh karenanya, Beijing berharap bisa menempatkan kelebihan dollar dan euro di outlet-outlet luar negerinya yang produktif.
  • Untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi domestik yang tinggi, China perlu untuk menambah kecukupan sumberdaya alam. Sehingga bank-bank nasional diwajibkan membantu proyek-proyek di luar negeri yang fokus pada industrial, infrastruktur, dan akuisisi sumberdaya alam.

Setelah 15 tahun (2000-2014) menjalankan strategi Going Out, pengeluaran China untuk pembangunan di luar negeri meningkat pesat. Sumbangan dan pinjaman tanpa bunga ke dunia yang sedang berkembang, banyak diberikan dalam mata-uang Renminbi. Berjalannya waktu, perilaku Beijing mulai berubah. Dari Benefactor bergeser kearah Banker, yang memberi pinjaman dengan bunga harga pasar.

Untuk mengatasi masalah kelebihan produksi, kelebihan mata-uang asing dan kekurangan akses sumberdaya alam, perbankan Beijing memberlakukan kebijakan:

  1. Pinjaman dengan mata-uang asing, berbunga mendekati harga pasar
  2. Mewajibkan para peminjam luar negeri untuk memenuhi keperluan industrinya, seperti baja dan semen, supaya membeli dari China
  3. Mempermudah Pembayaran Hutang dengan menggunakan pendapatan dari penjualan komoditi ke China

Setelah tahun 2000, pengeluaran Beijing untuk Bantuan Pembangunan luar negeri berbunga rendah (Aid) semakin berkurang. Sebaliknya pemberian Pinjaman (Debt) semakin bertambah. Hanya 23% dari total pengeluaran luar negeri China selama tahun 2000-2014 yang masuk dalam kategori Bantuan (Aid), menurut definisi OECD-ODA (Organisation for Economic Co-operation and Development’s – Official Development Assistance). Sebaliknya, dalam rentang waktu yang sama, anggota Development Assistance Committee (DAC), berasal dari negara-negara industri Barat (termasuk Jepang dan Australia) yang menguasai pasar finansial pembangunan internasional, telah mengeluarkan total 90% dari belanja luar negerinya untuk keperluan ODA (Official Development Assistance). 

Sayangnya, buku ini hanya menyajikan Angka Bantuan diatas, hanya dalam format Persentase saja. Tidak termasuk Angka Nominalnya. Berapa besar angka Bantuan negara-negara Barat? Apakah lebih besar dari pengeluaran China?

Munculnya kontroversi di kalangan jurnalis, politisi dan peneliti tentang program Bantuan Pembangunan luar negeri China ini, menurut Penulis karena adanya kesulitan membedakan antara proyek-proyek yang dibiayai dengan gratis atau bunga rendah (Aid), dengan proyek-proyek yang dibiayai oleh Pinjaman berbunga pasar atau mendekati bunga pasar (Debt). 

Lebih jauh, Penulis mencurigai bahwa niat baik China hanyalah bungkus untuk maksud tersembunyi lain, yaitu:

  • Membeli loyalitas penguasa korup dan rejim otoriter penerima bantuan
  • Mengeksploitasi sumberdaya alam tanpa memperdulikan dampak lingkungan
  • Membuat keuntungan finansial yang tidak adil, untuk kepentingan perusahaan China di pasar global 

Pemerintah China dianggap tidak cukup transparan dalam mengelola Pendanaan Pembangunan Luar Negeri. Penulis beranggapan bahwa ini karena:

  1. Sebagai negara Komunis, otoritas Pemerintah China jauh lebih powerful daripada negara-negara OECD-DAC (Organisation for Economic Co-operation and Development – Development Assistance Committee) yang mengedepankan prinsip demokrasi. Tuntutan informasi publik terhadap belanja pemerintah yang akuntabel, rinci, akurat dan komprehensif, tidak cukup kuat.
  2. China tidak cukup mendapat dukungan politik untuk bisa bersikap terbuka untuk mengekspose kebijakan pembiayaan pembangunan di luar negeri. Juga kurang mendapat dukungan publik untuk program Bantuan Asing ini. Hanya 23% responden survey di China mendukung adanya Bantuan Asing tersebut
  3. Sistem Statistik dan Database China untuk pengawasan portofolio Bantuan dan Pinjaman Luar Negerinya, tidak cukup bagus. 

Ada juga anggapan Penulis, bahwa bila dari negara penerima Bantuan diharapkan untuk bisa mendapatkan kebijakan luar negeri yang menguntungkan, maka China akan memberi skema pembiayaan Pinjaman Tanpa Bunga atau bahkan Hibah (Aid). Sedangkan bila yang diharapkan adalah pengembalian investasi maksimum atau mendapatkan Sumberdaya Alam, maka digunakan instrumen pembiayaan komersial, seperti Pinjaman dengan Bunga Pasar atau sedikitnya mendekati Bunga Pasar.

Terlepas dari perbedaan dan kesan negatif terhadap maksud dan tujuan Bantuan Asing dari China, ternyata ada kesamaan antara China dan negara-negara OECD-DAC, yaitu, keduanya menawarkan pertumbuhan ekonomi ke berbagai negara berpendapatan rendah dan sedang, serta sama-sama memberi Bantuan Dana ke negara-negara dengan rezim korup dan otoriter. Mereka juga sama-sama memberlakukan Bantuan Dana sebagai instrumen untuk mengamankan kepentingannya di PBB. 

Beijing pun menggunakan kriteria yang sama dengan negara-negara donor Barat untuk menyalurkan alokasi Bantuannya (aid), yaitu tingkat pendapatan per kapita. Negara-negara dengan tingkat kebutuhan lebih tinggi, akan mendapatkan Bantuan yang lebih tinggi juga. Kriteria tersebut akan sama, baik dari Washington, London, Brussels, ataupun Beijing. Demikian juga dengan skema Pinjaman (Loan). China dan negara-negara OECD-DAC akan menggunakan kriteria dan skema yang sama, yaitu memungkinkan adanya kepastian pembayaran. Baik untuk Pinjaman (Loan) dengan bunga pasar, maupun dengan bunga mendekati harga pasar.

Menurut Penulis, perbedaan utama antara Pendanaan oleh China dengan Barat adalah China lebih mengutamakan skema Pinjaman (Loan). Sedangkan OECD-DAC cenderung menggunakan skema Bantuan (Aid). Betulkah? Lagi, seberapa besar nilai nominalnya?

Ideologi jelas menjadi pembeda dalam mengelola bantuan untuk negara lain. Di negara market-led economies, pemerintah berharap sektor swasta menjadi aktor utama untuk segera bisa mendapatkan pengembalian investasi yang menguntungkan. Juga membatasi keterlibatan pemerintah dalam aktifitas komersial. Pasar bebas.

Berbeda halnya dengan China yang sentralistik, dimana Pemerintah adalah aktor utama ekonomi untuk mendapatkan keuntungan, maka bank-bank pemerintah menjadi ujung tombak dalam aktifitas komersial untuk mendapatkan keuntungan maksimal.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa proyek-proyek Pembangunan oleh Barat memberi hasil yang bervariasi, bergantung pada banyak kondisi negara penerima Bantuan. Tidak ada bedanya dengan hasil Bantuan dari China. Negara-negara Afrika cukup berhasil Pembangunan Ekonominya karena Bantuan China, namun banyak juga yang gagal di negara-negara lainnya.

Penulis berpendapat bahwa visi Bantuan Asing dari China tidak transparan. Bahkan New York Times menyebutnya, 

“China has never released any official map of Belt and Road routes nor any list of approved projects, and it provides no exact count of participating nations or even guidelines on what it means to be a participant.” 

Perubahan dari skema Hibah menjadi Pinjaman perbankan oleh China untuk proyek pembangunan infrastruktur Negara-Negara Berkembang akan membuka kesempatan bagi negara penerima untuk mempercepat pengembangan sosio-ekonominya. Namun juga meningkatkan risiko finansial, korupsi, konflik sosial dan degradasi lingkungan. 

Belt Road Initiative (BRI) dimaksudkan China untuk membangun proyek-proyek infrastruktur jalan, rel kereta api dan pipa yang menghubungkan antar wilayah dari China ke Asia Tengah dan Eropa. Demikian juga dengan proyek “Maritime Silk Road”, proyek bawah laut Samodra India yang menghubungkan China ke Asia Selatan, Asia Tenggara, Timur Tengah dan Afrika.

Srilanka

Di jaman pemerintahan Srilanka, dibawah presiden Mahinda Rajapaksa, China menggelontorkan bantuan dana untuk berbagai proyek pembangunan infrastruktur senilai total $12.4 billion, antara tahun 2005-2014. Realisasi proyek pembangunan tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% dalam periode 7 tahun pertama pemerintahannya. Namun di sisi lain, LSM setempat menemukan adanya dugaan penyalahgunaan Bantuan finansial tsb. Kolusi dan korupsi melalui penggelembungan anggaran. President Rajapaksa dan lingkaran terdekatnya sebagai terduga.

Pembengkaan biaya dan korupsi mewarnai proyek-proyek infrastruktur Srilanka di masa pemerintahan Rajapaksa, yang dibiayai perbankan Beijing. Menjadi lebih buruk ketika banyak proyek-proyek besar tidak dibiayai oleh Hibah, melainkan Pinjaman berbunga pasar atau mendekati bunga pasar. Di akhir masa pemerintahan Rajapaksa, Srilanka mengumpulkan hutang sebesar US$8 miliar ke China.

Proyek besar Bandara International Mattala Rajapaksa yang berhasil dibangun, gagal menghasilkan revenue yang akan digunakan untuk membayar hutang. Asset bangsa terpaksa dijual. China menjadi pemilik saham mayoritas dan mendapatkan hak sewa selama 99 tahun untuk mengoperasikan pelabuhan laut dalam Hambatota. Sebagai pembayaran hutang senilai US$1,1 miliar. Debt-for-equity swap juga terpaksa dilakukan untuk kegagalan komersialisasi bandara yang dibangun di wilayah kediaman Presiden.

Tindakan pertama yang dilakukan Maithripala Sirisena ketika menggantikan Rajapaksa, Januari 2015, adalah memberhentikan route penerbangan ke bandara Mattala Rajapaksa International, dan audit kemungkinan terjadinya ketidakwajaran proyek-proyek infrastruktur dari China.

Yang terjadi kemudian, Beijing menyetujui Hibah US$100 juta untuk pembangunan Rumah Sakit modern di wilayah kediaman Presiden, Polonnaruwa. Peristiwa berulang kembali.

Tanzania

Oktober 1970, proyek raksasa kereta-api sepanjang 1.860 km, dari Kapiri Mposhi, Zambia ke pelabuhan Dar es Salaam, Tanzania dicanangkan oleh presiden Presidents Kenneth Kaunda (Zambia) dan Julius Nyerere (Tanzania).

Soviet, AS, Inggris, World Bank, dan PBB menolak terlibat pendanaan. Hanya China yang bersedia. US$415 juta pinjaman tanpa bunga digelontorkan. 

Proyek ini meliputi pemindahan material 89 juta meter kubik dan konstruksi 22 terowongan, 320 jembatan dan 2.225 gorong-gorong. Termasuk 40.000 tenagakerja.

Tautan:

TANZANIA-ZAMBIA RAILWAY AUTHORITY

Africa’s Freedom Railway: How a Chinese Development Project Changed Lives and Livelihoods in Tanzania

Yang aneh, buku ini menyatakan, “It launched the project in October 1970 and sent an estimated 30,000–40,000 Chinese workers by boat to work alongside tens of thousands of Tanzanian workers”. Tanpa acuan informasi. 

Tapi, laman resmi pemerintah Tanzania, TANZANIA-ZAMBIA RAILWAY AUTHORITY menyebutkan, “At the height of construction, the workforce rose to 38,000 Tanzanian and Zambian workers and 13,500 Chinese technical and engineering personnel. Siapa yang benar? Apa motif mengubah angka tenagakerja?

Akhir tahun 1973, 27 bulan sejak konstruksi dimulai, proyek kereta-api Tanzania-Zambia, TAZARA, sukses terbangun di sisi Tanzania. Proyek trans-nasional ini sukses menggerakkan populasi, barang dan jasa. Juga menghidupkan perdagangan lokal dan regional. Bahkan Jamie Monson, Professor Sejarah dan Direktur Pusat Studi Afrika, di Michigan State University, yang juga penulis buku “Africa’s Freedom Railway: How a Chinese Development Project Changed Lives and Livelihoods in Tanzania”, menyebutkan bahwa “[u]pon its completion, the TAZARA railway formed the backbone of a new spatial orientation for agrarian production and rural commerce”. Otoritas China dan Tanzania menjuluki kesuksesan ini sebagai, “the poor helping the poor”.

Rerata Pertumbuhan ekonomi tahunan Tanzania meningkat, menjadi 7%. China menjadi pahlawan kesuksesan Tanzania karena menyelamatkan pembiayaan pembangunan infrastruktur TAZARA railway yang masuk dalam the five-year development plan (FYDP) atau Repelita. 

Pemerintah Tanzania menegaskan bahwa lembaga bantuan Barat dan bank pembangunan multilateral tidak bersedia terlibat membiayai pembangunan infrastruktur yang masuk dalam program Repelita. Kalaupun ‘bersedia’, akan sangat lamban realisasinya. Proses persetujuan pembiayaan Barat terhadap pembangunan infrastruktur membutuhkan waktu setidaknya Lima tahun. Sementara pembiayaan dari China hanya membutuhkan waktu Satu tahun saja.

Mengapa proses Persetujuan Pembiayaan China bisa cepat? Menurut buku ini, karena tidak butuh proses lelang yang sangat rumit dan kompetitif untuk memilih kontraktor. Alias, kontraktor sudah disediakan oleh China. Selain itu, prosedur lelang pemilihan kontraktor tidak banyak menuntut standar kepatuhan Lingkungan dan Keselamatan Kerja yang ketat, seperti yang biasa diberlakukan para pendonor Barat.

Survei 2014 terhadap masyarakat Tanzania, menghasilkan bahwa China adalah pendukung sekaligus model terbaik bagi Pembangunan Ekonomi masa depan Tanzania (35%). Selanjutnya AS (30%), Afrika Selatan (10%), Inggris (6%),dan India (4%).

Deborah Bräutigam, peneliti Pembangunan, Universitas Johns Hopkins, berpendapat bahwa dampak pembangunan berdasar pembiayaan dari China akan bervariasi. Bergantung pada sektor pembangunan dan negara/pemerintahan penerima dana. Bukan bergantung pada China sebagai pemberi bantuan.

Pendekatan analisis data

Informasi keuangan dan semua aspek yang terkait dengannya, dirasakan para peneliti dan penulis buku ini sangat tertutup. Sulit mendapatkan akses informasi dari sumber resmi otoritas China. Rahasia.

Informasi keuangan China yang diperoleh oleh para peneliti Barat selama ini tidak dalam format database yang validitas datanya bisa dipertanggungjawabkan.

Penulis buku ini bermaksud untuk dapat menyediakan informasi berbasis data yang rinci dan akurat, sehingga bisa digunakan sebagai basis dialog yang konstruktif antara pemberi dana dan peminjam, dari Barat maupun China.

AidData sebagai bagian dari lembaga peneliti William & Mary’s Global Research Institute yang fokus pada manajemen informasi, sangat berperan dalam penyajian data dalam buku ini. Sumber data diperoleh dari:

  1. Chinese ministries, embassies, and economic and commercial counselor offices (ECCOs); 
  2. the aid and debt information management systems of finance and planning ministries in counterpart countries; 
  3. case study and field research undertaken by scholars and NGOs; 
  4. English, Chinese, and local-language news reports.

Total bantuan China untuk pembiayaan proyek-proyek Pembangunan luar negeri dalam periode tahun 2000 hingga 2014 sebesar US$354 Milyar, dipergunakan sebagai basis kajian buku ini. Meliputi 4.368 proyek di 138 negara, di wilayah Afrika, Timur Tengah dan Pasifik, Amerika Latin dan Kep. Karibia, serta Eropa Tengah dan Timur.

Berdasar kompilasi data yang diperoleh dari AidData tentang pendanaan China untuk kategori Aid (Hibah) dan Debt (Hutang), Penulis mengalami tiga kesulitan, yaitu:

  1. Sulit membandingkan secara apples-to-apples antara pembiayaan dari China dengan dari sumber-sumber lain. Termasuk dari OECD-DAC.
  2. Menjadi lebih sulit untuk memahami motif Beijing dalam membiayai berbagai proyek Pembangunan yang berbeda-beda tersebut
  3. Ketika pembangunan berbagai jenis proyek memberikan hasil yang tidak konsisten, maka kecil kemungkinan perbedaan ini akan terungkap alasannya.

Acuan definisi “aid” dan “debt” yang dipergunakan dalam buku ini didasarkan pada standar OECD-DAC, yaitu:

  • ODA (Official Development Assistance), adalah pemberian hibah, pinjaman tanpa bunga dan pinjaman berbunga rendah kepada negara sedang berkembang dengan maksud meningkatkan kondisi sosio-ekonomi.
  • OOF (Other Official Flows), adalah pinjaman dan kredit ekspor yang diberikan dengan bunga pasar atau mendekati bunga pasar.

Juga, bila suatu pemerintah atau organisasi antar-pemerintah memberikan bantuan pendanaan kepada negara sedang berkembang untuk keperluan DILUAR keperluan peningkatan kesejahteraan sosio-ekonomi, maka OECD-DAC mengklasifikasikannya sebagai OOF. Bukan ODA.

Atau, lebih jelasnya, “aid” (hibah) adalah ODA dan “debt/credit” (hutang/pinjaman) adalah OOF. Dan bila membicarakan tentang jumlah total pembiayaan, atau jumlah total ODA dan OOF, makan akan disebut sebagai Official Financing (OF) atau menyebutnya sebagai “development finance”, “development projects”, “funding” atau “projects” saja.

Bantuan bilateral negara-negara Barat pada umumnya adalah ODA. Misalnya, antara tahun 2000-2014, AS menyediakan US$394.6 milyar untuk negara lain. Sebesar 93% sebagai ODA dan 7% sebagai OOF. Sedangkan total bantuan OECD-DAC keseluruhan, sebesar US$1.753 trilyun. Yaitu 80,6% sebagai ODA dan 19,4% sebagai OOF.

Para peneliti dalam buku ini mengaku telah membangun sistem data yang paling komprehensif tentang pembiayaan pembangunan luar negeri China. Termasuk di dalamnya klasifikasi “aid” dan “debt” dari 138 negara dalam rentang waktu 15 tahun, 2000-2014. 

Mereka juga melakukan Geocoding data terhadap proyek-proyek Pembangunan China. Penggabungan data spasial dari satelit dengan data survey rumahtangga, bisa menghasilkan informasi geografis tentang dampak proyek-proyek pembangunan China terhadap pembangunan ekonomi, kesehatan masyarakat, konflik sosial, dan kualitas lingkungan. Dengan data geo-referensi, bisa dianalisis latar-belakang pengalokasian bantuan finansial China ke suatu negara, dan kemungkinan terjadinya manipulasi politik domestik di dalamnya.

Dalam buku ini, World Bank dijadikan pembanding untuk menganalisis program Pembiayaan China. Karena :

  1. World Bank mempunyai juga dua kategori pembiayaan, yaitu IDA (International Development Association) yang menyediakan pembiayaan proyek berdasar Hibah (aid/ODA) dan IBRD (International Bank for Reconstruction and Development), pembiayaan berdasar Pinjaman (debt/OOF)
  2. World Bank menggunakan seperangkat kriteria yang transparan dan efisien untuk mengalokasikan sumberdayanya ke berbagai negara
  3. Data dari World Bank dan China, tahun 2000-2014 untuk Asia, Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin serta Eropa Timur dan Tengah, sudah cukup lengkap dan komprehensif. Termasuk koordinat lokasi semua proyeknya juga sudah dimiliki. Sehingga memungkinkan untuk dapat dianalisis secara head to head terhadap dampak pembiayaan pembangunannya.

Menurut penulisnya, argumen utama menuliskan buku ini adalah karena pada kenyataannya, China telah menjadi penyedia bantuan pembiayaan pembangunan global, yang bisa menciptakan kesempatan pertumbuhan maupun risiko baru bagi negara-negara berpendapatan rendah-menengah.

SEJARAH CHINA SEBAGAI DONOR PEMBANGUNAN

Sejarah bantuan finansial China ke negara lain yang cukup spektakular adalah bantuan pembangunan jalan raya Pakistan-China, Karakoram Highway. Tingkat kesulitan dan bahaya pembangunannya cukup tinggi. Beberapa bagian ada pada ketinggian 4.700 m. Jalan sepanjang 1.300 km dari ibukota Pakistan, Islamabad ke Kashgar, Xinjiang, daerah otonomi Uyghur. Sejak pembangunannya dimulai tahun 1959, politikus di kedua negara tersebut menjulukinya “Sino-Pakistani Friendship Highway” sebagai simbol “all-weather friendship”. Selesai 1968. Di sisi Pakistan, proyek ini selesai dalam dua tahap, yaitu tahun 1971 dan 1978, atas bantuan China.

Presiden Xi Jinping

China terus membantu pembiayaan berbagai proyek di Pakistan sejak konstruksi  Karakoram Highway. Bahkan hingga era Presiden Xi Jinping, melalui skema BRI (Belt Road Initiative), dengan nama khusus the China-Pakistan Economic Corridor (CPEC) initiative. Total, China telah menggelontorkan bantuan sekitar US$2 milyar, selama lebih dari 60 tahun.

Selain sebagai satu-satunya akses darat Pakistan-China, Karakoram Highway juga sukses meningkatkan perdagangan diantara kedua negara, bahkan mampu menjangkau jaringan transportasi dari dan ke Asia Tengah dan Barat. 

Kisah sukses Karakoram ini menunjukkan bahwa Beijing tetap berminat sebagai donor pembangunan, ketika negara lain meninggalkannya. Kepentingan Ekonomi bukanlah satu-satunya alasan China untuk membantu negara lain. Namun, sayangnya, Barat, melalui penulis buku ini, mencurigainya sebagai upaya China untuk mempererat perkawanan politik antar-negara. Strategi geopolitik. Kalaupun benar, apakah Barat tidak melakukan hal yang sama?

Hanya 15% kredit untuk pembangunan Pakistan yang disetujui China Eximbank tahun 2016, berasal dari skema GCL (government concessional loan) dan sisanya 85% berasal dari PBC (preferential buyer’s credit loan). Pakistan menerima pinjaman dengan skema pembayaran tidak semenarik untuk pembangunan Karakoram Highway.

Sebagai catatan:

  • GCL, adalah pinjaman dengan matauang Renminbi, yang biasanya bertenor 25 tahun, 5 tahun grace period, dan bunga 2%. 
  • PBC, pinjaman bermatauang US$, tidak semenarik GCL, namun tetap lebih baik daripada bunga komersial.
  • BCL (non-preferential buyer’s credit loan), adalah pinjaman komersial. Lebih singkat masa berlakunya, juga grace periodnya. Mengacu pada suku bunga pasar (floating rate), seperti London Interbank Offered Rate (LIBOR) atau the Euro Interbank Offered Rate (EURIBOR).

Beberapa proyek pembangunan besar China di Pakistan lainnya adalah:

  • US$6,4 milyar, dari China Eximbank untuk pembangunan dua PLTN di Karachi 
  • US$2,8 milyar, dari China Eximbank untuk perbaikan jalan Karachi-Peshawar sepanjang  470 km, Multan-Sukkur
  • US$1,62 milyar, dari China Eximbank untuk konstruksi Metro Lahore 27 km 

Bila valuta asing banyak digunakan untuk membayar hutang luar negeri, Pakistan akan kesulitan impor atau rendah pertumbuhan ekspor. Pinjaman berlebihan juga bisa menyebabkan tingginya inflasi, depresiasi mata-uang, dan menghambat investasi asing. Tingginya pinjaman ke China juga bisa menyebabkan kelemahan politis bagi para pemimpin negara peminjam.

Perubahan skema bantuan China ke Pakistan, dari Benefactor ke Banker, terjadi dalam dua dekade pertama abad 21 ini. Bank-Bank pemerintah China lebih banyak meningkatkan pinjamannya ke SVP (special vehicle purposes) daripada langsung ke pemerintah Pakistan. SPV dimaksudkan sebagai entitas independen yang sah, yang digunakan untuk merencanakan, membiayai dan mengerjakan proyek tertentu.

Historical Foundations and the Early Years (1949–1959)

Sejarah keterlibatan China untuk membantu pembiayaan pembangunan luar negeri sejak 1949-1959 secara rinci banyak dijelaskan dalam buku ini. Termasuk terlibat aktifnya China dalam Konferensi Jenewa, 1954. Yang mengangkat misi kebijakan luar negeri China untuk bekerjasama dengan negara-negara independen baru di Afrika dan Asia. Juga Konferensi Asia-Afrika di Bandung, 1955 yang menelorkan Gerakan Non-Blok dan “Five Principles of Peaceful Coexistence”: 

  1. mutual respect for states’ territorial integrity and sovereignty, 
  2. mutual nonaggression; 
  3. mutual noninterference in states’ internal affairs, 
  4. equality and mutual benefit, and 
  5. peaceful coexistence. 

Aid as Politics: Mao’s Revolutionary Foreign Policy (1960–1977)

Tahun 1958, Komite Sentral Partai Komunis China mengeluarkan laporan “Report on Strengthening Foreign Economic and Technical Cooperation”, yang isinya menyatakan bahwa Bantuan (aid) adalah bagian dari misi politik yang penting. Dan menegaskan perlunya China untuk membina persaudaraan dengan negara-negara nasionalis.

Dalam periode 60-70an, bantuan ke negara lain menjadi fokus China untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara sedang berkembang di Asia dan Afrika. Terkait dengan program tersebut adalah juga memberi dukungan ke negara-negara revolusioner di Angola, Congo-Brazzaville, Ghana, South Africa, dan Tanzania. Untuk wilayah Asia Tenggara, bantuan diberikan untuk gerakan komunisme di negara-negara anti komunis, di Malaysia, Thailand, Singapore, dan Philippina. 

Bersesuaian dengan program Mao, Revolusi Kebudayaan, di tahun 1965-1973, pengeluaran China meningkat pesat. Ketika pendapatan per kapita hanya US$200, pengeluaran pemerintah sudah mencapai US$12 milyar untuk keperluan bantuan luar negeri.

Pengeluaran luar negeri terus meningkat setelah 1970 dan mencapai paling tinggi di 1975. Lebih dari 5% dari anggaran pemerintah digunakan untuk bantuan pembangunan luar negeri. Sebagai pembanding, pengeluaran AS untuk bantuan asing adalah tidak lebih dari 1% total anggaran. Dan, bantuan pembangunan oleh Beijing sebelum 1978, lebih banyak diberikan dengan skema grant (hibah) dan pinjaman tanpa bunga.

China adalah salah satu negara yang sudah memberi bantuan untuk negara lain, ketika dirinya masih menerima bantuan. Tentu lebih karena motif politik daripada ekonomi. Termasuk kepentingannya untuk mendapat dukungan dari negara-negara sahabat penerima donor, supaya berada dalam satu barisan di PBB untuk melawan Taiwan. 

Reform-Era Recalibration: Foundations for a Shift from Benefactor to Banker (1978–1998)

Deng Xiaoping dan Jimmy Carter (Pres. AS)

Tampilnya Deng Xiaoping sebagai Presiden (1978), menggantikan Mao (wafat 1976), mengubah kebijakan luar negeri China. Tidak lagi sepenuhnya ideologis, bahkan lebih ke arah pragmatis-ekonomis. Dan kebijakan ekonomi yang lebih terbuka di akhir 1970an dan 1980an tersebut, menghasilkan banyak bantuan masuk. Lebih besar daripada pengeluaran untuk memberi bantuan luar negeri. Kebijakan luar negeri China bergeser dari pendekatan ekspansif ke pendekatan yang lebih halus dan mengutamakan pertumbuhan ekonomi.

Pemerintahan Deng mulai melakukan transisi kebijakan bantuan luar negeri, dari program bantuan bermotif politik yang didukung dana hibah (grant), ke arah bantuan bermotif ekonomi komersial dengan skema pinjaman berbunga (interest-bearing loan)

Transisi ini dilakukan China dengan mulai melakukan menggabungkan Hutang dan Investasi, menjadi Joint Ventures. Pembentukan Rekanan dilakukan antara perusahaan negara China dengan perusahaan negara di negara penerima investasi. Menjadi perusahaan joint venture baru (JVC). JVC adalah entitas baru yang legal untuk melakukan develop, own, and operate proyek.  Kemudian Beijing memberikan pinjaman ke perusahaan baru tersebut. Tentu, perusahaan China menjadi pemilik mayoritas.

Di akhir 1980an, para peneliti China telah memberi masukan ke pemerintah supaya tetap mencadangkan Bantuan Bebas Bunga (interest-free loans) untuk negara -negara sangat miskin. Dan mulai memberikan Pinjaman Berbunga, kepada negara-negara yang punya proyek pembangunan yang menguntungkan dan punya kapabilitas membayar pinjaman.

Beijing mulai mencanangkan isu interest-bearing loans di tahun 1990an. Dilanjutkan merealisasikannya dengan dibentuknya China Eximbank di tahun 1994. 

Mei 1995, pemerintah mencanangkan bahwa China Eximbank mulai mempromosikan bantuan luar negeri, yang kemudian dinamai Government Concessional Loans (GCLs). Dengan bunga 4%-5%. Kurang disambut pasar. 

Tahun 1999, dengan Going Out strategy, China Eximbank menawarkan GLC dengan item lebih menarik, yaitu bunga 2%, maturity 20 tahun dan grace period 5 tahun.

Beberapa tahun kemudian, China Eximbank kembali mengembangkan produk pinjaman untuk pemerintah asing, yaitu Preferential Buyer’s Credit (PBC). Dengan bunga lebih rendah daripada harga pasar. Berbeda dengan GLC yang menggunakan matauang Renminbi, PBC menggunakan matauang US$. Cukup laris, karena dapat membantu negara penerima kredit mengatasi kelebihan matauang asing, US$.

Ringkasnya, di abad 20, China telah menyiapkan landasan keuntungan geopolitik, keberlanjutan fiskal dan keuntungan komersial, dalam rangka menyediakan bantuan pembiayaan pembangunan luar negeri di abad 21. Hal ini dilakukan karena Beijing telah banyak belajar bahwa Hibah (grants) dan Pinjaman Bebas Bunga (interest-free loans) dapat menghasilkan keuntungan politik yang besar. Meskipun juga berbiaya ekonomi besar. Namun dapat membuka jalan untuk menciptakan lagi instrumen pembiayaan pembangunan yang baru.

“Going Out” and China’s Rise as a Global Development Banker (1999–Today)

Tahun 1999 adalah saat krusial dalam mengantisipasi menurunnya pertumbuhan dalam negeri China. Strategi ‘Going Out’ menjadi penting untuk:

  • Membangun perusahaan-perusahaan nasional andalan
  • Mengurangi biaya transportasi barang dari dan ke negara lain
  • Meningkatkan kebutuhan eksternal terhadap barang dan jasa dari China
  • Mengurangi investasi infrastruktur domestik
  • Mulai menggunakan teknologi masa depan
  • Mengamankan energi dan bahan mentah

Fokus utama Beijing adalah menciptakan kondisi yang aman untuk melanjutkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Terjadinya surplus perdagangan tahunan, menyebabkan tumbuhnya akumulasi cadangan valuta asing. Ini berbahaya karena bisa memacu inflasi dan revaluasi matauang. Outward foreign direct investment (OFDI) juga meningkat pesat, dari NOL di tahun 2000, menjadi lebih dari US$120 milyar di tahun 2014.

