Banyak kritikus sastra menganggap novel klasik ‘Animal Farm‘ ini sebagai satire terhadap ideologi komunis Rusia di era Stalin.
Bercerita tentang pemberontakan para binatang di suatu peternakan di Inggris terhadap pemilik peternakan. Ada 7 peraturan penting yang harus ditaati oleh masyarakat binatang ini setelah kemenangannya, yaitu:
1. Siapapun yang berkaki dua adalah musuh
2. Siapapun yang berkaki empat atau bersayap, adalah kawan
3. Tidak ada binatang yang berpakaian
4. Tidak ada binatang yang tidur di kasur
5. Tidak ada binatang yang minum alkohol
6. Tidak ada binatang yang membunuh sesamanya
7. Semua binatang adalah setara
Demikian jargon mereka yang memang memenangkan pemberontakan sehingga pemilik peternakan harus tersingkir dari peternakannya. Namun, diantara yang ‘setara”, masih ada binatang yang mendapatkan kelebihan ke’setara’an, yaitu para elite binatang. Janji 7 Peraturan tidak ditepati oleh para elit politik.
Para aktor masyarakat binatang ini diindikasikan sebagai reprentasi dari para pemeran revolusi Soviet, misalnya :
Jones, pemilik peternakan mewakili simbol kapitalisme Czar Nicholas II, pemimpin Rusia sebelum Stalin
Old Major, yang dituakan oleh para binatang karena kepandaian dan senioritasnya, merupakan representasi Karl Marx, yang mengajarkan pemikiran bahwa “Man is the only creature that consumes without producing. He does not give milk, he does not lay eggs, he is too weak to pull the plough, he cannot run fast enough to catch rabbits. Yet he is lord of all the animals. He sets them to work, he gives back to them the bare minimum that will prevent them from starving and the rest he keeps for himself.”
Napoleon, adalah seekor babi sebagai pimpinan tertinggi yang kejam dan lapar kuasa, mewakili karakter Stalin
Snowball, pemimpin pemberani yang memenangkan pemberontakan di peternakan, mewakili karakter Trotsky, selanjutnya disingkirkan oleh Napoleon melalui intrik politik dan fitnah kejam.
Squealer mewakili karakter sang ahli intrik politik dari pemerintahan Napoleon, yang dimasa Soviet dilakukan oleh harian Pravda. Dinarasikan oleh Orwell sebagai ahli pemutar-balikkan fakta, “He could turn black into white“.
Novel karya George Orwell, yang masih terpajang di rak buku toko buku Aksara, mall Pacific Place, Jakarta, ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1945, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Bakdi Soemanto melalui penerbit Bentang Pustaka di tahun 2015. Saya sendiri membaca dari Play Books, edisi bahasa Indonesia, kurang dari Rp. 50.000 (lupa pastinya), sedangkan yang berbahasa Inggris masih diatas Rp. 100.000. Sangat direkomendasikan.
Tinggalkan Balasan