
Di pelabuhan speedboat Sorong, sebelah pelabuhan kapal penumpang regular, terlihat banyak speedboat parkir berjajar, namun tak cukup mudah menyewanya. Bukan karena kurangnya jumlah speedboat, melainkan karena langkanya ketersediaan bbm.

Salawati 2 x 85 pk
Dua jam harus menunggu, akhirnya muncul juga speedboat Salawati berbbm penuh di atas. Duabelas penumpang terangkut, termasuk pengemudi dan supporternya, juga kopor dan tas besar masing2 yang disimpan dalam ruang kecil di haluan, di bawah kemudi. Enam kursi menghadap ke depan speedboat dan dua bangku panjang berhadapan di bagian buritan. Cukup untuk 10 penumpang dengan hanya 8 life vest … hahaha..sedikit menambah detak jantung selama 2 jam .. Jam 9 pagi cuaca cerah dan laut cukup tenang, sehingga tak banyak goncangan terasa. Daratan semakin jauh, namun masih terlihat daratan di kiri-kanan speedboat.

Dermaga Raja Ampat, Pulau Waigeo
Dua jam tak terasa karena rasa excited di tengah laut, akhirnya sandar di dermaga Raja Ampat. Banyak speedboat sandar berjajar dan terlihat bangunan sederhana kosong beratap di daratan, semacam shelter untuk berteduh bagi penumpang sebelum melanjutkan perjalanan darat. Istirahat sebentar di rumah penduduk, dilanjutkan 5 menit berspeedboat lagi untuk bersandar di lokasi cottage Waiwo. Tempat Jokowi menginap di Raja Ampat tempo hari.


Bersama bang Buyung Lalana (stafsus menhub, tengah)
Sekoci karet membawa kami dari dermaga speedboat ke tengah laut ditemani bang Buyung Lalana, menuju kapal patroli besar dua lantai bernavigasi canggih. Dua jam berlayar, akhirnya kapal sandar di dermaga pulau Mansuar, menurunkan kurang-lebih 20 penumpang untuk menikmati keindahan bawah laut, diving/snorkling dimulai dalam pengawasan bang Buyung Lalana, ex Komandan Marinir, dan para asistennya. Wooowwww … pasir putih di pantai, air jernih, dangkal, terumbu karang berbagai bentuk dan warna melambai lembut, juga aneka ikan indah kaya bentuk dan warna, kadang melintas kura-kura besar … betul indah Raja Ampat, surganya para pecinta wisata bawah laut. Sayang, tanpa perlengkapan kamera bawah air.

Team IWI di Pianemo, Raja Ampat
Cottage nyaman sejuk dan suara deburan ombak depan pintu plus kecapaian main air di hari sebelumnya membuat lelap tidur tanpa gerak. Puas istirahat semalaman, siang jam 12.30 speedboat membawa kami bertujuh menuju kepulauan Pianemo yag diperkirakan membutuhkan waktu dua jam, tanpa sarapan berharap tersedia resto di tujuan. Langit berawan, sedikit menambah detak jantung, jangan-jangan … benar .. belum sampai 1 jam boat bermesin ganda 85 pk melaut, mulai terasa hentakan keras menghantam air. Ombak bergulung cepat hingga perahu terus melompat, duduk tak enak dan badan terus bergerak terbanting-bating. Barang-barang di atas dashboard mulai berjatuhan, driver sering mengeluarkan tubuhnya dari jendela sambil tetap pegang kemudi, untuk melihat laut di depan, jangan sampai menabrak batang kayu terapung. Penumpang diam, was-was, mulai menghitung jumlah life vest …tak cukup jumlah untuk semua penumpang. Berdoa dalam diam .. tegang. Bung Firli mulai menimbang-nimbang “lanjut atau pulang?”, ceritanya setelah sampai di cottage …

Pianemo
Satu jam kemudian laut mulai tenang, masuk dalam kepulauan kecil .. indah .. pasir putih sebelah kanan dan perahu sandar di bawah tebing pulau terbesar sebelah kiri. Terlihat ada 5 speedboat besar telah parkir disana. Keluar speedboat, tangga kayu permanen beranaktangga 300 buah siap menunggu menuju puncak. Jangankan resto, pedagang asonganpun gak ada. Kawasan lindung. Istirahat

Dermaga Pianemo
sebentar mengatur napas di shelter tangga ke 100 dan lanjut ulang. Ngos-ngosan sampai di puncak …. wuihhh .. worth it … indah betul pemandangan kepulauan dari puncak bukit. Betul kata orang “jangan bilang sampai di Raja Ampat kalau belum naik di Kepulauan Pianemo”. Sebetulnya ada lagi yang lebih spektakular yaitu pulau Wayag, dua jam melaut lebih jauh. Tepatnya antara Pianemo – Halmahera, laut lepas. Kebayang ombaknya … Satu jam foto-foto, turun bukit langsung dan melaut lagi dua jam pulang ke kota Waisai di pulau Waigeo, karena tak cukup waktu untuk lanjut ke Sorong yang masih butuh 2 jam lagi. Sudah sore jam 4, driver gak sanggup khawatir kayu melintang tak terlihat .. bisa brakkk, bocor itu boat.. bahaya.

Rifalda cottage
Rifalda Cottage di kota kecil Waisai, pulau Waigeo, menyediakan 6 bangunan rumah panggung sederhana, masing-masing berisi 2 kamar. Tidak menyediakan makan siang/malam, hanya sarapan pagi nasi kuning. Perut yang lapar tak terisi sejak pagi akhirnya menyantap mie instant telor rebus bikinan mbak Lintang, huenakkk … masih tambah nasi ayam penyet, malamnya. Puas, tidur pulas.

Resto Goyang Lidah 2, Sorong
Gerimis jam 7 pagi, kami berangkat melaut lagi menuju Sorong, 2 jam. Laut berombak dan boat terhentak namun tak sekeras kemarin, karena searah arus laut. Alhamdulillah selamat sampai Sorong. Satu hari kami habiskan waktu untuk melihat kora Sorong, yang sedang menggeliat tumbuh dan masih butuh banyak pengadaan gedung perkantoran yang aman, air bersih, listrik, bahan bakar, dll.. Makan siang di resto ‘Goyang Lidah’, masakan jawa dengan cara timba sendiri, maksudnya ambil sendiri, hahaha… Kehidupan Sorong sebagai kota pelabuhan berlangsung 24 jam sehari. Berderet warung tenda menjajakan berbagai jenis makanan, yang selalu tersedia malam hari hingga subuh.

Waduk Sorong