Dengan dasar “saling menguntungkan”, Beijing akan ‘bundling’ aid, debt dan OFDI menjadi satu paket yang menjamin keuntungan bagi kedua belah pihak. Keuntungan bagi negara penerima bantuan adalah bisa mendapatkan hibah, pinjaman, dan kredit ekspor, yang biasanya sulit diperoleh. Dari sisi pendonor, China, biasanya perusahaan-perusahaan China bisa mendapatkan kesempatan berbagai investasi dan keunggulan komersial. Seperti misalnya, tidak harus ikut lelang supaya bisa mendapatkan berbagai kontrak atau lisensi untuk melakukan penambangan sumberdaya mineral tertentu.

Strategi ‘Going Out’ mampu menempatkan China dalam posisi dominan di pasar global pembiayaan infrastruktur. Namun di awal abad 21, China mengalami masalah kelebihan pasokan industri domestik, seperti aluminium, semen, gelas, besi, baja dan kayu. Ini disebabkan karena banyak perusahaan pemerintah terlalu eksploitatif, tidak efisien dan tidak menguntungkan.

Bila perusahaan-perusahaan tersebut tidak mampu mendapatkan pembeli yang bisa menampung kelebihan produksinya, maka mereka bisa gagal bayar hutang-hutangnya, menutup pabriknya. Dan selanjutnya, akan meningkatkan jumlah pengangguran baru. China kurang mempersiapkan jaring pengaman sosial, yang lazim tersedia di negara-negara industri demokratis Barat. Hal ini mengkhawatirkan otoritas, karena gelombang pengangguran di negara dengan jumlah tenagakerja raksasa seperti China ini, bisa menjadi isu ketidakstabilan sosial-politik.

Untuk mengatasi masalah diatas, Strategi Going Out berupaya 

  • mengurangi pasokan domestik dan sekaligus meningkatkan permintaan internasional. 
  • Memindahkan fasilitas produksi untuk keperluan industri ke luar negeri.

Dari sisi domestik, China berupaya untuk 

  • melarang pembangunan fasilitas produksi baru, 
  • Mempercepat penutupan operasi-operasi yang tidak efisien
  • Meningkatkan harga kebutuhan pokok industri, seperti air dan listrik
  • Menekankan pentingnya standar kualitas produk yang lebih tinggi

Di luar negeri, China melakukan

  • Peningkatan penawaran bantuan pemerintah secara konsesional dan tidak-konsesional seperti hibah, pinjaman dan kredit ekspor untuk proyek infrastruktur. Dan, 
  • Memberikan bantuan dengan syarat pembelian bahan-bahan mentah industri dari China

Faktor lain yang mendorong China melakukan ekspansi program pembangunan luar negeri di abad 21 ini adalah keinginannya untuk menjadi pengaruh utama dalam pengendalian pembangunan di berbagai belahan dunia. Tahun krisis finansial global 2008, menjadi kesempatan dan titik balik. Ketika Barat sedang mengalami krisis finansial dan mengurangi budget bantuan luar negerinya, justru menjadi kesempatan bagi China untuk semakin memperbesar pengeluaran bantuan pembangunan di negara-negara berpendapatan rendah-sedang. 

Sejak pelantikannya, Presiden Xi Jinping sudah mencanangkan strategi niat baiknya untuk melipat-gandakan hibah dan kredit ke seluruh dunia. Tak lama setelah program BRI dicanangkan, Presiden Xi mengumumkan bahwa 

“[w]e should increase China’s soft power, give a good Chinese narrative, and better communicate China’s message to the world.” 

Tentang sejarah Bantuan China selama 70 tahun tersebut diatas, Penulis buku ini berkesimpulan bahwa portofolio China di luar negeri setelah Mao, semakin meningkat dan dalam bentuk dominan pendanaan komersial yang direncanakan untuk menguasai akses sumberdaya alam, bahan mentah, militer dan asset strategis lainnya. Tentu juga financial return on investments.

Prinsip-prinsip Utama Bantuan China seperti, menghormati kedaulatan, tidak mencampuri urusan domestik negara lain, menegaskan kepentingan G2G dan kemandirian bangsa; hanyalah rethorika belaka, untuk melancarkan kepentingan strategis China lainnya. Politik dan ekonomi.

DAMPAK BANTUAN CHINA

Secretary-General Ban Ki-moon addresses the 4th High Level Forum on Aid Effectiveness in Busan, Republic of Korea 30 November 2011.

Menurut buku ini, hingga 2011, ketika terjadi pertemuan antar negara-negara donor dan juga para peminjam di Busan, Korea Selatan. Pertemuan ini dihadiri perwakilan negara AS, Eropa, Australia, Jepang, PBB, World bank, China dan negara-negara bukan Barat. Barat berharap supaya semua negara donor mengikuti aturan International Aid Transparency Initiative ( IATI) dan secara sukarela juga mengikuti standar transparansi OECD-DAC. China menolak. Menurutnya, 

“principle of transparency should apply to north-south cooperation, but … it should not be seen as a standard for south-south cooperation”

Keputusan heroik terhadap negara-negara yang berusaha memaksakan hegemoninya.

Tuntutan Transparansi

Namun demikian, ketidaksediaan China untuk mengikuti standar pelaporan Barat, menyebabkan kesulitan bagi para peneliti untuk dapat menganalisis dampak bantuan China terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan, kesehatan masyarakat, buta huruf dan keberlanjutan lingkungan dari negara penerima bantuan. Hal ini menimbulkan prasangka negatif Barat bahwa China tidak mempunyai Master Database proyek pembiayaan pemerintah. Ini disebabkan karena:

  1. Tuntutan domestik untuk bersikap transparan terhadap Pemerintahan China tidak cukup kuat, seperti halnya negara-negara OECD-DAC.
  2. Lemahnya motif politik Pemerintah China untuk bersikap transparan tentang bantuan luar negerinya. Stabilitas politik masih diperlukan, karena ekonomi dalam negeri belum sepenuhnya stabil. GDP per capita masih rendah.
  3. Persetujuan bantuan luar negeri di China, terdesentralisasi dan sangat rumit. Birokratis

Meskipun buku ini terbaca dengan jelas bermaksud merendahkan upaya China dalam membiayai proyek-proyek negara sedang berkembang, namun ada juga pengakuan atas dampak positifnya. Misalnya, tertulis,

“Leaders of the developing world frequently lavish praise on the Chinese government for its willingness to bankroll the “hardware” of economic development – roads, railways, power plants, electricity grids, and telecommunication systems – and address local needs that traditional donors and creditors have neglected for decades”.

Menarik, pengakuan penulis bahwa proyek-proyek pembangunan oleh China pada umumnya lebih efektif daripada proyek-proyek yang dibiayai oleh Barat. Menurutnya ini disebabkan karena:

  1. China lebih senang membiayai proyek-proyek terintegrasi yang selaras dengan strategi pembangunan nasional dari negara penerima dana
  2. China lebih mengutamakan pembiayaan pada infrastruktur ekonomi dan sosial. Seperti, jalan, kereta api, pembangkit listrik, bendungan.
  3. China sudah berpengalaman dalam pembangunan proyek infrastruktur berskala besar dengan cepat dan efisien.

Does Chinese development finance favor needy provinces?

Penulis melakukan beberapa analisis untuk memperkirakan tingkat  kebutuhan penerima bantuan setiap provinsi pada tahun tertentu,

  1. Analisis statistik berdasar data sekunder pengamatan satelit terhadap tingkat luminositas cahaya listrik malam hari, untuk memperkirakan tingkat pembangunan ekonomi. Cahaya lemah menunjukkan ekonomi berada di tingkat rendah, miskin. 
  2. Analisis statistik berdasar tingkat populasi suatu provinsi. Bila bantuan China sensitif terhadap tingkat kebutuhan lokal, maka bantuan semestinya diberikan pada wilayah dengan populasi tinggi
  3. Analisis statistik berdasar tingkat kekeringan suatu wilayah. Ini merupakan kriteria penting untuk mendapat bantuan pembangunan. Kekeringan tinggi, diperkirakan akan mengalami kekurangan pasokan dan tingginya harga makanan.
  4. Analisis statistik berdasar perkiraan waktu tempuh ke kota terdekat dengan populasi 50.000 orang atau lebih. Digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan daerah urban dalam rangka mendapatkan bantuan pembangunan China 

Di beberapa wilayah dalam negara penerima dana bantuan China, menunjukkan adanya dampak ekonomi positif di negara-negara Afrika, namun tidak ditemukan di negara-negara Asia dan Amerika. 

This result does not hold in Asia, where we find no evidence that Chinese development projects increase per capita nighttime light at the district level. Nor does it hold in the Americas, where Chinese development projects seem to actually reduce per capita luminosity. 

(Catatan: No evidence diatas perlu dibaca dalam konteks keberadaan emisi cahaya listrik. Bukan tentang dampak ekonomi).

Berdasar analisis emisi cahaya malam di propinsi-propinsi yang mempunyai deposit sumberdaya emas, minyak, gemstone dan intan, ternyata tidak menunjukkan adanya bantuan pendanaan China yang signifikan. Data menunjukkan hasil yang kurang-lebih sama dengan data World Bank. Artinya, penulis menyimpulkan, kecurigaan bahwa bantuan pendanaan China dimaksudkan untuk menguasai sumberdaya alam, tidak terbukti.

Secara umum, proyek Bantuan China, baik Hibah maupun Pinjaman, memberi hasil bervariasi di berbagai belahan dunia. Namun khusus di Afrika, Bantuan tersebut memberi dampak pertumbuhan ekonomi yang signifikan, serta mengurangi konsentrasi aktifitas ekonomi secara spasial. Bahkan bila dampak pembiayaan pembangunan China ini dipecah berdasarkan sektor pembangunan, i.e. infrastruktur ekonomi, infrastruktur sosial dan sektor produksi; semuanya tetap terbaca sebagai pertumbuhan positif.

Dampak proyek bantuan World Bank di Afrika sebesar kira-kira ⅔ lebih kecil daripada rerata dampak bantuan China. Bahkan, bantuan proyek-proyek infrastruktur dari World Bank, TIDAK memberi dampak pengurangan  konsentrasi aktifitas ekonomi spasial, di dalam berbagai wilayah provinsi.

Hasil analisis tersebut menunjukkan tidak ditemukannya bukti kebenaran tuduhan ‘rogue donor’ (bantuan ‘nakal’) terhadap China. Bahkan penelitian penulis menunjukkan bahwa dampak sosioekonomi proyek-proyek World Bank ternyata tidak sebagus dampak proyek-proyek bantuan China. Juga tidak ditemukan bukti bahwa terjadi bias politik yang mengganggu efektivitas proyek-proyek pembangunan dari China. Baik ditingkat nasional, maupun sub-nasional.

Namun Penulis tetap menyimpulkan bahwa Beijing menggunakan Aid sebagai alat untuk menyukseskan kepentingan politik luar negeri China. Berperan sebagai Benefactor. Sementara, Debt digunakan untuk meraih keuntungan finansial semata. Atau Banker.

Korupsi, Konflik sosial dan Lingkungan

Tiga hal utama yang menjadi perhatian penulis buku ini terkait dampak Bantuan Pembangunan China pada negara penerima adalah Korupsi, Konflik Sosial dan Degradasi Lingkungan.

Aspek Korupsi

Uji statistik terhadap dampak tata-kelola pemerintahan terhadap berbagai negara penerima bantuan China (chapter 8), menunjukkan bahwa semakin banyak bantuan dana pembangunan China diberikan pada suatu negara, maka semakin menurun tingkat korupsi negara tersebut.

Kasus korupsi proyek-proyek Bantuan Hibah (aid finance) dari China lebih sedikit dibanding Bantuan Pinjaman (debt finance), karena melibatkan jumlah uang yang relatif kecil, menghasilkan pendapatan yang kecil, dan memang tidak berada dalam sistem yang tidak kondusif untuk bisa dikorupsi. Sedangkan skema Bantuan Pinjaman China lebih berisiko korupsi karena melibatkan proyek besar, menghasilkan pendapatan besar, banyak terjadi transaksi finansial, dan berada dalam lokasi dan situasi yang kondusif untuk dikorupsi.

Proyek Pinjaman China memang menguntungkan bagi para peminjam karena terbukti meningkatkan sosio-ekonomi. Namun potensi risiko korupsi juga besar karena syarat Pinjaman yang relatif tidak begitu ketat bila dibandingkan dengan pinjaman dari negara-negara OECD-DAC.

Aspek Konflik Sosial

Penelitian Richard Bluhm dan rekan terhadap dampak sosial atas Bantuan OECD-DAC, menunjukkan bahwa bantuan Barat berisiko akan meningkatkan konflik sosial kecil menjadi konflik bersenjata. Namun aman dan tidak berdampak konflik sosial bila diberikan pada masyarakat dalam kondisi damai.

Namun demikian, Penulis juga menyajikan data buruk terhadap dampak Bantuan China tersebut, seperti meningkatnya korupsi, instabilitas politik dan degradasi lingkungan. Contoh kasus bisa dibaca pada bab 8 tentang proyek Standard Gauge Railway (SGR), pembangunan kereta api di Kenya, Afrika. Banyak pejabat Kenya ditangkap karena kasus korupsi proyek tersebut. 

Sebaliknya, dampak konflik sosial dari Bantuan China, penulis tidak mampu mengambil kesimpulan dengan tegas. 

“The estimated effects that we report in Table 8.1 show that no matter the level of conflict in the previous year, Chinese development projects reduce the probability of peace and increase the risk of armed conflict and civil war. However, all of these effects are estimated imprecisely, so we cannot confidently conclude that there are effects of Chinese development projects on peace and conflict at the country level”.

Namun secara umum, bantuan Hibah China tidak mengakibatkan dampak konflik sosial. “We find that, on average, there is no effect of Chinese aid on conflict”.

Aspek Lingkungan

Temuan Penulis menunjukkan tidak-adanya kerusakan lingkungan atau penggundulan hutan (deforestasi) di proyek-proyek Bantuan China. Namun sayangnya, justru Penulis buku ini resisten untukndapat menerima hasil analisisnya sendiri. Dan memberi opini, 

“However, our results rely on a substantially smaller sample than the other regressions related to environmental outcomes, so they should be interpreted as suggestive rather than definitive”. Ini komen Penulis yg tidak adil. 

PERBANKAN UNTUK BELT AND ROAD INITIATIVE (BRI)

Menurut Penulis, sentimen publik terhadap China semakin buruk, dan banyak negara beranggapan bahwa berpartisipasi dalam BRI (Belt and Road Initiative) akan menjadi kelemahan (liability) daripada menjadi asset.

Donor Barat mendorong China untuk segera melakukan multilateralisasi BRI dengan menjalankan prosedur standar dalam hal penilaian kelayakan proyek, pengadaan barang dan jasa, tanggungjawab direksi, kebijakan transparansi, tanggungjawab sosial dan lingkungan, sehingga memungkinkan lembaga-lembaga Bantuan dan perbankan pembangunan lainnya dapat turut terlibat.

Setelah satu dekade Going Out Strategy dicanangkan (1999], tahun 2010 China mulai khawatir dengan beberapa hal:

  • Stabilitas politik dan ekonomi
  • Banyak perusahaan China terperangkap hutang karena krisis ekonomi
  • Semakin tingginya biaya tenagakerja, menyebabkan keunggulan komparatif tenagakerja manufakturing mulai terganggu.
  • Investor global mulai memindahkan bisnis manufakturingnya ke Asia Tenggara untuk mengurangi biaya produksinya
  • Over-produksi masih menjadi masalah yang bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi China
  • Otoritas China melihat middle income trap bisa menjadi ancaman stabilitas keberlanjutan pertumbuhan ekonomi

Tahun 2013, Belt Road Initiative (BRI) dicanangkan oleh Presiden Xi Jinping. Sebelumnya disebut One Belt, One Road (OBOR). Inisiatif ini dimaksudkan sebagai bagian upaya mengurangi biaya perusahaan China dengan cara memindahkan low-end manufacturing ke negara-negara dengan tenagakerja berbiaya rendah. Sekaligus mendukung program “Made in China 2025”, untuk mengupayakan bisnis China lebih fokus pada pemasaran produk high-end untuk kepentingan pelanggan domestik dan asing.

BRI mempunyai peran penting dalam Going Out strategy, yaitu membangun fasilitas-fasilitas produksi dan menciptakan kebutuhan pasar di luar negeri untuk menampung over-produksi dalam negeri. Meningkatkan ekspor dengan cara menciptakan kebutuhan barang-barang industrial yang diperlukan dalam proyek-proyek pembangunan luar negeri berbiaya bantuan China. Sumber lain untuk menjaga kesinambungan program BRI dan Going Out Strategy adalah penggunaan mata uang asing yang menumpuk di China sebagai pinjaman pembiayaan pembangunan luar negeri.

Keputusan dicanangkannya BRI tahun 2013 ini, merupakan signal geopolitik penting untuk mengatakan kepada dunia bahwa China merupakan kekuatan ekonomi politik penting yang harus diperhitungkan.

China yang sebelumnya kurang memperhatikan pembangunan di wilayah barat seperti Xinjiang, Tibet, Qinghai, dan Gansu, saat ini telah berubah menjadi pemberhentian penting sepanjang sabuk BRI. Menjadi provinsi-provinsi yang terintegrasi ke dalam jaringan ekonomi regional.

Can Beijing Multilateralize the BRI?

Tahun 2018, Beijing mensponsori pembentukan China-IMF Capacity Development Center, untuk melatih aparat pemerintah China mengenai debt sustainability framework (DSF) di negara-negara berpenghasilan rendah dan isu-isu yang berhubungan dengan BRI.

Berkaitan dengan upaya globalisasi BRI, pada tahun 2019, pemerintah China mengumumkan akan bekerjasama dengan 8 institusi multilateral untuk membentuk Multilateral Cooperation Center for Development Finance. Mandatnya adalah :

  1. Lebih banyak investasi di pekerjaan penyiapan proyek hulu
  2. Meningkatkan kapasitas debitur dan kreditur menjadi lebih efektif dalam mengelola dan memitigasi risiko yang berhubungan dengan keberlanjutan hutang, pengadaan barang dan jasa, korupsi, lingkungan dan isu-isu sosial lainnya. 
  3. Memfasilitasi sharing informasi yang lebih luas dan berkoordinasi antar berbagai institusi finansial pembangunan, China maupun diluar China.

Di tahun yang sama, presiden Xi mengumumkan bahwa China akan mengadopsi lebih luas berbagai peraturan dan standar, serta mendorong berbagai perusahaan yang terlibat, untuk mengikuti peraturan-peraturan umum internasional dalam hal pengembangan proyek, operasi, pengadaan barang dan jasa, serta lelang.

Disini terlihat bahwa Beijing bermaksud untuk menjadikan BRI bersifat multilateral, sekaligus memberikan signal bahwa pemerintah China berkeinginan untuk terlibat dalam kepemimpinan pasar finansial pembangunan global.

What Can China Do to Overcome Its Trust Deficit with Traditional Donors and Creditors?

Ternyata, pemerintah China tidak cukup sukses menggalang dukungan dari donor dan kreditur tradisional (Barat) yang berminat kerjasama untuk mendukung BRI. Sedikitnya karena 3 hal:

  1. Transparansi. Keengganan China untuk berbagi informasi rinci terkait finansial dan implementasi tata-kelola dengan para pemerintah penerima bantuan
  2. Disiplin. Rekam jejak China yang melakukan pembiayaan, perencanaan dan implementasi proyek secara independen, tidak memperdulikan standar operasi dan disiplin yang berlaku umum
  3. Go-it-alone. Pendekatan China go-it-alone dalam menyelesaikan persoalan-persoalan pengelolaan hutang negara

PENUTUP

Mengingat institusi keuangan, dalam konteks Bantuan Pembangunan negara lain, berada dalam jaringan global, maka akan saling terkait dan tidak mungkin menutup diri. China yang telah memberi Bantuan ke berbagai negara di dunia, pada akhirnya akan menuntut pengembalian pinjaman pendanaan. Untuk kepentingan jaminan keamanan finansial, China tentu akan membutuhkan kerjasama dengan institusi keuangan global. Untuk itu, kepercayaan menjadi penting. Dan Transparansi, Kepatuhan terhadap aturan umum, serta Kerjasama para pihak, menjadi isu prioritas untuk disikapi.

Bila China merasa perlu melibatkan banyak pihak dalam ‘pemasaran’ Belt Road Initiative (BRI), maka tentunya dibutuhkan negosiasi yang saling menguntungkan para pihak serta menyepakati standar dan aturan yang dibuat bersama.

Demikian pula dengan institusi-institusi pembiayaan pembangunan OECD-DAC, tidak bisa memaksakan diri untuk memberlakukan aturan dan standar sendiri, namun harus mengakomodir kepentingan Beijing, demi kebutuhan pembangunan negara-negara berpendapatan rendah-sedang.

KOMENTAR

Seringkali ditemukan dalam buku ini, bahwa setiap kali tertulis pernyataan positif berdasar fakta publik tentang Bantuan China, maka segera diikuti opini negatif dari penulisnya pada paragraf berikutnya.

Penulis berprasangka bahwa, hingga saat ini (saat ditulisnya buku ini) studi tentang program Beijing untuk pembangunan internasional tidak mengikuti prinsip-prinsip dasar berbasis sain. Bahkan ada kecenderungan untuk penentuan kesimpulan terhadap studi tersebut, pada umumnya hanya didasarkan pada data-data yang bersesuaian dengannya. Cherry-picking. Diragukan validitasnya.

Penulis pada dasarnya hanya ingin membuktikan kebenaran hipotesanya bahwa proyek bantuan atau pinjaman dari China adalah merugikan negara penerima. Penulis tidak melakukan penelitian dampak ekonomi penerima bantuan secara obyektif untuk mendapat gambaran informasi ‘apa adanya’, melainkan hanya menyajikan informasi yang diinginkannya. Cherry picker

Dan penelitian dalam buku ini menunjukkan hasil yang bervariasi di berbagai negara penerima bantuan China. Bahkan bantuan untuk Afrika menunjukkan hasil pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Dan lebih bagus daripada negara-negara penerima bantuan dari institusi-institusi OECD-DAC.

Namun pengakuan pun diberikan penulisnya di akhir Bab 1, bahwa:

Our core argument in this book is that China’s newfound position as the global development lender of first resort has created new opportunities and new risks for low-income and middle-income countries. 

Walaupun tetap diikuti dengan kalimat, 

China is a pragmatic development partner that pursues a diverse set of economic and political interests”. 

Rasanya, belum pernah sekalipun terdengar berita bahwa China melakukan upaya pembiayaan terorisme atau melakukan rekayasa konflik sosial untuk mendapatkan kekuasaan atau keuntungan finansial di negara yang diinginkan. Pengalaman menunjukkan bahwa China memang “lihay” bernegosiasi untuk mendapatkan keuntungan finansial melalui prosedur resmi ataupun tidak resmi. Untuk itu, disarankan supaya lebih rinci dan hati-hati dalam bernegosiasi dan membuat kontrak dengan institusi China.

Kalimat menarik dari buku “The New Confessions of an Economic Hit Man”, karya John Perkins, ini mungkin bisa mewakili pendapat para penerima donor China. Artinya, perlu lebih hati-hati dalam dealing Bantuan Pinjaman dengan pihak manapun, apalagi bila mereka punya sejarah menggunakan kekuatan politik dan militer untuk mendapatkan keuntungan finansial di berbagai belahan dunia. Waspadalah.

Terlepas dari prasangka buruk dari pihak Barat terhadap Bantuan Pembiayaan Pembangunan dari China, serta berbagai temuan negatif berdasar analisa statistik Penulis atas motif, skema maupun dampak Bantuan tersebut, buku ini masih sangat layak dipelajari dan dikritisi sebagai pengetahuan tentang investasi China.

TAUTAN

Resource-backed loans: Sustainable debt or pending threat?

Resource-Backed Loans: Pitfalls and Potential

World’s central banks financing destruction of the rainforest

China goes to Africa

China’s principles in foreign aid

The World’s Richest and Poorest Countries 2022

Read Full Post »

Oleh Michael J. Sandel

The Tyranny of Merit adalah buku ketiga karya Michael J. Sandel yang penulis baca dan tuliskan dalam blog ini, setelah “JUSTICE, What’s the right thing to do?”, dan “What money can’t buy”. Sandel adalah pengajar filsafat politik di universitas Harvard. Buku-bukunya sangat menarik dan menggugah pemikiran kritis terhadap fenomena keseharian yang seolah berlalu wajar namun sebetulnya punya dampak nilai moral beragam. 

Berikut ini adalah esensi dari The Tyranny of Merit yang ditulis rinci berdasar bab-bab dalam bukunya.

Dalam prolognya Sandel bercerita tentang isu rasis saat pandemi Covid-19. Korban terpapar Covid di AS banyak diderita oleh penduduk kulit berwarna yang berada di lingkungan kerja yang memang rentan terhadap penularan Covid-19. Korban tewas warga Amerika Latin, 22% lebih banyak daripada warga kulit putih. Demikian juga dengan korban tewas kulit hitam, 40% lebih banyak dari kulit putih. Isu rasisme muncul dalam bentuk PEMBEDAAN pelayanan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kerja yang tersegregasi secara struktural oleh tingkat pendidikan. ‘Social distancing’ memang benar terjadi.

William Singer

Di bab Pendahuluan, Sandel mencuplik kisah William Singer, pelaku tindak kejahatan penyuapan dalam proses penerimaan mahasiswa baru di berbagai perguruan tinggi ternama di AS dan Inggris. Kisah William Singer ini juga telah tayang dalam film dokumenter Netflix dengan judul “Operation Varsity Blues”. Ini kisah tentang begitu tingginya ‘penghargaan’ masyarakat terhadap lulusan perguruan tinggi, sehingga rela mengeluarkan ratusan ribu dollar untuk dapat diterima sebagai mahasiswa baru melalui proses legal (pintu belakang: donasi ke universitas) atau ilegal (pintu samping: penyuapan jalur atlet atau ‘membeli’ nilai uji Scholastic Aptitude Test, SAT). 

Mengapa penghargaan masyarakat begitu tinggi terhadap lulusan perguruan tinggi? Inilah masalah utama yang dibahas Sandel dalam buku ini.

Masih dalam bab Pendahuluan, Sandel menjelaskan bahwa skema ‘back door’ dan ‘side door’, keduanya berbasis kekayaan orangtua calon mahasiswa, bukan atas dasar kualifikasi terbaiknya. Proses penerimaan mahasiswa yang selama ini dianggap adil dan tidak berdasar kekayaan finansial adalah melalui ‘pintu depan’. Yaitu melalui “test masuk”, yang didasarkan atas kemampuan siswa sendiri. Bukan karena kemampuan finansial orangtuanya. Betulkah?

Ternyata, dalam prakteknya, modus ‘front door’ pun masih rentan terhadap upaya untuk menyiasatinya. Uji kelulusan SAT dengan nilai minimal tertentu yang menjadi syarat diterimanya siswa di perguruan tinggi pun bisa ‘dibeli’, melalui bimbingan test atau pelatihan privat yang mahal. Selain itu, kasus ilegal penerimaan mahasiswa baru oleh William Singer juga terbongkar melalui modus suap terhadap jalur ekstra kurikuler. Suap dilakukan terhadap pihak-pihak universitas yang punya otoritas menentukan kandidat mahasiswa sebagai atlet atau artis yang berprestasi sehingga layak untuk diterima di universitas yang bersangkutan. 

Lagi, hanya kandidat dari golongan keluarga berduit yang mampu melakukannya. Belum lagi biaya kuliah yang juga mahal. Sehingga tidak heran bila data statistik menunjukkan bahwa ⅔ jumlah mahasiswa di perguruan tinggi ternama yang masuk dalam kelompok Ivy League university berasal dari kelompok 20% skala keluarga kaya teratas. Bahkan di universitas Princeton dan Yale, lebih banyak mahasiswa yang berasal dari kelompok terkaya 1% daripada mereka yang berasal dari kelompok 60% terbawah dalam skala kekayaan di AS.

Disinilah titik kritis ketidaksetaraan terhadap akses pendidikan tinggi terjadi. Proses meritokrasi dalam sistem pendidikan tinggi yang dibanggakan oleh pemerintah AS ternyata banyak kelemahan dalam prakteknya.

Dalam kondisi masyarakat yang tidak setara, mereka yang berada pada strata sosial atas, meyakini bahwa kesuksesan yang diperolehnya adalah hanya karena kemampuan dan usaha kerasnya sendiri. Konsekuensi dari keyakinan tersebut adalah bahwa mereka yang kalah dalam persaingan akan dianggap juga karena kesalahan sendiri. Kurang kemampuan dan kurang kerja keras. Tragis.

Kebenaran yang selama ini dirasakan bahwa penerimaan mahasiswa baru hanya dilandasi oleh kemampuan dan kerja keras siswa saja, ternyata faktanya adalah ada faktor lain yang menyumbang kesuksesan kandidat untuk lolos ujian masuk tersebut. Peran orang tua dan para pengajar, bakat atau talenta, serta kondisi finansial serta lingkungan sosial, yang semuanya tentu tidak bisa diabaikan dalam menyumbang kesuksesan. Disini keadilan mulai diuji. Does everyone have a truly equal opportunity to compete for desirable goods and social positions? Perlu kesadaran dan pemahaman terhadap adanya pihak-pihak lain yang juga terlibat dalam kesuksesan diri, yang dapat membuat munculnya rasa rendah hati atau bangga diri.

Bab 1. WINNERS AND LOSERS

Trump and Boris

Kemenangan Trump dalam Pilpres AS tahun 2016 dan kemenangan Brexit dalam referendum di Inggris, adalah kemenangan bagi para pemilih yang merasa ditinggalkan oleh kebijakan pemerintah yang lebih memprioritaskan ‘pergaulan dunia’ atau globalisasi, yang dianggapnya hanya menguntungkan secara ekonomi bagi mereka yang sudah berada di atas dan meninggalkan budaya lokal. Ketidaksetaraan terbentuk karena globalisasi yang dikendalikan oleh pasar. Termasuk didalamnya adalah kecemburuan terhadap para imigran yang mendapatkan ‘perhatian’ lebih dari pemerintah. Xenophobia. 

Kegalauan ini bukan karena faktor ekonomi semata, namun juga persoalan moral dan kultural. Bukan hanya tentang pendapatan dan pekerjaan, namun lebih karena kesetaraan sosial yang dirasa telah dilecehkan. Kritik kelompok populis terhadap berbagai hal terkait globalisasi dan kesepakatan perdagangan bebas seperti outsourcing dan unrestricted capital flows dianggap sebagai pikiran sempit (closed-minded) oleh mereka yang sebelumnya menang. Persoalan politik dunia tidak lagi tentang ideologi kanan-kiri, tetapi antara pola pikir terbuka-tertutup. 

Sandel berpendapat bahwa ada kesalahan para elit politik dalam melaksanakan globalisasi sehingga menyulut kekesalan kaum populis, yaitu keyakinan para teknokrat bahwa:

  • Mekanisme pasar adalah alat utama untuk dapat mencapai kebajikan publik. Sehingga tuntutan keahlian teknis semakin tinggi dan semakin besar juga jumlah mereka yang tertinggal karenanya. Bahkan, Partai Demokrat di era pemilihan presiden Trump dan Partai Buruh saat Referendum Brexit, menampakkan wajah liberalis teknokratis yang lebih dekat ke kelas profesional daripada ke kelas buruh atau kelas menengah.
  • “In an open world, success depends on education, on equipping yourself to compete and win in a global economy”. Ini berarti pemerintah mesti memberi kesempatan yang sama bagi semua pihak untuk bisa mendapatkan akses pendidikan sehingga mampu bersaing dalam ekonomi global. Namun sayangnya, pemerintahan yang berwajah liberalis teknokratis ini justru merasa perlu memberlakukan modus meritokrasi sebagai modal dasar untuk mengejar kemenangan persaingan finansial global, yang ternyata bahkan menambah jumlah mereka yang tertinggal. Itupun, kaum Populis masih bisa bersabar dengan bius retorika penyemangat yang digaungkan oleh Thatcher, Tony Blair di Inggris; Gerhard Schröder di Jerman dan Reagan, Clinton hingga Obama di AS yaitu, “those who work hard and play by the rules should be able to rise as far as their talents will take them”. Hanya mimpi. Meskipun 70% masyarakat AS percaya bahwa Upward mobility sungguh bisa terjadi. Hanya 35% masyarakat Eropa mempercayainya. Data yang dikutip dalam buku ini juga menunjukkan bahwa bangsa AS yang lahir dari orangtua miskin, akan tetap berkekurangan di masa tuanya. Mereka yang terlahir dalam kelompok ⅕ skala pendapatan terbawah, hanya 1/20 darinya yang bisa bangkit dan masuk kedalam kelompok ⅕ skala teratas. Dan di Kanada, Jerman, Denmark dan negara Eropa lainnya, ternyata lebih mudah bangkit dari kemiskinan daripada di AS.

Masalah dengan meritokrasi bukan hanya karena prakteknya yang jauh dari ideal, namun juga diragukan kemampuannya memenuhi kepuasan masyarakat secara moral maupun politik. Namun demikian, bangsa AS masih bisa toleran terhadap kesenjangan pendapatan dan kekayaan yang terjadi. Karena ada keyakinan dalam diri mereka bahwa kebangkitan dari keterpurukan atau upward mobility sangat mungkin terjadi di AS. American Dream.

Retorika atas adanya kesempatan untuk bangkit tersebut, dibarengi dengan jargon bahwa “siapapun yang bekerja keras dan mengikuti aturan hukum yang berlaku, akan bisa bangkit sesuai dengan bekal kemampuan yang dipunyainya”. The rhetoric of rising. Betulkah?

Bab 2. GREAT BECAUSE GOOD

Budaya berlebihan dalam menghargai prestasi sebagai buah dari bakat dan kerja keras, berdampak pada keyakinan diri bagi para pemenang untuk beranggapan bahwa keberhasilan yang diperolehnya hanyalah akibat perbuatan dan perjuangan sendiri semata, -seringkali tanpa disadarinya telah menihilkan peran banyak hal diluar kontrol dirinya seperti karunia kecerdasan, kekayaan finansial dan lingkungan sosial keluarga di perguruan tinggi-, serta memandang rendah terhadap mereka yang kurang beruntung. Keangkuhan meritokrasi sebagai pengejawantahan moral politik teknokratis.

Merekrut karyawan atau memberikan penghargaan berdasar prestasi bukanlah kesalahan, bahkan menunjukkan adanya nilai keadilan dan ketiadaan diskriminasi. Prestasi didasarkan pada capaian. Yang bermasalah adalah bila mereka yang berprestasi merasa berhak mendapatkannya karena capaian kesuksesan dirasa hanya karena kapasitas dirinya dan kerja kerasnya semata. Konsekuensi logis dari logika tersebut adalah bahwa mereka yang tertinggal adalah semata disebabkan oleh kurangnya kerja keras. Sehingga,  pemenang menghasilkan keangkuhan, dan yang kalah, merasakan kehinaan, juga dendam. Sentimen moral inilah yang menyimpan pemberontakan dalam hati kaum populis untuk melawan elit negeri.  Lebih dari sekedar protes terhadap kaum imigran dan pekerja alih daya atau outsourcing. The tyranny of merit menjadi keluhan penting kaum populis yang perlu mendapat perhatian pemangku kebijakan.

Bab 3. The Rhetoric of Rising

Harvard University

Betapa pentingnya pendidikan tinggi yang akan berkorelasi positif dengan posisi sosial di masa depan, pernah dinyatakan Bill Clinton dalam pidatonya  tahun 1996, “We think everybody ought to be able to go to college, because what you can earn depends on what you can learn”. Dengan kalimat sedikit berbeda namun dengan maksud yang sama, Clinton mengulanginya hingga 32 kali di berbagai kesempatan pidato kepresidenan. Juga Obama dalam pidatonya di perguruan tinggi di Brooklyn 2013, “if you were willing to work hard, you didn’t necessarily need a great education. … Now you’ve got billions of people from Beijing to Bangalore to Moscow, all of whom are competing with you directly … If you don’t have a good education, then it is going to be hard for you to find a job that pays a living wage”. Dan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, di tahun 1996, memberi pernyataan dalam agenda Reformasinya untuk Partai Buruh: “Ask me for my three main priorities for government and I tell you: education, education and education”.

Inti pendapat Clinton, Obama dan Blair diatas adalah pentingnya mendukung globalisasi, mengejar pendidikan tinggi dan meyakini bahwa bakat dan prestasi akan menghasilkan posisi sosial yang jauh lebih baik.

Konsekuensi dari janji meritokrasi tersebut adalah bahwa semua orang tanpa memandang ras atau kelas, agama atau etnik, gender atau orientasi seksual, harus mendapat kesempatan yang sama dalam kompetisi untuk memenangkan persaingan dalam pasar tenagakerja. Bahkan menurut kelompok liberal kiri-tengah, kesetaraan kesempatan mensyaratkan tidak hanya ketiadaan diskriminasi, namun juga kesetaraan akses pendidikan, kesehatan, kepedulian anak dan jasa lainnya sehingga memungkinkan untuk dapat berkompetisi secara efektif.

Thomas Frank, penulis dan analis politik AS justru mengkritik cara pandang kaum liberal, termasuk pendapat Bill Clinton dan Obama diatas, yang menganggap bahwa setiap masalah ekonomi adalah karena masalah pendidikan. Termasuk didalamnya adalah ketiadaan keahlian sebagai bekal ilmu menghadapi persoalan tersebut. Mengejar bangku kuliah memang perlu didukung. Dan memberi kesempatan yang sama untuk akses pendidikan tinggi akan lebih baik. Namun, menganggap pendidikan tinggi sebagai solusi terhadap ketimpangan nasib pekerja di era globalisasi adalah salah sasaran. Justru akan menggerus rasa harga diri bagi mereka yang kalah dalam persaingan mendapatkan kesempatan pendidikan tinggi.

Bab 4. CREDENTIALISM

Betapa pentingnya kedudukan sosial perguruan tinggi, sehingga presiden Donald Trump, melalui pengacara pribadinya, Michael Cohen, merasa perlu mengancam untuk menuntut universitas-universitas tempat dia kuliah, bila mereka membeberkan ke publik tentang nilai matakuliah dan SAT yang diraihnya saat itu. Celakanya, justru majalah Newsweek yang membeberkan kualitas capaian pendidikan presiden Trump yang kurang membanggakan. (Lihat Tautan di bawah). Trump berbicara dengan kekayaan kosakata kelas 4 Sekolah Dasar. Kualitas kemampuan berbahasa terendah presiden AS abad ini. Bahkan sekretaris presiden menganggapnya seorang ‘moron’ atau bodoh. Dan Menteri Pertahanan menganggapnya lebih parah lagi, Trump mempunyai wawasan global setara kelas 5 atau 6 SD. Meskipun Trump begitu gigihnya meyakinkan publik dalam kampanye pilpresnya 2016, “I’m speaking with myself, number one, because I have a very good brain and I’ve said a lot of things … My primary consultant is myself”. Luar Biasa ..

Joe Biden pun merasa sensitif terhadap pendidikan tingginya ketika audiences menanyakan pendidikan hukumnya saat kampanye pilpres 2017, “the only one in my class to have a full academic scholarship … and in fact ended up in the top half of my class. I was the outstanding student in the political science department at the end of my year. I graduated with three degrees from undergraduate school and 165 credits—only needed 123 credits—and I’d be delighted to sit down and compare my IQ to yours”. Biden terlalu berlebihan. Dia ternyata lulus dalam kelompok ranking terbawah.

Maksud Sandel mengutip hal diatas adalah untuk menunjukkan bahwa meritokrasi bisa berdampak tidak langsung sebagai penyebab kesalahan kebijakan. 

Seperti diketahui bahwa era globalisasi telah mengakibatkan kesenjangan dan stagnasi pendapatan pekerja. Di AS, 10% kelas atas menguasai hampir semua kekayaan bangsanya. Dan 50% kelas bawah tidak mendapatkan keuntungan apapun. Namun kaum liberal dan progresif ternyata lebih tertarik menyelesaikan kesenjangan tersebut dengan fokus pada persoalan ekonominya. Bukan pada JANJI meritokrasi yang lebih substantif, yaitu bahwa melalui prestasi dan kerjakeras, seharusnya seseorang dijamin MAMPU bangkit dari keterpurukan ekonomi, oleh pemangku kebijakan. Disinilah hal utama dari jargon the rhetoric of rising. Bukan hanya kesetaraan akses pendidikan. Gagal.

Bab 5. SUCCESS ETHICS

Meritokrasi dalam proses penyaringan mahasiswa baru atau tenagakerja, seringkali disanjung karena dihadapkan dengan modus aristokrasi.

Dalam aristokrasi, pendidikan, pendapatan dan kekayaan, yang seringkali dianggap sebagai kesuksesan, diperoleh karena keistimewaan keturunan. Artinya, mereka yang berasal dari keturunan keluarga kaya, bangsawan, orang hebat atau semacamnya, akan tetap mendapatkan akses kekayaan tersebut. Sementara, si miskin akan terus mewariskan kemiskinan.

Sedangkan dalam meritokrasi, kesuksesan tersebut dianggap sebagai hasil dari kerja keras dan bakat atau prestasi yang dipunyainya. Bukan dari warisan keluarganya.

Tentu harapan adanya masyarakat yang didasarkan pada meritokrasi menjadi semakin banyak karena janji memberi kesempatan untuk bisa bangkit dari keterpurukan. Sedangkan masyarakat aristrokratik akan tetap berharap dari warisan bila keterpurukan terjadi. 

Namun demikian, meritokrasipun tidak lepas dari kesenjangan. Disana tetap ada perbedaan bakat, kemampuan, prestasi, ambisi, yang masing-masing bisa tumbuh melebihi yang lainnya. Juga, adanya faktor lingkungan sosial dan finansial keluarga, serta karuniaNya yang membuat titik start kompetisi menjadi tidak sama dengan lainnya. Tapi, setidaknya kesenjangan diperoleh dari bakat dan prestasi pendidikan sendiri, bukan warisan turunan. Sehingga lebih baik daripada modus aristokrasi.

Oleh karenanya, Sandel berpendapat bahwa sebenarnya, kesenjangan pendapatan karena perbedaan bakat alami pun tidaklah lebih adil daripada kesenjangan karena perbedaan kelas sosial. Dari sudut pandang moral, keduanya, meritokrasi dan aristokrasi, adalah sama saja. Meskipun tercapai masyarakat setara dalam berbagai kesempatan, tetap saja ada kesenjangan yang tumbuh dari bakat dan kemampuan alami masing-masing. Yang paling penting untuk difahami adalah bahwa meritokrasi ideal bukanlah untuk mengurangi kesenjangan demi kesetaraan, namun tentang mobilitas kebangkitan dari keterpurukan. Menurutnya, kesenjangan yang terjadi akibat proses meritokrasi, pun bisa terjadi. 

The meritocratic ideal is not a remedy for inequality; it is a justification of inequality. What matters is that everyone starts the race at the same starting point, having had equal access to training, coaching, nutrition, and so on. If so, the winner of the race deserves the prize. There is no injustice in the fact that some run faster than others.

Ambigu. Bagaimana mungkin bisa melakukan start di titik awal yang sama, bila setiap orang adalah unik, mempunyai bakat dan kecerdasan yang berbeda? Pelatihan dan asupan gizi bisa diberikan yang sama, itupun hanya dalam waktu tertentu. Bagaimana dengan lingkungan sosial, finansial, bekal masa kecil, bakat atau talenta dan mental serta kecerdasan yang berbeda? Bukankah itu semua juga menyebabkan titik start yang berbeda dalam kompetisi?

Michael Young

Michael Young, ahli sosiologi dari Inggris yang berafiliasi dengan Partai Buruh, pada tahun 1958 menulis buku berjudul The Rise of the Meritocracy. Menurutnya, meritokrasi adalah distopia. Young menggambarkan dengan sangat jelas sisi gelap sistem pendidikan dan profesionalitas meritokratis yang diagungkan pemerintahan Inggris setelah WW2. Arogansi bagi mereka yang diatas dan hilangnya percaya-diri bagi yang tertinggal. Mengalokasikan posisi dan kesempatan berdasar merit (prestasi) dengan asumsi bahwa masing-masing menerima haknya sesuai prestasi, bukanlah cara tepat untuk mengurangi kesenjangan. Justru semakin memperlebarnya, karena masyarakat akan terbelah berdasar kemampuannya. Kecemburuan sosial semakin tinggi karena masyarakat tahu bahwa mereka yang diatas menikmati bukan semata dari hasil jerih-payahnya. 

Young telah mengantisipasi bahwa kekesalan mereka yang tertinggal akan memperburuk kondisi politik. Kelas berpendidikan rendah akan muncul sebagai perlawanan kaum populis melawan elit meritokratis.

Di tahun 2016, ketika Inggris memilih Brexit dan AS memilih Trump, perlawanan kaum populis benar terjadi. Nyata, merekalah pendukungnya. 18 tahun lebih cepat dari dugaan Young, 2034.

MERITOCRACY RECONSIDERED

Kritik terhadap meritokrasi, pada umumnya bukan karena misi idealnya. Melainkan karena praktek untuk mencapainya. Yang memang terjadi: 

  • si kaya dan berkuasa merekayasa sistem untuk tetap memiliki keistimewaan akses dalam banyak hal, 
  • mereka yang di kelas profesional menemukan cara untuk mendapatkan keutamaan bagi anak-anaknya, 
  • mengubah meritokrasi menjadi aristokrasi,
  • perguruan tinggi yang mengaku berdasar meritokrasi ternyata menerima siswa berdasar kedekatan hubungan atau keluarga alumni dan kekayaan orangtua siswa. 

Dua hal yang menjadi kekhawatiran terhadap meritokrasi sebagai misi moral dan politik, adalah tentang:

  1. Keadilan. Meskipun meritokrasi memang tercapai, tetap diragukan terjadinya keadilan terkait kebenaran bahwa pendapatan memang dapat diperoleh sesuai prestasi dan kerja keras.
  2. Perilaku terhadap kesuksesan dan kegagalan. Adanya kekhawatiran bahwa meskipun Meritokrasi terjadi, tetap akan menyebabkan masyarakat berperilaku tidak baik. Arogansi bagi mereka yang menang, dan tersisihkan bagi mereka yang tertinggal.

Keraguan terhadap sistem meritokrasi semakin tinggi ketika mereka yang kaya dan berkuasa terus berupaya menyiasatinya untuk bisa mendapatkan hak keistimewaan atau “privilege” memasuki perguruan tinggi bagi keturunannya melalui donasi dan kekerabatan alumni. Mengubah meritokrasi menjadi aristokrasi.

Protes kaum Populis terhadap kelompok elit meritokratik tidak hanya tentang keadilan, namun juga tentang integritas atau harga-diri sosial.

Meskipun kondisi ideal meritokrasi betul tercapai, yaitu setiap individu mendapat kesempatan yang sama untuk berkompetisi dalam pendidikan, pekerjaan dan sektor kehidupan lainnya, kondisi sosial masyarakat tersebut belum bisa disebut sepenuhnya ADIL. Karena, meritokrasi ideal adalah juga tentang kemampuan mobilitas sosial vertikal. Tidak tetap terpuruk dalam kemiskinan atau terus mapan dalam kelimpahan karena keistimewaan sosial.

DO WE DESERVE OUR TALENTS?

Jawabnya: bergantung pada the moral status of talents.

Bila prestasi yang dimiliki bukanlah karena Upaya sendiri, melainkan karena ‘kebetulan’ atau ‘karunia’. Maka Sandel berpendapat bahwa seseorang tidak berhak menerima keuntungan atau kerugian karenanya. Di sisi lain, Usaha keras saja juga cukup berat untuk memenangkan kompetisi, tanpa adanya dukungan Bakat atau Karunia. Usaha Keras dan Bakat menjadi tak terpisahkan dalam memenangkan kompetisi.

Kemudian, bila meritokrasi ideal diragukan karena mengabaikan adanya kemandirian moral Bakat/Talenta sehingga titik awal kompetisi menjadi tidak sama, dan hanya mengutamakan moral Usaha/Perjuangan, maka adakah konsep lain terbentuknya masyarakat berkeadilan dalam kompetisi? 

Dalam bab-bab berikutnya, Sandel mulai banyak membahas ranah filosofi politik terkait keadilan dan meritokrasi, berbasis Friedrich A. Hayek, dan karya John Rawls, “A theory of justice”.

TWO ALTERNATIVES TO MERITOCRACY

Ada dua jenis argumen politik dari masyarakat demokratis terkait meritokrasi ini, yaitu free-market liberalism dan welfare state liberalism. Keduanya menentang gagasan meritokrasi, bahwa masyarakat yang adil semestinya mendistribusikan pendapatan dan kekayaan berdasarkan apa yang pantas diperolehnya, hanya berbasis Prestasi. Tidak terkait dengan hal-hal diluar kontrol dirinya, seperti Bakat atau Warisan keluarganya.

Free-market liberalism. Syarat meritokrasi untuk disediakan kondisi kompetisi yang setara bagi semua pihak, berimplikasi pada keharusan pemerintah untuk mengatur pasar. Ini keberatan utama pemerintah AS dibawah Reagan dan Inggris dibawah Thatcher, sebagai penganut laissez-faire capitalism,. Friedrich A. Hayek, filsuf ekonomi kelahiran Austria, menjadi inspirator aliran pemikiran ini. “The Constitution of Liberty” adalah buah karyanya, 1960. Hayek, seperti juga partai Republik AS, selalu menentang kenaikan pajak bagi yang Berpunya sebagai upaya memberikan playing field yang setara bagi semua pihak. Karena dianggap berlawanan dengan prinsip Kebebasan dalam demokrasi.

John Rawls

Welfare State Liberalism atau Egalitarian Liberalism. Obama dalam pidato kampanyenya, 2012, “[I]f you’ve been successful, you didn’t get there on your own… If you were successful, somebody along the line gave you some help… You’re not on your own, we’re in this together”. Ada pihak lain yang turut terlibat dalam kesuksesan kita. Untuk itulah pemerintah negara-negara Kesejahteraan di Eropa memaknainya sebagai ‘kewajiban’ untuk memberi tunjangan bagi mereka yang ‘tertinggal’ melalui pungutan pajak yang besar bagi mereka yang berpunya. John Rawls, filsuf politik AS abad 20 menjadi inspirator dari penganut mazhab liberal ini. “A Theory of Justice”, 1971, adalah karya Rawls terkait hal diatas. Dalam konsepnya tersebut, Rawls menolak adanya penghargaan bagi mereka yang berprestasi dalam kontribusinya untuk masyarakat akibat bakat yang dimilikinya. Karena bakat atau karunia yang dipunyainya, adalah diluar kontrol dari dirinya sendiri. 

Sesuai dengan konsepnya Principle of Justices, Rawl tidak mengharapkan adanya penghargaan terhadap suatu kebajikan tunggal. Di dalam masyarakat pluralis, seseorang berhak untuk memperjuangkan nilai-nilai kebaikan hidupnya sendiri, dengan tetap menghargai nilai-nilai pihak lain. Freedom.

Dalam hal ini Hayek dan Rawls juga menegaskan adanya keterlibatan kemandirian moral bakat dan menolak pendapat bahwa nilai pasar merefleksikan kebajikan (merit atau desert). Artinya, seberapapun besarnya pajak yang dibayarkan oleh mereka yang mendapatkan kekayaan dari hasil bakatnya, maka tidak layak dianggap sebagai suatu tindak keutamaan berbagi kekayaan. Justru pajak kekayaan ini yang ditentang oleh Rawl karena dianggap sebagai the distribution of income that results from a free market, Ingat, bakat/talenta bukanlah upaya, tetapi karunia (bagi yang beragama), atau keberuntungan. Rawl beranggapan bahwa menerima sistem pajak kekayaan dari hasil kepemilikan bakat/talenta, merupakan pengakuan bahwa seseorang berhak mendapat keuntungan/kerugian darinya.

MARKETS AND MERIT

Hayek dan Rawls menolak wacana meritokrasi dalam kompetisi yang adil karena adanya kecenderungan menguntungkan si kaya daripada si miskin. Namun demikian, alternatif yang mereka tawarkan juga tetap dapat memunculkan sikap karakteristik masyarakat meritokratis, yaitu keangkuhan bagi yang sukses dan kebencian bagi yang kurang beruntung.

Membenarkan pendapatnya, Hayek mengutip  Anthony Crosland, anggota Partai Buruh Inggris, dalam karya terkenalnya di tahun 1956, “The Future of Socialism” yang menyatakan adanya dampak demoralisasi bagi mereka yang tertinggal dalam sistem meritokrasi.

N. Gregory Mankiw, penasihat ekonomi President George W. Bush berpendapat bahwa “seseorang seharusnya mendapatkan apa yang pantas  diperolehnya. Dan seseorang yang berkontribusi lebih banyak kepada masyarakat, berhak mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi”. Namun, apakah pantas suatu Kerja yang bernilai transaksional perdagangan pasar  dianggap sebagai kontribusi sosial yang bernilai Moral? 

MARKET VALUE VERSUS MORAL VALUE

Seperti halnya Hayek dan Rawls, Frank Knight, penganut mazhab ekonomi neoklasik, di tahun 1920an menyatakan pandangannya bahwa kepemilikan bakat untuk memenuhi kebutuhan pasar, merupakan warisan kekayaan (karunia/given). Bukan kebajikan atas prakarsa upaya personal. Dan Knight tidak sependapat dengan pandangan Free-market liberalism Hayek yang menyamakan Nilai Pasar dengan Kontribusi Sosial. Menurutnya, adalah suatu kesalahan bila mengasumsikan pendapatan finansial yang diperoleh dari pemenuhan kebutuhan pasar, merupakan refleksi nilai kebajikan moral.

ATTITUDES TOWARD SUCCESS

Rawls yang anti meritokrasi, berharap supaya mereka yang sukses secara ekonomi untuk dapat bersikap rendah hati dan membantu mereka yang tertinggal. Bila meyakini bahwa kesuksesan yang diperoleh adalah semata karena nasib baik atau keberuntungan atau karena bakat, maka sudah selayaknya merasa berkewajiban untuk berbagi dengan mereka yang kurang beruntung.

Sayangnya, sikap rendah hati bagi mereka yang sukses, belum menjadi kultur tauladan dari kehidupan sosial dan ekonomi kontemporer. Sehingga reaksi populis masih meluas dirasakan oleh para pekerja bahwa elit sosial memandang rendah mereka.

Kekecewaan kaum populis kelas pekerja di AS saat ini terhadap elit, sebagian besar disebabkan oleh apa yang mereka anggap sebagai keangkuhan dan penghinaan kelas profesional terhadap mereka yang tidak berpendidikan tinggi.

CHANCE AND CHOICE

Dan kecenderungan liberalisme negara kesejahteraan untuk menyulut politik keangkuhan dan penghinaan ini menjadi lebih eksplisit dalam karya para filsuf egaliter liberal tahun 1980-an dan 1990-an. Rawls berpendapat bahwa distribusi kekayaan yang cenderung menguntungkan para pemilik bakat, tidak dapat dibenarkan dari sudut pandang moral, sehingga di dalam masyarakat yang adil seharusnya menyediakan kompensasi bagi mereka yang tidak beruntung, i.e. miskin sejak lahir, cacat fisik, menderita karena kecelakaan, tidak berbakat, selalu tidak beruntung, dll. Mereka yang tertinggal karena faktor di luar kendali dirinya. Kemiskinan Struktural dan Kemiskinan Absolut.

Dengan bahasa senada, filsuf lain menyatakan, “Distributive justice stipulates that the lucky should transfer some or all of their gains due to luck to the unlucky”.

Bab 6. THE SORTING MACHINE

James Bryant Conant, presiden Harvard University, di tahun 1940an berambisi untuk mengakhiri kultur pengistimewaan para elit alumni dan kekayaan keluarga, dalam penerimaan mahasiswa, dan menggantikannya dengan sistem meritokrasi. Dimaksudkan tidak hanya untuk ujian masuk Harvard, namun juga untuk memasuki seluruh perguruan tinggi di AS. Dengan visi, “Education for a Classless Society”. A high degree of social mobility is the essence of the American ideal of a classless society.

Conant mulai dengan mengadakan Uji Kecerdasan Intelektual, untuk dapat diterima di Universitas Harvard. Saat ini biasa disebut sebagai SAT (Scholastic Aptitude Test).

Mengkritisi the tyranny of merit bukan berarti bahwa modal awal kecerdasan atau Bakat/Talenta tidak boleh berperan dalam alokasi pekerjaan dan peran sosial. Melainkan, perlu memikirkan kembali cara kita memahami Kesuksesan dan mulai menghindari sikap kesombongan meritokratis bahwa mereka yang berada di atas, adalah semata karena upaya sendiri.

INTIMATIONS OF THE TYRANNY OF MERITS 

Sistem meritokrasi pendidikan diharapkan mampu mengatasi kesenjangan melalui mobilitas sosial keatas (upward social mobility).

Secara retorika dan filosofis, ideologi meritokrasi Conant telah memenangkan perhatian publik. Namun, dalam prakteknya ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena:

  1. SAT ternyata tidak bisa jadi dasar pengukuran kemampuan kecerdasan siswa, yang diharapkan independen dari latar-belakang sosial dan pendidikan. Kemampuan lulus uji SAT sangat berkorelasi dengan kekayaan finansial. Semakin kaya, semakin memungkinkan untuk mendapatkan nilai SAT tinggi. Banyak tersedia jasa pelatihan SAT.
  1. Sistem Meritokrasi untuk memasuki Perguruan Tinggi, yang ditawarkan Conant, ternyata tidak menghasilkan the classless society seperti yang diharapkan. Kesenjangan pendapatan dan kekayaan justru semakin besar sejak 1940an. Dan Mobilitas Sosial keatas tidak juga terjadi. Penelitian menunjukkan bahwa berbagai institusi pendidikan tinggi ternama di AS belum bisa menjadi agen mobilitas sosial finansial.

MAKING MERITOCRACY MORE FAIR

Daniel Markovits, profesor Hukum, Universitas Yale, dalam upayanya mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kesetaraan akses pendidikan, menyarankan pemerintah untuk tidak memberi status keringanan pajak pada perguruan tinggi, yang tidak menerima sedikitnya setengah mahasiswa baru dari kelompok ⅔ skala ekonomi terbawah.

Pada akhirnya, memberlakukan ujian masuk perguruan tinggi dengan sangat kompetitif, adalah upaya berlebihan serta tidak bijaksana bagi demokrasi dan misi pendidikan itu sendiri.

7. RECOGNIZING WORK

Sistem meritokrasi yang begitu mendewakan kemampuan otak juga berakibat tidak baik pada dunia kerja. Pasar lebih menghargai pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang berpendidikan tinggi. Serasa lebih penting, berharga dan bermartabat, daripada pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang kurang berpendidikan. Bahkan secara sengaja elit sosial melakukan pemisahan dengan sebutan Kerah Putih dan Kerah Biru. Menyebalkan ..

Dan celakanya, setelah beberapa dekade berlangsung, semakin kuat ide yang mengatakan bahwa pendapatan merefleksikan nilai kontribusi sosial. Artinya, kebajikan sosial diukur berdasar kekayaan finansial yang diperoleh. Absurd.

Pertanyaan selanjutnya dari para ahli sosial yang muncul adalah, apakah ini persoalan hilangnya pekerjaan dan stagnasi pendapatan atau pergeseran kebudayaan (cultural displacement)? Sandel beranggapan bahwa Kerja adalah tentang Ekonomi dan Kebudayaan. Menyangkut harkat hidup dan status sosial.

Tidak hanya tentang pekerjaan, kekecewaan masyarakat juga ditunjukkan dengan tingginya kematian karena bunuh diri dan obat-obatan. Anne Case dan Angus Deaton, dua ahli ekonomi dari universitas Princeton menyebutnya sebagai “deaths of despair”. Tahun 2014-2017, Harapan Hidup masyarakat AS menurun 3 tahun. Untuk pertama kalinya dalam abad ini.

Case dan Deaton menemukan bahwa kenaikan “deaths of despair” pada umumnya terjadi pada mereka yang berpendidikan rendah. Tahun 2017, korban tewas “deaths of despair” lelaki berpendidikan rendah adalah 3 kali lebih banyak daripada mereka yang berpendidikan tinggi.

Dari penelitiannya, Case dan Deaton menyimpulkan bahwa “deaths of despair” banyak dialami warga kulit putih berpendidikan rendah karena rasa putus asa menjalani hidup yang berat dalam waktu yang lama.

WORK AS RECOGNITION

Proposal kebijakan oleh pemerintah AS untuk mengkompensasi kesenjangan dengan cara meningkatkan daya beli kelas pekerja, hanya sedikit mengatasi kekecewaan masyarakat. Karena kekecewaan sejatinya  disebabkan oleh hilangnya pengakuan atas kerja dan harga diri sosial mereka. Ini kombinasi dari dampak sistem  seleksi meritokrasi dan globalisasi yang dikendalikan oleh pasar.

CONCLUSION

Henry Aaron

Contoh bagus diberikan Sandel dalam bab Kesimpulannya. Henry Aaron, pemain baseball kulit hitam AS ternama, ketika masih kecil, melihat ayahnya terpaksa harus menyingkir dari antrian supermarket karena desakan warga kulit putih. Rasisme. Dendam dalam dirinya memacunya untuk berprestasi dalam baseball. Kebanggaan dan penghargaan memang diperolehnya dari berbagi pihak setelah menjadi pemain ternama di AS. Ini dirasanya sebagai kesuksesan meritokrasi, bahwa bakat dan kerja kerasnya telah membawa kebebasan rasisme. Betulkah? Salah.

Ketidakadilan rasisme tidak dapat dibenarkan dalam kondisi sosial apapun. Bahkan tidak juga diperlukan prestasi sebagai juara baseball, dalam kasus diatas, untuk mengatasinya. Hanya kesetaraan kesempatan secara moral lah yang diperlukan untuk melakukan koreksi terhadap ketidakadilan tersebut. Dan itupun masih belum cukup.

Diperlukan kondisi kesetaraan yang lebih luas sehingga memungkinkan mereka yang tertinggal dapat hidup lebih bermartabat sesuai dengan keinginannya.

R. H. Tawney, ahli sejarah ekonomi dan kritik sosial berkebangsaan Inggris, dalam bukunya Equality (1931), menyatakan bahwa 

Individual happiness does not only require that men should be free to rise to new positions of comfort and distinction; it also requires that they should be able to lead a life of dignity and culture, whether they rise or not.

REKOMENDASI

Buku bagus untuk dipelajari oleh siapa saja yang tertarik pada Berpikir Kritis dan Fenomena Sosial. Kritis dan membuka wawasan tentang fenomena sosial keseharian yang sering kali terlewatkan dari pengamatan. Banyak acuan informasi terkait kesenjangan sosial dari berbagai media besar dan sumber data resmi di AS. Sedikit kekurangan dari buku ini adalah banyaknya kalimat atau phrase yang sering diulang di beberapa bab, sehingga terkesan hanya untuk memperbanyak halaman saja.

LAMPIRAN
Sebagian kutipan data di dalam buku ini, yang diambil dari berbagai sumber:

William Singer menerima pembayaran untuk jasanya memasukkan pelajar di universitas ternama di AS secara ilegal, dari:

  • Pengacara papan atas: $75.000, sehingga anaknya mendapatkan nilai lolos test yang diinginkan
  • Seseorang: $1,2 juta, sehingga anaknya diterima masuk universitas Yale berdasar penerimaan jalur atlet sepak bola, yang tidak pernah diikutinya.
  • Artis televisi: $500.000, sehingga dua anaknya diterima di UCLA melaului jalur ekstrakurikuler
  • Artis film Desperate Housewives: $15.000, sehingga anaknya mendapatkan nilai lolos test SAT.

Selama 8 tahun Singer beroperasi, memperoleh total $25 juta untuk ‘meloloskan’ ujian masuk universitas, melalui ‘Pintu Samping’ (ilegal).

Jalur Sumbangan atau Pintu Belakang (legal)

  • Jared Kushner, menantu mantan presiden AS, Donald Trump diterima di Universitas Harvard dengan menyumbang $2,5 juta.
  • Donald Trump menyumbang $1,5 juta, ketika Donal Jr. dan Ivanka diterima di Wharton School of the University of Pennsylvania

Berdasar kekayaan keluarga mahasiswa:

  • Lebih dari ⅔ jumlah mahasiswa yang diterima Ivy League, berasal dari 20% keluarga terkaya AS.
  • Di universitas Princeton dan Yale, lebih banyak mahasiswa berasal dari 1% keluarga terkaya di AS, daripada 60% keluarga berpendapatan rendah.

Sebanyak 70% dari masyarakat AS percaya bahwa si miskin mampu bangkit dari keterpurukannya atas usaha sendiri. Sementara hanya 35% masyarakat Eropa meyakininya.

  • Sebanyak ⅔ mahasiswa di Harvard dan Stanford berasal dari keluarga berpendapatan ⅕ teratas di AS. 
  • Sebanyak kurang dari 4% mahasiswa Ivy League berasal dari keluarga berpendapatan ⅕ paling bawah
  • Di Harvard dan universitas Ivy League lainnya, lebih banyak mahasiswa berasal dari keluarga berpendapatan 1% teratas ($630.000 per tahun), daripada jumlah mahasiswa dari keluarga berpendapatan dibawah 50%.

Pilpres AS 2016, Trump memenangkan ⅔ pemilih kulit putih berpendidikan rendah. Sementara Hillary Clinton menang di kelompok pemilih berpendidikan tinggi.

Pada Referendum Brexit di Inggris, pemilih berpendidikan rendah lebih memilih Brexit (keluar dari Uni Eropa), sementara pemilih berpendidikan tinggi, mayoritas post graduate, memilih untuk tetap bergabung dengan Uni Eropa.

Hillary Clinton menang di wilayah dengan total 2/3 GDP. Sementara Trump menang di wilayah yang masyarakatnya lebih menyukai warga kulit-hitam mendapatkan hak-haknya dan para perempuan memperoleh pekerjaan.

Clinton memenangkan suara di wilayah pemenang globalisasi, dan sebaliknya Trump menang di wilayah yang kalah dalam proses globalisasi.

Survey majalah Time menunjukkan bahwa hampir ⅓ warga Kristen AS mengakui keyakinan “bila Anda menyumbangkan uang untuk Tuhan, maka sebaliknya Tuhan akan memberi karunia uang lebih banyak lagi”.

Pertengahan tahun 1970an, Universitas Stanford menerima mahasiswa sebanyak ⅓ jumlah peserta ujian masuk. Di awal tahun 1980an, Harvard dan Stanford menerima sekitar ⅕ pelamarnya. Dan di tahun 2019, mereka hanya menerima lebih sedikit dari 1/20 pelamar.

Survei publik di AS menyatakan, 77% bangsa AS mempercayai bahwa kesuksesan pribadi bisa diraih bila bersedia kerja keras. Hanya 50% bangsa Jerman mempercayainya. Bahkan mayoritas bangsa Perancis dan Jepang menganggap tidak ada garansi bahwa kerja keras akan menghasilkan kesuksesan.

Faktor apakah yang membuat kesuksesan? Sebanyak 73% bangsa AS menganggap Kerja Keras adalah faktor utama. Hanya 50% bangsa Jerman menganggap Kerja Keras sebagai faktor utama. Dan bangsa Perancis hanya sebanyak 25% yang menganggap Kerja Keras adalah faktor penting kesuksesan.

Sebanyak 57% bangsa AS menganggap kesuksesan dipengaruhi oleh faktor dari luar dirinya. Sementara mayoritas bangsa lain, termasuk bangsa-bangsa Eropa, menganggap bahwa kesuksesan banyak dipengaruhi faktor-faktor dari luar dirinya.

Upward mobility (pergerakan kebangkitan)

Hampir setengah dari seluruh kekayaan para orangtua di AS dan Inggris yang berpenghasilan tinggi, akan menurun ke anak-anaknya. Hal ini dua kali lebih banyak daripada kekayaan yang diwarisi oleh anak-anak orang kaya di Canada, Finlandia, Norwegia dan Denmark, yang sebenarnya justru memiliki kecenderungan kebangkitan ekonomi (upward mobility) tertinggi.

Sebaliknya, anak-anak Denmark dan Kanada justru lebih mampu tumbuh dari kemiskinan daripada anak-anak AS. Artinya, the American Dream justru sukses terjadi di Kopenhagen, bahkan di Beijing. Meskipun AS tetap menjadi negara yang lebih kaya per capita nya daripada China, namun generasi muda China sekarang lebih kaya daripada generasi orang tua mereka.

Menurut World Bank, tingkat ketidak-setaraan pendapatan di China hampir menyamai AS. Namun kenaikan tingkat pergerakan kebangkitan ekonomi (upward mobility) antar generasi di China, lebih tinggi daripada di AS. Artinya, kesempatan untuk tumbuh di AS lebih susah daripada di China, karena sangat dipengaruhi oleh posisi awal.

Pendidikan

Walaupun tingkat kelulusan universitas meningkat di dekade akhir-akhir ini, namun hanya ⅓ jumlah masyarakat dewasa yang menyelesaikan kuliahnya.

Dalam berbagai survey yang dilakukan di AS, Inggris, Belanda dan Belgia, sebuah tim psikologi sosial menemukan bahwa para responden lebih tidak menyukai kelompok berpendidikan rendah daripada terhadap kelompok-kelompok lain yang dianggapnya juga tidak menyenangkan, seperti kelompok African Americans, kelas pekerja, atau ekonomi lema.

Di dalam anggota Kongres AS, sejumlah 95% anggota Dewan Perwakilan dan 100% anggota Senat adalah berpendidikan universitas. Walaupun ⅔ dari penduduk dewasa AS tidak berpendidikan universitas. Di tahun 1960an, ¼ anggota Dewan Perwakilan dan ¼ anggota Senat tidak berpendidikan universitas.

Di Inggris, kira-kira 70% penduduk dewasa tidak menyandang pendidikan tinggi. Di Parlemen, hanya 12% yang tidak berpendidikan tinggi. Hampir 9 dari 10 anggota Parlemen bergelar universitas. Dan ¼ anggota Parlemen lulus Oxford atau Cambridge. Yang berpendidikan tinggi di Inggris dan AS, mengurus mereka yang berpendidikan rendah.

Tahun 1979, 41% anggota Partai Buruh di Parlemen Inggris tidak berpendidikan universitas. Tahun 2017, hanya 16% tidak berpendidikan universitas.

Tahun 1979, anggota Parlemen dari Partai Buruh Inggris berasal dari 37% pekerja manual. Di Tahun 2015, hanya tinggal 7% dari asal yang sama. Partai Buruh semakin tidak representatif dalam mewakili kelas pekerja. 

Di Parlemen Jerman, 83% anggotanya berpendidikan universitas. Sementara di Perancis, Belanda dan Belgia, anggota  Parlemennya yang berpendidikan universitas sebanyak 82%-94%. 

Di Kabinet pemerintahan Angela Merkel, pada tahun 2013 mempunyai 9 PhD dari 15 menterinya dan hanya 1 menteri tidak bergelar Master. 

Dua dari empat presiden AS yang wajahnya terpahat di Mount Rushmore, yaitu George Washington dan Abraham Lincoln, tidak memiliki gelar universitas. Dan presiden terkenal AS terakhir tanpa gelar tersebut adalah Harry S. Truman. 53

Bahkan Franklin D. Roosevelt, ketika menyusun dan mengundangkan the New Deal di tahun 1930an, dibantu oleh tim penasihat ahli yang para anggotanya tidak bergelar universitas.

Di tahun 2019, hanya 7% penduduk Inggris mengikuti sekolah privat. Dan kurang dari 1% lulus dari Oxford dan Cambridge. Namun, ⅔ anggota kabinet Boris Johnson berasal dari mereka yang sekolah privat. Dan ½ nya adalah lulusan Oxford dan Cambridge.

Tahun 2016, ⅔ penduduk kulit putih AS pemilih Donald Trump, tanpa gelar universitas. Sementara 70% pemilih Hillary Clinton adalah mereka yang berpendidikan tinggi.

Para pemilih pilpres AS yang berpendapatan sama, namun mempunyai pendidikan lebih tinggi, memilih Clinton. Sementara yang berpendidikan rendah, memilih Trump.

Dari tahun 1940an hingga 1970an, mereka yang tidak berpendidikan tinggi, cenderung mendukung Partai Demokrat di AS, Partai Buruh di Inggris dan partai-partai Kiri Tengah di Perancis. Dari 2000an hingga 2010an, partai-partai Kiri kehilangan dukungan dari para pemilih berpendidikan tinggi. Namun setelah 2010an, partai yang sebelumnya mewakili kaum pekerja, justru berubah sebagai representasi elit meritokratik, berpendidikan tinggi.

Di AS, dimana Partai Demokrat dianggap sebagai wakil kelas profesional, para pendukungnya dari kulit putih tanpa gelar universitas, justru mulai meninggalkannya. Kecenderungan ini terus berlanjut hingga pemilihan Trump. Tahun 2018 saat pemilihan anggota Kongres, sejumlah 61% pemilih berkulit putih tanpa gelar universitas, memilih Partai Republik, dan hanya 37% memilih Demokrat.

Di Inggris, pada tahun 1980an, ⅓ anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh adalah representasi dari kelas pekerja. Tahun 2010, hanya 1/10 nya.

Tahun 2016 saat Referendum Uni Eropa di Inggris, kelompok berpendapatan rendah lebih memilih Keluar dari Uni Eropa (Brexit). Lebih dari 70% pemilih berpendidikan rendah, memilih Brexit. Dan lebih dari 70% dari mereka yang berpendidikan tinggi, memilih untuk tetap bergabung dengan Uni Eropa.

Di Perancis, sejak 1980an, mereka yang tidak bergelar universitas, mulai meninggalkan partai-partai berhaluan Kiri. Digantikan oleh mereka yang berpendidikan tinggi.

Tahun 2017, kemenangan Emmanuel Macron dalam pilpres Perancis, mengalahkan Le Pen, dianggap sebagai kekalahan kelompok populis oleh kelompok muda yang market-friendly globalization, seperti halnya Clinton, Blair dan Obama.

Tahun 2020 (saat terbitnya buku ini), 59% pendukung Republik mempercayai bahwa pendidikan tinggi mempunyai dampak buruk terhadap apa yang terjadi di AS, dan hanya 33% yang menganggap lebih disukai. Sebaliknya, 67% pendukung Demokrat sangat meyakini bahwa pendidikan tinggi berdampak positif terhadap bangsa AS, dan hanya 18% yang menggapnya berdampak buruk.

Perubahan Iklim

Di dalam partai Republik, 57% pendukungnya yang berpendidikan rendah mempercayai bahwa Pemanasan Global hanyalah isu yang berlebihan. Pendapat sama bagi 74% pendukungnya yang berpendidikan tinggi. Sebaliknya di dalam Partai Demokrat, bagi 27% pendukungnya yang berpendidikan rendah dan hanya 15% yang berpendidikan tinggi berpendapat bahwa Pemanasan Global adalah isu berlebihan. Artinya, ada perbedaan sebesar, 59%, antar pendukung partai berpendidikan tinggi dsn 30% antar pendukung partai berpendidikan rendah, tentang isu Pemanasan Global.

Kemiripan pola perbedaan jumlah pendapat juga terjadi bila ditanyakan , “apakah perubahan Iklim terjadi karena proses alam natural?”. Mayoritas pendukung Republik menjawab “YA”, dan mayoritas pendukung Demokrat menjawab “TIDAK”. Perbedaan pendapat antara keduanya untuk mereka yang berpendidikan tinggi adalah 53%, lebih besar daripada pendapat yang berpendidikan rendah sebesar 19%.

Pembatasan jumlah penerimaan mahasiswa baru Yahudi di Harvard, tetap dilakukan, meskipun pelan-pelan mulai dilonggarkan. Karena Harvard masih membutuhkan mahasiswa baru Protestan.

Bila anda berasal dari keluarga berpenghasilan diatas $200.000 per tahun, maka kemungkinan untuk mendapatkan nilai SAT sebesar 1400 (max 1600) adalah 1 banding 5. Namun bila anda berasal dari keluarga berpenghasilan rendah (< 20.000 per tahun), maka kemungkinannya adalah 1 banding 50. Orangtua berpendidikan tinggi akan menambah kemungkinan anak untuk dapat memperoleh nilai SAT tinggi.

MERITOCRACY ENTRENCHES INEQUALITY

Bila anda berasal dari Keluarga Kaya (top 1%), probabilitas untuk bisa diterima di Ivy League adalah 77% lebih besar daripada bila berasal dari Keluarga Miskin (bottom 20%). 

WHY ELITE COLLEGES ARE NOT ENGINES OF MOBILITY

Raj Chetty, pakar ekonomi, melakukan penelitian di AS tentang proporsi mahasiswa yang sebelumnya berasal dari keluarga tidak mampu (< $20.000) dan kemudian sukses bangkit dan masuk dalam kelompok berpendapatan 20% tertinggi (> $110.000) setelah menyandang gelar universitas. Hasilnya, pendidikan tinggi hanya punya andil kecil untuk meningkatkan pendapatan (upward mobility).

Hanya 1,8% mahasiswa lulusan Harvard,1,3% mahasiswa lulusan Princeton, 1,5%, mahasiswa universitas Michigan, dan 1,5% mahasiswa Virginia, yang mampu tumbuh dari kelompok berpendapatan rendah ke kelompok berpendapatan tinggi. Sejumlah ⅔ mahasiswa Harvard berasal dari  keluarga kaya (top quintile). Dan hanya 4% mahasiswa universitas Michigan serta 3% mahasiswa universitas Virginia, berasal dari keluarga tidak mampu.

Penelitian Chetty juga menemukan bahwa Universitas California dan universitas New York, keduanya mampu meningkatkan pendapatan sebesar 10% dari keluarga berpendapatan rendah ke kelompok kaya. Mobilitas kenaikan sebesar 5 kali lebih tinggi daripada universitas-universitas Ivy League.

Dari total 1.800 perguruan tinggi yang diteliti oleh Chetty, kurang dari 2% mahasiswa yang mampu menaikkan pendapatan dari kelompok pendapatan ⅕ terendah ke kelompok ⅕ teratas.

Di perguruan tinggi elite, anak-anak alumni mendapat keistimewaan untuk dapat diterima sebagai mahasiswa. Di Harvard, hanya 1 pelamar diterima sebagai mahasiswa dari 20 pelamar. Sementara kemungkinan anak alumni Harvard untuk diterima sebagai mahasiswa sebanyak ⅓ jumlah total pelamar anak alumni.

Terungkap kebijakan penerimaan mahasiswa di universitas Harvard bahwa hampir 10% mahasiswa baru diterima karena dukungan sumbangan finansial.

Daniel Markovits, professor hukum dari universitas Yale memberi kritik terhadap terjadinya meritocratic inequality dan mengusulkan untuk tidak memberikan keistimewaan pajak terhadap universitas-universitas, bila tidak memberi kesempatan sedikitnya ½ jumlah mahasiswa baru berasal dari kelompok 2/3 berpendapatan rendah.

Tahun 1972, universitas Stanford menerima mahasiswa baru sebanyak ⅓ jumlah total pelamar. Saat ini, hanya menerima kurang dari 5% pelamar. Universitas Johns Hopkins, menerima 54% pelamar, sekarang hanya menerima 9% nya. Universitas Chicago menerima 77% pelamar di tahun 1993, sekarang hanya menerima 6% nya. Dari 40 universitas, sekarang hanya menerima kurang dari 20% pelamar.

Setiap tahun ada lebih dari 40.000 pelamar universitas Harvard dan Stanford memperebutkan 2.000 kursi mahasiswa. Tahun 2017, ada 87 universitas yang menerima kurang dari 30% jumlah pelamar.

Tahun 1987, perguruan tinggi negeri memperoleh pendapatannya dari pemerintah 3 kali lebih banyak daripada dari pembayaran kuliah mahasiswa. Seiring turunnya bantuan pembiayaan dari pemerintah, biaya kuliah mahasiswa menjadi lebih tinggi. Tahun 2013, pendapatan dari pemerintah sama dengan pembayaran kuliah dari mahasiswa.

Saat ini universitas negeri hanya sebagai sebutan saja, realitasnya bantuan finansial pemerintah sangat kecil sekali. Universitas Virginia hanya menerima bantuan pemerintah sebesar 10% dari anggaran. Universitas Texas menerima 47% anggaran di tahun 1980an, sekarang hanya menerima 11%. Sementara biaya kuliah mahasiswa meningkat 4 kalinya, sehingga hutang mahasiswa pun meningkat pesat. Selama 15 tahun terakhir, total pinjaman mahasiswa meningkat 5 kali lipat dan di tahun 2020 total kredit mahasiswa menjadi lebih dari $1,5 triliun.

Pada tahun ajaran 2014-2015, pemerintah memberi sumbangan ke pendidikan tinggi dalam bentuk hibah, pajak dan pinjaman sebesar $162 milyar, sementara untuk pelatihan tenagakerja hanya $1,1 milyar per tahun.

Isabel Sawhill, ahli ekonomi di Brookings Institution, mengatakan bahwa negara-negara maju hanya mengalokasikan anggaran untuk program-program pelatihan tenagakerja sebesar 0,5% dari GDP. Perancis, Finlandia, Swedia dan Denmark mengalokasikan lebih dari 1% GDP. Sementara AS hanya 0,1% GDP.

Tahun 1979 lulusan perguruan tinggi 40% lebih banyak daripada lulusan SMA. Tahun 2000an, menjadi 80% lebih banyak lagi. 

Akhir 1970an, CEO perusahaan AS papan atas berpendapatan 30 kali lebih banyak daripada rata-rata pekerja. Di tahun 2014, mereka bisa memperoleh pendapatan 300 kalinya.

Dari tahun 1979 ke 2016, lapangan kerja fabrikasi di AS berkurang dari 19,5 juta menjadi 12 juta. Sementara di akhir 1970an, CEO-CEO di berbagai perusahaan besar di AS menerima pendapatan 30 kali lebih banyak daripada pekerja menengah, dan di tahun 2014 mereka menerima 300 kali lebih besar.

Rakyat AS dengan pendidikan terakhir lulusan SMA, hanya 68% diterima kerja tahun 2017.

Terkait persaingan untuk mendapatkan pekerjaan. kematian kulit putih AS di usia 45-54 tahun meningkat 3 kali lipat dalam tahun 1990-2017 karena putus asa atau “deaths of despair”. Pada tahun 2014, untuk pertama kalinya ditemukan lebih banyak kematian disebabkan oleh drugs, alkohol, bunuhdiri, daripada karena serangan jantung. Mayoritas tidak bergelar universitas.

Sejak tahun 1990an, tingkat kematian lulusan universitas turun 40%, sementara tingkat kematian bukan penyandang gelar universitas naik 25%.

Tahun 2017, tingkat kematian pria tanpa gelar universitas adalah 3 kali lebih tinggi daripada mereka yang bergelar universitas.

Peningkatan “deaths of despair” yang tinggi antara 2009 – 2017 tidak terkait dengan peningkatan kemiskinan.

TAUTAN

The new political divide

Some thoughts on the open v closed divide

Prisoners of the American Dream

The Forgotten Americans

Michael Sandel: master of life’s big questions

Desert (philosophy)

The Rise of Meritocracy

The Tyranny of Merit

TED The Tyranny of Merit

College admissions scandal ensnares celebs, CEOs

Trump Speaks At Fourth-Grade Level, Lowest Of Last 15 U.S. Presidents, New Analysis Finds

Read Full Post »

Pembuka

Ketika menulis blog tentang konflik Timur Tengah dari buku Black Wave, yang bersamaan waktunya dengan menikmati film seri di Netflix “Homeland” yang bercerita tentang konflik Pakistan dan Afghanistan, tiba-tiba menyeruak berita tentang dikuasainya sebagian besar Afghanistan oleh Taliban dan kaburnya Presiden Ashraf Ghani dari Kabul pada 15 Agustus 2021. Membangkitkan keingintahuan lebih banyak tentang Afghanistan. Tak sampai satu bulan, muncul serial film dokumenter di Netflix “Turning Point“, tentang 9/11, dan liputan dokumenter National Geographic tentang hal yang sama. Afghanistan, atau Taliban khususnya, memang subyek menarik untuk dipelajari.

Buku berjudul Taliban karya Ahmed Rashid ini tentang Afghanistan dimasa Taliban, dalam kurun waktu antara setelah mundurnya Uni Soviet, 1989, hingga sebelum terjadinya peristiwa 9/11, 2001. Menjadi pilihan rujukan, karena dari penulusuran Google, menyebutkan bahwa penulisnya seorang jurnalis media internasional, yang sudah dikenal banyak bergumul dengan konflik Afghanistan. Buku ini menjadi Best Seller di New York Times selama 5 minggu dan telah diterjemahkan kedalam 22 bahasa. Dan sudah terjual lebih dari  1,5 juta buku, serta menjadi buku rujukan bagi siswa akademi-akademi militer di Amerika Serikat. Layak baca.

Buku ini dibuka dengan Bab Pendahuluan yang bercerita tentang praktek hukum syariah menurut penafsiran Taliban, di depan publik ketika telah menguasai Kandahar 1994, terhadap tersangka kriminal dan perselingkuhan. Tembak mati, potong tangan dan rajam hingga mati. Mengerikan. 

September 1996, setelah Kabul runtuh, mantan Presiden Afghanistan Mohammad Najibullah beserta saudaranya, tewas dianiaya dan jenazahnya digantung oleh Taliban. 

Peta politik regional Afghanistan saat itu adalah Russia, Iran, Turki dan Central Asia (Turkmenistan, Uzbekhistan, Tajikistan, Kyrgyzstan) di satu sisi pendukung anti-Taliban, atau biasa disebut NA (Northern Alliance), dan Pakistan, Arab Saudi di sisi lain sebagai pendukung Taliban. 

Musim panas 1998, setelah Taliban sukses menaklukkan wilayah Afghanistan Utara, ketegangan regional semakin memanas dengan ancaman Iran untuk invasi ke Afghanistan karena Pakistan mendukung Taliban. Sementara Amerika Serikat yang terkesan maju-mundur dalam konflik Afghanistan, ternyata sibuk mengurus bisnis pemipaan gas di Turkmenistan (Turkmenistan – Afghanistan – Pakistan – India).

Sejarah Etnik Afghanistan

Mulai dari bangsa Yunani Macedonian 329 BC, dibawah Alexander Agung, menaklukkan Afghanistan dan Central Asia. Kemudian kekuatan Arab pada 654 AD menyapu bersih hingga Afghanistan dan sampai sungai Oxus di perbatasan Central Asia sekarang. Mereka membawa agama Islam, yang mengajarkan kesetaraan dan keadilan. Dengan cepat merambah seluruh wilayah.

Tahun 1219, Genghis Khan meluluh-lantakkan Afghanistan dengan menghancurkan kota-kota, seperti Balkh dan Herat. Bangsa Mongol meninggalkan warisan budaya modern, juga perkawinan campur dengan suku lokal. Dilanjutkan dengan keturunannya, Taimur, 1318, menaklukkan Herat, Afghanistan. Sebelumnya, Taimur memerintah dari ibukota kekaisaran baru Samarkand, yang membentang dari Russia hingga Persia.

Tahun 1405, Shah Rukh, putra Taimur, memindahkan ibukota kekaisaran Timurid ke Herat. Bangsa Timurid, adalah orang-orang Turki pembawa budaya nomaden Turki Asia Tengah dalam orbit peradaban Persia, membangun di Herat salah satu kota yang paling berbudaya di dunia. Perpaduan budaya Asia Tengah dan Persia ini merupakan warisan besar bagi masa depan kebudayaan Afghanistan. Satu abad kemudian kaisar Babur, keturunan Taimur, mengunjungi Herat dan menulis, ‘seluruh dunia yang layak huni, tidak memiliki kota seperti Herat’

Tahun 1500, Keturunan Taimur, Babur, meninggalkan lembah Ferghana, Uzbekistan, untuk menaklukkan Kabul pertama pada tahun 1504 dan kemudian Delhi.  Dia mendirikan dinasti Mogul yang memerintah India sampai kedatangan Inggris.

Pada saat yang sama kekuatan Persia menurun di barat dan Herat ditaklukkan oleh Uzbek Shaybani Khan.  

Abad 16 Afghanistan barat kembali dikembalikan ke pemerintahan Persia di bawah dinasti Safawi.

Berbagai perseteruan ini menghasilkan campuran etnis, budaya dan agama yang kompleks, yang membuat pembangunan bangsa Afghanistan menjadi semakin sulit.

Afganistan Barat didominasi oleh suku berbahasa Persia atau dikenal sebagai dialek Dari, Afganistan Persia. Dari, juga diucapkan oleh Hazara di Afghanistan tengah, suku yang dikonversi ke Syiah oleh bangsa Persia, sehingga menjadi kelompok Syiah terbesar di wilayah Sunni.  Di barat, bangsa Tajik, penyimpan budaya kuno Persia juga berbicara bahasa Dari.  Di Afghanistan utara, bangsa Uzbek, Turcomans, Kirgistan, dan lainnya berbicara bahasa Turki di Asia Tengah.  Dan di selatan dan timur bangsa Pashtun berbicara dengan bahasa mereka sendiri, Pashto. Campuran bahasa-bahasa Indo-Persi.

Pashtun selatan berperan besar dalam membentuk negara modern Afghanistan, ketika dinasti Safawi Persia di barat, Mogul di India dan dinasti Janid Uzbek, semuanya berada dalam periode kemunduran pada abad ke-18.

Suku Pashtun terbagi menjadi dua bagian besar, Ghilzai dan Abdali, yang kemudian menyebut diri mereka Durrani, yang sering bersaing satu sama lain.

Pashtun melacak silsilah mereka ke Qais, sahabat Nabi Muhammad. Kaum Durrani mengklaim keturunan dari putra sulung Qais, Sarbanar, sedangkan kaum Ghilzai mengklaim keturunan dari putra keduanya. 

Abad ke-6, sumber-sumber Cina dan India mengatakan bahwa bangsa Afghanistan/Pashtun tinggal di timur, Ghazni.  Suku-suku ini memulai migrasi ke barat ke Kandahar, Kabul dan Herat sejak abad ke-15.  Pada abad berikutnya, Ghilzai dan Durrani sudah saling bertarung memperebutkan sengketa tanah di sekitar Kandahar.

1709

Mir Wais, kepala suku Hotaki dari Ghilzai Pashtun di Kandahar memberontak melawan Safawi Shah, karena berupaya mengubah Pashtun Sunni menjadi Syiah – permusuhan historis yang muncul kembali dengan permusuhan Taliban terhadap Iran dan Syiah Afghanistan tiga abad kemudian.

1747

Ketika Ghilzai mulai lemah, rival mereka di Kandahar, Abdalis, membentuk konfederasi dan mengangkat Ahmad Shah Abdali sebagai raja. Mengubah nama Abdali menjadi Durani. Menyatukan semua suku-suku Pashtun dan penaklukan mulai dilakukan. Diantaranya adalah wilayah Pakistan sekarang ini.

1761

Ahmad Shah Durrani menaklukkan Hindu Mahrattas dan menangkapnraja Delhi dan Kashmir. Membentuk kekaisaran Afghan pertama kalinya. Dinasti Durani memerintah Afghanistan hingga 300 tahun. Ribuan bangsa Afghanistan masih mengunjungi meusoleumnya di Kandahar hingga kini, untuk menghormatinya sebagai Bapak Bangsa.

1772

Putra Ahmad Shah Durrani, Taimur Shah, memindahkan ibukota dari Kandahar ke Kabul. 

1780

Kaum Durrani bersepakat dengan Amir Bukhar penguasa Central Asia bahwa Sunga Amu Darya adalah garis batas antara Central Asia dan wilayah baru Pashtun Afghanistan.

1973

Keturunan Durrani menguasai Afghanistan hingga 200 tahun, hingga 1973, ketika ketika Raja Zahir Shah digulingkan oleh sepupunya, Mohammed Daud Khan dan Afghanistan dinyatakan sebagai Republik.

Permusuhan Pashtun antara Ghilzai dengan Durrani semakin intensif setelah invasi Soviet ke Afghanistan dan munculnya Taliban.

Raja Durrani perlu menahan kekuasaan Inggris di timur, dan Russia tetap di utara, Central Asia. The Great Game menjadi program politik Inggris dan Russia dengan Afghanistan sebagai pengaman diantara keduanya melalui sumbangan finansial yang menyebabkan ketergantungan dari Afghanistan. Dengan tujuan, Russia di Central Asia tidak menyerang British India melalui Afghanistan, dan Inggris tidak menembus Central Asia.

1893

Inggris membuat batas Duran Line, yang memisahkan Pashtun India dengan Pashtun Afghanistan.

1880-1901

Amir Abdul Rehman atau Iron Amir, didukung Inggris untuk menyatukan dan memperkuat Afghanistan. Menaklukkan para pemberontak Pashtun dan dengan kejam menaklukkan otonomi Hazaras dan Uzbekh di utara. Pembersihan etnis dilakukan dengan membantai non-Pashtun dan menempatkan Pashtun Selatan di utara untuk menguasai perkebunan. Kebijakan kejam ini juga dilakukan oleh Taliban setelah 1997.

19 Agustus 1919

Afghanistan merdeka dari Inggris.

1933

Raja Zahir Shah, dinasti Durrani, mulai memerintah. Kemudian digulingkan oleh  iparnya Mohammad Daoud Khan yang pro-Soviet. Zahir Shah diasingkan ke Roma. 

17 Juli 1973

Afghanistan dinyatakan sebagai Republik dan Mohammad Daoud Khan memerintah sebagai Presiden pertama Afghanistan.

Daud dibantu angkatan darat dan partai kecil Parcham yang dipimpin oleh Babrak Karmal, untuk menghancurkan gerakan fundamentalis Islam yang baru lahir.  

1975

Para pemimpin gerakan fundamentalis melarikan diri ke Peshawar dan didukung oleh Perdana Menteri Pakistan Zulfiqar Ali Bhutto untuk melawan Daud.  Para pemimpin tsb adalah, Gulbuddin Hikmetyar, Burhanuddin Rabbani dan Ahmad Shah Masud, yang kemudian memimpin Mujahidin.

27 April 1978

Mohammad Daoud Khan terbunuh bersama keluarga dan pengawalnya, dalam kudeta berdarah yang dipimpin oleh Partai Demokrasi Rakyat Afganistan, penganut Marxisme. Khan berrencana, memperjuangkan hak wanita dan modernisasi. Digantikan oleh Nur Mohammad Taraki, sebagai Presiden (27 April 1978).

Komunis terpecah menjadi dua faksi, Khalq dan Parcham.

14 September 1979

Presiden Nur Mohammad Taraki, dari faksi Khalq, terbunuh dalam kudeta oleh lawan politiknya di Partai Demokrasi Rakyat Afganistan. Digantikan oleh Hafizullah Amin sebagai Presiden.

27 Desember 1979

Hafizullah Amin terbunuh dalam kudeta oleh lawan politiknya, ketika Soviet invasi ke Afghanistan. Digantikan oleh Babrak Karmal sebagai Presiden, dari faksi Parcham.

30 September 1987 – 16 April 1992

Mohammad Najibullah sebagai Presiden, menggantikan Babrak Kamal. Selanjutnya terjadi perang sipil dan Taliban mulai berperan.

Sejarah Taliban

Perang Uni Soviet – Afghanistan, awal perlawanan Taliban

Uni Soviet menggelontorkan sekitar US$5 miliar per tahun ke Afghanistan untuk menaklukkan Mujahidin atau total US$45 miliar – dan tetap kalah.  AS memberikan bantuan sekitar $4-5 miliar antara 1980 – 1992 kepada Mujahidin.  Dana AS diimbangi oleh Arab Saudi dan bersama-sama dengan dukungan dari negara-negara Eropa dan Islam lainnya, Mujahiddin menerima total lebih dari US$10 miliar.

Tahun 1979 tentara Soviet memasuki Afghanistan melalui Turkmenistan, Herat di barat hingga Kandahar di selatan. Bantuan obat2an dan pengobatan dari AS dan Eropa melalui Pakistan, hanya sedikit mencapai Kandahar dan Durani Pashtun di selatan, dibanding yang ditujukan ke wilayah Pashtun Ghilzai di timur dan Kabul. Perlawanan di Kandahar terhadap tentara Soviet, pada awalnya dipimpin oleh para tetua suku Pashtun Durrani dan ulama, bukan kelompok islamis.

Di Peshawar ada 7 partai Mujahidin yang diakui oleh Pakistan dan mendapat bantuan dari CIA. Tak satupun dari Pashtun Durrani. Di Kandahar, ada 2 partai terkuat berdasar kesukuan, yaitu  Harakat-e-Inquilab Islami (Movement of the Islamic Revolution) dipimpin oleh Maulvi Mohammed Nabi Mohammedi dan Hizb-e-Islami (Party of Islam) yang dipimpin oleh Maulvi Younis Khalis. Keduanya mempunyai banyak madrassa di perbatasan Pakistan. Kelompok perlawanan lain yang juga terkenal namun dimusuhi oleh Pakistan dan AS adalah National Islamic Front, yang dipimpin oleh Pir Sayed Ahmad Gailani. Kelompok ini masih berharao kembalinya Raja Zahir Shah, yang telah diasingkan ke Roma oleh Mohammad Daoud Khan, presiden pertama.

Mullah Omar (kelak menjadi pimpinan Taliban) bergabung di Hizb-e-Islami dan Mullah Hassan (kelak menjadi Gubernur di Kandahar) dengan Harakat-e-Inquilab Islami.

27 December 1979, tentara Soviet memasuki Kabul. Presiden President Hafizullah Amin terbunuh di istana. Menguasai Kabul dan mengangkat Babrak Kamal sebagai Presiden.

Perselisihan internal Pashtun mulai terjadi ketika kelompok Islamis mulai meminggirkan struktur kepemimpinan masyarakat lokal Pashtun, demi ideologi Revolusi Islam Afghanistan. Hal ini melemahkan para mujahid Pashtun di masa perang. Para ulama sangat menghormati sejarah awal islami dan sangat jarang menentang struktur kepemimpinan lokal, yang dikenal sebagai Jirga. Dan mereka juga menghormati kaum minoritas. Tahun 1994, kaum tradisionalis dan kaum Islamis saling berperang, hingga kepemimpinan tradisional di Kandahar tersingkir dan gelombang baru kaum Islamis yang ekstrem, berkuasa. Taliban. Mohammed Omar atau lebih dikenal sebagai Mullah Omar, didaulat sebagai Pemimpin.

Asal kata Taliban:

A talib is an Islamic student, one who seeks knowledge compared to the mullah who is one who gives knowledge. By choosing such a name the Taliban (plural of Talib) distanced themselves from the party politics of the Mujaheddin and signalled that they were a movement for cleansing society rather than a party trying to grab power.

Kandahar adalah kota di padang pasir yang temperaturnya di musim panas sangat menyengat, tetapi di sekitar kota itu subur, ladang hijau dan kebun rindang yang menghasilkan anggur, melon, murbei, buah ara, persik, dan delima yang terkenal di seluruh India dan Iran.

Ketika 1990an para pengungsi kembali dari pengungsian di Peshawar, tak ada lagi pepohonan dan saluran irigasi karena sudah diluluh-lantakkan pasukan Uni Soviet. Opium menjadi pilihan usaha perkebunan yang menarik, cepat dan sangat menguntungkan secara finansial bagi banyak pihak dimasa krisis, terutama Taliban.

Uni Soviet mundur. 1989

Dengan mundurnya Soviet 1989, perlawanan tetap dilanjutkan terhadap rejim Najibullah hingga terguling dan tewas 1992. Dan Mujaheďin menguasai Kabul. Namun, kekuasaan tidak jatuh ke Pashtun yang berpusat di pengungsian Peshawar, Pakistan, melainkan ke angkatan perang yang lebih terorganisir, Tajik dibawah Burhanuddin Rabbani, dengan komandan tempurnya Ahmad Shah Masud dan tentara Uzbhek di utara dibawah kepemimpinan Jendral Rashid Dostum. Sangat menyakitkan bahwa Pashtun untuk pertama kalinya setelah selama 300 tahun, kehilangan kekuasaan di ibukota.

 Afghanistan tercabik-cabik sebelum Taliban muncul di akhir 1994. Wilayah terbagi menurut penguasa-penguasa lokal. Dan saling bertempur untuk mengamankan wilayah dan finansial.

Kabul dan lingkungannya serta wilayah timur laut, dikuasai pemerintahan Tajik, dibawah Burhanuddin Rabbani, sedangkan 3 propinsi di wikayah barat yang berpusat di Herat dibawah kekuasaan Ismael Khan. Dan 3 propinsi Pashtun di wilayah perbatasan timur Pakistan dalam kekuasaan konsul independen (Shura) Mujaheddin yang berpusat di Jalalabad. Sementara wilayah kecil di selatan dan timur Kabul dikuasai oleh Gulbuddin Hikmetyar.

Di utara, panglima perang Uzbhek, General Rashid Dostum, menguasai 6 propinsi. Januari 1994, Dostum meninggalkan pemerintahan Rabbani dan bergabung dengan Hikmetyar untuk menyerang Kabul. 

Di Afghanistan Tengah, kaum Hazaras menguasai Bamiyan. Sedangkan Afghanistan Selatan dan Kandahar, dikuasai para mantan panglima perang kecil eks-Mujahidin yang menjarah penduduk.

Pakistan  memberi bantuan militer untuk Hikmetyar. Tapi tidak kepada Durrani (Pashtun di selatan), karena Pashtun di selatan berperang satu sama lain. Tentang kekejaman Pashtun di selatan, Rashid menulis: 

The warlords seized homes and farms, threw out their occupants and handed them over to their supporters. The commanders abused the population at will, kidnapping young girls and boys for their sexual pleasure, robbing merchants in the bazaars and fighting and brawling in the streets.

Bahkan para pengungsi yang baru pulang dari Pakistan, kembali lagi meninggalkan Kandahar, menyeberang ke Quetta, Pakistan.

Taliban bermitra dengan Pakistan. Banyak anggota Taliban adalah siswa madrassa yang dipimpin Maulana Fazlur Rehman, dari partai fundamentalis Pakistan, Jamiat-e-Ulema Islam (JUI), yang sudah lama mendukung Pashtun di Baluchistan dan di wilayah North West Frontier Province (NWFP)

Sejak runtuhnya Uni Soviet, 1991, Pakistan mulai berharap dapat dibukanya jalan darat menuju Central Asia Republics (CARs), sebagai jalur perdagangan. Namun perang sipil membuat harapan tersebut terganggu dan menyebabkan Pakistan dalam dilema: 

  1. mendukung Hikmetyar supaya dapat membawa kelompok Pashtun berkuasa di Kabul dan bersahabat dengan Pakistan, atau 
  2. mendesak semua faksi Pashtun di Afghanistan supaya membuat kesepakatan pembagian kekuasaan, demi perdamaian dan kestabilan Afghanistan

Pilihan kebijakan Pakistan, dengan tujuan segera dapat dibukanya jalan ke Asia Tengah. Jalur tengah: Peshawar (Pakistan) – Kabul – Mazar-e-Sharif – Tirmez – Tashkent (Uzbekistan). Atau jalur barat: Quetta (Pakistan) – Kandahar –  Herat – Ashkhabad (Turkmenistan).

TALIBAN 1994

November 1994, Taliban menguasai Kandahar, kota terbesar ke-2 setelah Kabul, dan wilayah Selatan di perbatasan Spin Baldak – Chaman (Pakistan). Dan setelahnya, sekitar 20.000 warga Afghanistan dan ratusan siswa madrasah Pakistan, yang dikelola oleh mullah Afghan atau partai-partai fundamentalis Pakistan, melintas perbatasan dari kamp-kamp pengungsi di Baluchistan dan NWFP Pakistan, untuk bergabung dengan Mullah Omar. Mayoritas sangat muda – antara 14 dan 24 tahun – untuk ikut berperang. Rashid menggambarkan para pemuda ini berada dalam kehidupan yang muram dan getir, yang sejak lahirnya sudah berada dalam kondisi perang  :

They had no memories of the past, no plans for the future while the present was everything. They were literally the orphans of the war, the rootless and the restless, the jobless and the economically  deprived with little self-knowledge. They admired war because it was the only occupation they could possibly adapt to.

Januari 1995, Hikmetyar bergabung dengan panglima perang Uzbhek jendral Rashid Dostum, di utara dan di Hazaras, Afghanistan tengah, sebagian Kabul. 

5 September 1995, Ismail Kahn dan ratusan tentaranya melarikan diri dari Herat, melintas perbatasan barat memasuki Iran, karena serbuan Taliban. Pemerintah pusat di Kabul, President Rabbani, menyerang kedubes Pakistan karena marah, berhubung Pakistan telah membantu Taliban menaklukkan Herat.

Jatuhnya Herat adalah awal runtuhnya Kabul oleh Taliban. Walaupun pertahanan Masud telah mengakibatkan ratusan Taliban tewas.

Januari 1996, para opposan di utara, seperti Gulbuddin Hikmetyar di Sarobi, Jendral Rashid Dostum di Mazar-e-Sharif dan kelompok Hizb-e-Wahadat di Bamiyan, berkolaborasi dengan rejim Rabani untuk negosiasi perdamaian. Pashtun Taliban di selatan dan barat tetap melawan.

Pakistan khawatir dengan keberhasilan Rabbani dan berusaha merayu panglima perang tersebut diatas untuk bergabung dengan Taliban dan membentuk aliansi anti-Kabul.  ISI memanggil Hikmetyar, Dostum, para pemimpin Pashtun dari Syura Jalalabad dan beberapa pemimpin Hizbut Tahrir ke Islamabad untuk mengajaknya bersekutu dengan Taliban. Pakistan mengusulkan aliansi politik dengan serangan bersama ke Kabul. Taliban menyerang dari selatan, Hikmetyar dari timur dan Dostum dari utara. Namun Taliban menolak untuk berhubungan dengan mereka yang dianggapnya sebagai kafir komunis.

Maret 1996, Rabbani mulai mendekati negara-negara di utara (Turkmenistan, Uzbekhistan, Tajikistan) untuk mengajaknya beraliansi memerangi Taliban. Russia, Iran dan India sudah lama mendukung Kabul karena kekhawatiran menyebarnya fundamentalisme Islam. Iran mendirikan 5 kamp pelatihan di dekat Meshad untuk 5.000 pejuang yang dipimpin oleh mantan Gubernur Herat, Ismail Kahn. Sementara India membantu pembaruan penerbangan nasional Afghanistan, Ariana, yang berpusat di New Delhi, India, untuk kepentingan angkutan pertahanan. India juga membantu kelengkapan peralatan penerbangan, radar dan finansial.

Pakistan dan Arab Saudi banyak membantu Taliban untuk keperluan persenjataan. Juga, penyediaan telepon dan jaringan nirkabel, pembaruan bandara Kandahar, perlengkapan pesawat tempur dan persenjataan. Sementara, bantuan bahan bakar, amunisi dan roket, serta makanan tetap berlanjut. Arab Saudi juga banyak membantu Taluban dalam hal bahan bakar, mobil pick-up dan finansial. Bantuan Arab Saudi banyak dikirim melalui bandara Dubai.

Setelah menguasai Kandahar dan Herat, Taliban memilih Mulah Omar sebagai ‘Amir-ul Momineen’ atau Pemimpin Umat, dan selanjutnya bentuk pemerintahan berubah menjadi Emirate of Afghanistan. Dan pada 4 April 1996, Mullah Omar muncul di atap gedung di Kandahar dengan mengenakan Jubah Nabi Muhammad, yang tetap tersimpan lebih dari 250 tahun dalam museoleum Kirka Sharif, dan hanya diperlihatkan saat pergantian kepemimpinan. 

26 Juni, 1996, Hikmetyar memasuki Kabul untuk pertama kalinya setelah 15 tahun. Posisi Perdana Menteri yang ditawarkan Rabbani, diambilnya. Juga partainya menerima 9 posisi menteri dalam kabinet yang sedang berjalan. Jenderal Dostum juga menyetujui gencatan senjata dan bersedia membuka kembali Jalan Raya Salang yang menghubungkan Kabul dengan bagian utara Afghanistan itu setelah lebih dari setahun ditutup,

Taliban terus menyerang Kabul dengan roketnya. Selama 1996, Taliban telah meluncurkan 866 roket, yang membunuh 180 penduduk sipil. 

26 September 1996, Taliban memasuki Kabul, yang sudah ditinggalkan Menteri Pertahanan Ahmad Shah Massoud dan aparatnya. Ex-Presiden 1986-1992 Najibbullah yang tinggal di kompleks PBB, ditangkap di tempat, dianiaya, dibunuh dan digantung di tiang lampu lalulintas. Brutal.. Dostum, Rabbani dan Masud, selanjutnya menjadi target pembunuhan oleh Taliban. Masud sangat terkenal sejak perang melawan Soviet dan perlawanannya terhadap Taliban, hingga mendapat jukukan ‘Lion of Panjshir’.

Taliban memilih 6 wakil Shura, mayoritas Pashtun Durrani, dan tak satupun dari Kabuli, untuk menyusun pemerintahan di Kabul. Dipimpin oleh Mullah Mohammed Rabbani.

Kesimpulan

Buku yang sangat detail dalam menjelaskan sejarah awal Afghanistan dan Taliban. Dan juga didasarkan pada situasi antara saat mundurnya Uni Soviet 1989 hingga sebelum masuknya angkatan perang AS 2001 ini, bisa disimpulkan bahwa Afghanistan memang telah banyak persoalan, diantaranya:

  1. Perbedaan suku, yang saling berebut dominasi wilayah (war lord)
  2. Pendidikan tertinggal
  3. Perselisihan Sunni – Shiah
  4. Penyebaran Wahabi melalui kekerasan
  5. Campur-tangan negara lain, seperti Pakistan, Arab, AS, Uni Soviet, Iran dalam konflik internal
  6. Kepentingan bisnis AS terkait pemipaan gas dari Central Asia ke Pakistan melalui Afghanistan
  7. Kesulitan ekonomi hingga merebaknya perdagangan ophium

Masih banyak hal yang bisa diperoleh dari buku ini. Peringatan yang bagus disampaikan Ahmed Rashid di akhir bukunya, adalah sbb.:

The Taliban will remain a danger to the world until local Muslim governments and the West commit to the effort needed to combat extremism as well as to deal with the outstanding problems of poverty, economic malaise, lack of education and joblessness amongst the populations of the region. A vast new social and economic development programme is needed not just in Afghanistan but also in Pakistan and Central Asia if there is to be a long-term answer to the threat posed by the Taliban and Al Qaeda that emanates from the region.

Tak jelas lagi update berita tentang Afghanistan di tahun 2022, setelah AS hengkang dari Afghanistan. Semoga tak ada lagi bom meledak dan penembakan seperti kasus Malala, dan rakyat Afghanistan menjadi lebih aman makmur. 

Tautan

How Afghans’ Stern Rulers Took Hold

Rumblings that TAPI Will Commence in 2021

Ahmed Rashid

Presiden Mohammad Najibullah

Burhanuddin Rabbani

Mohammed Omar

Herat is the cultural heart of Afghanistan. Can it survive the Taliban?

Cloak of Muhammad

Ahmad Shah Massoud

Read Full Post »

Ini buku lama yang sudah dibaca, namun baru sekarang didokumentasikan dalam blog ini. Ingatan yang semakin buruk perlu dilatih dengan membaca ulang dan menulisnya :).

Momen perang Rusia-Ukraina menjadi kesempatan bagus untuk menyegarkan ingatan tentang Rusia. Setelah membaca buku A Russian Diary karya Anna Politkovskaya, menikmati film serial Netflix, The Last Czars tentang revolusi Russia, lalu film Stalin dan kemudian Trotsky, cukup membantu ingatan betapa getir kondisi sosial masyarakat Rusia saat itu. Film berdasar novel karya Boris Pasternak, Doctor Zhivago dan Anna Karenina karya Leo Tolstoy, juga sempat beberapa kali dinikmati, termasuk juga beberapa cerita pendek karya Anton Chekov, Nikola Gogol dan Fyodor Dostoevsky. Sebagai pencerah untuk memahami budaya di masanya. Sepertinya benar kata Sergei Magnitsky, korban pembunuhan aparat hukum Rusia, 2009, dalam buku Red Notice karya Bill Browder, “Russian stories never have happy endings”. Muram.

Kesewenang-wenangan kekuasaan, kegagalan penanganan penyanderaan di Sekolah Beslan dan Theater Moscow, yang memakan banyak korban jiwa, kegagalan penyelamatan Kapal Selam Nuklir Kursk, pengkhianatan, penyingkiran siapapun yang dicurigai sebagai rival, perampasan asset, hingga berbagai pembunuhan lawan politik, menjadi tumpukan daftar hitam yang dikenakan terhadap Putin dalam buku ini. Brutal. Benarkah? Baca bukunya… Baca buku Death of a Dissident tentang pembunuhan Alexander Litvinenko. Atau, baca juga dalam blog ini tentang pembunuhan Anna Politkovskaya, jurnalis perang.

Pembuka

Buku karya Masha Gessen yang diterbitkan pada 2012, berjudul “The Man Without a Face” ini menambah daftar cerita getir di masa perubahan Soviet – Rusia. Buku ini mencakup kisah di awal tahun 90an hingga 2011. Dimulai ketika Gessen masih berusia 24 tahun dan Rusia masih dalam kekacauan runtuhnya pemerintahan komunis Uni Soviet. Vladimir Putin menjadi tokoh utama buku ini, di dalam carut-marut panggung kekuasaan politik Rusia. 

Pembunuhan politis aktivis demokrasi dan anggota Duma, Galina Starovoitova, pada 20 November 1998, di luar gedung apartemennya, menjadi kasus pembuka dalam deretan daftar hitam Rusia, pasca runtuhnya Uni Soviet, yang diceritakan dalam buku ini. Galina adalah akademisi politik, yang mulai bersinar sebagai politisi sejak terjadinya konflik etnik Armenia di Azerbaijan. Punya kedekatan politis dengan Andrei Sakharov dan menjadi penasihat presiden Boris Yeltsin untuk urusan etnis.

Kemunculan Putin

Boris Yeltsin adalah Presiden pertama Rusia yang dipilih pertama kalinya pada tahun 1991. Memenangkan kembali pada pilpres 1996. Kekuasaan otoritarian, nepotisme dan inflasi tinggi di tahun 1998 serta hilangnya harapan perbaikan kesejahteraan, menyebabkan merosotnya kepercayaan publik terhadap Yeltsin. Bahkan hanya menyisakan 2% kepercayaan publik. 

Muncul partai Otechestvo—Vsya Rossiya (Fatherland—All Russia) pada 28 August 1999, yang disponsori oleh para presiden negara federal, gubernur dan walikota. Dipimpin oleh Yevgeny Primakov, Yury Luzhkov dan Vladimir Yakovlev. Sebagai Oposisi dari kekuasaan Yeltsin. Fatherland mendukung Vladimir Putin (Leningrad 1952) dalam pemilihan Presiden tahun 2000.

Boris Berezovsky, PhD. pengusaha kaya Rusia, yang bergerak dalam bidang perbankan, perminyakan, perdagangan mobil dan pemilik Channel One, televisi yang sangat populer di Rusia; turut berinvestasi untuk kesuksesan Yeltsin sebagai Presiden dalam pilpres 1996. Dia juga berperan sangat penting terkait munculnya Vladimir Putin sebagai kandidat Presiden. Berezovsky mengenal Putin pada tahun 1990, ketika berencana mengembangkan bisnisnya di Leningrad. Putin yang saat itu sebagai deputi dewan kota, membantunya. Kedekatan itu berlanjut di tahun 1996 ketika Putin mendapat jabatan administratif di Kremlin, Moscow. 

Putin, yang saat itu sebagai Kepala FSB—the Federal Security Service, berpangkat Kolonel, direkomendasikan oleh Berezovsky kepada kepala staf Presiden, Valentin Yumashev, untuk menggantikan Yeltsin sebagai Presiden. Sedangkan Yeltsin yang sedang khawatir akan tuntutan hukum karena kebangkrutan ekonomi, inflasi tinggi dan nepotisme, berharap Putin, yang loyal dan tidak berasal dari Partai Komunis, menjadi penggantinya. Dan mempercayainya bahwa tidak akan memperkusinya bila saatnya nanti mengundurkan diri sebagai Presiden Rusia. Pada 9 Agustus 1999, Yeltsin mengangkat Putin sebagai Perdana Menteri. Disetujui oleh Duma.

Mulai 31 Agustus 1999, banyak terjadi bom meledak di Rusia. Total tewas karenanya lebih dari 350 orang. Gerilyawan Chechnya menjadi tertuduh. Dengan anggapan sikap Yeltsin yang lunak terhadap Chechnya, pada 23 September 1999, banyak Gubernur Federal Rusia menyurati Presiden Yeltsin untuk segera menyerahkan kekuasaan kepada Putin. Putin memerintahkan tentara Rusia mempersiapkan diri untuk menyerang Chechnya. Sikap tangan besi dan pidatonya yang tegas, menjadikannya popular. 

“We will hunt them down. Wherever we find them, we will destroy them. Even if we find them in the toilet. We will rub them out in the outhouse.”

Yeltsin pada 31 Desember 1999 mengundurkan diri dengan alasan kesehatan. Selanjutnya Putin sebagai Perdana Menteri, secara hukum menjadi Pelaksana Tugas Presiden.

Masa Muda Putin

Runtuhnya Berlin Wall

Putin lahir di Leningrad, 7 Oktober 1952. Lingkungan sosial Putin di masa mudanya, penuh dengan kekerasan. Lingkungan preman. Lulus SMA dengan nilai bagus. Melanjutkan di Universitas Leningrad. Tahun 1984 belajar intelijen di KGB Moscow.  Menikah di usia 31 tahun dengan Ludmila. Tahun 1985, Putin (35 thn) bersama istri dan kedua putrinya, ditugaskan di Direktorat S, Illegal Intelligence-Gathering Unit, Dresden, Jerman Timur.

Agustus 1989, ribuan penduduk Jerman Timur menuju Eropa Timur (Prague, Budapest, Warsawa) menggunakan kereta-api, mencoba menyeberang ke Barat via kedubes Jerman Barat di kota-kota tsb. Saat Putin berulang tahun yang ke-37, pada 7 Oktober 1989, kerusuhan besar terjadi di Berlin Timur. Lebih dari 1.000 orang ditahan. 

Pada 9 November 1989, Berlin Wall runtuh. Moscow diam. Tahun 1990, Putin kembali ke Leningrad, Rusia. Merasa dikhianati pemerintahnya.

Runtuhnya Komunis

Mikhail Gorbachev, Boris Yeltsin dan Vladimir Putin

Mikhail Gorbachev memimpin Uni Soviet 1985. Mencanangkan Perestroika (restrukturisasi) dua tahun kemudian. Desember 1986, penerima Nobel Perdamaian Andrei Shakarov dibebaskan kembali ke Moscow, setelah dalam pengasingan selama hampir 7 tahun di Gorky. Januari 1987, Gorbachev kembali mencanangkan jargon baru Glasnost (keterbukaan). Satu bulan kemudian, Gorbachev membebaskan 140 tahanan politik.

Perlu dipahami bahwa Gorbachev tidak bermaksud membubarkan Uni Soviet atau mengakhiri Partai Komunis, melainkan memodernisasikan ekonomi dan memperbaiki kondisi sosial masyarakat, tanpa secara radikal mengubah dasar negara. Namun tanpa disadarinya justru berakibat runtuhnya Uni Soviet. 

Ibarat bendungan besar yang menampung penuh air, Gorbachev telah membuat celah kecil Glasnost dan Perestroika yang menyebabkan air deras bertekanan besar menembusnya. Jebol. 

“We could no longer breathe among the lies, the hypocrisy, and the stupidity. There was no fear. And as soon as the first rays of light seemed to break through—as soon as people whose hands had been tied were allowed to move at least a few fingers—people started to move…”

Unjukrasa pada 10 Desember 1987 adalah aksi damai pertama kalinya yang tidak dibubarkan oleh polisi Leningrad (St. Petersburg). Selanjutnya, aksi Kebebasan Berekspresi berlangsung regular setiap Sabtu dengan sebutan Hyde Park di Mikhailov Gardens, Leningrad. Dengan aturan, setiap pembicara diberi waktu selama 5 menit. Topik bebas, namun tidak propaganda perang atau kekerasan. Karena belum ada kebebasan media massa, journalis dipersilahkan hadir namun tidak diijinkan menyebar-luaskan beritanya.

Tahun 1988 menjadi penting karena terbentuknya People’s Front, tersebar di lebih dari 30 kota di Uni Soviet. Organisasi yang dibentuk secara demokratis untuk misi demokratisasi, yang cukup longgar keanggotaannya. Disini muncul geologist perempuan demokratis yang dianggap tidak seperti lazimnya politisi Uni Soviet dan menjadi tenar, Marina Salye, PhD. Bujangan berusia 50 tahunan yang selalu muncul di depan pada setiap unjuk rasa. Impresif. Memimpin Komite Election-89. Sebuah komite yang melakukan pemilihan umum untuk menentukan wakil-wakil daerah.

Pada akhir tahun 1988 ini juga menjadi momen penting terjadinya konflik etnik masyarakat Armenia di daerah Nagorno-Karabakh, Azerbaijan yang ingin memisahkan diri dan bergabung dengan Armenia. Kaukasus Uni Soviet. Dalam kasus ini, People’s Front mulai berperan. Banyak aktivis demokrasi ditangkap aparat pemerintah Leningrad, Uni Soviet. Dalam momen ini aktifis Galina Starovoitova, ditembak di luar apartemennya. Tewas.

Transformasi Soviet lambat bergerak namun terus terjadi tak terbendung. Unjuk rasa masih terjadi, walaupun penangkapan juga terus berlangsung. Acak. Sensor media mulai kendor. Novel Dr. Zhivago karya Boris Pasternak mulai boleh diterbitkan. Namun sastrawan penerima Nobel 1970, Alexander Solzhenitsyn yang karyanya banyak mengkritisi Partai Komunis, masih tetap ditahan.

Partai Komunis di Leningrad kalah dalam Pemilu Maret 1989. Antropolog Galina Sarovoitova berada dalam satu kubu dengan Andrei Sakharov (wafat 14 Desember 1989) di fraksi pro-demokrasi, yang bertujuan mengakhiri Partai Komunis. Pro-demokrasi memenangkan 120 kursi, dari 400 kursi yang dipilih (30%). Fraksi lain adalah yang dipimpin Boris Yeltsin dan profesor hukum Anatoly Sobchak. 

Kudeta militer

Pada 19 Agustus 1991, penguasa distrik militer Leningrad, Jendral Viktor Samsonov sebagai representatif the State Committee for the State of Emergency in the USSR (GKChP SSSR) regional, menyatakan secara resmi di televisi bahwa negara dalam keadaan Darurat. Namun pimpinan Dewan Kota membantahnya karena tidak ada dokumen resmi. 

Gorbachev dinyatakan sakit, yang sejatinya berada dalam tahanan rumah peristirahatan di Laut Hitam, Foros. Kudeta militer. Sementara Yeltsin tetap berada di rumahnya, pinggir Moscow. Walaupun surat penangkapan telah disiapkan oleh Komite Darurat, namun tak pernah diterimanya. Aparat terpecah. 

Kudeta militer 1991

Sobchak, walikota Leningrad yang dilantik Juni 1991, mentor Putin dan Medvedev, sangat berperan dalam kekisruhan politik. Bermain dua kaki. Bersama Putin dia bekerjasama dengan aparat militer untuk meredam aksi demokrasi massa. Berbeda dengan Leningrad dibawah Sobchak, Dewan Kota Moscow justru sangat mendukung sikap Walikota untuk mematikan listrik, telepon dan air di gedung GKChP SSSR. Mendukung massa demokrasi. Kudeta militer gagal.

Tanggal 22 Agustus 1991, resmi bendera Russia adalah putih, biru, merah. Menggantikan bendera Uni Soviet, merah bergambar palu-arit.

Banyak menyisakan pertanyaan dari gagalnya kudeta tersebut.

So what was it? Why did the coup, so many months in the making, fall apart so easily? Indeed, why did it never really take off? Why were the democratic politicians, with the exception of Gorbachev, allowed to move around the country freely and have telephone contact? Why were none of them arrested? Why, in the three days that they ostensibly held power in the Soviet Union, did the hard-liners fail to capture the main communication or transportation hubs? And why did they fold without a fight? Was the coup simply a mediocre attempt by a group of disorganized failures? Or was there something more complicated and more sinister going on? Was there, as Salye ultimately came to believe, a carefully engineered arrangement that allowed Yeltsin to remove Gorbachev and broker the peaceful demise of the Soviet Union but also placed him forever in debt to the KGB?

Putin di Leningrad (St. Petersburg)

Sebagai deputi Walikota Leningrad, Putin berada pada Komite Hubungan Luar Negeri, yang bertanggungjawab untuk pengadaan makanan dari luar negeri. Mengingat ekonomi warisan Uni Soviet sedang terpuruk, inflasi tinggi dan nilai mata uang Rubble sangat rendah terhadap $, Leningrad tidak punya cukup uang untuk menghidupi dirinya. Namun, Rusia mempunyai banyak sumberdaya alam untuk dapat diperdagangkan ke luar negeri. 

Laporan Salye (Salye banyak menjadi rujukan dalam penulisan buku ini) yang ditujukan kepada Dewan Kota dan Presiden Yeltsin, menyatakan bahwa departemen Putin banyak mendapat kontrak ekspor yang nilainya bisa mencapai $92 miliar. Salye juga menemukan bukti-bukti bahwa beberapa ekspor komoditi sumberdayaalam seperti aluminium, minyak dan kapas, bernilai ratusan juta dollar, dilakukan tanpa mendapatkan hasil barter berupa makanan seperti yang telah direncanakan. Laporan tidak ditindaklanjuti.

Vladimir Putin membawakan kopor Walikota St. Petersburg Anatoly Sobchak (depan), 1992.

Gessen juga menceritakan bahwa para pejabat di masa kekacauan tersebut begitu bebasnya berbagi asset negara dikalangan mereka. Sebagaimanan Putin sebagai Deputi Walikota dan Sobchak, sang Walikota Leningrad melakukannya. 

Sobchak kalah dalam pemilu Walikota 1996. Putin sebagai manager kampanyenya. Di masa kepemimpinan Sobchak, tiga perempat penduduk Leningrad berada dibawah garis kemiskinan. Namun Putin sebagai Deputi yang juga berdarah KGB, berusaha untuk tetap mengelola Leningrad secara sentralisasi pada  sistem finansial, perdagangan luar negeri/domestik dan arus informasi media, pada kota terbesar kedua di Rusia tersebut. Tetap dalam model Uni Soviet. 

Sementara Sobchak, sang Mentor, lengser dari kursi Walikota dan menghadapi ancaman tuntutan pidana korupsi, Putin pindah posisi untuk mengelola istana Presiden di Moscow. Bidang yang rendah publisitas, namun akses ke kekuasaan semakin tinggi. Sobchak selamat dari tuntutan hukum. Dengan alasan kesehatan, Sobchak diselamatkan Putin untuk dirawat di Paris, Perancis.

Musim panas 1999, Sobchak kembali ke Russia. Menjadi manajer kampanye Putin sebagai kandidat Presiden. Meninggal di hotel, Kaliningrad, pada 20 Februari 2000 saat kampanye, karena serangan jantung. 

Tahun 2007 Arkady Vaksberg, dokter yang merawat Sobchak saat di Perancis, menerbitkan buku tentang kasus-kasus kematian politikus yang disebabkan karena keracunan di Uni Soviet dan Rusia. melakukan investigasi untuk mengetahui penyebab kematiannya. Disebutkan dalam buku tersebut bahwa kematian Sobchak akibat menghisap uap racun yang berasal dari bola lampu panas di sebelah tempat tidurnya. Beberapa bulan setelah terbitnya buku tersebut, mobil Vaksberg yang sedang berada dalam garasinya di Moscow, meledak. Selamat, karena dia tidak berada di dalamnya. 

Pemerintahan Presiden Putin

Pelantikan Putin, 7 Mei 2000

Pelantikan Putin sebagai Presiden Rusia ke-2 dilakukan pada tanggal 7 Mei 2000, setelah memenangkan Pilpres Rusia yang pertama (Yeltsin, presiden Rusia ke-1 memenangkan Pilpres saat masih berada pada pemerintahan Uni Soviet) dengan jumlah suara pemilih 52% pada putaran pertama. Gossen yang saat pemilihan sedang berada di Grozny, menulis tentang adanya banyak suara untuk Putin yang tidak sah, dalam bab 7 buku ini yang berjudul THE DAY THE MEDIA DIED. Mikhail Kasyanov, birokrat karir di era Yeltsin yang kemudian menduduki posisi tertinggi sebagai Menteri Keuangan, dipilih Putin sebagai Perdana Menteri.

Tanpa butuh waktu lama, setelah pelantikannya sebagai Presiden, Putin segera mengeluarkan beberapa Dekrit Presiden baru untuk menegaskan otoritasnya, yaitu:

  • Memberi impunitas terhadap Presiden Yeltsin terhadap tuntutan hukum
  • Menegaskan doktrin militer Rusia bahwa berhak menggunakan senjata nuklir untuk melawan agresor
  • Pelatihan sebagai tentara cadangan untuk mereka yang sehat
  • Pendidikan militer bagi anak sekolah
  • Peningkatan anggaran Pertahanan sebesar 50%

Dua hari setelah pelantikannya, penggerebekan dilakukan aparat polisi terhadap kantor pusat media cetak dan elektronik Media-Most, milik Vladimir Gusinsky. Tempat Masha Gessen bekerja sebagai jurnalis. Banyak dokumen diambil aparat. Vladimir Gusinsky ditangkap pada 13 Juni 2000 dengan tuduhan masalah privatisasi perusahaan Russkoye Video, yang sebelumnya dimiliki oleh Dmitry Rozhdestvensky. Tuduhan yang mengada-ada. 

Pada tanggal 29 Februari 2000, Masha Gessen menelepon kantor kejaksaan untuk mencari informasi tentang kasus Russkoye Video. Dijawab dengan ancaman, 

“Leave it alone. Believe me, Masha, you don’t want to get any deeper into this. Or you’ll be sorry.” Rozhdestvensky’s case did not meet the formal criteria for being a “very important case,” but it was clearly very important to a very important person.

Sepertinya ada kasus antara Dmitry Rozhdestvensky dengan Putin. Silahkan dibaca bukunya, mulai hal. 156.

Vladimir Gusinsky dipenjara selama 3 hari, untuk kasus tersebut diatas. Bebas dan melarikan diri ke luar negeri. Pengungsi pertama di pemerintahan Putin. Lima minggu setelah pelantikannya sebagai Presiden.

Penggerebekan yang dilakukan oleh banyak aparat bersenjata untuk mengambil paksa banyak dokumen resmi dari suatu kantor bisnis, Tujuan akhir adalah pengambil-alihan private bisnis oleh pemerintah. Sering terjadi di tahun 1990an. Dengan tuduhan yang sumir.

Kegagalan Rusia dalam menyelamatkan sandera di sekolah Beslan. Tewas 333 orang.

Kasus tragis yang juga terjadi pada periode pertama pemerintahan Putin adalah penyanderaan anak sekolah di Beslan pada 1 Seprember 2004. Korban tewas sebanyak 333 orang, termasuk 186 anak-anak, seperti ditulis dalam Wikipedia, Beslan school siege .

Kebijakan baru yang dicanangkan Putin setelah terjadinya penyanderaan anak sekolah di Beslan tersebut, adalah Gubernur dan Walikota Moscow, tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, namun dipilih oleh Presiden. Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dipilih oleh Partai melalui Pemilu Partai. Persis seperti Indonesia dimasa yang lalu.

Channel One sebagai media televisi nomer satu di Rusia, milik Boris Berezovsky (mantan chief of staff Yeltsin) juga menjadi korban rampasan pemerintah. Pemberitaan tragedi kapal selam Kursk, yang cukup rinci diceritakan dalam buku ini, dianggap telah mempermalukan Putin, menjadi penyebabnya. Tiga bulan setelah pelantikan Presiden, dua pengusaha kaya Rusia telah disingkirkan dari bisnisnya. Tak sampai satu tahun pemerintahan Putin, tiga jaringan televisi swasta telah diambil pemerintah. Kesewenangan kekuasaan.

Kasus perampasan juga terjadi pada perusahaan minyak bercadangan sangat besar, Yukos. Milik Mikhail Khodorkovsky. Dengan alasan penyelewengan pajak, Platon Lebedev, CEO perusahaan induk Yukos, ditangkap pada tanggal 2 Juli 2003. Melarikan diri ke Israel. Khodorkovsky ditangkap di Moscow, 25 Oktober 2003 dan dikenai ancaman pidana 9 tahun penjara. Banyak pihak menganggap bahwa kesalahan Khodorkovsky bukan tentang pajak, melainkan karena dia mengungkap data korupsi pemerintahan Putin pada Februari 2003 dan menyumbang Partai Komunis. Rosneft, perusahaan minyak negara akhirnya menguasai Yukos melalui lelang dari pihak ketiga dengan harga sangat murah. Hal. 242-254.

Kasus bisnis yang menjadi sorotan media di Eropa dan Amerika Serikat pada periode kedua pemerintahan Putin, adalah kasus besar perampasan perusahaan manajemen aset di Moscow milik Bill Browder, Hermitage, yang berkantor pusat di London. Ini adalah tindak kriminal aparat pemerintah yang melibatkan instansi pajak, merampas uang setoran pajak Hermitage sebesar $230 juta, milik rakyat Rusia. Berujung pada tewasnya Sergei Magnitsky, konsultan pajak Hermitage di penjara. Setelah mengalami penyiksaan dan tanpa mendapat perawatan kesehatan. Sebagian cerita bisa dibaca dalam bab 10, berjudul INSATIABLE GREED. Sedangkan cerita lengkapnya bisa dibaca dalam buku Red Notice, karya Bill Browder, yang ringkasannya ada dalam blog ini juga, dengan judul yang sama, Red Notice.

Kasus yang cukup viral juga di media Barat saat periode kedua pemerintahan Putin adalah, tewasnya whistleblower, mantan letkol KGB (41 thn), Alexander Litvinenko di London pada tanggal 23 November 2006. Racun adalah penyebab kematian politis yang lazim terjadi dimasa itu. Kisah yang cukup rinci diceritakan dalam bab RULE OF TERROR.

The simple and evident truth is that Putin’s Russia is a country where political rivals and vocal critics are often killed, and at least sometimes the order comes directly from the president’s office.

Istana Putin bernilai miliaran dollar

Dalam buku ini juga diceritakan bagaimana Putin begitu rakusnya memperkaya diri menggunakan kekuasaannya. Korupsi. Skema bisnis diaturnya dengan melibatkan para pengusaha kaya seperti Roman Abramovich hingga berdirinya Istana Putin di Laut Hitam. Sergei Kolesnikov yang pada awal 1990an sebagai operator bisnis Putin, pada akhirnya membongkar kasus korupsi tersebut dan viral dengan judul Putin’s Palace. Tayang di youtube dengan judul A palace for putin. The story of the biggest bribe.

Kekecewaan para pro-demokrasi pada masa periode kedua Putin terus berlanjut hingga Medvedev menjadi Presiden dan Putin sebagai Perdana Menteri. Dan Masha Gessen pun berganti gaya perjuangan demokrasi di tahun 2012  dengan tulisan berikut ini,

Friends comforted me with assurances that telling the West about Russia was a better use of my time than placing my body in a Moscow street protest. Hal. 290.

Ternyata, kekuatan Putin bersama aparatnya memang tak tertandingi hingga saat ini, 2022.

Rekomendasi

Masha Gessen

Dalam bab 2 buku ini yang berjudul THE AUTOBIOGRAPHY OF A THUG, banyak ditemukan Logical Fallacy dari Gessen yang mengganggu, karena memberi kesan subjektivitas tinggi dalam menjelaskan suatu fakta. Misalnya: 

Hal. 41:

I could now believe the FSB had most likely been behind the deadly bombings that shook Russia and helped make Putin its leader.

Hal. 45:

The younger Vladimir Putin’s birth was another miracle, so unlikely that it has given life to the persistent rumor that the Putins adopted him.

Hal. 145

Putin had not made any political pronouncements—and this, he and his spin people seemed to think, was a virtue: he felt that dancing for his votes was beneath him.

Masih ada beberapa kalimat atau penjelasan dengan nada sejenis ditemukan dalam bab ini. Pengalaman buruk terhadap kehidupan sosial masa muda Putin melalui cerita ataupun fakta yang dituliskan dalam buku ini, sepertinya menyebabkan munculnya prasangka buruk penulis diatas. Mestinya fakta yang perlu disampaikan, bukan believe, rumor atau feel (Appeal to Emotion dan Appeal to Authority). Gessen juga bukan berlatar pendidikan psikologi yang punya pengetahuan tentang analisis karakter seseorang. Oleh karenanya, pembaca perlu berhati-hati bila menemukan hal yang sama di bagian lain.

Terlepas adanya banyak fakta sejarah kelam tentang sepak-terjang Putin yang ditunjukkan dalam buku ini, narasi kebencian yang menggiring persepsi pembaca ke ranah abu-abu, juga terasa dalam beberapa kalimat yang dipergunakan penulisnya.

Pada akhirnya, ‘kebencian’ Gessen terhadap Putin memang sangat mewarnai buku ini sehingga bisa disimpulkan bahwa buku ini bukan sepenuhnya Reportase, tapi lebih tepatnya adalah Opini atau bahkan propaganda buruk Gessen tentang Putin. Namun demikian, buku ini masih layak baca untuk mendapatkan fakta sejarah tentang Rusia pasca Uni Soviet dan gaya pemerintahan Putin, namun kehati-hatian pembaca masih sangat diperlukan untuk tidak terperangkap dalam opini penulisnya.

Tautan

Boris Yeltsin

1989 Soviet Union legislative election

Read Full Post »

Pengantar

Red Square

Eropa Timur entah kenapa, selalu menarik untuk dipelajari dan dikunjungi. Sejarahnya, arsitekturnya, bahasanya, orangnya dan cerita-cerita seram terkait kehidupan politiknya, semuanya terasa sexy untuk “dinikmati“. Beruntung sempat melancong ke Budapest, Bratislava, Praha, Warsawa dan Krakow di tahun 2017 dan mengunjungi Moscow serta Petersburg pada awal tahun 2020 sebelum era Covid-19. Sangat terasa bila akhir-akhir ini melihat siaran tv RT (Russian Today channel), sebelum ditutup channelnya. Berita tentang perang Rusia-Ukraina di channel RT sungguh berbeda dibanding saluran tv lainnya. Menarik channel RT ini, karena berbeda dengan keseragaman substansi berita dari channel tv lainnya yang cenderung berkiblat ke Barat, seperti CNBC, CNN, Fox, BBC dll. Sayang, channel RT yang bisa jadi satu-satunya penyeimbang berita dunia justru sempat ditutup. 

Setelah sempat membaca beberapa buku tentang perubahan politik era Gorbachev, Yeltsin dan Putin, seperti karya Masha Gessen yang berjudul The Man Without a Face, kemudian mengulas film serial Netflix The Last Czars tentang revolusi Russia dan buku A Russian Diary karya Anna Politkovskaya, kali ini blog menyajikan tulisan tentang buku berjudul Red Notice karya Bill Browder. Ini tentang kisah nyata penulisnya sebagai pengusaha investasi yang mengalami tindak kesewenang-wenangan kekuasaan pemerintah dan sekaligus kekuasaan oligarki bisnis di Russia paska USSR, bahkan hingga memakan korban tewas karena penyiksaan oleh aparat pemerintah.

Pendahuluan

Buku ini dibuka dengan bab kejadian saat Bill Browder tertahan di imigrasi bandara Sheremetyevo, Moscow, 13 November 2005. ketika kembali dari London. Setelah luntang-lantung di bandara tanpa penjelasan dari pihak imigrasi maupun Kedubes Inggris, selama 15 jam, akhirnya digiring oleh petugas keamanan masuk ke dalam pesawat penerbangan pertama menuju London. Deportasi. 

Browder lahir 1964, warga AS, lulusan MBA dari Standford University. Turunan keluarga pintar. Kakeknya adalah pimpinan Partai Komunis AS dan sempat menjadi kandidat Presiden tahun 1936 dan 1940. Kalah tentunya. Felix, ayahnya, lahir di Rusia dan masuk MIT di usia 16 tahun dan menyandang PhD di universitas Princeton pada bidang matematika di usia 20 tahun. Tahun 1999 Presiden Clinton menganugerahi National Medal of Science. Penghargaan tertinggi untuk bidang matematik. Ibunya, Eva, kelahiran Wina, juga alumni MIT. Kakaknya, Thomas, menyandang gelar PhD dari Universitas Chicago, bidang fisika partikel, di usia 19 tahun.

Pernah bekerja di Bain & Company, Boston, setelah lulus undergraduate dari Chicago University. Dan, Agustus 1989, Boston Consulting Group (BCG) menjadi tempat kerja Browder pertama kalinya setelah lulus dari Standford University. Eropa Timur adalah wilayah kerjanya dan BCG London menjadi kantor pusatnya. 

Cerita sukses

Cerita sukses dimulai pada Oktober 1990, dari proyek restrukturisasi perusahaan bus Autosan, di Sanok, Polandia. Autosan ini menjadi sumber pendapatan utama penduduk Sanok. Runtuhnya komunis menyebabkan banyak bangkrutnya perusahaan milik negara. Autosan yang menghasilkan pendapatan sebesar $160 juta tahun sebelumnya, ditawarkan pemerintah seharga $80 juta saja. Privatisasi yang disarankan BCG dan dengan sebagian subsidi pemerintah, berhasil menaikkan harga saham Autosan. Sukses.

Maret 1991, Browder pindah kerja ke Mergers & Acquisitions Europe atau M&A Europe. Robert Maxwell adalah pemiliknya, yang juga memiliki Daily Mirror. Berbagai negara bekas Uni Soviet telah dikunjungi dan ratusan kesepakatan bisnis juga telah dipelajarinya. Pilihan investasi menjadi tanggungjawabnya. Robert Maxwell ditemukan tewas dilaut. Cek £ 50.000 sebagai Bonus akhir tahun diperoleh Browder. Cek Kosong 😦 Dana Pensiun sebesar £460 juta telah digunakan Robert Maxwell untuk mendongkrak harga saham M&A. Sebanyak 32.000 pensiunan kehilangan simpanannya. Tragis. Maxwell’s was the biggest corporate fraud in British history.

Salomon Brothers yang sedang ditinggalkan karyawannya di pertengahan tahun 1992, karena tersandung masalah hukum, menjadi peluang baginya untuk berkarir. Meskipun bukan perusahaan yang cocok dengan mimpinya. 

My dream was to be an investor – the person deciding what shares to buy – not an investment banker, the guy organizing the sale of shares.

Murmansk Trawler Fleet, perusahaan perikanan di Murmansk, Russia, yang beroperasi 200 mill di sebelah utara lautan Artic. Ada seratusan kapal penangkap ikan buatan Jerman Timur berumur 7 tahun, masing-masing seharga  $ 20 juta, atau total seharga $ 2 miliar, dimiliki perusahaan ini. Mereka menawarkan 51% kepemilikan seharga $ 2.5 juta SAJA, untuk barang senilai $ 1 miliar. 

Di masa transisi dari era komunis ke kapitalis, Russia membagikan Voucher Privitasi untuk penduduknya yang berjumlah 150 juta orang. Harga pasar voucher tersebut adalah $ 20 per voucher. Atau Total = $ 3 milyar. Total voucher bernilai 30% kepemilikan semua perusahaan negara. Artinya, valuasi semua perusahaan negara HANYA bernilai $ 10 milyar. Bayangkan, itu sudah termasuk harga 24% cadangan gas alam dunia ($15T?), 9% cadangan minyak dunia ($15T?), 6,6 % produksi baja dunia. OMG. 

Salomon Brothers invest $25 Juta. Tidak lama kemudian, portofolio sudah naik 5 kalinya menjadi $125 Juta. Untung $100 Juta. Luar biasa. Browder menjadi pahlawan Salomon.

Tahun 1995, Browder keluar dari Salomon Brothers, membangun usaha investasi sendiri, Hermitage Capital. Edmond Safra, papan atas didunia private banking AS, pemilik Republic National Bank, New York, menjadi klien pertama yang bersedia untuk invest sebesar $25 juta. 

Di tahun ini adalah masa persiapan pilpres yang akan diselanggarakan pada tahun 1996. Boris Yeltsin mencalonkan diri lagi dengan kompetitor Gennady Zyuganov. Kondisi sosial masyarakat Russia sangat buruk. Hiperinflasi, unjuk-rasa, kekurangan makanan bahkan kriminal jalanan meningkat. Ada 22 oligarki menguasai 39% ekonomi Russia dan sisanya masyarakat miskin. Di Davos, dalam kesempatan World Economic Forum, Browder bertemu Boris Fyodorov, mantan Menteri Keuangan Russia 1993-1994, serta 3 oligar Boris Berezovsky, Vladimir Gusinsky dan Anatoly Chubais. Yang saat itu belum disadarinya dan ‘Deal with the Devil’ telah terjadi. Para oligar ini akan mengerahkan media dan seluruh sumber dananya dengan balasan mengelola semua aset negara yang belum diprivatisasi. 

Dengan naiknya posisi Yeltsin sebagai kandidat Presiden Russia, menjadi 28%, panic buying terjadi di pasar saham. Dalam tempo 3 minggu, saham Edmond Safra berharga beli $5 juta di Hermitage Capital telah meningkat 40% harganya. 

Hasil perhitungan pilpres putaran ke-2 pada tanggal 3 Juli 1996, dimenangkan Boris Yeltsin dengan selisih 14%. Harga saham melonjak pesat. Dalam waktu kurang dari 3 bulan, telah meningkat 125%.

Perusahaan minyak Sidanco yang dimiliki oleh milyarder oligarki Vladimir Potanin, yang juga menjabat sebagai Deputi Perdana Menteri, menjadi target investasi Hermitage berikutnya. Sidanco menawarkan 4% kepemilikannya dengan harga $36.6 juta. Dengan cadangan minyak Sidanco sebesar 6 Milyar barrel, maka harga perusahaan Sidanco adalah $915 Juta. Artinya, 4% kepemilikan atau 240 Juta barrel di dalam tanah itu dijual hanya dengan harga $0.15/barrel saja. Sedangkan harga minyak di pasar global saat itu $20/barrel. Wooww … Hermitage inves 1.2% ķepemilikan Sidanco, atau $11 juta.

British Petroleum (BP) pada Oktober 1997 membeli 10% saham Sidenco (dari 96%) dengan harga premium, 600% dari harga beli Hermitage di tahun sebelumnya. Browder untung besar.

Awal kekacauan

Januari 1998, Sidanco melakukan tindakan skema financial “dilutive share issue” dengan cara menerbitkan lebih banyak saham hingga 3x lipat. Ini berakibat kepemilikan Hermitage 2.4% terdilusi hingga hanya menjadi 0.9%. Atau kehilangan $87 juta. Skandal Sidanco di pasar saham Russia yang mendunia mulai tersebar cepat. Dimulai dari Financial Times, kemudian Reuters, Bloomberg, Wall Street Journal, Moscow Times dan media cetak dunia lainnya. Akhirnya, Russian Federal Securities and Exchange Commission (FSEC) membatalkan tindakan sepihak Sidanco. Awal kekacauan bisnis investasi paska Uni Soviet sedang dimulai.

Hermitage Fund menduduki peringkat the best-performing fund in the world in 1997, nilainya naik 235% di tahun 1997 dan 718% sejak awal investasi. Assetnya sendiri meningkat dari $25 Juta menjadi lebih dari $1 Milyar. 

Kondisi ekonomi Russia yang buruk sudah berlangsung beberapa tahun. Untuk bertahan, pemerintah melakukan gali lubang – tutup lubang dengan mengeluarkan Surat Hutang berjangka 3 bulan senilai $40 milyar. Setiap 3 bulan, pemerintah menjual Surat Hutang tersebut untuk menutup hutang $40 milyar tsb. Namun, bunga hutang 30% terus menumpuk. 

Kenaikan suku bunga obligasi dari 30% menjadi 40% untuk menarik investor, justru menyebabkan ketidakpercayaan publik. Pasar saham Russia merosot 33% di bulan Mei 1998, atau total 50% dari awal tahun. Juli 1998, suku bunga obligasi pemerintah mencapai 120%. Di bulan Juli itu juga, akhirnya IMF dan Bank Dunia memberi paket pinjaman $22.6 milyar. Tahap pertama sudah digelontorkan $4.8 milyar. Kondisi yang cukup memperbaiki pasar saham. Nilai investasi Hermitage kembali rebound 22%. Lumayan.

Paket bail-out ternyata disalah-gunakan oleh para oligark. Dollar senilai $6.5 milyar digunakan untuk menukar uang rubbel mereka. Kondisi ekonomi tidak berubah. Agustus 1998, nilai mata uang Rouble merosot tajam, 75% turun. Hermitage kehilangan $900 juta, atau turun 90% di pasar saham. Demikian juga obligasi juga merosot habis. Investor Hermitage, Edmond Safra, terpaksa menjual bank miliknya Republic National Bank ke HSBC, karena kalah diperdagangan obligasi pemerintah Russia.

Kehilangan

Januari 2020, Browder masih bertahan di Moscow, dengan alasan: I was going to make my clients’ money back no matter what it took. Investor dalam posisi bagus, khususnya di bidang oil and gas Russia. Perusahaan-perusahaan tersebut menjual minyak dan gas dalam dollar AS namun membayar biaya dalam Rouble. Penjualan tidak turun, tapi biaya turun 75% karena kurs Rouble yang nilainya merosot. Keuntungan dari perusahaan-perusahaan tersebut di dalam Hermitage diduga meningkat 100% – 700%, karena devaluasi. 

Hermitage telah kehilangan 90% nilai investasinya. Browder perlu mengamankan sisanya, yang menurutnya juga menjadi target pencurian selanjutnya. Fenomena bisnis aneh begini sering terjadi di Russia saat itu. Asset negara banyak dijual murah oleh pengurusnya. Mengapa? 

Gazprom, perusahaan minyak dan gas Russia bernilai $12 milyar (nilai oil company kelas menengah di AS) dengan cadangan 8x lebih besar daripada Exxon Mobil atau 12 x lebih besar daripada British Petroleum, dijual dengan diskon 99.7% pada tahun 2000. Kok bisa..?? Pada umumnya investor menduga bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah dicuri oleh pengurusnya sendiri.

Kompetitor Gazprom mengkonfirmasi adanya pencurian oleh manajemennya sendiri. Tarko Saley, salah satu blok gas Gazprom bercadangan 400 milyar kubik meter, setara dengan 2.7 milyar barrel minyak, senilai $9 milyar telah dikeluarkan dari kepemilikan Gazprom dan dijual oleh manajemen. Ternyata, manajemen Gazprom telah menjual tujuh blok gas utama antara tahun 1996 dan 1999 dengan harga yang sangat murah. Asset Gazprom telah dijadikan bancakan oleh manajemen dan keluarganya. Namun, banyak yang tidak mengetahui bahwa 90% cadangan gas masih dimilikinya. Tidak Dicuri. Aksi korporasi Gazprom tersebut dinyatakan wajar oleh PriceWaterHouse, sebagai auditornya. 

“This accounting firm was making millions of dollars a year off Gazprom as their auditor, so any indictment of Gazprom would have been an indictment of themselves. Sure enough, they also exonerated Gazprom’s actions”.

Fenomena Gazprom ini banyak terjadi di era runtuhnya Uni Soviet dan menambah dalamnya jurang antara kaya-miskin. Di tahun 2000, orang terkaya di Russia menjadi 250.000 kali lebih kaya dari si miskin. 

Browder menyebarkan informasi tentang skandal Gazprom ke berbagai pihak, dan media masa menggelorakannya. Hal ini berujung pada Presiden Putin yang dalam Rapat Tahunan Gazprom 30 Juni 2001, mengganti CEOnya. Esok harinya, saham Gazprom naik 134%. Tahun 2005, investasi Hermitage telah melambung ratusan kalinya sejak awal investasi.

Musuh bersama

Vladimir Putin

Ketika Vladimir Putin menjabat sebagai Presiden Federal Russia, Januari 2000, kekuasaan sedang berada di tangan para oligar, kelompok kriminal, dan para Gubernur. Untuk itu, Presiden perlu mulai berstrategi untuk mengambil alih kekuasaan. Browder yang saat itu gencar membongkar skandal korupsi korporasi, berada di “jalan yang sama” dengan Putin. Your enemy’s enemy is your friend. Gazprom, EUS (perusahaan listrik negara), Sberbank (bank simpanan nasional) menjadi isu korupsi nasional yang diviralkan oleh Browder dan ditindaklanjuti oleh Putin dengan mengamankan asetnya. 

Akhir tahun 2003, nilai investasi Hermitage telah naik lebih dari 1.200% sejak titik terendah, dan sudah menutup kerugian sejak 1998.

Oktober 2003, CEO Yukos, perusahaan minyak besar, Mikhail Khodorkovsky, ditahan pemerintah. Pemerintah Putin mengambil alih 36% kepemilikan Yukos. Preseden buruk dalam dunia pasar finansial. Menjadi isu global. Saham Yukos turun 27.7% dan pasar saham turun 16.5%. Publik berspekulasi bahwa Khodorkovsky telah melewati batas kelayakan politis yang digariskan Putin. ‘Stay out of politics, and you can keep your ill-gotten gains’. Dalam beberapa minggu Putin menangkap para pengurus partai-partai politik yang mendapat kucuran uang darinya. 

Juni 2004, Khodorkovsky dan partner bisnisnya, Platon Lebedev, dihukum 9 tahun penjara dengan tuduhan penipuan, pencurian dan pengingkaran pajak. Apakah pembersihan musuh bersama ini memang untuk perbaikan Russia?

Berpisah jalan

Setelah kasus Khodorkovsky, para oligark mulai bernegosiasi dengan Putin untuk keamanan dan kelancaran bisnisnya. Dan, tidak ada lagi musuh bersama dengan Bill Browder. ‘ … my interests and Putin’s were no longer aligned. He had made the oligarchs his ‘bitches’, consolidated his power and, by many estimates, become the richest man in the world’. Selanjutnya, Browder bukan lagi teman seperjalanan, tapi justru menjadi target ekonomi Putin.

Bandara Sheremetyevo-2

Sekembalinya ke Moscow dari London, 13 November 2005, Browder diberhentikan di VIP Lounge bandara Sheremetyevo-2. Diabaikan selama 15 jam dan akhirnya diterbangkan kembali ke London. Deportasi. Isu mendunia. Informasi yang diperoleh Kedutaan Besar Inggris di Moscow, 

‘the decision to close entry to the Russian Federation to a subject of Great Britain William Browder has been made by competent authorities in accordance with Section One, Article Twenty-seven, of the federal law.’

‘… Article Twenty-seven allows the Russian government to ban people whom they deem a threat to national security.’

Vadim, pimpinan penelitian di Hermitage, 27 tahun PhD dari universitas kenamaan di Moscow, terpaksa harus melarikan-diri dari Moscow ke London, karena bisa menjadi target penangkapan. 

Awal tahun 2006, sepuluh orang terkait dengan kasus Yukos telah dipenjara di Russia, belasan lainnya kabur dari Russia dan asset puluhan miliar dollar telah dibekukan oleh otoritas Russia. Browder berusaha mempertahankan Hermitage untuk tidak mengalami hal serupa. Dalam satu bulan, Browder sudah mengevakuasi tim dan keluarganya ke London. Namun masih susah untuk memindahkan assetnya. Bila broker dan spekulan mengetahui Hermitage akan menjual saham Gazprom, maka mereka akan menjualnya lebih dulu. Front-running. Dan harga bisa merosot tajam. Dengan cara mencicil penjualan saham hingga beberapa kali, akhirnya semua asset bernilai miliaran dollar tersebut bisa habis terjual habis dan memindahkan seluruh uangnya keluar dari Russia. Tanpa hambatan.

Deportasi menyebabkan kekhawatiran investor terhadap assetnya di Russia. Bulan Mei 2006, Hermitage kehilangan lebih dari 20% asset karenanya. Belum pernah terjadi sebelumnya. 

Dalam kesempatan press conference Pertemuan G8 di St. Petersburg 15 Juli 2006, wartawan Inggris dari Moscow Times, Catherine Belton, bertanya kepada Presiden Putin: 

‘Bill Browder was recently denied a Russian entry visa. Many investors and Western diplomats are concerned about this and don’t understand why this happened. Can you explain why he was denied an entry visa without any explanation?’

Putin menjawabnya:

Putin frowned and replied tartly, ‘Well, to be honest I don’t know for what reasons any particular individual may be denied entry into the Russian Federation. I imagine that man may have violated our country’s laws.’

Bisa diduga akibat selanjutnya. Agustus 2006, 215 klien Hermitage menarik dananya hingga total asset turun 30%. Browder cepat bertindak untuk menyelamatkan bisnisnya. Hermitage Global dibentuk tahun 2006 untuk investasi di Timur Jauh, Amerika Latin dan Turki. Prospek baru, setelah Russia tidak lagi aman untuk investasi.

Semena-mena

Letkol. Artem Kuznetsov

Letkol. Artem Kuznetsov dari Kementerian Dalam Negeri, yang seharusnya menangani kasus kriminal, bukan urusan visa, mengambil alih kasus keimigrasian Browder dan mengundangnya melalui surat yang diterima pada 19 Februari 2007, untuk bertemu di Moscow. Browder menolak. Kuznetsov selanjutnya menjadi tokoh sentral dalam representasi tindak kesewenangan pemerintah Rusia dalam kasus ini.

Juni 2007, 25 polisi bersama Artem Kuznetsov, menggeledah kantor Hermitage di Moscow. Mengambil semua dokumen. Sejumlah polisi yang sama juga menggeledah dan mengambil dokumen, komputer dan perlengkapan resmi perusahaan dari kantor Kameya, perusahaan Rusia yang menjadi klien Hermitage di Moscow, dengan menggunakan Surat Penggeledahan yang tidak valid. Maxim, pengacara muda di perusahaan Kameya dianiaya polisi karena mencoba mempertahankan kantor dari penggeledahan yang menurutnya dilakukan secara tidak legal. Dilarikan ke rumahsakit

Major Pavel Karpov

Menurut Browder, tidak ada file yang relevan atau rahasia, dan aset yang diambil oleh polisi. Segala sesuatu yang penting telah dipindahkan dengan aman dari Russia satu tahun sebelumnya. Namun demikian, Major. Pavel Karpov (30 thn) sebagai pimpinan penyidikan kepolisian tetap tidak bersedia menunjukkan file kasus yang dituduhkan, yang secara hukum Rusia seharusnya pengacara tersangka berhak melihatnya. Aneh.

Selanjutnya Letkol. Artem Kuznetsov dan Major. Pavel Karpov, diduga menjadi tokoh sentral dalam kisah tragis pencurian perusahaan ini. 

Pencurian perusahaan

Browder mengangkat Sergei Magnitsky (35 thn), ahli hukum pajak, sebagai pengacara Ivan Cherkasov, petugas pajak Kameya. Ivan dituduh melakukan tindak kriminal karena kurang membayar pajak dividen perusahaan sebesar $44 juta. Setelah mempelajari semua bukti dan dokumen pajak, Sergei berkesimpulan bahwa tidak ada kesalahan sedikitpun yang telah dilakukan oleh Ivan. Bahkan, pada 13 September 2007, Sergei mendapat informasi dari kantor pajak Moscow bahwa Kameya bahkan telah melakukan kelebihan pembayaran pajak sebesar $140.000.

Kuznetsov dan timnya juga memeriksa bank Credit Suisse, HSBC, Citibank dan ING untuk mencari jejak investasi Hermitage. Tidak ditemukan apapun.

Pada 15 Oktober 2007, kantor Hermitage London menerima informasi bahwa Pengadilan di Petersburg menyarakan ada kasus hukum di anak perusahaan Hermitage di Russia, Mahaon. Pengadilan ingin mengetahui status asset perusahaan. Semua kepemilikan saham di Rusia sudah dijual. Menurut pengadilan, perusahaan tsb masih punya kewajiban membayar hutang sebesar $71 juta. Membingungkan. 

Menurut Ivan, perusahaan Mahaon telah dicuri. Mahaon telah berganti nama menjadi Pluton, dengan semua kelengkapan legalitas perusahaan dikuasainya. Pemilik barunya adalah Viktor Markelov. Modus yang mulai lazim terjadi paska Uni Soviet. Dalam kasus Hermitage, ini terjadi ketika semua dokumen perusahaan digeledah dan dirampas oleh aparat pemerintah, sehingga dokumen fisik legalitas perusahaan tidak lagi dikuasai pemiliknya. Kejahatan terjadi dalam 2 modus, yaitu, ketika kepemilikan perusahaan dialih-namakan, dipindahkan lokasinya ke kota yang pengadilan dwn otoritas pajaknya lebih ramah terhadap para kriminal tersebut. Kemudian:

  1. Membuat Surat Pengakuan Utang (back dated) terhadap perusahaan cangkang kosong, yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Pengadilan berharap bisa merampas asset Hermitage untuk dibayarkan ke perusahaan cangkang tersebut, yang dimiliki para pencuri.
  2. Bekerjasama dengan otoritas pajak setempat, supaya bisa mengembalikan pembayaran pajak (tax return) ke perusahaan yang dicuri tersebut

Tindak kejahatan finansial ini melibatkan oknum kepolisian untuk membuat tuduhan kriminal palsu, oknum pengadilan untuk membuat Surat Penyitaan dan organisasi kriminal yang harus meminggirkan para penghambatnya. Tindakan terorganisasi yang dikenal dengan sebutan Russian raider attack.

Berbagai hal dilakukan Hermitage melalui pengacaranya untuk mempertahankan posisi legalnya di Rusia namun selalu menemui jalan buntu. Kekuasaan mengalahkannya. Komplain Hermitage tentang pencurian perusahaan dan pengambilan paksa dokumen oleh aparat pemerintah yang dipimpin oleh Letkol. Artem Kuznetsov, telah dilakukannya. Dan Pavel Karpov tetap menyimpan berkas kasusnya. Demikian juga dengan kasus Ivan, pengacara Hermitage yang dianggap bersalah karena tuduhan palsu penggelapan pajak. Tetap tidak ditunjukkan berkas kasusnya.

Total asset yang dikenai pajak dari 3 anak perusahaan Hermitage, menurut pengadilan St Petersburg terhadap kewajiban kena pajak Mahaon adalah sebesar $71 juta. Persis sesuai dengan keuntungan Mahaon di tahun 2006, $71 juta.  Penilaian terhadap Parfenion di Kazan adalah sebesar $ 581 juta, juga persis sama dengan keuntungan tahun 2006.  Demikian juga dengan perusahaan curian ketiga di Moskow, Rilend. Total, para konspirator telah membuat penilaian kena pajak sebesar $973 juta, yang persis sama dengan keuntungan riil perusahaan-perusahaan tersebut. Total tax-refund yang masuk ke dalam rekening tiga perusahaan curian tersebut, sebesar $230 Juta. Persis sama dengan total pajak yang telah dibayarkan oleh perusahaan aslinya. Pencurian uang pajak masyarakat Russia.

Dengan harapan masih ada pihak berwenang yang berkepentingan dengan bangsanya, Juli 2008, Browder mengajukan laporan ke berbagai otoritas hukum tentang penyelewengan tax-refund yang didukung aparat pemerintah. Selain itu, Browder juga menyebar-luaskan berita ke berbagai media Rusia dan internasional, tentang penggerebekan, pencurian perusahaan, keputusan pengadilan yang salah, keterlibatan mantan narapidana untuk menguasai perusahaan, keterlibatan polisi dan, yang paling penting, pencurian $230 juta uang pembayar pajak.

Perburuan

Tiga pengacara Hermitage masih berada di Moscow, Eduard, Vladimir dan Sergei Magnitsky. Surat panggilan dari Kementerian Dalam Negeri di Kazan sudah dilayangkan kepada Eduard dan Vladimir. Hermitage London minta keduanya supaya segera keluar dari Rusia, karena reputasi kepolisian Kazan yang terkenal kejam. Keduanya lolos setelah melalui perjuangan berat dalam proses pelariannya. Berkumpul di London. 

Seperti halnya Eduard dan Vladimir yang sebelumnya selalu merasa aman karena legally tidak bersalah, demikian juga dengan Sergei Magnitsky yang bersikukuh untuk tetap berada di Rusia, meskipun kantor London memaksanya untuk segera kabur. Idealismenya yang tinggi terhadap kepentingan bangsanya, membuat Sergei marah, bahkan mengajukan laporan beserta bukti-bukti ke Russian State Investigative Committee terkait pencurian uang pajak dan penipuan terstruktur aparat pemerintah yang melibatkan Kuznetsov dan Karpov.

Pagi 24 November 2008, Sergei dijemput oleh 3 orang bawahan Lieut Col. Artem Kuznetsov di apartemennya. Pamit pada istri dan kedua anaknya dengan janji pulang secepatnya. Tak terpenuhi janjinya. 

FSB (KGB di era Uni Soviet) bertanggungjawab terhadap penahanan Sergei. Tuduhan pengingkaran pajak. Namun maksud sesungguhnya adalah supaya Sergei menarik kesaksiannya terkait keterlibatan Kuznetsov dan Karpov. Sergei kukuh dengan sikapnya, dan tetap menyatakan kebenaran kesaksiannya, ‘I will expose those officers who have committed the crimes.’ Selanjutnya, cerita kelam yang terjadi pada Sergei di penjara, dengan penyiksaan dan larangan pelayanan kesehatan. Brutal.

Dukungan di Eropa dan AS

Pembelaan terhadap Sergei tidak mungkin lagi dilakukan dari dalam Rusia karena kekuasaan yang begitu otoriter. Penggalangan dukungan mulai dilakukan di Eropa dan AS. Lembaga-lembaga internasional dibidang Hukum dan Hak Asasi, menjadi target dukungan. Misalnya, Konsul Eropa yang menangani Hak Asasi internasional, International Bar Association dan UK Law Society. Masing-masing organisasi tersebut mengirim surat ke Presiden Medvedev dan Jaksa Agung Yuri Chaika, supaya membebaskan Sergei Magnitsky. Gagal.

Di Washington, Browder perentasi di depan US Helsinki Commission, badan independen yang memonitor isu Hak Asasi di negara-negara bekas Uni Soviet. Dan penyebaran artikel tentang kasus Sergei terus dilakukan melalui media cetak papan atas di AS. Media sosial Youtube pun mulai Browder gunakan untuk memviralkan kasus tersebut. 

Musim panas 2009, di tahanan Matrosskaya Tishina, Sergei didiagnosa menderita penyakit pancreatitis, gallstones dan cholecystitis. Alih-alih dilakukan operasi seperti  disarankan dokter, justru dipindah ke tahanan yang lebih buruk, Butyrka. 

“I’m in unbearable pain. I’ve asked over and over, but no doctor has examined me since I arrived last month”, keluh Sergei.

Sergei dan pengacaranya sudah mengirim surat resmi hingga 9 kali ke berbagai otoritas hukum Russia untuk mendapatkan tindakan medis berkaitan dengan penyakitnya yang samakin parah. Tak satupun mengijinkannya.

Di sini seorang pria yang tidak bersalah, Sergei Magnitsky dicabut komunikasinya dengan keluarganya, ditipu oleh hukum, ditolak oleh birokrasi, disiksa di dalam tembok penjara, menderita sakit parah.  Bahkan dalam keadaan yang paling mengerikan ini, ketika dia memiliki alasan terbaik untuk memberikan apa yang diinginkan para penyiksanya, dia tetap tidak melakukannya.  Meskipun kehilangan kebebasannya, kesehatannya, kewarasannya, dan bahkan mungkin hidupnya, dia tetap tidak  berkompromi untuk menggadaikan idealismenya. Tidak menyerah.

Dalam buku hariannya yang ditulisnya di penjara, Sergei menulis, “Keeping me in detention, has nothing to do with the lawful purpose of detention. It is a punishment, imposed merely for the fact that I defended the interests of my client and the interests of the Russian state”.

Senin, 16 November 2009, Sergei Magnitsky (37 tahun) yang telah dipenjara selama 358 hari berakhir tewas karena siksaan di penjara Matrosskaya Tishina. Dia dibunuh karena idealismenya.  Dia dibunuh karena percaya pada hukum.  Dia dibunuh karena mencintai rakyatnya, dan dia dibunuh karena mencintai Rusia. 

Pada 28 Desember 2009, Moscow Public Oversight Commission (MPOC), organisasi non-pemerintah yang mandatnya adalah untuk menyelidiki kebrutalan dan kematian yang mencurigakan di penjara-penjara Moskow, mengeluarkan pernyataan bahwa Sergei ‘secara sistematis telah ditolak perawatan medisnya’;  bahwa dia mengalami siksaan fisik dan psikologis’;  bahwa ‘hak hidupnya telah dilanggar oleh negara’;  bahwa ‘penyelidik, jaksa dan hakim turut berperan dalam kondisinya yang menyiksa’;  dan akhirnya, bahwa ‘setelah kematiannya, pejabat negara telah berbohong dan menyembunyikan kebenaran tentang penyiksaan dan keadaan kematiannya’.

Proclamation 7750

Kampanye untuk mendapat keadilan terhadap tindak kriminal penipuan, pencurian, korupsi, pelanggaran HAM, bahkan pembunuhan, yang dilakukan oleh aparat pemerintah Rusia, terus dilakukan Browder melalui berbagai media, lembaga resmi maupun independen di Eropa dan AS. Pemerintah Inggris tempat Hermitage berada, sayangnya justru tidak bersedia melibatkan diri.

Pemerintahan Bush pada tahun 2004 membuat peraturan yang disebut  Proclamation 7750, yang mengijinkan pemerintah AS untuk tidak memberikan Visa bagi para koruptor Rusia. Browder berjuang ke berbagai lembaga pemerintah AS, untuk meminta supaya Proclamation 7750 bisa diimplementasikan sebagai ganjaran terhadap tindak korupsi para aparat pemerintah Rusia yang telah melakukan pengambilan uang pajak masyarakat Rusia sebesar $230 juta,  dan pembunuhan terhadap whistleblower. Selanjutnya upaya implementasi Proclamation 7750 dikenal sebagai Magnitsky Act.

Melalui bantuan Senator Cardin, melayanglah surat ditujukan ke Menteri Luar Negeri Hillary Clinton, yang dalam kesimpulannya tertulis:

I urge you to immediately cancel and permanently withdraw the US visa privileges of all those involved in this crime, along with their dependents and family members. Doing so will provide some measure of justice for the late Mr Magnitsky and his surviving family and will send an important message to corrupt officials in Russia and elsewhere that the US is serious about combating foreign corruption and the harm it does.

Terlampir di dalamnya adalah 60 nama dan profil aparat pemerintah Rusia yang terlibat dalam penyelewengan pajak dan pembunuhan Sergei Magnitsky. Tentu nama Kuznetsov dan Karpov juga ada di dalamnya. Senator Cardin berharap bahwa Visa masuk ke AS tidak pernah diberikan kepada 60 orang tersebut secara permanen.

Sebelum ada respon dari Menteri Luar Negeri, Browder mendapat kesempatan audiensi di depan Komisi HAM DPR, dipimpin oleh Jim McGovern. Dalam kesempatan tersebut, Senator Cardin dari Demokrat memberi pendapat bahwa: 

‘Sergei Magnitsky is one individual case, but there are thousands upon thousands of other cases just like his. And the people who do these things will continue doing them unless there is some way of challenging them and showing them there is no impunity.’

‘I think people who commit murder should not have the right to travel here and invest in businesses here. There should be a consequence. So one of the things I would like to do, we will not only send a letter to Hillary Clinton, but I think we should introduce legislation and put those sixty people’s names down there and move it to the committee and make a formal recommendation from Congress, pass it on the floor, saying to the administration, this is a consequence. You have got to do this, because if you don’t, nothing is going to happen. You have my pledge that we will do that.’

Senator McCain dari Republik, dalam pertemuannya dengan Browder, memberikan janjinya:

‘Chris (assistant), please coordinate with Senator Cardin right away to make sure you get me on that Bill.’

‘You’ve been a real friend to Sergei. Not many people would do what you’re doing, and I deeply respect that. I will do everything in my power to help you get justice for Sergei. God bless you.’

Setelah melalui berbagai rintangan, termasuk upaya politik senator John Kerry menggagalkannya, pada 16 November 2012 Magnitsky Act berhasil disetujui DPR AS melalui voting. 365 – 43. Perjuangan telah membuahkan hasil.

Rekomendasi

Buku yang sangat layak dibaca untuk mengetahui kondisi bisnis dan politik di pasca Uni Soviet. Di dalam buku ini akan banyak ditemukan cerita persaingan permainan kekuasaan oligarki dalam mengatur bisnis. Pegawai pemerintah bisa sangat kaya raya, mempunyai banyak asset mahal di luar negeri. Bagaimana mendapatkannya? Kejam dan brutal. Detail cerita ada di dalamnya. Pemimpin Rusia saat ini masih sama dengan era tersebut, Vladimir Putin. Apakah masih sama juga permainannya? Entahlah …

Tautan

Killer Business in Russia

Major Russian Oil Firms Face Investigation of Abuse

Russia Annuls Sidanco Issue, Heartening Minority Investors

The Washington Post: ‘Raiding’ Underlines Russian Legal Dysfunction

Stop the Untouchables. Justice for Sergei Magnitsky.

Browder’s Youtube Channel: RussianUntouchables

Author Bill Browder on his book Red Notice

Hermitage Reveals Russian Police Fraud

Read Full Post »

Resensi oleh: Anang SK

Perang sipil dengan bumbu sektarian keagamaan. Pertengahan tahun 1970an, sering muncul di harian Kompas tentang perang, pemboman dan aksi mogok makan, dalam kota Belfast, di Irlandia Utara. Sinn Fein, partai politik di Irlandia Utara dan IRA sayap militernya, sering kali terlihat seram dalam foto-fotonya. Seragam militer dengan topeng membungkus kepalanya. Begitu menancap dalam benak. Buku tentang proses perdamaian di Irlandia Utara, The Fight for Peace (dibeli di Perth 1994), karya Mallie & McKittrick, menjadi rujukan pengetahuan tentang konflik kekuasan Irlandia Utara, yang diwarnai isu sektarian katolik-protestan.

Keprihatinan terhadap seringnya media menyampaikan berita adanya kekerasan atas-nama agama di negeri ini dan konflik bersenjata di berbagai negara Timur Tengah, membuat banyak pihak bertanya-tanya, “sejak kapan kekerasan atas-nama agama ini terjadi dan apa penyebabnya?”. Mungkin perlu dipahami dulu sejarah konflik Timur Tengah, barangkali sumber penyebab ada disana. Lalu coba berselancar di Kindle, mencari buku tentang Timur Tengah.

Buku rujukan terbaru tentang konflik Timur Tengah yang ditemukan adalah Black Wave, karya Kim Ghattas. Format ebook, Kindle. Terbit tahun 2019. Buku ini dipilih karena Ghattas seorang journalis dan karya pertamanya “The Secretary” , yang resensinya ada dalam blog ini juga, gaya penyajiannya memang cukup informatif dan nyaman dibaca.

“What happened to us?”, adalah kalimat pembuka di bab Pendahuluan buku Black Wave, yang sekaligus sebagai panduan arah isi buku ini. Ghattas menengarai peristiwa besar yang terjadi di 3 negara Islam dalam tahun yang sama, 1979, mempunyai arti penting dalam sejarah konflik sektarian di negara-negara semenanjung Arab hingga  Asia Tengah dikemudian hari. Peristiwa tersebut adalah:

  1. Revolusi Iran. Jatuhnya Syah Iran dan berkuasanya Komeini
  2. Dikuasainya Kabah dan Masjidil Haram, oleh pemberontak Arab
  3. Invasi Uni Soviet ke Afganistan. Menjadi perang milisi Taliban yang dibantu Arab Saudi dan AS melawan Uni Soviet

Dari ketiga peristiwa di tahun 1979 tersebut, muncul gelombang kegelapan, black wave,  beruntun di negara-negara tersebut dan di beberapa negara Islam lainnya. Buku ini mencoba menjelaskan perjuangan melawan gelombang kegelapan kekuasaan yang seringkali harus dibayar dengan penderitaan hancurnya kebudayaan, represi bahkan  kematian yang mengenaskan. Seperti jurnalis Saudi Jamal Khashoggi, yang dibunuh dan dimutilasi di konsulat Saudi, Istanbul pada Oktober 2018. Atau Farag Foda, intelektual sekular Mesir yang dihakimi massa dengan hukuman mati karena berani berdebat dengan ulama dan mempublikasikan pemikiran sekularnya. Dianggap mengkhianati Islam. Tewas di depan kantornya dengan 7 peluru menembus tubuhnya dan melukai anaknya. Seperti biasanya, silent majorities yang  selalu banyak menanggung beban derita oleh kebijakan kelompok intoleran yang berkuasa. Betulkah kekuasaan yang diraih, sejatinya memang untuk kesejahteraan rakyatnya? Atau, kekuasaan untuk kuasa semata?

Sistematika penulisan buku ini, secara garis besar, disajikan berbasis negara, yang tidak ketat dan tidak dalam waktu yang berurutan. Keterkaitan sejarah antar negara, migrasi aktor penting di dalamnya, karena arah perjuangan atau risiko pilihan politik, dan proxy war, menyebabkan batasan negara pada masing-masing bab menjadai longgar. Setelah bab Pendahuluan yang menjelaskan maksud penulis, Kim Ghattas, yang kebetulan berkelahiran Lebanon menjadikan Lebanon sebagai awal cerita Black Wave. Selanjutnya tentang Iran, kemudian Arab, Syria, Iraq, Mesir, Pakistan, dst.  Di dalam bab-bab tersebut, terkait di dalamnya adalah negara-negara lain di kawasan Semenanjung Arab dan Asia Tengah. Namun, yang selalu ada dalam masing-masing bab tersebut adalah keterkaitan langsung atau tidak langsung, antara Saudi Arabia dan Iran.

Shirin Ebadi, hakim perempuan pertama, yang harus berhenti karena Revolusi Iran. Penerima Noble Perdamaian 2003.

Di Lebanon, mulai dengan pengungsi Palestina dan PLO di wilayah selatan. Lembah Beqqa menjadi wilayah pelatihan milisi bersenjata Iran yang kelak berkembang sebagai Pengawal Revolusi Iran dan tempat lahirnya Partai Hezbollah dengan Hassan Nasrallah sebagai Sekjennya sejak 1992, dengan dukungan Iran dan Syria. Disisi lain, Rafiq Hariri adalah Perdana Menteri Lebanon, pengusaha besar percetakan Quran di Saudi, yang mempunyai kewarganegaraan Saudi Arabia dan menjadi Perdana Menteri Lebanon atas dukungan kerajaan Saudi dan Syria, pada awalnya. Namun, kaum Shiah merasa terpinggirkan oleh Hariri yang dianggap lebih mementingjan Sunni. Terbunuh, 4 hari setelah pertemuan yang akrab dengan Nasrallah, karena bom truk bunuhdiri di Beirut pada tanggal 14 Februari 2005. Syria jadi terduga.

Di Pakistan. Ali Bhutto yang pluralis, beristrikan perempuan Iran Shia, digantikan dengan paksa dan dihukum mati oleh Jendral Zia Ul-Haq. Yang kemudian menggantikannya sebagai Presiden. Ideolog dan filsuf Islam Abul A’la Maududi, pendiri Jamaat-e-Islami, yang banyak menginspirasi Sayyid Qutb di Mesir dan Khomeini di Iran, sangat mewarnai gaya kepemimpinan Zia dalam model pemerintahan Islam yang dianutnya. Maududi adalah orang pertama penerima penghargaan Raja Faisal, Saudi untuk jasanya bagi Islam, 1979. Beliau juga sebagai Penasihat di Universitas Madinah. Raja Khaled, Arab Saudi dalam ucapannya kepada Zia, juga  berharap untuk “melihat penerapan hukum Islam di semua negara Muslim”. Distrik Kurram dengan 40% warga Shia, di perbatasan Afghanistan, menjadi tempat konflik bersenjata Shia-Sunni.

Di Iraq. Najaf dan Karbala menjadi pusat Shia di negara yang dikuasai Sunni. Khomeini pernah tinggal di Najaf dalam pelariannya dari Iran dimasa Shah Iran. Pertempuran sektarian Sunni-Shiah dengan dukungan masing-masing dari Saudi dan Iran, sering terjadi di wilayah ini. Bahkan milisi dari wilayah ini sering dikirim ke daerah lain dan menjelma menjadi the Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) vs the Iranian Revolutionary Guard Corps (IRGC).

Di Syria, sering terjadi pertempuran antara ISIS, Sunni radikal yang selalu diasosiasikan dengan Saudi Arabia, melawan IRGC atau Syrian Freedom Army, dukungan Iran. ISIS deklarasikan Raqqa, Syria sebagai kantor pusat

Di Yaman. Saudi mendukung pemerintah Yaman memerangi kelompok Houthi yang didukung Hezbollah dan Iran

Seperti lazimnya politik, permusuhan atau perkawanan adalah tidak langgeng, atau bisa berubah karena kepentingan. Syria, Iran dan Arab pernah berada dalam satu kubu bersama Amerika Serikat, ketika melawan Iraq di Kuwait. Di tahun 1960an, Arab Saudi mendukung kelompok Shia Zaidi, bahkan mendapat tawaran bantuan dari Iran. Namun sekarang Saudi justru memerangi Houthi dan Iran di Yaman.

Menurut Ghattas, bentuk korban budaya yang sering dialami dengan dicanangkannya negara atau komunitas dalam kekuasaan hukum sektarian, seperti yang dialami Arab, Iran (sejak Revolusi Iran)  Pakistan (sejak pemerintahan Zia Ul-Haq), Mesir (setelah Nasser), komunitas Hizbollah, ISIS, Yaman (dibawah Hothi), adalah melemahnya pendidikan, terpuruknya hak-hak azasi perempuan, seperti kesempatan mengecap pendidikan, pekerjaan, bersosialisasi, berpakaian ‘bebas’. Di Pakistan, pria diwajibkan berpakaian kurta dan salwar. Pakaian budaya asli Pakistan. Tak ada lagi budaya berpikir kritis. Pelanggaran hal-hal diatas bisa berujung penjara, pengasingan atau bahkan kematian. Mereka yang pernah mengalaminya dan bagaiman sangsinya di berbagai negara tersebut, banyak disajikan dalam buku ini. Menyedihkan.

Untuk lebih memudahkan dalam membaca summary buku ini, kompilasi berbasis negara yang telah disusun berdasar kronologi, bisa dibaca secara terpisah berdasar tautan berikut ini:

Membaca buku ini hingga akhir, bukti-bukti yang disajikan akan mengkerucut ke kesimpulan bahwa Gelombang Kegelapan yang dialami negara-negara Islam besar tersebut, yang riak-riaknya mulai muncul di negeri kita tercinta ini, sudah ada sejak konflik kekuasaan Sunni-Shia, setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Walaupun secara tersurat, Ghattas tidak mengatakan demikian, bahkan menurutnya  sebelum 1979 sebenarnya Arab-Iran dalam kondisi ‘sejuk’. Apakah Ghattas melakukan bias konfirmasi? Entahlah, mungkin pembaca perlu menelisiknya lebih dalam melalui sumber-sumber lain untuk kejelasannya. Ghattas sepertinya lebih perhatian pada hilangnya “hak-hak azasi”, akibat kepemimpinan sektarian para elite negeri, seperti Arab Saudi, Pakistan, Iran, Lebanon dibawah partai Hezbollah, Hothi di Yemen, dll.

Terlepas dari opini Ghattas terhadap berbagai peristiwa obyektif yang disajikan, buku ini tetap layak dan berharga untuk dipelajari. Terlebih karena Ghattas sudah berusaha keras untuk connecting the dots berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai negara dan menyajikannya dalam cerita yang logis, rapi dan enak dibaca. Meskipun informasi penanggalan, yang seringkali tanpa angka tahun, perlu pembaca pastikan dari penjelasan di halaman-halaman depannya atau bahkan perlu mengacu dari Wikipedia. Ghattas banyak menggunakan informasi Wikipedia untuk menjelaskan tokoh-tokoh dalam buku ini.

Setidaknya, buku ini memancing keingintahuan lebih dalam, untuk mempelajarinya dari sumber-sumber valid lainnya. Sangat direkomendasikan kepada siapapun yang ingin mempelajari tentang konflik Timur Tengah.

Tautan:

What is Sahwa, the Awakening movement under pressure in Saudi?

Telling the Truth, Facing the Whip

Iranian Green Movement

Nasr Hamid Abu Zayd, Tafsir Qur’an, dan Islam Senyum ala Indonesia

How The CIA Overthrew Iran’s Democracy In 4 Days

Black Wave by Kim Ghattas review — why 1979 is the key to understanding today’s Middle East

Who are the Taliban?

Who Are the Taliban and How Did They Conquer Afghanistan?

Afghanistan airport attack: Who are IS-K?

Read Full Post »

Black Wave – Perancis

Back to: BLACK WAVE

6 Oktober 1978

Ruhollah Khomeini sampai di Paris. Kota yg dipilih karena kemudahan akses media internasional dan adanya kebebasan bicara. Tinggal di kota kecil Neauphle-le-Château, di luar Paris. Penerbangan ditemani oleh puteranya, Ahmad, Ebrahim Yazdi (pemimpin The Liberation Movement of Iran (Nehzat-e azadi-ye Iran) atau LMI (disebut juga Iran Freedom Movement, or IFM),) dan 2 lainnya. Sebelumnya, Sadegh Ghotbzadeh dan Abolhassan Banisadr (intelektual Paris) mengurus Visa Khomeini utk 3 bulan tinggal  di Perancis.

Dalam 4 bulan di Perancis, Khomeini sudah menyelesaikan wawancara dengan 132 media nasional/internasional. Semakin terkenal. Mohsen Sazegara mengatur wawancara media massa tersebut.

Mohsen Sazegara meninggalkan Iran pada tahun 1975 untuk belajar di Chicago, di mana dia berteman dengan Yazdi dan bergabung dengan LMI. Ia kembali ke Iran tahun 1978, dengan membawa pamflet tentang revolusi dan dokumen rahasia untuk sesama aktivis LMI.  Mohsen Sazegara membantu mengorganisir pemogokan dan demonstrasi. Serta memunculkan beberapa slogan untuk revolusi, diantaranya, “Marg barg shah, Death to the shah” dan “Shah beyad beravad, The shah must go”.

Ebrahim Yazdi, Sadegh Ghotbzadeh, dan Abolhassan Banisadr menterjemahkan pidato-pidato Khomeini setiap harinya kedalam bahasa Perancis dan Inggris untuk konsumsi internasional.

Ratusan pengunjung Khomeini semakin banyak berdatangan dari Iran dan negara-negara Islam lain. Dari bermacam-macam kelompok. Shiah, Sunni, Ikhwanul Muslimin dan berbagai kelompok Islam yang terrepresi di negaranya (Mesir, Iraq, dll). Mereka merasa mendapatkan inspirasi, ide dan taktik baru untuk melawan penguasa dzalim di negaranya masing-masing.

Khomeini mengatakan pada wartawan Guardian, “I don’t want to have the power or the government in my hand. I am not interested in personal power.”

Bani Sadr meminta Khomeini untuk tidak menyatakan tentang wilayat al-faqih atau negara theokrasi Islam. Bahkan sebaliknya Khomeini menyatakan bahwa perempuan Iran bisa menjadi Presiden. Hemmm …

1 Februari 1979

Pukul 1 dini hari, Air France Boeing 747, membawa Khomeini dan rombongan menuju Tehran, Iran. “Hichi (nothing)”, jawab Khomeini ketika ditanya wartawan ABC News, Peter Jennings di dalam pesawat yang membawanya ke Tehran, “Ayatollah, would you be so kind as to tell us how you feel about being in Iran?”

Dua opsi yang semula direncanakan di Perancis adalah:

  • Membuat pemerintahan di pengasingan yang akan mendapatkan pengakuan internasional. Kemudian memaksa PM Shahpour Bakhtiar untuk mengundurkan diri. Atau,
  • PM Shahpour Bakhtiar mengajukan pengunduran diri ke Khomeini di Perancis dan mempersilahkannya untuk membentuk kabinet serta melakukan referendum untuk membentuk pemerintahan baru.

Mohsen Sazegara menyetujui permintaan Khomeini untuk segera kembali ke Tehran setelah kaburnya Shah Iran. Ebrahim Yazdi tidak setuju,

“Mohsen, I understand, you’re right, but here in Neauphle-le-Château, there are only low-ranking clerics around Ayatollah Khomeini. We can control them, we can control the ayatollah. In Iran, there are high-ranking clerics, his friends, and they will take him out of our hands. Whatever we have done so far will be ruined by them.”

Sikap Ebrahim Yazdi mewakili kekhawatiran kelompok nasionalis kiri, para inisiator gerakan massa di Iran.

21 Februari 1979

Yasser Arafat meninggalkan Tehran

22 Februari 1979

Ebrahim Yazdi menerima pesawat charter dar Islamabad, Pakistan yang membawa penumpang dari Ikhwanul Muslimin (IM) Syria dan Mesir, Jamaat e-Islami Pakistan, dan lainnya dari Kuwait, Arab dan Indonesia. Mereka bermaksud bertemu dengan Khomeini. Youssef Nada sebagai penyandang dana IM Mesir mencharter pesawat tersebut. IM bermaksud mengangkat Khomeini sebagai pemimpin bangsa Islam. Mereka melihat kemenangan Khomeini sebagai kemenangan terhadap opresi, kolonialisme dan imperialisme.

Back to: BLACK WAVE

Read Full Post »

Black Wave – Saudi Arabia

Back to: BLACK WAVE

25 Raja sejak 1720:

Raja Saud I (1640-1725) memerintah 1720-1725

Kingdom of Saudi Arabia (1932–present)

Ibn Saud Abdul Aziz II (1875-1953) memerintah 1932-1953

Saud IV (1902-1969) memerintah 1953-1964 (turun tahta)

Faisal II (1906-1975) memerintah 1964-1975

Khalid II (1913-1982) memerintah: 1975-1982

Fahd I (1921-2005) memerintah: 1982-2005

Abdullah IV (1924-2015) memerintah: 2005-2015

Salman I (1935-) memerintah 2015-

Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb (1703-1791) adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat sebagai mufti Daulah Su’udiyyah yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi. Ultra-orthodox and fundamentalist.

Abdelaziz ibn Saud bekerjasama dengan Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb membangun Arab Saudi.

Muhammad Abduh (1849-1905), pemikir muslim dari Mesir, dan salah satu penggagas gerakan modernisme Islam.

Wahhabisme, faham yang mengikuti ajaran Abdelaziz ibn Saud, tidak mentolerir tindak apa pun yang bisa dianggap menyembah kekuatan selain Tuhan: tidak syafaat para wali, tidak batu nisan di kuburan atau kunjungan ke kuburan orang yang dicintai, bahkan tidak menyembah nabi—semuanya adalah syirik.

1926

Kelompok Wahabi menguasai Hejaz dan merusak situs-situs mulia.

1938

Ditemukan minyak dimasa pemerintahan Raja Abdelaziz ibn Saud

1940

Abdelaziz bin Baz (Bin Baz) dipenjara karena menyerukan untuk menentang keberadaan non-muslim di semenanjung Arab.

1945

Kesepakatan Arab dengan Franklin D. Roosevelt, Presiden AS. Arab mendapat perlindungan keamanan dan AS berhak melakukan eksploitasi minyak Arab. Revenue cukup untuk membangun negeri.

1950an

Abu al-Mawdudi duduk sebagai penasihat Islamic University di Madina, dimana Bin Baz sebagai Wakil Rektor

1953

13.000 pekerja Aramco melakukan demonstrasi selama 2 minggu menuntut dibebaskannya rekan-rekan mereka yang ditangkap pemerintah krn melakukan penggalangan buruh.

Tahun 50an-60an adalah masa politik nasionalis sayap kiri marak di dunia Arab.

1960an

Abdelaziz bin Baz sbg rektor Universitas Medina turut mendukung Wahabisme. Di Madina, gambar dan poster di ruang publik mulai dihilangkan. Manaquin di toko-toko pakaian juga dirusak. Bin Baz mentornya.

1962

Saudi mendanai the World Assembly of Muslim Youth (WAMY) sebesar $250,000 per tahun. Meningkat menjadi $13 juta di tahun 1980. Dan di tahun 1999, membelanjakan $22 Milyar untuk kepentingan Islam di dunia, termasuk untuk keperluan pendidikan dan kebudayaan.

Saudi berniat menempatkan diri sebagai pusat pembela agama Islam, dengan segala cara, dan di setiap lini, dari pendidikan hingga politik, dari budaya hingga medan perang.  Pada 1960-an dan 1970-an, Raja Faisal telah mengerahkan dolar minyaknya untuk mempromosikan agama sebagai perlawanan terhadap komunisme dan nasionalisme pan-Arab.

1963

Ruhollah Khomeini dan Al Maududi, pendiri Jamaat-e Islami Pakistan, bertemu di Mekkah saat ibadah Haji.

1973

Harga minyak naik dari $3/barrel menjadi $12/ barrel dalam 1 hari. Dan menjadi $50 tahun 2019.

1970 – 1974, revenue dari minyak meledak, dari $1.2 billion ke $22.5 billion.

1976

Juhayman al-Otaibi membentuk kelompok yang kritis terhadap pemerintahan istana.

1977

Juhayman al-Otaibi (40 tahun, berklg) membentuk kelompok yang lebih keras. Bahkan menganggap kelompok Bin Baz terlalu lunak dan cenderung kompromi terhadap istana. Pamflet kecaman terhadap istana yang ditandatangani Mohammed bin Abdullah al-Qahtani mulai disebar-luaskan.

1978

Penangkapan terhadap kelompok Juhayman mulai terjadi. Bin Baz melalui Menteri Dalam Negeri Prince Nayef bin Abdelaziz berhasil membebaskan para tahanan tsb. Juhayman melarikan diri dan mulai menyusun strategi pembajakan Masjidil Haram, Mekkah.

Maarouf Dawalibi, ex PM Syria, professor Hukum Islam lulusan Sorbonne, Perancis, menjadi Penasihat Raja Khalid, Arab Saudi. Aktor kunci dalam mendukung Saudi Arabia dalam mengimplementasikan visi sosial Bin Baz menuju kegelapan Pakistan.

Selasa, 20 November 1979

Mekah 1979: Pengepungan Masjidil Haram yang mengubah sejarah Arab Saudi

Juhayman al-Otaibi, mantan tentara Saudi Arabia setelah 18 tahun mengabdi, bersama 200 pengikutnya menguasai Masjidil Haram, Mekah. Mohammed bin Abdullah al-Qahtani dinyatakan oleh para pemberontak sebagai Mahdi. Pemerintah Arab Saudi, dengan bantuan tenaga ahli dari Perancis, butuh satu minggu untuk menguasai kembali Masjidil Haram. Semua pemberontak di hukum mati. Mereka menuntut:

  • pemutusan hubungan dengan Barat,
  • menghentikan semua ekspor minyak ke Barat,
  • mengusir semua orang asing, dan
  • menyingkirkan Wangsa Saud dan para ulama yang gagal menegakkan kemurnian Islam.

Pernah terjadi pemogokan buruh pada 1950-an.  Namun kali ini adalah pertama kalinya kekerasan digunakan dalam menyampaikan unjuk rasa.  Banyak pihak kehilangan haknya karena tertinggal modernisasi yang cepat dan terencana dengan buruk sehingga berdampak ketegangan dan ketidaksetaraan sosial.

DR. Sami Angawi, putra seorang polisi Arab Saudi dan muthawif. Seorang arsitek lulusan London dan AS.

22 November 1979, Kamis

Mohammed Abdullah al-Qahtani yang dinyatakan oleh kelompok pembajak Masidil Haram sebagai Mahdi, tewas oleh granat yang dipegangnya dari lemparan oleh tentara Arab Saudi.

25 November 1979

Ratusan orang turun ke jalan di Qatif, Saihat dan Safwa. Mereka meneriakkan “Death to Al-Saud“. Pemerintah mengirim tentara dari Mekkah untuk memadamkan aksi mass tsb.

30 November 1979

Demonstrasi di Qatif, Saihat dan Safwa berhasil dipadamkan. 20 orang tewas.

Tuesday, December 4, 1979

Dgn bantuan tenaga ahli militer dan 300 kg gas air mata dari Perancis, Tentara Saudi Arabia berhasil menguasai kembali Majidil Haram. Korban menjnggal 270 orang (127 tentara kerajaan, 117 pemberontak, 26 peseta haji) dan 450 luka.

6 Desember 1979

Raja Khaled melakukan sholad di Masjidil Haram dan tawaf di Kabah, Mekkah. Bahkan sempat minum air zamzam disana. Masjidil Haram sudah sepenuhnya beroperasi normal. Berita tersebar ke seluruh dunia.

January 9, 1980

Hukuman pancung dilakukan terhadap 63 orang pelaku pembajakan Masjidil Haram. Juhayman al-Otaibi dan pengikutnya.

Juhayman al-Otaibi sudah hilang, tapi misi mereka tetap eksis. Bin Baz masih berjuang menegakkan Wahhabi. Dan istana mulai terperdaya. Presenter wanita mulai ditarik dari televisi.  Surat kabar harus menghapus wajah wanita dalam setiap gambar yang mereka terbitkan. Karyawan perempuan mulai dikurangi, bahkan juga dalam perusahaan asing. Bioskop di Jeddah ditutup. Konser penyanyi Fairuz menghilang di televisi dan radio. Polisi agama mulai dengan ketat menegakkan waktu sholat, menggunakan cambuk. Kultur yang tidak terjadi sebelum peristiwa pembajakan Masjidil Haram.

6 Agustus 1980

Sadham Hussein bertemu Raja Khaled di Saudi Arabia utk membicarakan ttg sikap negara-negara Arab terhadao Israel. Ini pertemuan pertamakalinya seja runtuhnya kekaisaran Iraq 1958.

September 1980

Beredar luas di Saudi Arabia, Mesir, Kuwait dan negara-negara Arab lainnya, buku berjudul “And Now the Magi’s Turn Has Come”, karya Mohammad Zayn al-Abidin Surur (1938 – 11 November 2016), Ikhwanul Muslimin Syria, yang benci terhadap Hafez al-Assad dukungan Iran. Hidup dai Saudi Arabia, kemudian menetap di Kuwait. Buku tentang anti Shia. Dia dipuji karena mengembangkan tren Islamis yang kemudian dikenal sebagai Sururisme (atau Sururi), yang menggabungkan “metode organisasi dan pandangan dunia politik Ikhwanul Muslimin dengan puritanisme teologis Wahhabisme.”

Bin Baz, Wakil Rektor di Universitas Medina dan Ketua Konsul Saudi untuk Ulama Senior, memesan 3.000 copy buku tentang Anti-Shia, “And Now the Magi’s Turn Has Come” karya Mohammad Zayn al-Abidin Surur. Abd al-Aziz ibn Baz (Bin Baz) membantu mempromosikannya. Selanjutnya, 120.000 copy buku dicetak lagi untuk disebarkan di negara-negara Arab lainnya.

1981

Pangeran Fahd bin Salman Al Saud menawarkan konsep 8 Poin Perdamaian Palestina – Israel. Aktifis Iran menentangnya, bahkan mencercanya sebagai Musuh Islam.

Arab Saudi menghabiskan $3 milyar untuk mendukung perang Afghanistan – Soviet selama 8 tahun, sejak 1979.

Desember 1981

Arab Saudi sudah mengucurkan $10 Milyar untuk Iraq dalam perang melawan Iran.

Desember 1982

Berlanjut dengan $20-$27

April 1983

Maarouf Dawalibi. Penasihat Suriah untuk raja Saudi, yang juga menjabat sebagai kepala Kongres Muslim Dunia, berperan penting dalam mengumpulkan pendukung Saudi Arabia untuk Konferensi Islam Populer (PICO): 280 ulama muncul,  serta aktivis dari lima puluh negara. Terbanyak delegasi Pakistan, Sa’id Hawwa, pimpinan IM Syria juga hadir.

31 Juli 1987

Pawai jemaah haji Iran provokatif dengan membakar bendera AS. Terjadi pertentangan antara Polisi Arab Saudi dengan jamaah haji Iran bersenjata tajam di Mekkah, mengakibatkan 400 orang meninggal.

2 Agustus 1987

Provokasi Ayatollah Akbar Hashemi Rafsanjani terhadap massa aksi menuntut balas atas korban haji di Mekkah, berakibat tewasnya diplomat Arab Saudi di Kedubesnya, Tehran.

3 Juli 1988

USS Vincennes menembak jatuh pesawat komersial Airbus A300, Iran Air 655 di atas Selat Hormuz. Tewas 290 penumpang sipil.

20 Juli 1988

Ruhollah Khomeini mengusulkan cease fire dengan Iraq.

1990

Syekh Bin Baz mengeluarkan fatwa bahwa dalam kondisi tertentu, negara Muslim diperbolehkan meminta bantuan ke negara non-Muslim. Fatwa ini diserukan kagi pada tahun 1991. Arab meminta bantuan AS untuk memerangi Iraq di Kuwait.

2 Agustus 1990

Pasukan Iraq melintas batas Kuwait.

8 Agustus 1990

AS mengirim 15.000 pasukan memasuki Kuwait.

6 November 1990

70 wanita Saudi berkumpul di tempat parkir supermarket al-Tamimi Safeway di Riyadh, kemudian mengemudi melewati kota.

Perempuan dilarang bekerja di kantor pemerintah, seperti mengajar di universitas. BinBaz mengeluarkan fatwa bahwa perempuan dilarang mengemudi.

1991

Seperti halnya IM Mesir dan IM Syria yang beragenda politik, IM Arab bertansformasi dari Wahhabi Salafi, yang secara tradisional patuh pada rambu-rambu pemerintah, menjadi Salafi yang lebih aktif. Beberpa pihak menyebutnya Qutbist atau Sururi Wahhabism. Pengikut Sayyid Qutb atau Surur.

Mansour al-Nogaidan, seorang muslim liberal. Pernah ditahan karena melakukan pemboman sebuah toko video di Buraidah, 3.5 jam arah barat laut dari Riyadh.

13 November 1995 11.40 am

Bom meledak di lokasi parkir, Riyadh. 6 orang tewas. 5 orang diantaranya adalah bangsa AS. Abdelaziz Mu’atham adalah dalang pemboman tersebut. Mengaku terinspirasi oleh Bin Laden.

1996

Pemerintah Saudi mengakui pemerintah Taliban dan Imarah Islam Afghanistan. Saudi mendukung pertumbuhan Taliban, kaum revolusioner yang memeluk kemurnian Islam yang mungkin dicita-citakan oleh Keluarga Saud, tetapi tidak akan pernah bisa dicapai karena Arab Saudi bersekutu dengan Barat.

Juni 1996

Bom mobil berisi 20.000 pound TNT meledak di bangunan berlantai 8, tempat personel Angkatan Udara Amerika di Menara Al-Khobar, di Provinsi Timur Arab Saudi. 19 prajurit Amerika tewas, dan lebih dari 400 orang terluka.

1999

Mansour al-Nogaidan tetap menulis artikel di harian Saudi, tentang kerisauannya terhadap pemahaman agama Islam. Dia berharap bahwa setiap orang berhak untuk bertanya kepada para pemimpin umat.

Mei 1999

Menteri Pertahanan Arab Saudi melakukan kunjungan menegaraan ke Tehran, Iran.

11 September 2001, at 4:46 p.m.

TV Al-Jazeera menyiarkan berita runtuhnya gedung World Trade Centre, New York City

13 September 2001

Menteri Luar Negeri Colin Powell mengidentifikasi Bin Laden sebagai tersangka utama.

15 September 2001

Lebih dari 12 orang penyerang 11/9 adalah warga Saudi Arabia

27 September 2001

Kepala FBI Robert Mueller mengumumkan nama dan wajah para pelaku penyerangan 11/9.

2003

Jamal Khashoggi, diberhentikan sebagai editor harian Al-Watan, karena banyak mengkritisi kebijakan Menteri Dalam Negeri, Pangeran Nayef bin Abdulaziz. Jamal pindah ke London, kemudian Washington DC, membantu Dubes Arab Saudi untuk AS, Turki al-Faisal di bidang media.

Jamal Khashoggi memiliki pembaca setia untuk kolomnya di harian pan-Arab milik Saudi Al-Hayat, dan setelah dia bergabung dengan Twitter pada 2009, dia mempunyai 1,7 juta pengikut. Menjadi acuan informasi media Barat terkait Arab Saudi.

Mei dan November 2003

Terjadi pemboman di Riyadh. 56 tewas dan ratusan luka. Pelaku pemboman adalah warga Saudi, anggota Al-Qaeda.

28 November 2003

Mansour al-Nogaidan menulis di New York Times,Telling the Truth, Facing the Whip,:

“I cannot but wonder at our officials and pundits who continue to claim that Saudi society loves other nations and wishes them peace, when state-sponsored preachers in some of our largest mosques continue to curse and call for the destructions of all non-Muslims.”

Mansur ditahan selama 4 hari.

2004

Mansour al-Nogaidan dinyatakan Kafir oleh mufti kerajaan Saudi.

Setelah aksi 11/9, AS menyarankan supaya Saudi arabia mulai mencermati penggunaan dana sumbangannya. Ada 300 sumbangan privat sebesar $6 milyar per tahun untuk kepentingan Islam ke berbagai belahan dunia. Ada $1.6 juta per hari sumbangan perseonal orang-orang kaya Arab yang bisa jadi salah sasaran. Perkiraan, hampir $60 juta yang sumbangan ke badan amal yang berbasis di Saudi salah sasaran. Dan $2 juta per tahun masuk ke Al-Qaeda.

Agustus 2005

Raja Fahd wafat. Digantikan Pangeran Abdallah yang de facto sudah menjalankan pemerintahan.

23 January 2015

Raja Abdullah wafat dan Salman menjadi raja.  Dia mengangkat putranya Mohammad bin Salman (MBS), 30 thn,  sebagai Menteri Pertahanan dan Ketua Pengadilan Istana (Royal Court).

January 2016

Eksekusi mati dikenakan terhadap militan Sunni al-Qaeda. Juga terhadap ulama Shia Sheikh Nimr al-Nimr. Protes terhadap kebijakan pemerintah Saudi Arabia, dengan dukungan Iran.

26 Maret 2015

Intervensi koalisi 9 negara (Asia Barat hingga Afrika Utara) dalam perang Yaman, dipimpin Saudi Arabia dibawah MBS, sebagai Menteri Pertahanan, atas permintaan Presiden Yemen, Abdrabbuh Mansur Hadi karena gangguan kelompok Houthi. Kode operasi Operation Decisive Storm

September 2016

14.000 perempuan menandatangani petisi untuk meminta Raja supaya mencabut sistem perwalian pria (male guardianship system)

2017

Jamal Khashoggi (13 October 1958 – 2 October 2018), jurnalis Saudi yang meyakini kebenaran demokrasi dan pluralism, meninggalkan Jeddah, ke AS. Desember 1981, Kashoggi di masa mudanya, turut menyebarkan pamphlet anti-Shia saat pameran buku Muslim, Arab Youth Association di Springfield, Illinois.

24 June 2018

Ribuan perempuan di berbagai kota melakukan selebrasi menyetir mobil keliling kota. Pemerintah mengijinkan perempuan menyetir mobil.

2019

Salah satu instalasi minyak Saudi Arabia ditembak drone. Diduga milik Iran.

Back to: BLACK WAVE

Read Full Post »

Black Wave – Syria

Back to: BLACK WAVE

Membaca Konflik Suriah

1970

Hafez al-Assad telah berkuasa dalam kudeta istana tak berdarah pada November 1970, oleh partainya sendiri, Partai Baath yang nasionalis, sosialis, dan seolah-olah sekuler. Berasal dari kelompok Alawite, komandan angkatan udara dan bekas menteri Pertahanan, Hafez al-Assad kemudian memimpin negara mayoritas Muslim Sunni.

Hafez al-Assad pernah menawarkan perlindungan kepada Ruhollah Khomeini di Damaskus ketika ayatollah harus meninggalkan Irak (tahun?). Shariati dimakamkan di Damaskus ketika jenazahnya tidak dapat dibawa ke Teheran. Suriah adalah negara pertama yang mengakui kemenangan Khomeini dan mengirimkan ucapan selamat dua hari setelah jatuhnya pemerintahan Shahpour Bakhtiar.  Pemimpin Suriah itu bahkan telah menyediakan pesawat yang membawa Arafat ke Teheran.

Sekarang Mesir berteman dengan Israel dan Amerika, Hafez al-Assad bersukacita atas penambahan garis keras baru ke kamp anti-Barat, anti-Israel. Khomeini sepertinya melihat manfaat dari hubungan yang berkelanjutan dengan Hafez al-Assad

1973

Hafez al-Assad mengumumkan konstitusi baru, yang untuk pertama kalinya dalam sejarah Suriah tidak mengharuskan presiden Suriah adalah Muslim. Ikhwanul Muslimin mengorganisir protes di Hama terhadap Partai Baath sekuler. Kerusuhan menyebar ke kota-kota besar seperti Homs dan Aleppo. Hafez al-Assad mengamandemen konstitusi, tetapi menolak tuntutan agar Islam menjadi agama negara. Peningkatan kekerasan terhadap kaum Alawi: pekerja, dokter, syekh, dan intelektual.

June 16, 1979

Seorang kapten Sunni di akademi artileri Aleppo menembaki taruna berseragam, kebanyakan dari mereka Alawi. Pemerintah menyatakan 32 orang tewas, tanpa menyebutkan sektarian. Sumber tidak resmi, menyebutkan 83 orang tewas.

Ikhwanul Muslimin menyangkal keterlibatannya, tetapi rezim Hafez al-Assad tetap menyalahkan mereka dan melancarkan tindakan keras terhadap kelompok tersebut, menjaring ratusan dan mengeksekusi puluhan. Hafez al-Assad menganggap oposisi terhadap pemerintahannya adalah pemberontakan Islam.

1980

Yassin al-Haj Saleh (born February 1, 1961), pemuda, jurnalis, idealis kiri, anggota Syrian Communist Party dihukum 16 tahun, di penjara Tadmur, dari 1980-1996. Menulis buku The Impossible Revolution: Making Sense of the Syrian Tragedy“.

1982

Rezim Hafez al-Assad akan menghancurkan Ikhwanul Muslimin dengan meratakan seluruh bagian kota Hama dan membunuh lebih dari 15.000 orang.

13 Oktober 1990

Syria invasi ke wilayah Kristen di Lebanon. AS ‘tutup mata’ karena Syria turut bersepakat bergabung bersama Arab, Iran dan AS untuk menentang Iraq, yang melakukan invasi ke Kuwait.

1996

Yassin al-Haj Saleh, keluar dari penjara, pindah ke Damascus. Banyak menulis artikel tentang sosial lolitik Syria dan Arab. Menjadi target dari pemerintah Syria dan kelompok Islam radikal. Beristrikan Samira al-Khalil, aktifis kiri. 2017 pindah ke Turki, selanjutnya ke Berlin.

2009-2011

Zahran Alloush dipenjara oleh pemerintah Syria karena aktifitas Salafinya.

29 Juli 2011

Berdiri Tentara Pembebasan Suriah, atau Free Syrian Army (FSA). Didirikan oleh perwira Angkatan Bersenjata Suriah yang tujuannya adalah untuk menjatuhkan pemerintah Bashar al-Assad.

2013

Syria terjebak dalam pertentangan antara spiritual Muhammad ibn Abd al-Wahhab dengan Khomeini. Atau, antara the Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) vs the Iranian Revolutionary Guard Corps. (IRGC)

Maret 2013

Raqqa dikuasai Free Syrian Army (FSA).

Jabhat al-Nusra, yang selalu memenangkan perang. AS menganggap Nusra sebagai teroris yang mempunyai hubungan dengan Al-Qaeda. Pemimpinnya, teman Abu Musab al-Zarqawi dan Abu Bakr al-Baghdadi, adalah mereka yang memerangi AS di Iraq, setelah 2003.

April 2013

Baghdadi menuju Syria untuk mempercepat realisasi Negara Islam, kekhalifahan tanpa batas negara, ISIS. Menaklukkan FSA dan kelompok Syria lainnya. Menguasai Raqqa, dan mengambil alih wilayah kekuasaan al-Nusra. Baghdadi mengumumkan secara resmi terbentuknya ISIS.

Mei 2013

Hezbollah mengirim ratusan tentara ke perbatasan Syria, Qusayr. Tewas 100an tentara Hezbollah.

Summer 2013

ISIS menempati gedung besar di Raqqa, sebagai kantor pusat.

Agustus 2013

Barack Obama menghentikan serangan terhadap Syria, yang dilakukannya sebagai peringatan terhadap penggunaan senjata kimia oleh Saad.

21 August 2013

Terjadi 400 korban tewas karena senjata kimia yang dilancarkan tentara Syria di Eastern Ghouta. Wilayah di luar Damaskus yang dikuasai oposan.

Akhir 2013

Untuk kepentingan perlawanan terhadap Syria, Arab Saudi banyak menyumbang kelompok Jaysh al-Islam, pimpinan Zahran Alloush, aktifis Salafi lulusan Universitas Madina. Sudah terlatih sejak di Arab Saudi.

Januari 2014

ISIS mengumumkan bahwa Raqqa adalah pusat kekhalifahan baru.

Maret 2014

ISIS meledakkan pos Iran di Raqqa. Dijadikan sebagai masjid Sunni. Gambar Khomeini dan Ali Khamenei diturunkan. Tentara ISIS atau al-Nusra, banyak masuk dari Russia, Tunisia, Mesir dan Jordan. Sementara Iran banyak merekrut dari Afghanistan dan Pakistan.

Hezbollah dan relawan perang dari Shia Pakistan dan Afghanistan mulai berdatangan ke Iraq dan Syria. Sementara Sunni dari berbagai belahan dunia Arab mulai memberi sumbangan dan dukungan relawan juga, untuk melawan Bashar al-Assad dan Iran.

Teror pembunuhan, penyaliban dan,pemancungan, mulai sering terlihat di Syria.

Juni 2014

Baghdadi yang sudah menguasai banyak wilayah, hingga perbatasan Turki. Mempunyai milisi bersenjata jauh lebih besar daripada tentara Iraq. Mulai mengirim banyak milisi bersenjata, menyeberang ke Syria.

ISIS banyak merusak peninggalan2 bersejarah di Iraq dan Syria, dengan alasan polytheism atau pemujaan kepada yang bukan Allah.

Jamal Khashoggi, jurnalis Saudi Arabia, melihat Wahabi radikal ada dalam ideologi ISIS..

2015

Russia mulai membantu Syria. Melakukan pemboman di wilayah musuh.

Agustus 2017

Perang ISIS vs IRGC berlanjut di perbatasan Syria-Iraq di selatan, al-Tanf. IRGC kalah dan ISIS memancung Mohsen Hojaji, 26 thn, warga Iran. Dijadikan martyr.

October 2017

AS klaim menaklukkan ISIS di Raqqa. IRGC kembali ke Raqqa dan merenovasi masjid Shia yang dihancurkan ISIS.

Back to: BLACK WAVE

Read Full Post »

Black Wave – Turki

Back to: BLACK WAVE

2 October 2018

Jamal Kasoghi menuju Konsulat Saudi Arabia menggunakan taxi. Akan mengurus dokumen untuk keperluan menikah. Sempat kirim sms ke tunangannya, Hatice Cengiz. Mahasiswa doktoral, Turki, 36 thn. Kedubes Saudi di Washington menyarankan Jamal untuk mengurus dokumen tsb ke Turki. Knp Turki? Hatice?

13:14:37

Sementara Hatice menunggu di depan gedung, Jamal masuk ke dalam gedung konsulat Saudi. Dan TIDAK pernah kembali lagi.

16 Oktober 2018

Setelah 2 minggu, pihak Saudi mengakui bahwa Jamal sudah tewas. Meninggal karena perkelahian di dalam konsulat.

Maret 2019

Penyelidikan PBB selama 5 bulan atas pembunuhan tsb.,  menemukan bahwa tim pembunuh telah membahas rencana pemotongan Jamal hanya 13 menit sebelum dia memasuki gedung.  Mereka menyebut Jamal sebagai ‘Domba Qurban’.

Back to: BLACK WAVE

Read Full Post »

Older Posts »

%d blogger menyukai ini: