Feeds:
Pos
Komentar

Politics

Politics karya David Runciman, Professor of Politics at Cambridge University.

Buku ini diterbitkan oleh Penerbit PROFILE BOOKS LTD, London, 2014 ini kutemukan muncul sebagai acuan di artikel berjudul Parthenon, dalam buku Kredensial karya Trias Kuncahyono (2018). Sejak itu selalu menggoda untuk mempelajarinya.

Satu paragraf tertulis di sampul belakang buku, menjadi pemancing tanya dan pokok bahasan dalam buku ini:

‘Societies that fail to adapt to challenges eventually fall apart. The planet is littered with monuments to finished political systems. The Parthenon in Athens stands as a testament to the passing glory of ancient Athenian democracy. Lenin’s tomb in Moscow once stood as the focal point for global communism; now his mausoleum is just another tourist trap. Are liberal democracies destined to go the same way? Will the Capitol in Washington sooner or later join the list of magnificent ruins?’

Sebagai Pendahuluan, Runciman menyajikan ilustrasi perbandingan antara kehidupan di Suriah dan di Denmark. Suriah dikenal sebagai negara Bulan Sabit Subur (the fertile crescent), tempat lahirnya peradaban. Sebaliknya, Denmark adalah negara dengan sumberdaya alam terbatas. Namun semua tahu kondisi kedua negara tersebut saat ini. Politiklah yang membedakannya. 

Penjelasan tentang perbedaan nasib suatu bangsa dari sisi yang sedikit berbeda, bisa dibaca dalam buku Why Nations Fail, karya Daron Acemoglu dan James A. Robinson, atau Guns, Germs, and Steel karya Jared Diamond. Yang resensi keduanya ada dalam blog ini juga. Berbeda dengan keduanya, Runciman lebih fokus membahas Politik sebagai sebuah sistem bernegara dan dampak keberadaan serta keberlanjutannya bagi umat manusia, negara dan dunia.

Politik sangat menentukan warna suatu bangsa, meskipun tidak bisa dianggap sepenuhnya bertanggung jawab tentangnya. Tidak membentuk suatu bangsa menjadi pembenci atau penyayang. Tidak juga menyebabkan terjadinya bencana alam atau bencana ekonomi. Namun jelas mampu mempengaruhi suatu bangsa, untuk menjadi lebih baik atau semakin buruk.

Saat ini Denmark sedang menikmati situasi politik yang stabil dan nyaman. Tidak terlihat adanya masalah kebangsaan yang sampai memicu perpecahan bangsa. Berbeda dengan Suriah yang memendam bara pertengkaran etnik dan budaya di dalamnya. Denmark sejuk damai. Meskipun, 500 tahun yang lalu, Denmark menjadi tempat yang rapuh, penuh gejolak, penuh dengan konflik agama dan perselisihan pendapat dengan kekerasan. Menjadi limpahan konflik bangsa-bangsa Skandinavia, juga menjadi wilayah persimpangan perang di Eropa.

Politik telah berjalan baik di Jerman, dan membentuk tingginya sikap toleransi anak bangsa. Sebaliknya, sikap toleran ini yang justru membangun Politik yang baik disana. Ada Politik sebagai produk institusi yang sudah mapan. Sebaliknya, bisa juga stabilitas institusi sebagai produk Politik. Semua perdebatan yang terjadi pada kedua sebab-akibat tersebut bisa terjadi untuk tujuan yang sama. Perdamaian.

Hampir sama dengan pendapat Daron Acemoglu dan James A. Robinson dalam bukunya Why Nations Fail, bahwa nasib bangsa ditentukan oleh pilihan-pilihan mereka sendiri. Demikian juga dengan pendapat Runciman, bahwa Politik adalah tentang pilihan kolektif yang mengikat berbagai kelompok orang untuk hidup dengan cara tertentu. Hal ini juga merupakan ikatan kolektif yang memberi masyarakat pilihan cara hidup. Dan tanpa pilihan cara hidup yang nyata, tidak ada politik.

Namun Runciman mengingatkan juga bahwa 

“Political institutions are still shaped by human choices, and human beings always retain the capacity to screw them up”.

Nothing is automatic in politics. Everything depends on the contingent interplay between choice and constraint: constraint under conditions of choice; choice under conditions of constraint.

Dari sedikit penjelasan diatas, Runciman berkesimpulan bahwa perbedaan nasib Denmark dan Suriah ditentukan oleh pilihan Politiknya. Selanjutnya akan dijelaskan terkait 3 hal dalam pilihan Politik yang membedakannya, yaitu tentang:

  1. Bagaimana Politik bisa mempunyai dampak yang berbeda,  seperti Denmark yang modern dan aman, serta Suriah yang kacau dan menyedihkan?
  2. Bagaimana Politik bisa bekerja dan membawa dampak suatu bangsa seiring waktu yang berlangsung cepat dalam perkembangan teknologi?
  3. Bila Politik adalah penentu nasib suatu bangsa, mengapa bisa terjadi negara maju dan negara miskin?

Pada penyajiannya, bab Pertama Runciman menjelaskan Arti Politik. Kemudian di bab Kedua menjelaskan tentang Pentingnya Politik. Selanjutnya di bab Ketiga menjelaskan arti Politik di Era Teknologi informasi. Dan akhirnya pada bagian Penutup menjelaskan tentang Dampak dan Harapan keberadaan Politik.

1. KEKERASAN

Kata kunci dari pengertian Politik adalah Pengendalian (Control). Politik adalah bagaimana mengendalikan Kekerasan (violence),

  1. Control through violence. We behave law-abidingly because of the implicit threat of what would happen to us if we didn’t. Kita berperilaku taat hukum karena adanya ancaman yang tersirat di dalamnya tentang hal buruk yang mungkin terjadi jika kita tidak mentaatinya.
  2. The control of violence. We behave law-abidingly because we accept that lawmakers and law-enforcers have the right to tell us what to do. Kita mentaati hukum karena menyadari adanya hak dan kewajiban hukum.

Politik adalah tentang Pilihan dibawah kondisi keterbatasan, dan keterbatasan dalam berbagai pilihan. Seiring berjalannya waktu, menjadi lebih penting lagi adalah menjaga hubungan antara Kesepakatan dan Paksaan. Politik mengandaikan Kesepakatan bersama tentang penggunaan Kekuatan. Karena ada Kesepakatan, maka kekerasan tidak selalu diperlukan. Dan karena tersedia Kekuatan, maka Kesepakatan tidaklah selalu cukup. Oleh karenanya, Politik membutuhkan keduanya.

Melalui Politiklah benang merah Suriah dan Denmark terhubung. Meskipun Denmark dikenal sebagai negara yang teratur dan cenderung membosankan (consensual society), namun tetaplah membutuhkan tentara, polisi dan aparat penegak hukum supaya masyarakat terjamin hak dan kewajibannya. Demikian sebaliknya dengan Suriah, meskipun militeristik dan penuh dengan tekanan (coercive society), tetap membutuhkan kekuatan untuk menjamin berjalannya institusi Politik sehingga negara bisa berjalan semestinya.

Societies in which violence is under an agreed system of political control are better places to live in than those in which it is not.

Thomas Hobbes

Filsuf yang selalu menempatkan persoalan Pengendalian Kekerasan sebagai hal penting dalam pemikiran tentang Politik adalah Thomas Hobbes. Bangsa Inggris di abad ke-17 (1588-1679). 

Di era Hobbes, pengendalian kekerasan selalu berada diluar kemampuan kekuasaan. Revolusi Inggris, dikenal sebagai the Glorious Revolution, terjadi pada tahun 1688. Menandai dimulainya awal pemerintahan parlementarian. Dan era kegelapan yang lebih buruk terjadi di Eropa dengan The Thirty War Years, yang terjadi pada tahun 1618-1648.

Dalam pemahaman Hobbes, sifat dasar manusia adalah kompetitif. Selalu berharap lebih baik, lebih kuat dan lebih berkuasa atas sesamanya. Namun, sifat sebenarnya secara natural adalah lemah. Dan Kekuatan akan memangsa Kelemahan. Inilah ‘state of nature’ menurut Hobbes. Oleh karenanya manusia perlu selalu waspada atau berada dalam status siaga perang. Dan dunia tanpa Politik, akan menjadi arena peperangan tak berkesudahan. Politics is meant to preserve the Peace.

Setelah disepakati perlu adanya Politik, maka selanjutnya perlu menentukan a single decision-maker, yang mempunyai kekuasaan untuk mengendalikan kekerasan. Hobbes menyebutnya the sovereign (penguasa yang berdaulat). Tak mesti individu tunggal, yang penting bisa bersuara tunggal (perwakilan). Meskipun Hobbes lebih menyukai Monarki sebagai bentuk pemerintahan, sehingga jelas siapa yang berdaulat. Menurutnya, Parlementer akan membutuhkan banyak perdebatan untuk menentukan satu keputusan bersama.

Tugas penguasa adalah memutuskan secara efektif, siapa atau apa yang menjadi ancaman bagi perdamaian. Hobbes optimis bahwa kehidupan politik yang stabil akan menjauhkan kekerasan pada masyarakatnya.

Pada akhirnya, manusia akan berusaha untuk membina hubungan dengan sesamanya berlandaskan kepercayaan dan saling menguntungkan. Meskipun Hobbes menyebutnya sebagai hubungan artifisial, bukan natural. Tapi nyata. Karena menurutnya, sifat natural manusia sejatinya saling ‘memangsa’. Homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi sesamanya).

Ada tiga hal penting dari pemikiran Thomas Hobbes yang bisa menjadi dasar transformasi politik dari pre-modern ke modern, yaitu:

  1. Politik hanya akan langgeng berkuasa bila memang terbukti bermanfaat untuk masyarakatnya. 
  2. Perlunya keberadaan politik adalah supaya masyarakat mampu menjalani hidupnya, tanpa terbebani oleh perselisihan politik yang tiada habisnya.
  3. Politik didasarkan pada kesepakatan antar individu untuk membiarkan penguasa mengambil keputusan untuk mereka. Yang dikenal dalam politik modern sebagai: ‘representasi’.

Dua hal sulit bagi Penguasa menurut Hobbes adalah, 

  1. Menggunakan kekuatan untuk memadamkan kekerasan yang mengancam perdamaian
  2. Menyusun landasan terciptanya perdamaian

Runciman menambahkan,

“The power you have is made up of the power they would have if they hadn’t handed it over to you”. 

“You will be judged not by who you are but by what you do, but you can only do what you do because of who you are”.

Tentang Politik, Runciman juga mengacu pada The Prince, karya Machiavelli, 1513. Berbeda dengan Hobbes yang memaknai Politik dari sisi masyarakat dimana kekuasaan digunakan untuk membebaskan masyarakat dari segala kekerasan demi kedamaian, maka Machiavelli melihatnya dari sisi Penguasa. Yaitu bagaimana upaya mendapatkan kekuasaan dengan cara licik dan tak bermoral. Dan menurutnya, tugas Penguasa adalah mempertahankan Kekuasaan. Bukan hanya untuk bertahan hidup; melainkan juga untuk kemuliaan. Untuk itu, dikenal luas jargon sikap dasar seorang Machiavellis, yaitu: 

“it is better to be feared than to be loved. If you can manage to appear lovable while still being feared, that is even better”.

Perilaku ini juga menjadi standar kebajikan politik penganut Machiavellis. Karena menurutnya, politik mempunyai aturan moral yang berbeda dengan perilaku kehidupan bermasyarakat pada umumnya. Ini berarti, seseorang bisa saja dianggap tak bermoral menurut aturan moral biasa, namun tak ada masalah dengan moral politik.

Permainan untuk memenangkan kompetisi ada di berbagai bidang, seperti olahraga, bisnis, akademis dll. Tapi politik adalah kompetisi yang berbeda. It’s a fight to reach the top and stay there. Bahkan di Denmark, dimana perbedaan tak harus disertai dengan pembunuhan, namun yang tak bersalah pun tetap bisa menjadi korban. Si miskin bisa menjadi korban kebijakan politik yang memangkas dana pensiun, misalnya.

Kemenangan dalam tindak politik bukanlah bersifat material, namun Kekuasaan. Supaya bisa mengatur dan menguasai pihak lain. Tujuan kemenangan seperti inilah yang menggoda seorang politisi untuk lebih berpegang pada moralitas Machiavellian, dan mengabaikan etika moralitas masyarakat umum. 

Pernyataan Machiavelli yang cukup popular dan dituliskan dalam karyanya The Prince, adalah: 

‘ALL STATES, all powers that have held and hold rule over men have been and are either republics or principalities’. 

Kekuasaan bisa dipegang oleh individu tunggal seperti monarki atau perwakilan dari sekelompok individu atau parlemen.

Namun dalam praktek sistem demokrasi perwakilan modern, perbedaan antara kedua hal diatas cukup kabur. Menurut Runciman, Hobbes pun mengabaikannya. Bahkan di AS yang mengaku sebagai negara Republik, terlihat juga beberapa aspek, presiden bertindak seperti layaknya seorang raja atau penguasa tunggal.

Di era politik modern, justru terjadi penumpukan kekuasaan melalui kombinasi politik kekuasaan tunggal dengan institusional, yang bersifat impersonal. Hal ini akan membentuk dinamika moral dan psikologis yang kekuatannya jauh melebihi ciri politisi Machiavellian. Lebih tepat disebut Weberian. Dari sosiologis Jerman awal abad ke-20, Max Weber (1864–1920). Pernyataannya yang cukup dikenal tentang negara adalah, 

‘That entity which successfully claims a monopoly of the legitimate use of violence’.

Bayangkan … monopoli untuk melakukan kekerasan. Artinya, kekerasan yang legitimated. Dan perlawanan terhadapnya adalah menyalahi hukum. Luar biasa. Jadi, bila ada suatu tindak politik yang dirasakan menyalahi norma masyarakat tapi sah menurut hukum yang berlaku, maka disinilah bukti Weberian itu berlaku. Bahkan inilah sejatinya arti negara menurut Hobbes. Penguasa mengelola Kekerasan dengan cara membangun institusi, birokratisasi dan merasionalisasikannya. 

Yang dikhawatirkan oleh Weber adalah bila Penguasa tidak bertanggungjawab terhadap pengelolaan Kekerasan. Ada dua bentuk ‘tak bertanggungjawab’ yang dimaksud Weber tersebut, yakni:

  1. Menjauhi kemungkinan adanya kekerasan sama sekali. Abai atau berharap politik dapat menjalankan kekuasaan tanpa perlu adanya kekerasan. Dengan meyakini bahwa tindak politik adalah sangat beralasan (reasonable), teratur (rule-governed) dan secara moral dapat diterima. Naif.
  2. Terlalu terlibat dalam kekerasan, dengan alasan bahwa Penguasa tidak sendiri dalam melakukan kekerasan. It is their decision but it’s not their violence, because the machinery of the state does all the dirty work.

Inilah yang dimaksud Weber dengan dilemma ‘dirty hands’. Politik tak mungkin menghindarinya. Hanya bisa berharap bahwa siapapun yang menjadi Penguasa, mesti siap menghadapi kesulitan etika. Siap menjadi Buruk untuk bisa berbuat Baik. Dan dalam saat yang sama, bisa meyakini bahwa Kebaikan akan membebaskannya dari Keburukan. Weber menyebut fenomena ini ‘dealing with the devil’.

Perdamaian

Benjamin Constant (1767–1830), berkebangsaan French-Swiss, novelist, ahli teori konstitusi dan politisi. Telah menikmati kehidupan modern dan kebebasan di era Revolusi Perancis, juga masa keterpurukan setelahnya. If everyone is busy following his or her heart, no one is keeping an eye on what the politicians are doing

Untuk keperluan kestabilan politik, Constant meyakini perlunya pembagian kekuasaan secara konstitusional dalam pemerintahan, yaitu: eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dengan cara ini, politikus bisa saling mengawasi. Dan ini ide yang mendasari bentuk baru Republik AS di akhir abad 18. 

Meskipun demikian, Constant mengamati dua potensi risiko yang masih mungkin  terjadi dengan pengawasan antar kekuasaan tersebut, yaitu:

  1. Para politisi akan membentuk jaringan kekuasaan politis untuk kepentingan sendiri. Kepentingan kekayaan, keistimewaan atau kenyamanan lainnya.
  2. Masyarakat akan menyadari kepentingan politiknya dan bangkit untuk melawan kekuasaan. 

Politik modern adalah tentang menjaga keseimbangan dalam banyak hal. Masyarakat perlu memahami kondisi politik. Namun berharap terlalu berlebihan terhadap partisipasi politik masyarakat, juga tidak mungkin. Dan terlalu rendahnya partisipasi masyarakat, akan menyebabkan jurang perbedaan pemahaman dengan pemerintah menjadi semakin lebar. Bad government would be the inevitable result of  the public’s inattention. Sebaliknya, menjauhi politik justru bisa menjadi rentan tergilas olehnya, bahkan tanpa peringatan awal. 

Memang sudah bukan jamannya lagi era revolusi, namun distraksi sosial kekerasan karena kegagalan pemerintahan, masih banyak terjadi di berbagai negara demokratis modern. Contoh, Occupy Wall Street, gerakan Tea Party, kerusuhan rasial di UK 2011, dll. Dan masyarakat modern yang terdistraksi, mempunyai cara yang berbeda dalam menghadapi kekerasan. 

Data empiris menunjukkan bahwa bila GDP per capita sudah berada diatas $6.000 maka kecil kemungkinan akan muncul kekerasan yang menyebabkan chaos. Krisis ekonomi terjadi di Yunani 2008 (GDP per capita $21.000), dan UK di tahun 1970an, namun tak terjadi kerusuhan dengan kekerasan. 

Masa depan stabilitas sosial politik di abad 21 akan susah diduga. Memang tidak ada bukti sejarah menunjukkan negara maju, sejahtera, aman, sukses finansial yang bisa tiba-tiba runtuh. Namun, tetap saja itu mungkin terjadi.

2. TEKNOLOGI

Transisi awal dari negara yang tidak aman, menuju negara aman, seringkali menggunakan kekerasan sebagai cara untuk merealisasikannya. Rezim-rezim gagal, tidak akan mudah menyerah untuk terus bertarung meraih Kekuasaan. Bahkan melalui kekerasan.

The Glorious Revolution of 1688 (England), the American Revolution of 1776, the French Revolution of 1789 dan yang terakhir the Arab Spring of 2011, adalah kerusuhan politik untuk perebutan kekuasaan.

Namun berbeda dengan revolusi diatas, yang dianggap meruntuhkan ketidak-adilan di masanya, Revolusi besar komunis di abad ke-20 adalah sejarah mahal peradaban dunia. Kerusakan dan korban besar manusia telah terjadi, akibat sejarah transformatif Revolusi Rusia 1917 dan Tiongkok 1949. 

Runtuhnya rezim komunis di Eropa Timur tahun 1989, bukanlah berarti revolusi politik di dunia telah berakhir. Potensi masih mungkin muncul di berbagai belahan dunia.

Revolusi yang berbeda, telah muncul di abad ke-21 ini, yaitu Revolusi Teknologi. Dengan dampak transformatifnya yang telah terjadi diberbagai sektor kehidupan dimana-mana.

Lahirnya sistem jaringan (www), teknologi pemboran oil fracking, perkembangan teknologi chip dan berbagai peralatan yang semakin efisien, serta semakin mudahnya akses ke berbagai teknologi komunikasi tersebut, telah mengubah cara komunikasi masyarakat menjadi lebih baik. 

Inovasi teknologi yang ramah lingkungan, tak sepenuhnya dipicu oleh kebutuhan pasar. Para investor tak akan mudah berinvestasi teknologi hijau yang mempunyai risiko finansial tinggi. Hanya dengan ‘dorongan’ pemerintahlah transformasi terjadi. 

Kemajuan Teknologi membuat kesan bahwa politik sudah ketinggalan jaman. Kecepatan kemajuannya menyebabkan politik terkesan lamban dan tidak lincah menanggapi perubahan.

Technology isn’t seen as a way of doing politics better. It’s seen as a way of bypassing politics altogether.

Bahkan, dalam situasi tertentu, teknologi mampu menjadi problem solver melampaui kebijakan politik yang ada. Teknologi memungkinkan masyarakat miskin terpinggirkan di daerah terisolasi, tetap mampu berkomunikasi dan berkarya di luar lingkungannya. Penguasa sulit mengatasinya.

Tentu, teknologi bukanlah segalanya. Pemerintah bersama parlemen adalah pemegang otoritas tertinggi dalam membuat perundang-undangan. Teknologi mampu meredam atau mengurangi masalah sosial, seperti persoalan konflik horizontal atau perang sipil, namun tidak untuk menghilangkannya. Untuk hal tersebut, hanya elit politik, dengan kemampuan kendali kekerasan, yang mampu menyelesaikannya. 

Kekuasaan Teknologi

Cita-cita ideal sejak abad 18 tentang perlunya Perdagangan Internasional diatas kepentingan politik nasional, sejak berlangsungnya ekonomi pasar global, hanyalah ilusi belaka. Yang ada adalah, masing-masing berkepentingan untuk memproteksi bangsanya. 

Perilaku pemerintahan dimanapun berada, sejatinya selalu berupaya untuk membatasi globalisasi. Namun banyak ekonom justru berpendapat bahwa Proteksionisme akan merugikan dalam jangka panjang. Resesi 1930 dipicu oleh tingginya proteksi perdagangan yang berujung Perang Dunia.

Pada akhirnya keseimbangan antara pasar bebas vs keterlibatan pemerintah, perlu dilakukan. Dan pasar tak mungkin bisa melakukan sendiri. Perlu upaya politik Pemerintah. Krisis finansial 2008 membuktikan bahwa Pemerintah dimanapun saat itu, terpaksa melibatkan diri dalam sektor perbankan, untuk mengatasinya. Buku dan Film semi dokumenter “Too big to fail” karya Andrew Ross Sorkin, bagus sekali dalam menjelaskan situasi krisis tersebut. Atau buku The End of Normal karya James K. Galbraith yang ada dalam blog ini, juga bisa sedikit membantu.

Dalam kondisi krisis, Pemerintah terpaksa menggunakan kekuasaannya untuk menyelesaikan kasusnya. Dalam hal ini, teknologi menjadi turun prioritasnya. Dalam hal Pemerintah menggunakan monopoli kekuasaannya untuk manipulasi Google adalah suatu hal yang buruk. Namun, bila Google sebagai representasi teknologi, menggunakan kemampuannya untuk manipulasi pemerintah, jelas lebih buruk.

Teknokrasi

Wouldn’t it be better to be ruled by politicians who actually understand the technology they are trying to control? Shouldn’t they have some expertise in those fields it is their job to regulate? If we can’t have techies doing politics, let’s at least have some politicians who can do tech.

Runciman berpendapat bahwa seperti layaknya para profesional di bidang apapun, maka politikus profesional pun akan lebih fokus di bidangnya sehingga banyak keahlian lain yang terabaikan, termasuk bidang teknologi informasi. Sehingga diperlukan keterlibatan para ahli, yang memahami proses bekerjanya sebuah sistem, dalam membuat berbagai Peraturan. Teknokrasi.

James Burnham, dalam bukunya The Managerial Revolution (1941), memperkirakan bahwa di masa yang akan datang, kekuasaan bukan lagi di tangan pemilik alat produksi (seperti perkiraan Karl Marx), melainkan berada dalam kekuasaan mereka yang mampu memahami dan mengelola rekayasa suatu proses produksi. Jadi, Politik masa depan berada ditangan kelas Teknokrat yang memahami bekerjanya proses rekayasa industrial.

Waktu berjalan, dan kekuasaan pun bergeser. Pada sepertiga akhir abad ke-20, Banker di Barat mulai terlihat peran pentingnya dalam Politik. Kekuasaan bukan lagi dimiliki oleh siapa yang memiliki atau mengelola suatu pabrik, melainkan siapa yang mampu membiayai pengusahaan proses produksi atau jasa. Power came to reside with the people who managed the instruments of debt. Muncul penguasa baru yang independen dari berbagai kepentingan politik. Banker. 

When central bankers speak, or even when they don’t say anything at all, markets tremble. When markets tremble, politicians quail. 

Tugasnya adalah mengendalikan inflasi dan sirkulasi ekonomi. Banker, ahli keuangan dan ekonom, mulai banyak menggantikan peran politisi. Diantaranya adalah ekonom Mario Monti (Perdana Menteri Italia 2011), ekonom Lucas Papademos (Perdana Menteri Yunani 2011) dan investment banker Emmanuel Macron (Presiden Perancis).

Namun mereka pun gagal mengendalikan ekonomi di tahun 2008, sehingga terjadi krisis global. Dan menyerahkan kembali ke tangan politisi.

Menurut Runciman, para teknokrat ini memang sangat menguasai bidang keahliannya, namun ada kelemahan dalam mencari peluang penyelesaian persoalan dari sisi di luar keahliannya. Hal ini karena relasi sosial dengan banyak bidang, tidak terbina dengan baik.

Finance di tingkat elit adalah persoalan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi. Bukan hanya persoalan keahlian teknis finansial semata. Untuk itu, dibutuhkan kemampuan komunikasi, negosiasi dan trust yang tinggi diantara para pihak. Dan disinilah kegagalan para Teknokrat yang sering terjadi. Sehingga akhirnya banyak pihak sepakat bahwa ini adalah keahlian para Politikus, bukan lagi Teknokrat.

Sebagai Teknokrat, meskipun lebih berpengetahuan dibandingkan orang lain, tidak menjamin legitimasi politik. Dalam Politik, ketika keputusan sudah ditentukan maka seorang politisi harus juga bisa meyakinkan publik tentang kebenaran pilihan keputusan tersebut. Menurut Weber, “Legitimacy is, a claim to power, and everything depends on whether people buy that claim”. Legitimasi ditentukan oleh Pemilihan Umum. Dan Keahlian Khusus (akademisi) bukanlah hal yang mudah ‘dijual’ dalam Pemilihan Umum.

Akademisi biasa berasumsi bahwa pendapat yang paling baik, akan memenangkan kompetisi. Sementara dalam politik, tidak ada garansi bahwa pendapat yang paling baik, akan menang. Sukses dalam politik perlu toleransi tinggi terhadap ketidakpastian. 

Weber berpendapat bahwa Politisi terbiasa mampu menerima kekalahan dalam argumentasi, dan siap bertarung ulang di waktu yang berbeda. Bisa hidup-mati berulangkali. Politik mengajarkan tentang kegagalan. 

Runciman juga berpendapat bahwa Politisi yang bagus adalah bila mempunyai karakter tangguh, tidak ‘baper’an,  dan bersedia belajar dari kekalahan. Serta bisa menikmati kemenangan tanpa harus berpuas diri.

China

Di China sedikit berbeda. Elit politik sejak 1989 banyak dikuasai oleh insinyur. Tiga pemimpin China terakhir adalah insinyur, yaitu Jiang Zemin, Hu Jintao dan Xi Jinping. Banyak anggota politbiro adalah insinyur, bahkan lulusan AS. Prioritas ekonomi China hingga saat ini adalah industri, bukan keuangan.

Teknokrasi China saat ini merupakan jawaban dari kakunya ideologi dan kekejaman diktator di era Mao Zedong yang menghilangkan nyawa 40 juta orang. Deng Xiaoping muncul 1978 sebagai reformis setelah menaklukkan para loyalis Mao, yang dikenal dengan sebutan the Whateverists. ‘Q: What should we do? A: ‘Whatever Mao would have wanted’.

Di era politik China kontemporer, sikap kultus individu diatas telah berubah menjadi pragmatis. The new Whateverism – ‘Q: What should we do? A: Whatever works.’

Mengingat China bukanlah negara demokrasi, maka tak ada pelajaran yang bisa diperoleh tentang kekalahan dalam argumentasi politis. Menurut Weber, Demokrasi menyebabkan politisi mudah mengantisipasi terjadinya konsekuensi yang tidak diharapkan. 

Akan semakin berbahaya bila Teknokrat berkuasa dengan gaya autokrat (autokrat teknokratis), maka mereka akan memperlakukan politik seolah mesin yang bisa dikendalikan. Mereka meyakini bahwa semua kegagalan adalah masalah teknis yang bisa diperbaiki. Alih-alih menerima bahwa kehidupan politik adalah tidak menentu, malahan menggunakan kekuasaan untuk memaksakan kehendak. Dan bila kekacauan itu ternyata tidak bisa dikendalikan, maka risiko chaos bisa terjadi.

Hingga kini, China masih bisa mengendalikan Teknologi Informasi. Internet belum mampu menjadi salah satu penyebab demokratisasi di China. Sebaliknya justru pemerintah China yang menggunakan internet sebagai pagar pembatas untuk mencegah terjadinya demokratisasi.

Aristokrasi Baru

Setelah teknokrasi punya peran penting dalam pemerintahan, para elit pengusaha teknologi di Barat pun mulai tertarik untuk terlibat dalam pembuatan kebijakan. Tentu yang sejalan dengan kepentingan bisnisnya. They’d like to try to do some good. Disadari bahwa perlu adanya dukungan dari politisi untuk mempermudah pencapaian.

Namun, yang terjadi justru mereka berharap untuk bisa terlibat langsung dalam pekerjaan politisi. Melakukan lobby, pembiayaan dan kampanye sendiri. Bukan membiayai politisi. Dan Jeff Bezos pun, pemilik Amazon dari Silicon Valley, telah membeli Washington Post. Media berita harian kondang di AS, yang sedang kesulitan finansial. Tentu dengan harapan bisa mempengaruhi kebijakan. Beberapa sudah mulai terlibat dan mulai mempengaruhi pemerintah di Washington.

Runciman berpendapat bahwa banyak yang tertarik dengan dunia politik, namun tak banyak yang berharap menjadi Politisi. Di dunia yang banyak potensi kemungkinan bisnis, mereka yang merasa punya banyak bekal keahlian teknis, akan cenderung memilih berada di sektor privat. Lebih menguntungkan secara finansial.

Kehidupan Politisi akan selalu ditelisik oleh masyarakat untuk dijadikan bukti kegagalan moralnya, sebagai sandera kepentingan politik pihak lain. Terlebih di era media sosial yang sangat mudah untuk menyebarkan informasi. Politisi harus bekerja keras di lingkungan sosial yang rawan gugatan. Namun tak banyak penghargaan diperolehnya.

Di Inggris, lingkungan politisi banyak terbentuk sejak berada di Perguruan Tinggi. Elit politik Inggris banyak dari universitas Oxford dan Eton (David Cameron, Boris Johnson). Para elit politik dari kedua universitas tersebut, lebih berkesan sebagai bangsawan politik, atau Aristokrat daripada Teknokrat.

Sementara Aristokrasi di Perancis, banyak diasosiasikan dengan Ecole Normale Superieure. Perguruan Tinggi elit dengan mahasiswa yang sudah sangat terseleksi.

Lingkungan politisi seperti diatas ini seperti kembali mengacu pada akhir abad ke-18, dimana menganggap revolusi akan berkualitas bila dipimpin oleh mereka yang dikategorikan sebagai bibit unggul yang tercerahkan. 

Intinya adalah, politisi perlu berasal dari mereka yang lolos merit system, sehingga bisa menggantikan Aristokrasi tradisional. Dan, merit system ini tidak hanya diasosiasikan dengan universitas ternama, tapi sekarang sudah bergeser menjadi keturunan keluarga ternama. Kualitas Politis seseorang seolah bersifat genetis. Mulai terjadi di berbagai belahan dunia.

Jika Inggris dikenal pasangan keluarga politisi Ed Balls/Yvette Cooper vs dinasti keluarga Ed Miliband, maka di AS dikenal dinasti Clinton vs Bush. Di Indonesia? Anak cucu para elit politik tersebut, sepertinya juga akan menjadi politikus yang bagus seperti para orangtuanya. Inilah para aristokrasi baru.

Kecenderungan dinasti politik seperti diatas akan berbahaya terhadap pemerintahan. Karena sensitivitas terhadap fenomena sosial akan semakin terbatas, hanya sesuai pandangan keluarga. Terjadi kesenjangan pendapat antara dinasti dengan publik. Kegagalan elit politik dalam mengantisipasi krisis keuangan global 2008, adalah bukti mudahnya kelompok tertutup kehilangan pandangan politik dari sisi yang berbeda (blind spot). Aristokrasi, lama maupun baru, punya potensi political blind spot.

Belajar politik yang terbaik adalah selalu terlibat dalam proses politik, dalam keadaan baik maupun buruk, tanpa meninggalkan jeda sama sekali. Jeda waktu keterlibatan akan sangat berisiko, karena politisi profesional punya kemampuan untuk mengamankan atau mengambil alih kepentingan.

3. KEADILAN

Pada bab ini, Runciman memberi gambaran tentang adanya negara-negara yang seolah ditakdirkan sebagai negara miskin, khaos dan penuh kekerasan. Tak terlihat perhatian dunia untuk turut membantu mendamaikannya. Tidakkah ada kewajiban moral bagi negara-negara sejahtera untuk membantunya? 

Congo menjadi contoh. Saat ini perang saudara masih berlanjut disana. Dan kekejaman sungguh terjadi ketika Belgia masih menguasainya di akhir abad 19. Sumberdaya alam karet dikeruknya, dan rakyat dipaksa memanennya untuk kepentingan penjajah, Belgia. 

Congo tetap menjadi negara miskin, terbelah. Populasi 80 juta orang. Kurang-lebih sama dengan Jerman. Harapan hidup hanya sampai 45 tahun. Tak lebih tinggi daripada Inggris di era Hobbes. GDP per kapita $3.000 per tahun. Sepuluh kali lebih rendah daripada Syria, dan 100 kali lebih rendah daripada Denmark. Jumlah rakyat Afrika yang hidup dengan pendapatan $1.25 per hari, kurang-lebih sama dengan jumlah rakyat di Eropa Barat.

Jelas, ini bukan takdir. Bukan pula karena perbedaan ras. Tapi ini bencana akibat ulah manusia. Ini tidak adil. Hanya karena lahir di Congo, Afrika, seseorang harus hidup menderita akibat dari perbuatan yang tidak dilakukannya. Satu planet, dua dunia.

Mengapa dunia yang katanya saling-terhubung, tak tergerak untuk terlibat memperbaikinya? Lalu, apa maksudnya politik Inklusif?

Denmark sering dianggap sebagai model sistem politik yang ideal yang bisa membangun kesejahteraan warganya. Namun model politik suatu negara tidak bisa sepenuhnya diterapkan pada negara lain. 

Rezim Denmark sebagai model negara Kesejahteraan, atau Suriah (sebelum perang saudara), tidak bisa sepenuhnya dipakai sebagai acuan untuk memperbaiki politik Congo. Banyak parameter yang mesti disikapi untuk bisa menggunakan model negara lain. Rejim ‘hybrid’ dengan menggunakan beberapa elemen dari berbagai rejim, mungkin bisa digunakan. Misalnya, gabungan dari rezim demokratis dengan sedikit elemen dari otoritarian. 

Abad ke-18 muncul ide cemerlang dari Bapak modern comparative politics, Charles-Louis de Secondat, Baron de Montesquieu, dalam karyanya ‘The Spirit of the Laws’, 1748, yang menganjurkan perlunya pembagian kekuasaan, “Trias Politica”

Inggris, dalam the Glorious Revolution 1688 menghasilkan perubahan konstitusi, menjadi dua sistem kekuasaan, yaitu Raja dan Parlemen. Parlemen sendiri dibagi menjadi dua kamar (bikameral), Majelis Tinggi (kaum bangsawan) dan Majelis Rendah ( rakyat).

Namun tidak semua negara bisa menerapkan model Inggris begitu saja, karena dua hal:

  1. Setiap sistem politik suatu negara adalah produk dari kekhususan karakter bangsanya, seperti budaya, geografi, sejarah, iklim dll.
  2. Kompleksitas Inggris berbeda dengan negara lain, sehingga ‘constitutional monarchy’ menjadi pilihan yang paling tepat.

Menyusun konstitusi bukanlah hal mudah. Montesquieu menganggap konstitusi Turki kurang tepat, sehingga rakyatnya menderita karena tertekan. Kekuasaan tunggal di tangan Sultan. Italia pun menghadapi persoalan yang sama, ketika kekuasaan tunggal ditangan Republikan.  Sementara AS, yang konstitusinya juga sudah mengadopsi pemikiran Montesquieu selama dua ratus tahun, masih terus-menerus mengevaluasi secara kritis konstitusinya. Dan tetap merasa belum selesai.

Demokratisasi konstitusi telah banyak dilakukan di berbagai negara, tanpa mundur lagi ke era politik yang kejam dan menakutkan. Demokratisasi konstitusi yang terjadi, meliputi penggantian kepala pemerintahan dari Raja/Ratu, kecuali di Inggris dan negara-negara Scandinavia. 

Di AS, warga Inggris Katolik, Yahudi, dan pekerja pria mendapatkan hak penentuan suara di abad ke-19. Hak suara bagi perempuan diperoleh pada abad ke-20. Dan usia pemilih turun dari 20 tahun ke 18 tahun di tahun 1968. Bahkan sekarang sedang diupayakan turun menjadi usia 16 tahun.

Perancis memberi hak suara bagi perempuan di tahun 1945. Sementara Swiss baru memberikan hanya di tahun 1971. The European Court of Human Rights sedang mengupayakan para tahanan di penjara bisa mendapatkan hak suara dalam pemilu. Inggris masih berkeberatan. Jepang dan Polandia juga berkembang cepat dalam melakukan demokratisasi konstitusi. Demikian juga terjadi di negara-negara lainnya.

Masyarakat di era demokrasi saat ini semakin sadar untuk menuntut supaya hak-haknya dijamin oleh konstitusi. Diskriminasi terhadap ras, agama, gender, orientasi seksual, mulai sering dituntut untuk dihapuskan. Atau setidaknya dibatasi atau dikurangi. Perkembangan luar biasa terjadi dalam demokratisasi politik sejak era Montesquieu.

Sepakat dengan pendapat ahli ekonomi politik Daron Acemoglu dan James Robinson dalam bukunya “Why Nations Fail” bahwa kunci untuk mencapai kesejahteraan yang stabil dan berkelanjutan adalah bila ada perubahan dari rejim ekstraktif ke rejim inklusif.

  • Politics works when it is ‘inclusive’: i.e., when people with power still have good reasons to take account of what others want. 
  • Politics does not work when it is ‘extractive’: i.e., when people with power see it as an opportunity to take what they can get while they have the chance.

Kutipan dari novel Anna Karenina karya Leo Tolstoy, yang filmnya bisa dinikmati di Netflix:

“All happy families are alike, whereas every unhappy family is unhappy in its own particular way”.

Menurut Runciman, ini berbeda dengan kategori bahagia dalam politik. Ketidak-bahagiaan rakyat di suatu negara adalah relatif sama, akibat eksploitasi. Sementara kebahagiaan, bisa diperoleh dalam bentuk yang berbeda-beda.

Namun sejarah menunjukkan bahwa negara Inklusif cenderung berkembang menjadi Eksklusif. Negara-negara inklusif, sejahtera dan relatif stabil, cenderung ekspansif, menguasai mereka yang terpuruk, eksklusif di Afrika, Timur Jauh, dll.. Sejarah kolonialisme negara-negara Eropa menunjukkan hal tersebut.

Francis Fukuyama

Runtuhnya era komunis dan totalitarianism di Eropa Timur terjadi di 1989. Dan Demokrasi Liberal menjadi pemenang. Setidaknya demikianlah anggapan Francis Fukuyama dalam bukunya ‘The End of History and The Last Man’

Namun, menurut Runciman, ada kekhawatiran Fukuyama bahwa tanpa alternatif ideologi yang setara, kebangkitan Demokrasi ini akan mudah menjadi lemah juga.

Demokrasi muncul bukan karena banyaknya kebaikan, melainkan lebih karena kurangnya keburukan, dalam dirinya. Bahkan Churchill pernah berkomentar tentang Demokrasi ini di tahun 1947, ‘the worst system of government apart from all the others that have been tried from time to time’. 

Demokrasi modern menjadi akar dari “politik pengekangan” (a politics of restraint). Bagus untuk mencegah persoalan politik menjadi lebih buruk. 

Fukuyama berpendapat bahwa memahami kekecewaan individu merupakan kunci untuk memenuhi kepuasan rakyat, dalam Demokrasi. 

Democracy lets people let off steam, which stops them boiling over.

Yang terjadi setelah Fukuyama menerbitkan The end of history adalah “politik pengekangan” tidak menunjukkan hasil yang diharapkan. Kesenjangan sosial sejak berakhirnya Perang Dingin, justru semakin lebar dan tidak bisa diselesaikan dengan Demokrasi.

Kelompok orang terkaya di AS, 0,01%, sebanyak 16.000 keluarga, menguasai hampir 5% total kekayaan Amerika (masing-masing $23 juta). Golongan terendah (miskin) tidak menjadi lebih baik sejak satu generasi yang lalu. Dan golongan menengah justru semakin menderita. Wages have stagnated while investment income has boomed.

“Politik Pengekangan” (a politics of restraint) juga mencegah para politisi untuk menyalahgunakan kekuasaan. Namun sayangnya, justru tidak memperkuat politisi untuk bisa melindungi rakyat dari ketidakadilan ekonomi. Akibatnya, Demokrasi Liberal justru memperbesar kesenjangan ekonomi. 

Masyarakat Demokrasi modern punya banyak kesempatan untuk melawan persoalan politik, namun sering kekurangan sumberdaya untuk mengubah ketidakpuasan menjadi aksi kolektif. Dan perubahan struktural yang terjadi, biasanya sedikit menyebabkan guncangan politik. 

Guncangan setelah Great Depression, di AS menyebabkan sedikit perubahan ke arah welfare state. Sedangkan guncangan politik di Eropa setelah kekelaman PDII, menyebabkan pergeseran ke arah egalitarian welfare state.

Tanpa guncangan dan kekacauan, hanya akan menyebabkan Demokrasi Liberal terseret ke arah ketidakadilan. Lalu bagaimana? Disini Runciman sedikit ‘mengipas’ pembaca, yaitu:

… to hope for a fresh disaster to shake up the system.

The crash of 2008 was bad, but so far not bad enough to bring about structural change. So we would need something worse. Something worse than 2008 would have to be very bad indeed.

Perlu ada alternatif lain.

Dua alternatif penyelesaian Kesenjangan, ditawarkan buku ini melalui:

  1. John Rawls. Penyediaan sistem asuransi nasional untuk melindungi (protection) warga dari kemiskinan. Tentu dibutuhkan biaya. 
  2. Penguatan kalangan bawah sehingga mempunyai kekuatan politik (power), untuk melawan eksploitasi dari kalangan atas/kaya. Ide dasar classical republicanism adalah rakyat membutuhkan Kekuasaan (Power), bukan hanya Perlindungan (Protection). 

Politik Keadilan Netral tidaklah cukup untuk menangkal kesenjangan. Dan meskipun Machiavelli dianggap sebagai pemikir pre-modern, namun ide Republikan masih relevan di era modern untuk menanggapi persoalan Dominasi satu pihak ke pihak lain (perempuan oleh laki-laki, miskin oleh kaya, anak-anak oleh dewasa). Sehingga dibutuhkan adanya bekal kekuatan politik untuk melawannya. 

Kekuatan politik tersebut tidak cukup hanya Rights to Vote. Melainkan juga akses terhadap informasi, komunikasi, pendidikan, dan keterwakilan. Termasuk di dalamnya adalah keberadaan institusi sosial seperti Serikat Pekerja dan perangkat kesejahteraan, seperti Jaminan Kesehatan dan Perlindungan Anak-anak, gratis.

Ide Anti Dominasi ini sebetulnya adalah politik Konfrontasi, turunan dari Republicanism Machiavelli. Lebih bagus daripada ide Demokrasi Liberal yang cenderung meninggalkan yang kalah. Bahkan lebih bagus daripada ide Rawls, karena tingginya tuntutan dan partisipasi politik. Dan Republicanism cenderung tidak cocok di negara-negara Demokrasi modern.

Dalam upaya mengatasi kecenderungan meningkatnya kesenjangan sosial, muncul Demokrasi Populis sebagai alternatif. 

Venezuela, di akhir hayat kepemimpinan Hugo Chavez 2012, menjadi negara dengan angka kesenjangan terendah di Amerika Latin. Namun, banyak hal harus dikorbankan untuk ‘memoles kekumuhan’. Perebutan kekuasaan, penyalahgunaan konstitusi, dan provokasi kemarahan rakyat. Pemborosan anggaran melebihi pendapatan dari kekayaan minyak yang dihasilkan. Venezuela menjadi negara yang lebih setara, namun dengan kekuasaan yang lebih sewenang-wenang. 

“One sort of justice the redistributive kind at the expense of the other sort the procedural kind. Dua hal yang sulit dilaksanakan dalam Demokrasi Populis bergaya Chavez.

Dari sisi yang berbeda, demokrasi India telah berlangsung lama, sejak 1947, dengan konstitusi yang banyak terinspirasi dari negara-negara Barat. Konstitusi yang rumit dan banyak tumpang-tindih yurisdiksi. Antara politik pusat vs lokal, politisi vs birokrat, demokrasi populis vs rule of law. Alhasil, menyebabkan politik yang tidak efisien dan represif. Namun India tetap menjalankan Demokrasi Konstitusional tersebut hingga mampu mengakhiri kelaparan nasional akut. Namun gagal mencegah terjadinya Kesenjangan Sosial. 

Ekonomi India tumbuh tidak proporsional. Kelas Menengah tumbuh cepat, dan kekayaan nasional banyak dikuasai kelompok kecil. Sementara mayoritas penduduk dilanda kemiskinan. Demokrasi India belum mampu mengatasi kesenjangan keadilan struktural.

Menurut Amartya Sen dan Martha Nussbaum, Demokrasi Liberal konvensional tetap dibutuhkan namun perlu ditambah dengan fungsi-fungsi politis lainnya (teori Capabilities) seperti akses pendidikan, kesehatan, kesetaraan gender. 

Sayangnya, sampai saat ini ide Neo-Republicanism hingga Teori Capabilities Sen-Nussbaum belum berhasil. Dan masih hanya menjadi teori belaka.

Dari perjalanan sejarah perkembangan berbagai model politik Demokrasi, ada satu hal penting yang bisa dijadikan acuan baru, yaitu teori ‘Democratic Peace’. Ini adalah ide bahwa dimanapun Demokrasi berada, tidak ada perang. Karena Demokrasi memang tidak menginginkan adanya peperangan.

Immanuel Kant, filsuf Jerman akhir abad 18, menyatakan bahwa jalan kedamaian abadi, tanpa peperangan, berada pada pada landasan politik Republican, yaitu “politics of constitutional restraint” (politik pengekangan konstitusional). Bila rakyat, sebagai pembayar pajak, mampu menahan nafsu pemerintahnya untuk berperang, maka Kedamaian akan tercapai.

Kant mengakui bahwa jalan menuju perdamaian memang tidak mudah, namun tetap harus ditempuh melalui jalan Demokrasi. Dan di awal abad 21, AS dibawah Presiden George W. Bush melakukan aneksasi bersenjata ke negara lain untuk menyebarkan  demokratisasi. 

Logika yang dipergunakan adalah bahwa bila Demokrasi berarti ketiadaan perang, maka mengekspor Demokrasi dengan kekuatan bersenjata, akan melipatgandakan keuntungan. Maka perang untuk menyebarkan Demokrasi dapat dilihat sebagai investasi perdamaian untuk masa depan.

Dengan dua tujuan sekaligus, yaitu memerangi terorisme, dan menanam benih Demokrasi, Afghanistan dan Iraq menjadi target aneksasi bersenjata AS untuk dua kepentingan tersebut. Gagal. Benih Demokrasi yang sudah menyebar dimana-mana, ternyata tidak mampu memerangi terorisme. 

Menurut Runciman, negara besar dan kuat dalam era politik modern, tidak memiliki intensi untuk berperang. Dan semakin kuat mereka, semakin kecil hasrat berperang yang mereka miliki. 

AS adalah negara besar dengan kekuatan peralatan perang modern yang juga sangat besar. Jejak kekejian brutal sejarah peperangan AS telah banyak membuktikan. Demokrasi memang tidak menghendaki peperangan, namun bila harus terjadi, negara-negara demokratis besar tersebut akan sulit dikalahkan. Mungkin alasan tersebutlah yang membuat demokrasi enggan berperang satu sama lain. Kehancuran yang menakutkan.

Sehingga, “The democratic peace may not be proof of how nice democracies are. It may be evidence of how nasty they can be”. Beginilah contoh keburukan (negative) dari democratic peace theory.

Ada hal-hal positif dari Demokrasi Liberal ini yang bisa ditawarkan, yaitu: free trade (perdagangan bebas) dan pergerakan barang dan orang di antara mereka. Namun tak sepenuhnya terbukti. Turki tetap gagal untuk bisa bergabung dengan EU. Dan Perdagangan Bebas seringkali belum memberikan keuntungan yang seimbang bagi para pihak.

Demokrasi yang melakukan pergerakan barang dan orang secara bebas diantara mereka, akan menyebabkan perlakuan yang tidak baik pada pihak lainnya. Sangat mungkin ini terjadi di Eropa Barat. 

Berbagi

Setelah melihat adanya berbagai kesulitan untuk mencapai kesetaraan melalui politik, muncul ide untuk mengupayakannya langsung tanpa Politik, dengan alasan:

  1. Praktis. Tanpa mesti melalui politik
  2. Kesenjangan global merupakan kegagalan moral dan juga kegagalan politik.

Pembiaran adanya banyak kesenjangan dan penderitaan, sementara ada pihak-pihak yang memiliki sumberdaya berlebih, dapat dipandang sebagai bentuk kejahatan. Persoalan pun muncul ketika trust rendah dari penyumbang terhadap pihak yang terlibat dalam distribusi bantuan. Pemenuhan tuntutan moral yang digagalkan oleh persoalan politik.

Bantuan langsung dari suatu negara ke negara lain sering diragukan keberhasilannya. Terlebih apabila negara berada dalam instabilitas politik dan korupsi tinggi. Kombinasi dari ketidakpedulian negara kaya dan instabilitas negara miskin bagaikan neraka bagi bangsa yang sedang terpuruk.

Runciman berpendapat bahwa negara-negara kaya tidak banyak bertindak untuk keperluan negara miskin dengan alasan:

  • Negara dengan sumberdaya berlebih, tidak berada dalam risiko tinggi keterpurukan
  • Negara kaya tidak percaya bahwa donasi akan diterima sepenuhnya oleh mereka yang membutuhkan
  • Ancaman masa depan (climate change) dianggap tidak nyata. Menurut The Economics of Climate Change: The Stern Review, 2006, dibutuhkan alokasi 1% per tahun dari GDP negara-negara kaya untuk membiayai Perubahan Iklim.

The time horizons of successful democracies tend to be as shrunken as their geographical ones.

Pemerintahan Global

Alih-alih mengesampingkan Politik, Runciman justru memancing diskusi dengan menawarkan alternatif politik Satu Negara Global (world state). Satu negara besar dan kuat, diharapkan bisa menguasai dan membuat kesepakatan dengan banyak pihak. Ide satu negara besar ini memang sudah ada sejak terjadinya banyak pertikaian antar negara di planet ini.

Immanuel Kant di akhir abad 18, pernah mempertimbangkan ide World State ini. Namun menurutnya terlalu besar, rumit dan terlalu sulit akses ke warganya bila berada jauh dari pusat pemerintahan. Kant juga berpendapat bahwa bagaimanapun canggihnya suatu jaringan komunikasi dan perdagangan terbentuk antar negara, tetap masih banyak perbedaan besar antar negara yang bisa diakomodasi dalam satu model struktur politik. World government remains a bad idea.

Ide World State ini seperti mengakomodir hukum Hobbes tentang the state of nature” sebagai pandangan politik. Mengasumsikan suatu negara sebagai individu manusia, dimana untuk mencapai perdamaian, pihak yang lemah akan menyerahkan haknya. Pengandaian yang tidak tepat. States are not like natural human beings. Negara tidak akan mudah menyerah.

Harapan Runciman akan tercapainya perdamaian di berbagai belahan dunia dinyatakan dengan ungkapan sbb., 

Peace promotes easy options. Easy options encourage bad politics. Bad politics threatens disaster. Disaster invites political salvation. It is a precarious business. Given time, and luck, we may get there without anything too terrible happening. 

PENUTUP

Societies that fail to adapt to the challenges they face eventually fall apart.

Francis Fukuyama menyatakan bahwa Demokrasi Liberal adalah bentuk akhir dari sejarah peradaban. Benarkah? Atau nasibnya tak berbeda dengan reruntuhan Parthenon sebagai peninggalan kejayaan Yunani? Atau runtuhnya patung Lenin di Moscow.

Runciman optimis bahwa Demokrasi sekarang ini akan berbeda dengan kejayaan kekuasaan masa lampau yang rapuh, karena:

  1. Negara-negara sukses saat ini, mempunyai akses terhadap sumberdaya yang tidak sepenuhnya diperoleh oleh negara-negara gagal tersebut. Lebih kaya, lebih berpendidikan, lebih banyak informasi, lebih sehat dan lebih panjang umur. Perubahan dan penemuan baru pun cepat terjadi.
  2. Demokrasi modern per definisi berlangsung adaptif. Politics of restraint. Bila Demokrasi membuat kesalahan, maka sistem dengan sendirinya akan memperbaiki dirinya dengan keseimbangan baru. “The politics of restraint has proved good at correcting for the most serious errors of judgement that politicians can make”.

Namun demikian, kelemahan pun tetap ada, karena:

  1. Di era masyarakat jaringan, nasib negara Demokrasi pun tergantung pada kondisi politik negara-negara lain. Artinya, kesalahan di satu negara akan berdampak pada negara lainnya.
  2. Sejarah kesuksesan suatu negara di masa lalu,  bukan jaminan keselamatan di masa depan. Karena tantangan selalu berbeda. Formula penyelamatan krisis finansial di masa lalu, belum tentu tepat untuk penyelesaian kasus yang sama di masa kini.
  3. Berbagai kesuksesan tersebut bisa membuat para politisi terlena, berpuas diri bahkan arogan, karena terlalu percaya diri bahwa sistem Demokrasi akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan politik dengan sendirinya. Kelenturan sistem Demokrasi yang adaptif memang terbukti mampu menghadapi berbagai tantangan. Selamat dari Great Depression, Fasisme dan Komunisme. Bahkan mampu memberikan hak warga untuk memilih pemimpinnya. 

Di akhir bukunya, Runciman berpesan untuk selalu waspada, karena hal-hal buruk masih bisa terjadi. Perlu disadari masih adanya risiko yang mungkin timbul akibat interkonektivitas global, berbagai konsekuensi jangka panjang akibat tindakan kita saat ini, serta semakin besarnya rasa puas diri terhadap apa yang sudah dicapai oleh politik. 

Memanfaatkan sebaik-baiknya lembaga-lembaga perwakilan negara modern, menjadi alternatif bagus untuk menghadapi tantangan masa depan. Selain itu, institusi-institusi negara juga harus semakin diberdayakan keberadaannya. 

Tidak ada yang mudah dalam hal ini. Dan kutipan kalimat terakhir dalam buku ini adalah, 

Politics still matters”

KOMENTAR

Sebagai insan awam politik, buku ini sangat mencerahkan. Meningkatkan sikap kritis untuk mempelajari lebih lanjut. Khususnya pendapat para Pemikir klasik yang disebut dalam buku ini, seperti Hobbes, Machiavelli, Weber, Rawl, Kant, dll. Juga memancing tanya tentang kaitan dari banyak hal diatas dengan situasi politik tanah air saat ini, seperti isu Dinasti Politik, legalisasi kekerasan moral (baca How Democracies Die karya Levitsky dan Ziblatt), dll. 

Tentu tak cukup hanya satu buku ini yang bisa digunakan sebagai pisau bedah situasi politik nasional. Namun setidaknya bisa menjadi pengantar untuk mengkritisi situasi tersebut. Tanpa mesti menyetujuinya.

Last but not least, film seri “Borgen” di Netflix bagus untuk dinikmati. Tentang praktek politik di pemerintahan Denmark.

Tautan:

Procedural Justice

Redistributive Justice

Amankah Demokrasi kita?

HOW DEMOCRACIES DIE

Copyright © 2018 by Steven Levitsky and Daniel Ziblatt

It is less dramatic but equally destructive. Democracies may die at the hands not of generals but of elected leaders. (Levitsky dan Ziblatt, 2018)

Buku ini menjadi tenar di tahun 2020, ketika beredar foto Anies Baswedan, yang kemudian menjadi Kandidat Presiden RI, yang sedang membacanya. Sebuah upaya sindiran halus terhadap pemerintahan Jokowi saat itu. Menjadi buku rujukan bagi para mahasiswa kritis.


Sejarah runtuhnya Demokrasi di berbagai negara di dunia menunjukkan perubahan modus. Bila Chili, Venezuela, Mesir, Turki, Thailand, Filipina pernah mengalami kudeta militer, maka di abad 21 ini tak lagi banyak alih kekuasaan kepemimpinan nasional diwarnai korban jiwa atau kudeta bersenjata. Namun esensinya tetap tidak berubah, yaitu perebutan kekuasaan atau melanggengkan kekuasaan dengan cara tidak demokratis.

Tak lagi muncul kudeta militer, atau kediktatoran brutal. Namun Demokrasi tetap bisa runtuh walaupun konstitusi yang diharapkan sebagai pengaman demokrasi telah tersedia. Bahkan lembaga-lembaga negara yang diperlukan keberadaannya dalam negara demokratis (trias politika) untuk Check and Balances seperti Dewan Perwakilan/Senat (legislatif) dan lembaga Hukum (yudikatif), masih berkegiatan. Proses-proses demokratis pun seperti Pemilihan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, tetap dilaksanakan. Dan masyarakat pun juga turut memilih dalam Pemilu. Kudeta ternyata bisa terjadi dengan “legal”.

Citra yang ingin dibangun oleh penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya adalah “legal” atau tidak melanggar aturan. Seolah disetujui oleh Legislatif dan dapat dipertanggungjawabkan secara Hukum.

Bahkan AS yang dikenal sebagai negara demokratis adidaya, dengan bekal Konstitusi yang dirasakan bangsanya sudah sempurna, bebas merdeka dan setara, kelas menengah tersukses dalam sejarah, GDP tertinggi dengan pendidikan berkualitas terbaik, serta memiliki sektor privat yang sangat besar; tetap saja bisa mengalami keruntuhan demokrasi. Donald Trump telah meruntuhkannya di tahun 2016.

Kemenangan mengejutkan Donald Trump bukan hanya dipicu oleh kekecewaan publik terhadap pemerintah sebelumnya, melainkan juga karena kegagalan Partai Republik AS mencegah terpilihnya demagog ekstremis menjadi Calon Presiden.

Sejarah Alih Kuasa
Sejarah kelam kudeta militer pernah terjadi di Santiago, Chile. Tanggal 11 September 1973, pesawat pembom Hawker Hunter buatan Inggris telah menjatuhkan bom di atas istana kepresidenan megah La Moneda. Di tengah kota Santiago. Istana terbakar. Presiden Salvador Allende yang sudah memerintah selama 3 tahun, terkurung di dalamnya. Tewas. Kudeta bersenjata terjadi. Dan runtuhlah demokrasi Chile oleh Jendral Augusto Pinochet

Adolf Hitler, mulai dikenal dunia sejak melakukan makar di Bavaria, Munich, 8-9 November 1923. Melibatkan 2.000 massa Nazi dan menelan korban tewas 16 Nazi dan 4 aparat keamanan. Kudeta oleh partai Nazi yang dikenal sebagai Beer Hall Putsch atau Munich Putsch. Gagal. Hitler mendekam 9 bulan dipenjara. Dan kisah tersebut ditulisnya sendiri dalam buku Mein Kampf.

Demokrasi di Argentina, Brasil, Dominika, Ghana, Yunani, Guatemala, Nigeria, Uruguay, Peru, Pakistan, Turkey dan Thailand, runtuh dengan cara yang sama. Kudeta. Yang terakhir adalah Presiden Mesir Mohamed Morsi (2013) dan Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra (2014).

Modus perebutan kekuasaan telah berubah. Dan runtuhnya Demokrasi terjadi dengan cara yang berbeda. Para perusak demokrasi tersebut justru menggunakan lembaga-lembaga demokrasi itu sendiri, secara perlahan, halus, bahkan “legal”, untuk meruntuhkannya. Rakyat tak serta-merta menyadari apa yang terjadi. Erosi demokrasi itu hampir tak terasa bagi banyak orang. Bucin, bahasa gaul anak muda jaman now, telah melenakannya. 

Dan karena tidak terasa dengan jelas, adanya tindak penguasa authoritarian yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum, maka kesadaran publik pun tak terusik. Oleh karenanya, bagi mereka yang terus mencela tindakan pemerintah akan dianggap sebagai berlebihan. 

Timbul kebingungan publik. Mulai muncul kritik sosial masyarakat terhadap perilaku pemerintah. Dan intimidasi melalui kebijakan pajak serta tindak hukum lainnya pun mulai diberlakukan. Keras terhadap mereka yang terus mengkritisi pemerintah. Kekuasaan pun bukan lagi demi Keadilan dan Kemakmuran. Namun demi penaklukan oposan. Penyanderaan kebebasan dilakukan.

Beberapa pemimpin terpilih lainnya juga telah membajak lembaga-lembaga demokrasi dengan cara baru tersebut. Terjadi di Georgia, Hungaria, Nikaragua, Peru, Filipina, Polandia, Rusia, Sri Lanka, Turki, dan Ukraina.

Uji Potensi Autokrat

Berbekal pengalaman runtuhnya Demokrasi di berbagai negara tersebut, AS memberlakukan Uji Litmus. Sebuah sistem alat uji untuk mengidentifikasi potensi seorang kandidat pemimpin untuk menjadi autokrat bila berkuasa.

Uji Litmus ini menjadi bekal bagi para pejabat politisi atau pimpinan partai untuk mencegah dan tidak memberi kesempatan atau merekomendasikan mereka yang berpotensi menjadi autokrat, bila berada di posisi strategis atau pimpinan. Kesalahan perhitungan dalam merekomendasikan jabatan, bisa menyebabkan demokrasi dalam posisi kritis.

Mengingat bahwa negara yang dianggap demokratis pun bisa terpeleset, maka ada dua ujian yang perlu dilakukan:

  1. Apakah pemimpin politik, dan terutama partai politik, telah bekerja untuk mencegah para demagog meraih kekuasaan? Salah satunya dengan Uji Litmus diatas.
  2. Akankah si pemimpin autokratik membajak lembaga-lembaga demokrasi, ataukah sebaliknya dibatasi aktivitas kekuasaannya oleh lembaga-lembaga itu?

Lembaga pemerintah saja tak cukup untuk dapat mengendalikan autokrat terpilih. Konstitusi mesti dijaga keberlangsungannya oleh partai politik dan organisasi massa, juga oleh norma-norma demokratik. Tanpa norma-norma kuat, Check and Balances konstitusional tidak akan mampu menjadi benteng demokrasi. Lembaga-lembaga negara menjadi senjata politik, digunakan oleh penguasa, otokrat terpilih, untuk menghantam para oposan. 

Begitulah cara autokrat terpilih membajak demokrasi, menjadikan pengadilan dan badan netral lainnya sebagai “senjata”, menguasai atau mengintimidasi media dan sektor swasta, serta mengubah aturan politik agar keseimbangan kekuatan berubah merugikan lawan. 

Paradoks tragis jalan menuju kerusakan Demokrasi adalah melalui Pemilu. Para demagog pembunuh demokrasi tersebut menggunakan lembaga-lembaga demokrasi itu sendiri, secara pelan-pelan, halus, bahkan legal.

Modus Legal 

Fenomena di dunia menunjukkan bahwa modus penghancuran Demokrasi, setelah era Kudeta Bersenjata, dilakukan oleh penguasa baru yang berperilaku demokratis pada awal kekuasaannya. Sukses menarik simpatisan. Dan kemudian berubah menjadi authoritarian untuk melanggengkan kekuasaannya.

Ironisnya, penguasa otokrat berwajah populis tersebut justru mendapatkan kekuasaan atas rekomendasi penguasa demokratis yang menjabat sebelumnya.

Mussolini di Italia, Hitler di Jerman, Getúlio Vargas di Brazil, Alberto Fujimori di Peru dan Hugo Chávez di Venezuela, meraih kekuasaan dengan jalan yang sama: rekomendasi dari incumbent, melalui pemilihan umum atau persekutuan dengan tokoh-tokoh politik berkuasa. 

Di setiap contoh diatas, para elite politik penguasa percaya akan mampu mengelola siapapun yang diundang masuk ke dalam kekuasaan. Namun, rencana bisa menjadi senjata makan tuan. Dan kesalahan perhitungan bisa menyebabkan kekeliruan fatal. Menyerahkan kunci kekuasaan kepada calon autokrat.

Hitler mendekam di penjara selama sembilan bulan (Mein Kampf), karena gagal dalam kudeta bersenjata pada tahun 1923, menjadi populer dan memiliki cukup banyak pengikut. Kebuntuan parlemen dalam memilih Kanselir, berujung pada kesepakatan legal untuk membuat ‘undangan’ kepada Hitler untuk memasuki kekuasaan di Jerman sebagai Kepala Pemerintahan, Kanselir, 1933. Rasa percaya diri berlebihan para elit politik bahwa akan mampu mengendalikan Adolf Hitler, berujung pada runtuhnya Demokrasi di Jerman.

Sejarah yang sama terjadi dengan munculnya Chavez sebagai Presiden Venezuela. Dibukakan pintu istana oleh Presiden sebelumnya, Caldera. Senjata makan tuan. Tanggal 6 Desember 1998, Chavez memenangkan pemilihan presiden.

Hugo Chávez di Venezuela yang terpilih 1998. Populis saat awal pemerintahannya. Kemudian berubah menjadi authoritarian di tahun 2003, setelah selamat upaya kudeta militer 2002. Semakin represif di tahun 2006 ketika memaksakan untuk tetap duduk di kursi kekuasaan melewati masa jabatan yang ditetapkan peraturan yang sah. Kekuasaan berlanjut hingga terpilih kembali tahun 2012. Sakit dan wafat tahun 2013. Digantikan oleh  Nicolás Maduro dengan proses pemilihan abal-abal. Free but not fair. Media dan mesin pemenangan Maduro, dikuasai dan digunakan oleh penguasa. Para pemimpin oposisi dipenjarakan. Runtuh sudah demokrasi di Venezuela. Dan selanjutnya dikenal sebagai negara autokrasi.

Di Italia awal 1920-an, tatanan liberal lama sedang ambruk di tengah pemogokan dan keresahan sosial. Kegagalan partai-partai tradisional membentuk mayoritas parlementer yang solid membuat perdana menteri tua yang telah menjabat lima kali, Giovanni Giolitti, putus asa, dan dia mengabaikan para penasihatnya lalu mengadakan pemilu lebih awal pada Mei 1921. Dengan niat memanfaatkan daya tarik massa Fasis, Giolitti memutuskan untuk menawarkan tempat kepada gerakan baru Mussolini di “blok borjuis” Nasionalis, Fasis, dan Liberal-nya. 

Strategi itu gagal, blok borjuis meraih di bawah 20 persen suara, sehingga Giolitti mengundurkan diri. Namun posisi Mussolini membuat kelompoknya mendapat legitimasi sehingga bisa menanjak dalam politik.

Meski ketiganya amat berbeda, namun Hitler, Mussolini, dan Chávez menempuh jalan menuju kekuasaan yang sama. Mereka semua adalah orang luar yang mahir merebut perhatian publik, tapi semuanya meraih kekuasaan karena para tokoh politik mengabaikan tanda-tanda peringatan, sehingga menyerahkan kekuasaan kepada mereka (Hitler dan Mussolini) atau membuka pintu untuk mereka (Chávez).

Pengalihan tanggungjawab politis oleh pemimpin yang sedang berkuasa sering menandai langkah pertama suatu negara menuju otoriterianisme. 

Bila pemimpin karismatik yang dipersepsikan sebagai Orang Baik tersebut muncul, dan elit politik atau partai politik besar tak cukup punya figur kandidat Pemimpin Pemerintahan, maka bisa tergoda untuk mengundangnya memasuki kekuasaan. Dan kesepakatan yang terjadi, bisa berubah merugikan bagi pengundang, karena Orang Baik yang cukup punya dukungan, menjadi calon peraih kekuasaan yang sah. 

Menumbangkan Demokrasi

Erosi demokrasi terjadi selangkah demi selangkah, kadang amat kecil langkahnya. Tiap langkah kecil tampak tak penting, tak ada yang kelihatan benar-benar mengancam demokrasi. 

Langkah pemerintah menumbangkan demokrasi memang sering berkesan legal: disetujui parlemen atau dianggap konstitusional oleh mahkamah agung. Banyak yang diterapkan dengan dalih demi satu tujuan publik yang sah, bahkan terpuji, seperti melawan korupsi, “membersihkan” pemilu, memperbaiki mutu demokrasi, atau meningkatkan keamanan nasional.

Bila lembaga-lembaga itu dikendalikan oleh mereka yang setia kepada pemerintah otoritarian, tentu mereka dapat melindungi pemerintah dari penyelidikan dan penuntutan pidana yang dapat menggulingkannya. Presiden menjadi bisa melanggar hukum, mengancam hak rakyat, bahkan melanggar konstitusi tanpa harus khawatir semua itu akan diselidiki atau dikecam. 

The Authoritarian Report Card After One Year

Referees: Aparat Penegak Hukum

Dengan aparat penegak hukum yang sudah dikuasai, pemerintah bisa bebas bertindak, tanpa dihalangi. Bagaikan membekali senjata yang kuat, sehingga memungkinkan pemerintah untuk menegakkan hukum secara tebang-pilih. Menghukum lawan sambil melindungi kawan. Aparat pajak bisa digunakan untuk mengincar politikus, bisnis, atau saluran media rival. Polisi bisa membubarkan unjuk rasa oposisi sambil membiarkan tindak kekerasan oleh pendukung pemerintah. Badan intelijen bisa digunakan untuk memata-matai pengkritik dan mencari bahan untuk pemerasan.

Modus untuk mengamankan kekuasaannya dengan topeng Demokrasi, pemerintahan Peron di Argentina, Rafael Correa di Ekuador, Orbán, di Hungaria, Chávez di Venezuela dan Fujimori di Peru, adalah menguasai lembaga hukum dan aparatnya. Yang digunakan sebagai perisai untuk berlindung dari tantangan konstitusional dan sebagai senjata kuat dan “legal”, untuk memukul para oposan dan meminggirkan media.

Para pemain yang tak bisa dibeli mesti dilemahkan dengan cara lain. Diktator gaya lama sering memenjarakan, mengasingkan, atau bahkan membunuh lawannya, sementara autokrat zaman sekarang cenderung menyembunyikan tindakan represif di balik kedok legalitas. Itulah sebabnya menguasai lembaga hukum menjadi penting. 

Terakhir, autokrat hasil pemilu sering mencoba membungkam tokoh-tokoh budaya-seniman, intelektual, bintang pop, atlet, yang ketenaran atau posisi moralnya membuat mereka jadi ancaman potensial.

Namun biasanya pemerintah lebih suka merangkul tokoh budaya terkenal atau mencapai kesepakatan bersama dengan mereka, membiarkan mereka melanjutkan pekerjaan asalkan tidak ikut-ikut berpolitik.

Pembungkaman tersamar terhadap suara-suara ‘miring’, baik dengan dengan kooptasi atau ancaman, akan berpengaruh buruk bagi oposisi. Ketika pebisnis besar dipenjara atau dijatuhkan secara ekonomi, seperti kasus Khodorkovsky di Rusia, pengusaha lain akan merasa lebih bijak untuk tidak terlibat politik sama sekali. 

Dan ketika politikus oposisi ditahan atau diasingkan, seperti di Venezuela, politikus lain memutuskan untuk menyerah dan pensiun. Banyak pembangkang memutuskan untuk tetap di rumah ketimbang masuk politik, dan yang masih aktif jadi patah semangat. Itulah yang dituju pemerintah. Kalau para pemain utama oposisi, media, dan bisnis dibeli atau dipinggirkan, oposisi gembos. Pemerintah “menang” tanpa harus melanggar aturan.

Namun untuk memperkokoh kekuasaan, pemerintah mesti berbuat lebih banyak, pemerintah mesti mengubah aturan permainan juga. Tokoh otoriter yang ingin melakukan konsolidasi kekuasaan sering mengubah konstitusi, sistem pemilihan umum, dan lembaga-lembaga lain agar melemahkan atau memberatkan oposisi, membuat arena menjadi merugikan lawan. 

Perubahan itu sering dilaksanakan dengan alasan demi kepentingan umum, padahal sebenarnya menguntungkan petahana. Dan karena melibatkan perubahan legal atau bahkan konstitusional, perubahan sistem bisa memungkinkan autokrat unggul selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun.

Melalui aparat penegak hukum (APH), yang berperan sebagai wasit, dan dikuasai oleh pemerintah, akan bisa mengubah aturan permainan, sehingga mampu memenangkan pemilu. Karena langkah-langkah itu dilaksanakan sedikit demi sedikit dan dengan terkesan legal, pergeseran ke otoritarianisme tak selalu membuat alarm berbunyi. Warga sering terlambat menyadari bahwa demokrasi sedang dipreteli-bahkan bila itu terjadi di depan mata mereka.

Krisis

Salah satu ironi besar terkait bagaimana demokrasi mati adalah bahwa pembelaan terhadap demokrasi itu sendiri sering dijadikan alasan untuk menumbangkannya. Para calon autokrat sering menggunakan krisis ekonomi, bencana alam, dan terutama ancaman keamanan-perang, perlawanan bersenjata, atau serangan teroris-untuk membenarkan langkah-langkah antidemokrasi.

Krisis sulit diprediksi, namun jelas konsekuensi politiknya. Krisis sangat membantu konsentrasi dan, bahkan seringkali menjadi pemicu penyalahgunaan kekuasaan.

Perang dan serangan teroris di AS menyebabkan tingginya dukungan masyarakat terhadap pemerintah. Setelah peristiwa 11 September 2001, Presiden George W. Bush mendapat kenaikan angka dukungan dari 53% menjadi 90%, angka tertinggi yang pernah dicatat lembaga jajak pendapat Gallup. (Rekor tertinggi sebelumnya-89 persen-telah dicapai ayah George W. Bush, George H.W. Bush, sesudah Perang Teluk Persia 1991.) Karena hanya sedikit politikus yang bersedia menantang presiden dengan dukungan 90 persen ditengah krisis keamanan nasional, maka presiden jadi tak terhalang. USA PATRIOT Act, yang ditandatangani oleh George W. Bush pada Oktober 2001, tak bakal disahkan andai serangan 11 September tak terjadi pada bulan sebelumnya.

Rakyat juga lebih mungkin menoleransi, bahkan mendukung cara-cara otoriter selama krisis keamanan, terutama bila mereka mengkhawatirkan keselamatan sendiri. Bahkan sesudah 9/11, penelitian menunjukkan 55% bangsa Amerika Serikat mengaku bahwa beberapa kebebasan sipil perlu dibatasi untuk melawan terorisme. 

Demikian juga, penahanan orang-orang Jepang-Amerika oleh pemerintah Roosevelt kiranya tak terpikirkan tanpa adanya rasa takut masyarakat akibat serangan ke Pearl Harbor. Survey juga menunjukkan bahwa sesudah Pearl Harbor, 60% lebih bangsa Amerika mendukung pengusiran orang-orang Jepang-Amerika dari Amerika Serikat, dan setahun kemudian, penahanan orang-orang Jepang-Amerika masih mendapat dukungan masyarakat cukup besar.

Sebagian besar konstitusi memperbolehkan perluasan kekuasaan eksekutif selama krisis. Alhasil, presiden yang terpilih secara demokratis pun bisa mengonsentrasikan kekuasaan dan mengancam kebebasan sipil selama perang. Di tangan calon pemimpin otoriter, kekuasaan terkonsentrasi itu jauh lebih berbahaya. Bagi demagog yang merasa terkepung kritik dan terikat lembaga-lembaga demokrasi, kondisi krisis bisa membuka jendela kesempatan untuk membungkam kritik dan melemahkan pesaing. Memang, autokrat terpilih sering butuh krisis, ancaman dari luar yang menawarkan kesempatan bagi mereka untuk membebaskan diri dengan cepat dan sering kali “legal”.

Kombinasi calon Pemimpin Otoriter dan Krisis Besar bisa mematikan bagi demokrasi. Beberapa pemimpin mulai menjabat setelah menghadapi krisis.

Bahkan Pemimpin lain, justru menciptakan krisis. Baik krisis nyata atau bukan, para calon pemimpin otoriter siap memanfaatkan krisis untuk membenarkan perebutan kekuasaan. 

Bagi demagog yang dikungkung batas-batas konstitusional, krisis merupakan kesempatan untuk mulai membongkar pengawasan dan perimbangan dalam politik demokrasi yang merepotkan dan kadang mengancam. Krisis memperkenankan autokrat memperluas ruang gerak untuk bermanuver dan melindungi diri dari musuh. Lalu: apakah lembaga-lembaga demokrasi bisa semudah itu tidak berfungsi sebagaimana seharusnya?

Pagar Demokrasi

Survei tahun 1999 menunjukkan bahwa 85% bangsa Amerika Serikat meyakini bahwa Konstitusi AS adalah alasan utama “Amerika telah sukses selama abad ini” dan berhasil menjaga demokrasi.

Namun sejatinya, konstitusi yang dirancang dengan baik pun kadang gagal menjaga Demokrasi. 

Konstitusi Weimar 1919, Jerman, dirancang oleh beberapa pemikir hukum terhebat di negara itu. Namun, ambruk dengan cepat sesudah Adolf Hitler meraih kekuasaan pada 1933.

Pengalaman Amerika Latin pascakolonial. Banyak republik yang baru merdeka, menulis konstitusi yang hampir mirip Konstitusi AS. Namun hampir semua republik muda di kawasan itu terjerumus perang saudara dan kediktatoran.

Argentina amat mirip dengan Konstitusi AS: dua pertiga teksnya diambil langsung dari Konstitusi AS. Namun, tatanan konstitusional itu tak bisa mencegah pemilu curang pada akhir abad ke-19, kudeta militer pada 1930 dan 1943, dan juga otokrasi populis Perón.

Filipina telah dijabarkan sebagai “salinan persis Konstitusi AS.” Konstitusi yang ditulis di bawah pengawasan kolonial AS dan disetujui Kongres AS itu “menyediakan contoh khas demokrasi liberal”, dengan pemisahan kekuasaan, pengakuan atas hak asasi manusia, dan pembatasan masa jabatan presiden dua kali. Namun Presiden Ferdinand Marcos, yang tidak mau turun sesudah masa jabatan keduanya berakhir, menghapuskan ketentuan itu dengan mudah sesudah mengumumkan berlakunya hukum perang pada 1972.

Bahkan konstitusi yang dirumuskan dengan baik pun, tidak dengan sendirinya dapat menjamin tegaknya demokrasi. 

Memang, konstitusi selalu tidak lengkap. Sebagaimana halnya perangkat peraturan lainnya, konstitusi memiliki kesenjangan dan ambiguitas tak terbilang. Tidak ada petunjuk pelaksanaan yang bisa mengantisipasi semua keadaan yang mungkin terjadi. Aturan-aturan konstitusional juga selalu punya banyak penafsiran, sehingga memungkinkan untuk digunakan dengan cara-cara yang tak terduga oleh para penciptanya.

Karena ada kesenjangan dan ambiguitas di dalam semua sistem hukum, maka tak bisa hanya mengandalkan pada konstitusi saja untuk menjaga demokrasi dari para calon pemimpin otoriter. 

Aturan tak tertulis

Pengalaman AS menunjukkan bahwa Demokrasi akan bekerja baik dan bisa bertahan lama bila tersedia penguatan konstitusi melalui norma-norma demokratik tak tertulis. 

Aturan-aturan tak tertulis tersebut, ada di mana-mana dalam perpolitikan Amerika, mulai dari cara kerja Senat dan Electoral College hingga format konferensi pers Presiden. Namun, ada dua norma yang menonjol serta fundamental demi berfungsinya demokrasi, yaitu: 

  1. saling toleransi (mutual toleration) atau pemahaman bahwa partai-partai yang bersaing menerima lawannya sebagai rival sah; dan 
  2. sikap menahan diri secara kelembagaan (institutional forbearance) untuk tidak menggunakan hak khusus kelembagaannya.

Dua norma itu mendasari demokrasi Amerika Serikat hampir selama abad ke-20. Para pemimpin kedua partai besar bisa menerima sesamanya sebagai kompetitor dan menolak godaan untuk menggunakan hak pengendalian atas lembaga pemerintah untuk kepentingan partisan sebesar-besarnya. Aturan atau norma itu berperan sebagai pagar lembut demokrasi, mencegah persaingan politik harian merosot menjadi konflik tanpa aturan.

Norma tidak cukup hanya mengandalkan pada sifat baik pemimpin politik, melainkan berupa kode etik bersama yang telah menjadi pengetahuan umum dalam satu komunitas atau masyarakat, diterima, dihormati, dan ditegakkan para anggotanya. 

Bila norma berlaku cukup kuat, pelanggaran terhadapnya akan memicu ekspresi penolakan, cemoohan, kritik publik hingga pengucilan terang-terangan. Dan politikus yang melanggarnya tentu akan rugi.

Saling toleransi (mutual toleration) merujuk ke gagasan bahwa selama para kompetitor bermain sesuai aturan konstitusional, maka bisa diterima bahwa mereka punya hak hidup, bersaing berebut kekuasaan, dan memerintah, yang setara. Artinya, harus diakui bahwa dalam politik, para kompetitor adalah warga negara yang baik, patriotis, taat hukum-mereka cinta negara dan menghormati Konstitusi. Artinya, walaupun tidak bisa mempercayai kebenaran gagasan-gagasan lawan, tetap tak bisa memberlakukan mereka sebagai ancaman. Juga tak perlu memperlakukan mereka sebagai pengkhianat, subversif, atau lain-lainnya. Dengan kata lain, saling toleransi adalah kesediaan bersama para politikus untuk sepakat tak bersepakat.

Ketika norma Saling Toleransi lemah, demokrasi menjadi sulit dikelola. Bila menganggap kompetitor sebagai ancaman berbahaya, maka muncul reaksi untuk menggunakan segala cara supaya mengalahkan mereka. Dan terjadilah cara-cara otoriter. Politikus yang dianggap kriminal atau subversif akan dipenjara; dan pemerintahan yang dianggap mengancam negara dan bangsa, bisa digulingkan.

Di hampir semua kasus kerusakan demokrasi yang terjadi, para calon pemimpin otoriter, sejak Franco, Hitler, dan Mussolini di Eropa antara dua perang dunia, lalu Marcos, Castro, dan Pinochet selama Perang Dingin hingga Putin, Chávez, dan Erdoğan baru-baru ini, membenarkan konsolidasi kekuasaan dengan menganggap lawan sebagai ancaman eksistensial.

Norma kedua yang penting bagi kelangsungan demokrasi adalah sikap menahan diri secara kelembagaan (institutional forbearance). “Sikap menahan diri” berarti “pengendalian diri yang sabar; legawa dan toleran”, atau “tindakan untuk tidak menggunakan suatu hak legal”. 

Pemerintahan Inggris bisa menjadi contoh perilaku Menahan Diri secara kelembagaan dalam demokrasi. Menurut Keith Whittington (ahli konstitusi dan penulis), pemilihan Perdana Menteri Inggris “adalah hak Raja atau Ratu. Secara formal, pemegang takhta dapat memilih siapapun untuk jabatan tersebut dan membentuk pemerintahan.” Dalam praktiknya, Perdana Menteri ialah anggota Parlemen yang memimpin fraksi mayoritas di House of Commons, biasanya ketua partai terbesar di parlemen. Saat ini sistem tersebut dianggap wajar, tapi selama berabad-abad, raja atau ratu Inggris mengikutinya secara sukarela. Tidak ada aturan konstitusionalnya.

Contoh lain adalah penentuan batas masa jabatan presiden. Selama sejarah Amerika Serikat, batas dua kali masa jabatan bukan hukum tertulis, melainkan norma Menahan Diri. Sebelum ratifikasi Amandemen ke-21 pada 1951, tidak ada pasal dalam Konstitusi AS yang mewajibkan presiden berhenti menjabat sesudah dua masa jabatan. Namun, berhentinya George Washington sesudah dua masa jabatan pada 1797 menjadi preseden kuat. Seperti diamati Thomas Jefferson, presiden pertama yang mengikuti norma tersebut.

Bila penghentian masa bakti [Presiden] tak ditetapkan Konstitusi, atau dilakukan dalam praktik, maka masa jabatannya, yang semestinya empat tahun, bisa berlangsung seumur hidup…. 

Sesudah ditetapkan demikian, batas informal dua masa jabatan terbukti cukup kuat. Bahkan presiden-presiden ambisius dan populer seperti Jefferson, Andrew Jackson, dan Ulysses S. Grant tidak mau melanggarnya. Ketika teman-teman Grant mendorong dia maju lagi untuk masa jabatan ketiga, terjadi kehebohan, dan Dewan Perwakilan Rakyat AS mengesahkan resolusi yang menyatakan:

… menjabat sesudah masa jabatan kedua telah menjadi … suatu bagian sistem Republik kita…. Penyimpangan apa pun dari kebiasaan yang dihargai selama ini kiranya tak bijak, tak patriotis, dan membahayakan lembaga-lembaga bebas kita.

Kekuasaan Presiden yang tak dibatasi, bisa menguasai Mahkamah Agung atau melangkahi Badan Legislatif dengan menggunakan Dekrit Presiden. Sementara Badan Legislatif yang tak dibatasi bisa menghentikan semua langkah Presiden atau mengacaukan Negara dengan alasan apapun.

Bila Saling Toleransi hilang, maka para politikus makin tergoda untuk tidak lagi menahan diri dan mencoba menang dengan segala cara. Ini berpotensi untuk mendorong kebangkitan kelompok-kelompok anti-sistem, yang sekaligus menolak aturan demokrasi. Runtuhlah Demokrasi.

Menyelamatkan Demokrasi

Levitsky dan Daniel Ziblatt dalam bukunya “How democracy dies”, mengingatkan bahwa demokrasi Amerika tak sehebat kelihatannya. Tak ada isi Konstitusi atau budaya AS yang membuatnya kebal terhadap kerusakan demokrasi. Amerika Serikat pernah mengalami bencana politik, ketika permusuhan antar daerah dan partisan membelah negara sehingga memicu perang saudara. 

Walau kondisi internasional menjadi makin tak baik bagi demokrasi pada awal abad ke-21, negara-negara demokrasi yang ada telah terbukti kuat menghadapi tantangan tersebut. Jumlah negara demokrasi di dunia tak turun, malah tetap sejak memuncak sekitar tahun 2005. 

Saling Toleransi dan Menahan Diri secara kelembagaan adalah prinsip prosedural, yang mengingatkan para politikus AS, bagaimana harus berperilaku di luar batas hukum, untuk menjalankan fungsi lembaga-lembaga negara. Yang tanpanya demokrasi AS tak bakal berjalan.

Bagaimana dengan negeri kita?

Dua hal bagus yang bisa dipetik dari buku ini, untuk kepentingan Demokrasi kita, yaitu tentang:

  1. Uji Potensi Otokratis terhadap para Bakal Calon Presiden-Wakil Presiden, dan
  2. Penggunaan Norma Sosial dan Toleransi untuk tidak mudah menggunakan Hak-Hak politiknya

Sudah terlalu banyak opini di media massa dalam dan luar negeri tentang Pemilihan Presiden RI yang baru saja berlangsung. Lalu, amankah Demokrasi di negeri kita? Entahlah.. Coba gunakan buku ini sebagai acuan untuk mengkritisinya. Dan bila dibutuhkan tambahan pisau analisis, bisa gunakan buku “Politics”, karya David Runciman, 2014.

Selamat membaca.

Montesquieu:

“There is no greater tyranny than that which is perpetrated under the shield of the law and in the name of justice”.

Tautan

Uji Litmus

How To Lose A Constitutional Democracy


Perjalanan UK – Akhir 2023

Tulisan ini adalah catatan perjalanan akhir tahun 2023 di UK, 2-18 Des. 2023. Ini perjalanan ke UK yang kedua kalinya setelah Keliling Inggris, Desember 2022. Tujuan utama kali ini adalah menghadiri wisuda anak semata-wayang di Reading University. Program MSc. Financial Risk Management. Mas Adi. Selain itu adalah acara jalan-jalan bertiga ke Cardiff, Birmingham, Liverpool dan London. Untuk mengenal budaya bangsa UK. Satu hal yang kami temui adalah, banyak terlihat mereka yang sudah berusia dewasa-tua di kota-kota di luar London. Dan mereka itu ramah.

2 Des. 2023

B777 ER300 SQ965 19.00 menuju Singapore. Seat 16D san 16F… Landing 21.55.

3 Des. 2023

Heathrow, 3 Des. 2023

SQ306 01.10 menuju London. Landing Heathrow 07.20.

Dijemput anak di Kedatangan Heathrow. Ngopi sebentar di bandara, lanjut naik bus menuju Reading. Lanjut jalan kaki 10 menit menuju hotel Roseate. Hotel yang sama ketika kami berkunjung ke Reading, Desember 2022, tahun yang lalu. Kamar yang sama juga, 312. Cuaca gerimis, suhu 7°C.

Makan siang di resto Marugame, pinggir sungai Oracle. Yang ada juga di beberapa mall di Jakarta. Mie hangat segar. Nikmat sekali rasanya, setelah kedinginan dan diguyur gerimis. Lanjut beli payung di mall karena Reading hujan terus.

4 Des. 2023

Sarapan di hotel Roseate jam 8.30 pagi dengan menu Royal Eggs. Roti bakar, telor ½ matang dan sashimi salmon. Croissant, buah2an dan juice juga tersedia. Tentu teh hangat khas UK pun siap diseruput sbg menu penutup sarapan.

Jam 8 pagi, cahaya matahari mulai muncul. Dan jam 16.00 matahari mulai tenggelam. Langit selalu kelabu di atas UK. Sehari-hari mendung, gerimis dan hujan.

Reading train station

Jam 9.45 kita bertiga jalan ke stasiun kereta Reading. Berbekal satu koper kecil. Menuju Cardiff menggunakan kereta Great Western Railway (GWR). Seperti biasa, kereta di UK selalu bersih, nyaman. Toilet besar, bersih dan kering. Perjalanan kereta Reading – Cardiff ditempuh dalam waktu 1,5 jam. Menginap satu malam di hotel Marriott. Hanya 10 menit jalan kaki ke hotel yang berada di pusat kota Cardiff. Hujan. Untung sudah sedia payung.

Siang itu, kami makan di Nando’s Cardiff – Old Brewery Quarter. Resto ayam bakar. Waralaba dari Portugal. Pedas asam. Lumayan bisa dicerna, menurut lidahku. Maklum, pecinta pecel yang susah ke lain hati.

Lanjut jalan ke stadion Wales Rugby Union (WRU) yang dikenal dengan nama Principality Stadium. Ambil foto. Mampir belanja cenderamata, tshirt WRU.

5 Des 2023

Jam 7.00 di luar hotel masih gelap. Akhirnya, keluar kamar, sarapan di hotel jam 9.00. Telur orak-arik, selembar roti, buah dan jus jeruk, menjadi menu utama. Lanjut check-out dan titip koper di hotel. 

Taksi mengantar kami bertiga ke Cardiff Bay. Melihat Pierhead Building. Dibangun tahun 1897. Untuk digunakan sebagai kantor pusat Cardiff Railway Company. Saat ini dipergunakan sebagai gedung pameran.

Banyak cafe dan resto di area ini. Kami sempat ngopi di salah satu cafe ini. Cuaca cerah dan dingin.

Castle apartment

Tidak ditemukan pangkalan taksi di area Cardiff Bay. Uber online menyelamatkan kami. Tujuan Cardiff Castle di pusat kota.

Setelah membeli tiket, kami masuk ke Castle Apartments. Ada dua lantai di dalamnya. Dibangun pertama kali tahun 1865 oleh arsitek William Burges di jaman Marquess of Bute ke-3. Tak lama kemudian, dibangun Clock Tower di dekatnya. Tahun 1874, perpustakaan Georgian diruntuhkan oleh Burges. Kemudian di tahun 1927, Marquess of Bute ke-4 membangun Entrance Hall di castle ini.

Setelah mampir di toko cenderamata, lanjut makan siang di resto Spanyol, Santiago’s Tapas. Menu seafood menjadi pilihan. Nasi campur udang, cumi dan kerang di atas hotplate. Rasa asam pedas, hqngat. Cocok untuk perut lapar yang sedang kedinginan.

View dari Marriott, Cardiff

Balik ke hotel. Ambil koper dan langsung jalan ke stasiun kereta. Great Western Railway (GWR), tujuan Reading.

Penumpang ramai karena kereta kami yang seharusnya berangkat 16.50 batal jalan dan digabung dengan kereta jam 16.18. Dua kereta digabung menjadi satu. Lazim terjadi ternyata. Banyak penumpang berdiri dan duduk di lantai. Hanya kami berdua dapat kursi. Anak kami tercinta terpaksa berdiri. Untung cuma bawa satu koper kecil. Jadi trauma bepergian dengan kereta membawa banyak koper.

Alhamdulillah bisa keluar kereta dengan selamat. Penuh sesak..

Penting buat siapapun yang traveling menggunakan kereta di UK, supaya hanya membawa koper kecil dan tidak lebih dari satu koper per orang. Tidak jarang, jadwal kereta dibatalkan dan digabung dengan kereta sebelum atau sesudahnya. Berdesakan. Walaupun Executive Class.

Jalan kaki menuju hotel, mampir di resto cepat-saji Wendy, membeli burger untuk makan malam.

6 Des. 2023

Rutin sarapan di hotel. Salmon sashimi menjadi kegemaran. Plus telur ½ matang.

Lanjut jalan-jalan di pertokoan Reading. Mampir toko buku. Dan makan siang di resto Jepang, Osaka.

Balik hotel. Jam 16.00, cuaca UK sudah gelap.

7 Des. 2023

Jam 9.15, setelah sarapan di hotel Roseate, kami bertiga jalan kaki ke kampus University of Reading, untuk acara wisuda mas Adi. Alhamdulillah, dia sudah menyelesaikan pendidikan program MSc. Financial Risk Management.

Acara wisuda berlangsung dalam gedung, berarsitektur mirip kapel gereja. Bagian ujung depan adalah alat musik akustik organ tua, dengan pemainnya yang berjubah dan duduk membelakangi para tamu. Memainkan lagu-lagu bernuansa klasik, kusyuk. Kursi tertata rapi berjarak di atas panggung, untuk rektor dan para guru besar. Menghadap para tamu dari kerabat para wisudawan di lantai dasar. Serasa dalam alam Harry Potter.

Acara tak lebih dari 1 jam. Membahagiakan. Ternyata mas Adi serius menyelesaikan pendidikan yang dipilihnya sendiri. Alhamdulillah. Bapak Ibumu bangga. Luv you nak.

Setelah wisuda

8 Des. 2023

Tak ada acara khusus hari ini. Ngopi saja bertiga di waralaba cafe kopi yang mendunia, Starbuck. Di area pusat perbelanjaan Reading. Aneh, hari kantor jam 10an pagi, ramai sekali cafe kopi tersebut. Bahkan cafe sebelah pun, Costa, ramai juga. Banyak juga yang terlihat bekerja dengan laptopnya di meja cafe. Sepertinya berkah pandemi Covid, kerja daring.

Lanjut makan siang di seberang jalan cafe tadi. Resto Korea, dengan pramusaji pemuda dari Timor Leste. Ramah dan fasih berbahasa Indonesia. Istri dari Purwokerto, Jateng.

9 Des. 2023

Birmingham

Tepat jam 9 pagi, checkout dari hotel Roseate. Jalan kaki bertiga menggandeng 3 koper, ke stasiun kereta Reading. Menggunakan kereta Cross Country, Reading – Manchester. Satu koper besar tidak mendapat tempat bagasi. Diamankan oleh petugas kereta. Turun di Birmingham, setelah 1,5 jam perjalanan. Penuh sesak. Banyak penumpang berdiri di lorong gerbong. Tidak nyaman. Sedikit repot saat menurunkan dua bagasi dari atas tempat duduk dan membawanya turun dari kereta.

Rencana perjalanan dengan kereta menuju Liverpool untuk keesokan harinya, kami batalkan. Ganti menggunakan mobil, Uber. Berhubung diperkirakan akan repot dengan membawa 3 koper di Kelas Regular (4 tempat duduk per baris). Karena, kereta yang mengangkut penumpang dari Birmingham, biasanya sudah penuh dari kota sebelumnya. 

Hotel Radisson hanya berjarak 8 menit jalan kaki dari stasiun kereta. Gerimis, 7°C. Makan siang di resto Jepang.

Lanjut jalan untuk melihat arsitektur gedung tua Town Hall. Ternyata plaza sebelahnya sedang ada Pasar Natal, yang banyak menjual makanan. Semua nama kiosnya berbahasa Jerman.

10 Des. 2023

Ngopi di cafe kecil, menunggu waktu berangkat ke Liverpool. 

Jam 13.27 mobil Uber datang, Mazda. Cukup lega utk bertiga + driver, dengan 3 koper.

Jam 15an mobil sampai di Posh Pads apart-hotel. Gerimis menyambut. Satu unit apartemen dengan 2 kamar tidur, 2 kamar mandi, ruang tamu, meja makan, dapur dan mesin cuci. Lega dan nyaman. Lokasi hotel dekat dengan pusat pertokoan.

Malam gerimis itu, kami bertiga makan di resto steik seberang hotel, “Bem Brasil”. Unik penyajiannya dan enak rasanya. Puas.

11 Des. 2023

Acara di Liverpool hari ini adalah mengunjungi The Beatles dan Tentu saja Liverpool FC.

Ada tiga lokasi yang kami kunjungi, berhubungan dengan The Beatles, yaitu: 

  1. Patung perunggu The Beatles. Dibuat oleh Andy Edwards. Berlokasi di The Beatles Statue. Ambil foto kenangan.
  2. The Beatles Story Exhibition/Museum. Masih di sekitar lokasi Patung The Beatles. Disini adalah museum The Beatles. Disediakan headphone yang menjelaskan tentang peristiwa sesuai foto, barang atau memorabilia dalam ruang-ruang pameran. Foto, pakaian pentas, alat musik, bahkan kursi penonton pun juga ada di museum ini. Musik Beatles selalu mengiringi selama perjalanan dalam museum ini. Cenderamata Beatles juga dijual disini. Berlokasi di Britannia Vaults, Royal Albert Dock, Liverpool L3 4AD, United Kingdom. Tak lupa kami sempat makan di resto Thailand di area ini. Nikmat.
  3. Liverpool Beatles Museum. Berlokasi di 23 Mathew St, Liverpool L2 6RE, United Kingdom. Bangunan rumah 3 lantai yang dijadikan museum. Banyak juga memorabilia The Beatles disajikan. Cinderamata juga bisa dibeli disini.

The Beatles memang melegenda. Lagu-lagunya pun mulai terngiang-ngiang lagi.

Kembali ke hotel, lewat pertokoan. Mampir ke toko resmi Everton FC. Sempat beli jerseynya.

12 Des. 2023

Menggunakan taksi, meluncur ke stadion Everton FC. Hanya untuk ambil foto di depan stadion. Gerimis.

Lanjut jalan kaki melewati taman luas, menuju stadion Liverpool FC.

Meskipun sudah tua usia klub bola ini, namun stadion terlihat berdesain modern. Sepertinya bangunan baru. Beli tiket bertiga untuk keliling museum dan menikmati duduk di bangku stadion, yang selama ini hanya bisa melihatnya dari televisi dalam siaran Premier League. 

Setelah puas menikmati stadion dan belanja cenderamata Liverpool FC kebanggan Ibu, kami bertaksi menuju Royal Albert Dock. Lokasi perkantoran dan resto, untuk makan siang. Catalonian Resto menjadi pilihan, Lunyalita. Pelayanan bagus, ramah dan enak makanannya.

13 Des. 2023

Lion King di Lyceum Theatre

Dari stasiun di Liverpool, kami menikmati kereta menuju London. Kereta cukup nyaman, walaupun penuh penumpang.

Sampai di London, gunakan taksi menuju hotel di sekitar Trafalgar Square.

Trafalgar dan sekitarnya ramai sekali pejalan kaki. Di Leicester Square sedang ada bazar makanan Natal. Ramai. Makan di KFC.

Malam hari, kami menonton Lion King di gedung Lyceum Theatre. Penuh penonton. Kerenn polll. Banyak sekali gedung teater di London. 

14 Des. 2023

Fruit dish, Bottle and Violin, 1914
Pablo Picasso

Pagi jam 10, setelah sarapan di hotel. Kami masuk National Gallery di dekat hotel. Gedung galeri besar sekali. Ribuan lukisan klasik ada disana. Tak sampai setengah jumlah lukisan terpajang, teler sudah.

Makan siang di resto Indonesia “Toba”, beralamat di 1a St James’s Mkt, St. James’s, London SW1Y 4AH, United Kingdom. Pramusaji bisa berbahasa Indonesia. Berbagai masakan, betul rasa Indonesia, sesuai menunya. Sangat recommended bagi siapapun yang rindu masakan Indonesia di London. Bila rombongan, disarankan untuk booking lebih dulu, karena tempatnya kecil dan laris manis, sehingga mudah penuh. 

Malam hari batal nonton teater Matilda, karena rasa capai sekali. Makan malam di resto Itali dekat hotel.

15 Des. 2023

Area aptm mas adi

Naik subway dari stasiun Piccadilly, menuju Reading. Dari stasiun Reading, berjalan kaki menuju apartemen mas Adi. Hanya 15 menit saja. 

Penduduk London biasa menyebut subway train dengan Tube.

Nonton film Wonka. Di gedung cinema Odeon Luxe, Leicester Square. XXI di Jakarta lebih nyaman. Baru tahu bahwa satu porsi popcorn di cinema London itu porsinya cukup untuk berdua.. Saya dan istri order masing-masing 1 porsi popcorn. Sangat puas … mau muntah. 🙂 

16 Des. 2023

Buckingham Palace

Hari ini ambil gambar istana Buckingham dari dekat. Desember tahun lalu (2022) gagal mendekatinya karena sudah lelah.

Malam jam 21an, bertemu pakde Agus sekeluarga di apartemennya. Mereka baru saja landing dari New York. Tak jauh dari hotel kami. Cukup 10 menit jalan kaki.

Dgn pakde Agus sklg di London

17 Des. 2023

Jam 7.00 checkout dari hotel Radisson Blu, Edwardian. Taxi membawa kita bertiga ke bandara Heathrow, Terminal 2. 

Penerbangan ke Jakarta, berangkat dari, Bandara Heathrow, Terminal 2, London (LHR). Transit di Singapore. 

“Sampai ketemu lagi nak. Jaga kesehatan, sukses dan happy selalu. Amin”.

London-Singapore 

SQ317 10.50 LHR Gate 42, A380-800, D14-F14

18 Des. 2023

Jam 13an landing di CGK. Alhamdulillah

Beatles di Liverpool Beatles Museum
London
National Gallery
Liverpool stadium
Liverpool stadium
Goreng Donut di Trafalgar

Psychology of Money

The Psychology of Money, by Morgan Housel, 2020.

Buku Psychology of Money, karya Morgan Housel ini rasanya sangat populer hingga sering tampak terpajang di rak terdepan dalam toko buku asing di Jakarta.

Ini adalah rekomendasi buku kedua untuk kubaca dari keponkanku, Dhilla, yang baru saja menyelesaikan studi S2 nya di Columbia University. Buku pertama adalah “Educated” karya Tara Westover.

Prasangka yang muncul ketika melihat judul buku ini, “ah pasti tentang upaya untuk tidak mendewakan Uang. Oleh karenanya, ketika muncul rekomendasi untuk mambacanya, kutawarkan juga kepadanya untuk membaca What money can’t buy, karya Michael J. Sandel yang kurang lebih sama isinya dengan prasangkaku diatas. Salah prasangka ternyata.

Percaya bahwa setiap buku selalu ada sisi positif yang mencerahkan. Dan buku ini memang mencerahkan dan mengajarkan kebajikan. Apalagi bagi kita yang seringkali mendewakan sisi rasional, buku ini menjadi lebih menarik lagi karena ada ungkapan bagus di dalamnya, “Our goal isn’t to be coldly rational; just psychologically reasonable.”

Mohon maaf bila masih banyak kutipan dalam bahasa aslinya, pada tulisan kali ini. Ini karena sedang tidak fokus dalam penulisan, bahkan membutuhkan waktu yang panjang untuk membacanya. Supaya tidak salah dalam memaknainya, lebih baik copy paste saja kalimatnya. Harap maklum, sedang terburu-buru.

Premis dari buku ini, menurut Housel dalam bab Pendahuluannya, adalah bahwa pengelolaan finansial yang baik, tidak mengutamakan pada kecerdasan seseorang, namun perilakunya lah yang sangat menentukan. Sehingga, bila seorang genius tidak mampu mengendalikan emosi dalam mengelola keuangannya, maka akan menjadi bencana baginya.

Untuk memperkuat premisnya, Housel merasa perlu menyajikan kisah tentang Ronald James Read. Seorang yang bekerja di bengkel mobil selama 25 tahun dan sebagai janitor selama 17 tahun. Membeli rumah dengan dua kamar tidur saat usia 38 tahun, seharga $12.000. Ditinggalinya hingga akhir hayatnya. Meninggal tahun 2014, dalam usia 92 tahun. 

Tahun 2014, warga AS meninggal sebanyak 2.813.503 orang. Kurang dari 4.000 darinya yang mampu memiliki uang sebanyak $ 8 juta. Ronald Read adalah salah satunya. Boom … Menjadi berita utama di berbagai media berita dunia.

Darimana uang Read diperoleh? Ini ternyata resepnya: 

Read saved what little he could and invested it in blue chip stocks. Then he waited, for decades on end, as tiny savings compounded into more than $8 million.

Sebaliknya, kisah tragis dari hartawan Richard Fuscone, lulusan MBA Harvard, eksekutif Merrill Lynch. Menjadi milyarder di usia 40 tahunanDi masa suksesnya, tahun 2000an, melalui hutang, dia membeli rumah 8.000 ft persegi di Greenwich, Connecticut. Dengan 11 kamar mandi, 2 elevator, 2 kolam renang, 7 garasi mobil. Berbiaya perawatan $90.000 per bulan. Krisis ekonomi terjadi 2008. Bangkrut.

Ronald Read sangat sabar. Richard Fuscone rakus.

Ada dua hal menurut Housel, yang bisa menjelaskan fenomena diatas:

  1. Hasil dari pengelolaan finansial adalah semata keberuntungan. Bukan karena kecerdasan atau upaya keras.
  2. Sukses finansial, bukanlah ilmu canggih. Namun lebih karena perilaku atau kebajikan (soft skill). Housel menyebutnya “the psychology of money”.

Memang selama ini finansial dipelajari sebagai persoalan fisika atau matematika (rumus dan hukum), bukan tentang psikologi (emosi dan perilaku). Oleh karenanya, krisis finansial, perlu dipelajari melalui lensa psikologi dan sejarah, bukan semata finansial.

Dan Voltaire mengatakan, “History never repeats itself; man always does”. Demikian juga dengan perilaku terhadap pengelolaan finansial. 

Untuk memahami isinya, disarankan untuk membaca langsung bukunya. Setiap bab, disertai contoh fakta yang mencerahkan. Berikut ini adalah 20 ringkasan faktor the psychology of money:

1. No One’s Crazy

Pengalaman hidup seseorang, sangat mempengaruhi pemahamannya terhadap suatu fenomena finansial yang terjadi disekitarnya. Banyak hal dalam hidup ini perlu dialami, sebelum bisa dipahami (Michael Batnick, investor). 

Gambar chart

Kita, membuat keputusan berdasarkan pengalaman uniknya masing-masing, yang kita anggap masuk akal pada saat itu. No One’s Crazy.

2. Luck & Risk

Robert Shiller, pemenang nobel bidang ekonomi mengatakan bahwa Keberuntungan adalah faktor penting yang menentukan suksesnya pengelolaan finansial. Banyak pihak mengabaikan faktor penting ini.

“Not all success is due to hard work, and not all poverty is due to laziness. Keep this in mind when judging people, including yourself”.

Seperti halnya Keberuntungan (luck) yang membahagiakan dan tak terduga kejadiannya, maka Kegagalan (risk) demikian juga adanya. Maka ruang maaf bagi diri sendiri terhadap Kegagalan mesti harus dipersiapkan. Dan tak sampai menyebabkan patah arang dalam permainan. Hingga Keberuntungan pun terjadi.

3. Never Enough

Contoh menarik ditampilkan Housel dalam bab ini. Rajat Gupta. Lahir di Kolkata, India. Usia 40 tahunan, sudah menjadi CEO di konsultan bisnis McKinsey. Pensiun 2007, lanjut di PBB dan World Economic Forum. Berpartner dengan Bill Gates sebagai filantropis. Tahun 2008 sudah menghasilkan pendapatan $1 juta. 

Terus menanjak karirnya, menjadi bagian direksi Goldman Sachs.

Tahun 2008, krisis ekonomi dunia melanda. Warren Buffet bermaksud membantu Goldman Sachs dengan investasi sebesar $5 milyar. Gupta bermain mata dengan hedge fund manager, Raj Rajaratnam. Membeli Goldman Sachs sebanyak 175.000 saham sebelum transaksi dengan Warren Buffet diumumkan ke publik. Satu jam setelah Goldman-Buffet dealed, Rajaratnam mendapat keuntungan $1 juta dan Gupta $17 juta. Insider trading terbukti. Berakhir keduanya dipenjara. Karir dan reputasi hancur. Tragis karena Never Enough.

Tidak ada alasan untuk mempertaruhkan apa yang Anda miliki dan butuhkan untuk sesuatu yang tidak Anda miliki dan perlukan.

… life isn’t any fun without a Sense of Enough. Happiness, as it’s said, is just Results minus Expectations.

4. Confounding – Compounding

Bila penumpukan kepemilikan mengalami Percepatan Pertumbuhan yang terus bertambah, maka bisa diduga apa yang akan terjadi selanjutnya. Fenomena percepatan pertumbuhan ini terjadi dengan kekayaan Warren Buffet. Dia memang investor handal, yang telah memulai aktivitasnya sebagai investor sejak usia 10 tahun. 

Di usia 30 tahunan sudah mengumpulkan kekayaan $1 juta (nilai saat ini $9,3 juta). Kekayaannya saat ini mencapai $84,5 milyar. $82,5 milyar darinya terakumulasi setelah usia 50 tahun.

Good investing isn’t necessarily about earning the highest returns, because the highest returns tend to be one-off hits that can’t be repeated. It’s about earning pretty good returns that you can stick with and which can be repeated for the longest period of time.

5. Getting Wealthy vs Staying Wealthy

There’s only one way to stay wealthy: some combination of frugality and paranoia.

Getting money dan Keeping money adalah dua keahlian yang berbeda.

Getting money membutuhkan keberanian mengambil risiko dan optimistik. Sedangkan Keeping money, membutuhkan kesederhanaan, kesahajaan, kesabaran dan rasa takut terhadap kemungkinan cepatnya kehilangan.

Housel menyebut survival sebagai kata yang tepat untuk mendefinisikan sukses finansial. Mentalitas survival ini penting untuk menghadapi fluktuasi yang tak terduga.

Menjalankan Survival Mindset ini perlu mengingat 3 hal:

  1. More than I want big returns, I want to be financially unbreakable. And if I’m unbreakable I actually think I’ll get the biggest returns, because I’ll be able to stick around long enough for compounding to work wonders.
  2. Planning is important, but the most important part of every plan is to plan on the plan not going according to plan.
  3. A barbelled personality—optimistic about the future, but paranoid about what will prevent you from getting to the future—is vital.

6. Tails, You Win

Dalam bisnis, perlu memperhatikan hasil di ujung akhir sebuah proses bisnis. Sering terjadi banyak kerugian di awal proses bisnis, akan tertutupi keuntungan total di ujung akhir proses bisnis. 

“It’s not whether you’re right or wrong that’s important,” George Soros once said, “but how much money you make when you’re right and how much you lose when you’re wrong.” You can be wrong half the time and still make a fortune.

7. Freedom

The ability to do what you want, when you want, with who you want, for as long as you want, is priceless. It is the highest dividend money pays.

Mampu mengelola waktu sesuai keinginan adalah kebahagiaan yang sangat berharga. Bahkan lebih tinggi nilainya daripada kekayaan finansial.

8. Man in the Car Paradox

Mengapa ingin kaya dengan tampil bermobil mewah, bertas mewah atau rumah mewah? Alasan bawah-sadar adalah keinginan untuk dihormati, dipuji dan mendapatkan pengakuan.

Namun sejatinya, orang tidak merasa begitu penting melihat siapa yang menampilkan kemewahan, melainkan lebih membayangkan dengan harapan apabila dirinyalah yang berada dalam kemewahan tersebut.

Oleh karenanya, bila penghormatan dan pengakuan adalah target yang ingin dicapai, maka aktivitas yang menunjukkan rasa kemanusiaan, empati atau kebaikan seharusnya menjadi lebih penting untuk dilakukan daripada menampilkan kekayaan material.

9. Wealth is What You Don’t See

Ada anggapan bahwa kekayaan seseorang itu ditunjukkan dengan barang-barang yang dipergunakannya. Salah.

Wealth is financial assets that haven’t yet been converted into the stuff you see. Wealth is What You Don’t See. 

Dan, “there is no faster way to feel rich than to spend lots of money on really nice things.”

10. Save Money

  1. The first idea—simple, but easy to overlook—is that building wealth has little to do with your income or investment returns, and lots to do with your savings rate.
  2. More importantly, the value of wealth is relative to what you need.
  3. Past a certain level of income, what you need is just what sits below your ego.
  4. So people’s ability to save is more in their control than they might think.
  5. And you don’t need a specific reason to save.
  6. That flexibility and control over your time is an unseen return on wealth.
  7. And that hidden return is becoming more important.

11. Reasonable > Rational

Reasonable is more realistic and you have a better chance of sticking with it for the long run, which is what matters most when managing money.

12. Surprise !!

History helps us calibrate our expectations, study where people tend to go wrong, and offers a rough guide of what tends to work. But it is not, in any way, a map of the future.

Two dangerous things happen when you rely too heavily on investment history as a guide to what’s going to happen next. 

  1. You’ll likely miss the outlier events that move the needle the most.
  2. History can be a misleading guide to the future of the economy and stock market because it doesn’t account for structural changes that are relevant to today’s world.

The average time between recessions has grown from about two years in the late 1800s to five years in the early 20th century to eight years over the last half-century.

There are plenty of theories on why recessions have become less frequent. 

  1. One is that the Fed is better at managing the business cycle, or at least extending it. 
  2. Another is that heavy industry is more prone to boom-and-bust overproduction than the service industries that dominated the last 50 years. 

The pessimistic view is that we now have fewer recessions, but when they occur they are more powerful than before.

But specific trends, specific trades, specific sectors, specific causal relationships about markets, and what people should do with their money are always an example of evolution in progress. Historians are not prophets.

13. Room for Error

Nasihat Rousel dalam investasi, “You have to give yourself room for error. You have to plan on your plan not going according to plan”.

Mempersiapkan Room for Error adalah sikap yang bijaksana untuk menghadapi ketidakpastian, keacakan (randomness) dan peristiwa tak terduga, yang sangat lazim terjadi dalam hidup kita.

Bill Gate menggunakan Room for Error ketika mengelola Microsoft disaat awal beroperasinya. Juga Warren Buffet.

14. You’ll Change

There are two things to keep in mind when making what you think are long-term decisions. 

  1. We should avoid the extreme ends of financial planning.
  2. We should also come to accept the reality of changing our minds.

15. Nothing’s Free

Everything has a price. The problem is that the price of a lot of things is not obvious until you’ve experienced them firsthand, when the bill is overdue.

Setiap pekerjaan sering terlihat mudah bagi mereka yang tidak sedang menjalankannya. Karena kesulitan yang ada, sering tak terlihat dari bangku penonton. Dan memang, banyak hal terasa sulit dalam praktek dibanding dalam teori. Mungkin karena percaya diri berlebihan sebelum menjalankannya, atau tak faham betul berapa ‘biaya’ yang memang harus disiapkan untuk membayar kesuksesannya.

Successful investing demands a price. But its currency is not dollars and cents. It’s volatility, fear, doubt, uncertainty, and regret—all of which are easy to overlook until you’re dealing with them in real time.

16. You & Me

Bubbles ekonomi terjadi bila banyak pemain long-term menarik uangnya, dan pasar bergeser ke short-term. Dan harga saham akhirnya dikontrol oleh permainan short-term. Ini adalah pertimbangan rasional dan lazim terjadi bagi para pemain pasar saham untuk berpindah lapangan dari long-term ke short-term. Mengejar profit.

Contoh menarik disajikan Housel dengan kejadian naik tingginya harga saham Cisco sebesar 300%, menjadi $60. Para pemain long-term menganggap pertumbuhan tinggi tersebut akan menaikkan kinerja perusahaan dan berujung pada kenaikan lebih lanjut harga sahamnya. Salah. Karena kenaikan harga saham tersebut di drive oleh pemain short-term yang harapannya untuk segera dijual dalam waktu 1-2 hari saja ketika harga sedikit naik. Selanjutnya harga akan dropped. Pemain long-term tertipu oleh permainan short-term.

Ini semua karena “people are greedy, and greed is an indelible feature of human nature”. Investors often innocently take cues from other investors who are playing a different game than they are.

17. The Seduction of Pessimism

Real optimists don’t believe that everything will be great. Seorang ahli statistik, Hans Rosling mengatakan bahwa: “I am not an optimist. I am a very serious possibilist.”

Pesimisme lebih punya sensitivitas untuk ditanggapi saat berhubungan dengan masalah uang, karena:

  1. Keberadaan uang di segala lapisan masyarakat, maka hal buruk yang berkaitan dengannya, akan menarik perhatian dan berdampak pada masyarakat luas. Contoh, turunnya harga saham di pasar saham lebih berdampak psikis bagi masyarakat AS, daripada badai Katarina.
  2. Sikap pesimis cenderung membesar-besarkan permasalahan tanpa melihat respon pasar. Contoh kebutuhan minyak China yang dikhawatirkan tak akan terpenuhi oleh cadangan global.
  3. Kemajuan selalu terlihat lambat, sedangkan kemerosotan akan terlihat cepat. Contoh, proses penemuan pesawat terbang dan dampak kecelakaan pesawat terbang.

Penjelasan tiga hal diatas yang berkaitan dengan pesimisme, cukup bagus disampaikan Housel dalam buku ini.

18. When You’ll Believe Anything

There are two things to keep in mind about a story-driven world when managing your money.

  1. The more you want something to be true, the more likely you are to believe a story that overestimates the odds of it being true.
  2. Everyone has an incomplete view of the world. But we form a complete narrative to fill in the gaps.

Cenderung mempercayai peristiwa yang diinginkan terjadi.

There are many things in life that we think are true because we desperately want them to be true.

Dan akan menjadi berbahaya dalam dunia investasi bila investor begitu sangat mengharapkan suatu peristiwa yang menguntungkan akan terjadi, namun prediksi menunjukkan kecenderungan arah yang berbeda.

Kita semua menginginkan bahwa persoalan yang rumit di dunia ini bisa difahami. Untuk itu, kita mencoba menjelaskan kekosongan informasi yang sebetulnya tidak kita mengerti (blind spot). Di dunia finansial, hal seperti ini akan sangat berbahaya.

Psychologist Philip Tetlock mengatakan: 

“We need to believe we live in a predictable, controllable world, so we turn to authoritative-sounding people who promise to satisfy that need.”

19. All Together Now

A few short recommendations that can help you make better decisions with your money:

  1. Go out of your way to find humility when things are going right and forgiveness/compassion when they go wrong.
  2. Less ego, more wealth.
  3. Manage your money in a way that helps you sleep at night.
  4. If you want to do better as an investor, the single most powerful thing you can do is increase your time horizon.
  5. Become OK with a lot of things going wrong. You can be wrong half the time and still make a fortune
  6. Use money to gain control over your time,
  7. Be nicer and less flashy.
  8. Save. Just save. You don’t need a specific reason to save.
  9. Define the cost of success and be ready to pay it.
  10. Worship room for error.
  11. Avoid the extreme ends of financial decisions.
  12. You should like risk because it pays off over time.
  13. Define the game you’re playing
  14. Respect the mess.

20. Confession

Menurut Morningstar, setengah dari seluruh manajer portofolio saham di AS tidak menginvestasikan satu sen pun uang mereka ke dalam manajemen pengelolaan dana di perusahaan mereka sendiri.

Persis sama dengan fenomena diatas adalah cerita dari  Ken Murray, professor of medicine at USC, yang bejudul “How Doctors Die”, that showed the degree to which doctors choose different end-of-life treatments for themselves than they recommend for their patients.

Lazim, dan bukan hal yang salah bila seseorang menganjurkan orang lain untuk melakukan hal yang berbeda dengan apa yang dilakukannya sendiri, untuk persoalan yang sama. Karena, ada prinsip umum, bahwa keputusan tentang persoalan finansial atau pengobatan yang penting seringkali lebih tepat diselesaikan di meja makan, daripada diatas spreadsheet. Melalui musyawarah keluarga. Proses keputusan tidakdimaksudkan untuk memaksimalkan pendapatan, namun lebih untuk kepentingan meminimalkan kekecewaan keluarga. Dan alasan tersebut bisa berbeda-beda bagi masing-masing keluarga. Sangat subyektif.

Satu pernyataan menarik diberikan oleh Charlie Munger, rekan kerja Warren Buffet, “I did not intend to get rich. I just wanted to get independent.”

Comfortably living below what you can afford, without much desire for more, removes a tremendous amount of social pressure that many people in the modern first world subject themselves to.

Our goal isn’t to be coldly rational; just psychologically reasonable.

Kerenn …

Catatan Tambahan dari Housel di akhir bukunya:

A Brief History of Why the US Consumer Thinks the Way They Do

What happened in America since the end of World War II is the story of the American consumer. It’s a story that helps explain why people think about money the way they do today.

  1. August, 1945. World War II ends.
  2. Low interest rates and the intentional birth of the American consumer
  3. Pent-up demand for stuff fed by a credit boom and a hidden 1930s productivity boom led to an economic boom.
  4. Gains are shared more equally than ever before.
  5. Debt rose tremendously. But so did incomes, so the impact wasn’t a big deal.
  6. Things start cracking.
  7. The boom resumes, but it’s different than before.
  8. The big stretch.
  9. Once a paradigm is in place it is very hard to turn it around.
  10. The Tea Party, Occupy Wall Street, Brexit, and Donald Trump each represents a group shouting, “Stop the ride, I want off.”

The New China Playbook

Selalu menarik mengamati pertumbuhan ekonomi China. Di dunia pertambangan, sangat terasa perubahan ini. Awal tahun 1990an, pertambangan besar di Indonesia banyak dikuasai AS, Australia dan Canada. Emas dan batubara menjadi komoditi mineral yang ramai aktifitas eksplorasinya. Nickel, bertahun-tahun hanya dimiliki oleh Inco (Vale sekarang) dan Aneka Tambang. Seiring dengan mulai tumbuhnya industri baterai untuk keperluan komunikasi dan transportasi di 2010an, kebutuhan dunia terhadap Nickel sebagai bahan dasar baterai (Ni-Cad, Ni-Mn, dll.) meningkat pesat. Didorong oleh program hilirisasi pemerintah, yang melarang ekspor nickel ore (bahan mentah nickel), investasi pembangunan smelter Nickel di Indonesia pun menjadi ramai. Dan China merajainya. Dunia pun terbangun, menyadari bahwa industri mobil listrik dan baterai ternyata banyak dikuasai China. Setelah infrastruktur, kini China dengan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, banyak menguasai sektor pertambangan. 

Tahun 1978, kemiskinan sedang merebak. Dan reformasi ekonomi berada di punggung Deng Xiaoping yang sedang naik tahta. Namun saat ini China sudah menduduki posisi ke-2 sebagai negara dengan GDP terbesar dunia. Bagaimana bisa terjadi? Keyu Jin, PhD. melalui bukunya “The New China Playbook”, yang terbit 2023, mencoba menjawabnya.

Ini adalah ulasan buku ke-3 tentang China, setelah Banking on Beijing karya Axel Dreher, dkk. dan Has China won? karya Kishore Mahbubani, sekaligus sebagai catatan pribadi, yang mungkin juga berguna untuk pembaca sekalian.

Keyu Jin, PhD. lulusan Harvard University, AS. Lahir dan besar di Beijing, China. Berdomisili di Beijing dan London. Pengajar ekonomi di London School of Economics and Political Science. Pernah bekerja di China Banking dan Insurance Regulatory Commission, World Bank, dan IMF. 

Ada 10 bab disajikan Jin dalam buku ini, berturut-turut:

  1. The China Puzzle
  2. China’s Economic Miracle
  3. China’s Consumers and the New Generation
  4. Paradise and Jungle, the Story of Chinese Firms
  5. The State and the Mayor Economy
  6. The Financial System
  7. The Technology Race
  8. China’s Role in Global Trade
  9. On the World’s Financial Stage
  10. Toward a New Paradigm

Berikut ini adalah sedikit ringkasan penting yang bisa dibuat. Banyak informasi, data dan penjelasan lebih lengkap bisa diperoleh dengan membaca langsung bukunya.

1. The China Puzzle

Pengalaman hidup Jin ketika pindah domisili untuk sekolah, dari negara komunis China, memasuki dunia baru demokrasi AS, cukup mengejutkan. Ternyata banyak ketidak tahuan publik AS tentang kondisi ekonomi-politik China saat ini. Pertanyaan yang sering muncul, bahkan oleh mereka yang berpendidikan tinggi, juga para politisi, adalah: 

  • When will China become a democracy? 
  • Do you feel oppressed? 
  • How do you wake up in the morning knowing that you can’t elect your own president? 
  • When will the Chinese economy stop growing?

Menurutnya, mereka tidak memahami bahwa perubahan besar mulai terjadi sejak 1997. Saat itu rakyat China sudah mulai berdebat tentang Reformasi Ekonomi, penyelenggara Olimpiade, bergabung WTO, privatisasi BUMN dan adopsi teknologi Barat untuk infrastruktur, mobil dan model bisnis.

Buku-buku rujukan politik pun terus berkembang. Pikiran-pikiran Marx mulai tergantikan dengan ide ‘sosialis berkarakter China’. Masyarakat China menjalani hidup yang lebih baik, dibanding generasi-generasi sebelumnya. 

Gedung-gedung mercusuar banyak tumbuh dimana-mana. Sebanyak 20 juta perusahaan swasta telah tumbuh bagai jamur, bahkan ketika 30 tahun yang lalu tidak mampu beraktivitas secara normal dan legal. Saat ini, sektor swasta telah menjadi penyumbang 60% pendapatan nasional, 70% kekayaan nasional dan 80% tenagakerja.

Tahun 2019, China adalah negara dengan jumlah perusahaan ‘unicorn’ terbanyak di dunia. Bahkan, telah menjadi negara terkaya ke-2 di dunia. Namun, tetap saja masih banyak muncul pertanyaan yang membandingkan China dengan negara-negara komunis masa lalu yang otokratis dan represif.

Survey World Values Survey (2017–2020), menunjukkan bahwa 95% warga China mempercayai pemerintahnya, sementara warga AS hanya 33%, dan warga dunia lainnya hanya 45% yang mempercayai pemerintahnya. Data tahun 2022 tidak berubah banyak.

World Values Survey juga menunjukkan bahwa di China, 93% (AS, 28%) masyarakatnya lebih mengutamakan Keamanan (Safety) daripada Kebebasan (Freedom). Sejarah dan Budaya menjadi faktor penentunya. Artinya, bangsa China justru berharap bahwa pemerintahnya perlu campur-tangan menyelesaikan isu-isu sosial ekonomi. Hal tersebut tidaklah berarti melanggar kebebasan warganya.

Namun dunia masih juga meragukan pertumbuhan ekonomi China dengan dugaan bahwa model ekonomi China tak bertahan lama, negara telah memperdaya sektor privat dan mempersulit inovasi serta sektor finansial akan segera runtuh. Banyak yang percaya bahwa keruntuhan sistem ekonomi China akan terjadi bila tidak diubah  dengan nilai-nilai AS. Dan, kalaupun ada yang melihat kesuksesan ekonomi China saat ini, maka mereka akan menganggapnya sebagai ancaman terhadap ekonomi global.

Pada situasi bias perspektif tersebut, Jin yang hidup di dua dunia, China dan AS, merasa berkepentingan untuk mencoba menemukan puzzle-puzzle yang hilang dan merangkainya menjadi gambar China yang lengkap melalui buku ini.

Antara China dan Barat ada banyak area perbedaan nilai, perspektif dan berbagai pendekatan politik, yang seringkali menjadi kendala suksesnya berbagai kebijakan ekonomi.

Ada tiga perbedaan kontras antara model Ekonomi Pasar Bebas Barat vs Model Ekonomi Politik China, yaitu:

  1. Di Barat, pemerintah mempengaruhi pasar melalui kebijakan fiscal, finansial dan moneter. Sementara China perlu juga menambahkan keterlibatannya dalam kebijakan industrial dan manajemen BUMN. Pemerintah China sangat aktif melibatkan diri untuk kepentingan ekonomi hibridanya.
  1. Sentralisasi politik China, berdampingan dengan desentralisasi ekonomi. Perkawinan unik antara pemerintah lokal dengan sektor swasta telah mempercepat terjadinya reformasi, industrialisasi, urbanisasi dan inovasi. Kombinasi dari kebijakan pemerintah pusat dan mekanisme pasar di tingkat mikro, adalah penyebab meroketnya pertumbuhan ekonomi dan teknologi China. 
  2. Model pertumbuhan China dalam berbagai aspek ekonomi relatif masih muda. Institusi, hukum, peraturan, kontrak dll. masih lemah. China has strong state capacity and weak institutions, whereas advanced countries like the United States have strong formal institutions but state capacity is gradually eroding.

Sedangkan perbedaan besar Kapitalisme terhadap Sosialisme adalah Dynamic Innovation. Yaitu keunggulan nilai ekonomi-politik kapitalisme, yang ditandai dengan mekanisme kebebasan berkompetisi dan perlindungan terhadap hak cipta (property right). Sosialisme lemah dalam hal ini. Di China, inovasi dan kewirausahaan sudah menjadi bagian dari ekonomi itu sendiri. Perusahaan milik pemerintah dan privat, saling bekerjasama dalam menggunakan sumberdaya.

Banyak pihak menduga bahwa suksesnya ekonomi China saat ini adalah karena munculnya Pasar Bebas. Atau, dugaan lainnya adalah karena menguatnya kontrol rezim Komunis, sehingga semua hal bisa dikendalikan dengan mudah. Ternyata yang benar adalah kesuksesan ekonomi terjadi karena China berjalan di antara keduanya. Deng Xiaoping pernah meminta rakyatnya untuk menghentikan perdebatan tentang superioritas antara ideologi Kapitalisme atau Sosialisme. Dan berujung pada jargon tenar beliau, “it does not matter whether a cat is black or white, so long as it catches mice”. 

The New Playbook

Model baru memang lebih lamban, namun lebih sistematis tertata dan terawasi dalam mengejar pertumbuhan. 

Pendekatan model lama pembangunan China berorientasi cepat dalam jangka pendek, yang didukung oleh ekosistem regulasi dengan standar kualitas yang buruk dan dengan mengabaikan peraturan juga kesepakatan, untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi, telah berlalu. Kini saatnya era baru pembangunan China (new playbook), didasarkan pada inovasi dan kemandirian serta penguasaan teknologi. 

Jumlah masyarakat berpenghasilan menengah yang terus meningkat, termasuk didalamnya adalah konsumen generasi baru, akan menuntut standar hidup yang lebih baik. Dan percepatan pertumbuhan ekonomi China mulai digantikan dengan penekanan pada perkembangan pembangunan yang lebih ramah, yaitu lingkungan yang lebih bersih, ketahanan pangan yang lebih baik, dan kualitas hidup yang lebih tinggi.

China di era baru ini, akan berjuang untuk membangun bangsanya lebih daripada cita-cita Sosialisme, yang sering dicirikan dengan banyaknya “kekurangan”. Juga lebih daripada Kapitalisme yang dikenal dengan lebarnya Kesenjangan. 

Era baru ini muncul pada generasi muda yang dilahirkan pada tahun 1980an, 1990an dan 2000an. Yang sudah lepas dari trauma Revolusi Kebudayaan. Namun, mereka ini adalah generasi hasil kebijakan China’s one-child policy. Mereka adalah generasi yang mempunyai kemampuan dan perilaku berbeda dengan generasi sebelumnya, dalam hal spending/saving, inovasi, kompetisi dan soft skill.

Generasi baru ini punya kecenderungan tinggi dalam hal belanja, kredit dan fashion. Total, mereka bisa menghabiskan trilyun dollar untuk berwisata ke luar negeri, belanja fashion dan produk kesenian. Dan mereka berpikiran-terbuka (open minded) juga berkesadaran-sosial tinggi, dibanding generasi sebelumnya.

Meskipun eksposure cukup tinggi dan familiar terhadap Barat, namun mereka tetap merasa kurang nyaman dengan gaya demokrasi Barat. Tradisi Konfusius, yang sangat mengutamakan komunal, kepentingan sosial dan menghargai kebijakan pemerintah, telah berlangsung 2.000 tahun dalam masyarakat China. Deep down, China’s people are steeped in their own culture, bound by their own traditions, and rooted in their own communities.

Ini adalah generasi China dalam era liberalisasi ekonomi tanpa liberalisasi politik. Dapat diharapkan bahwa dengan pengetahuannya yang sudah mendunia, mereka nantinya bisa menjadi jembatan untuk memperbaiki hubungan, bila terjadi perbedaan pandangan terhadap nilai-nilai dunia lainnya.

2. CHINA’S ECONOMIC MIRACLE

Pertumbuhan ekonomi mencapai puncaknya 1978-2005, ketika sumberdaya manusia sebanyak kurang-lebih 400 juta orang dipindahkan dari kantong ekonomi rendah produktivitas ke kantong tinggi produktivitas, yaitu migrasi dari:

  1. sektor pertanian ke sektor industri. Turun dari 70% ke 30%
  2. sektor pemerintah (state sector) ke sektor swasta (private sector). Turun dari 52% ke 13%.

Seleksi alam terjadi, perusahaan berkinerja buruk akan mati. Dan sumberdaya akan banyak bermigrasi ke perusahaan yang berkinerja bagus. Efisiensi terjadi dan pertumbuhan produktivitas naik 75% kali di sektor manufaktur.

The Perils of Rapid Industrialization

Komposisi kekayaan Rumah Tangga dalam GDP China terus menurun, 1978-2008. Dari 70% menjadi di bawah 60%. Sementara kekayaan Rumah Tangga AS dan negara-negara maju mencapai 80%. 

Modernisasi adalah industrialisasi, bagi negara yang pernah mengalami penderitaan ekonomi ratusan tahun. Untuk itu, percepatan industrialisasi menjadi fokus pertumbuhan ekonomi. China mengalaminya. Berlebihan subsidi di sektor industri. Berakibat over-supply di industri baja, sel-surya dan pertambangan. Bunga tabungan rendah, dan kredit rumah tak terjangkau. Kredit murah akhirnya menjadi obat yang memabukkan.

Pilihan strategi industrialisasi dan percepatan pembangunan ini memakan biaya yang sangat besar. Bunga bank yang rendah sebagai subsidi industrialisasi, tidak merefleksikan pertumbuhan produktivitas. Pinjaman berbunga rendah juga menyebabkan rendahnya hasil simpanan rumah-tangga. Selanjutnya, berakibat pada ekonomi rendah konsumsi, investasi tidak tepat sasaran dan ekspor berbiaya tinggi.

Bunga rendah juga menyebabkan tingginya harga perumahan dan pasar modal, serta meningkatnya pinjaman di waktu yang bersamaan. Ini bisa mengakibatkan ancaman bagi kestabilan finansial.

Saran Keyu Jin, supaya model pertumbuhan berbasis Industrialisasi diubah ke Inovasi dengan peningkatan produktivitas. 

The Case for Future Growth

Berdasar pada prinsip-prinsip kemapanan ekonomi, sulit dibayangkan bahwa ekonomi China bisa berada pada kondisi prima seperti saat ini. Dari sisi rule of law, tahun 2018 China berada pada urutan 82 dari 126 negara. Berdasar ease of doing business, China berada di urutan 78, dibawah Azerbaijan dan Rwanda. Sedangkan berdasar corporate governance, China berada di urutan 72 dari 141 negara.

Tahun 2009an, middle income trap sempat terjadi di China. Demikian juga dengan negara-negara Amerika Latin seperti Peru dan Mexico. Juga di Asean seperti Indonesia, Thailand, Malaysia. Mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat, namun tak pernah sampai menjadi negara-negara berpendapatan tinggi. Banyak faktor yang bisa jadi penyebab terhambatnya pertumbuhan tersebut. Misalnya, korupsi, instabilitas politik, infrastruktur yang buruk, dan rendahnya R&D. 

Bila pertumbuhan ekonomi China tetap di 5%, dan AS tetap di 1,5%, maka ekonomi China kemungkinan akan melampaui AS pada tahun 2030.

Selain faktor siklus pengulangan seperti masalah kejutan-kejutan ekonomi global, rantai pasokan, Covid-19; maka distorsi yang berkepanjangan akan menjadi beban ekonomi yang berat untuk China. Sehingga banyak yang meragukan pertumbuhan 5%.

Masih ada 870 juta penduduk berpenghasilan kurang dari RMB 2.000 ($300) per bulan. Kategori kelas menengah di China, sebanyak 400 juta orang, berpenghasilan RMB2.000–5.000. Kelas menengah inilah yang diharapkan sebagai mesin penggerak ekonomi melalui konsumsi.

Proporsi tenagakerja ahli atau berpendidikan tinggi juga masih sangat kecil, dibanding AS. Bahkan masih lebih kecil dibanding Afrika Selatan atau Brasil.

Dengan kebijakan ekonomi pintu terbuka di China, persaingan usaha di sektor jasa semakin kuat. Termasuk di ranah hiburan, kesehatan dan pendidikan. Saat ini sektor Jasa masih berkisar  50% dari PDB. Masih kalah dengan di berbagai negara industrialis lainnya, yang bisa mencapai 70-80%.

Reformasi sebagai unsur penting penggerak ekonomi, yang mampu mengurangi distorsi dan meningkatkan efisiensi, masih belum selesai. Masih banyak ruang untuk mengejar negara maju lainnya, seperti:

  1. Peningkatan sektor Finansial. Meningkatkan alokasi kapital dan menyediakan pembiayaan berjangka panjang untuk inovasi.
  2. Reformasi sistem Hukou (sistem pencatatan rumah tangga). Menciptakan kesempatan kerja di wilayahnya sendiri.
  3. Reformasi Fiskal. Untuk menyelesaikan masalah hutang pemerintah daerah.

Lompatan besar China pertama selama empat dekade ini adalah dari pendapatan per kapita sebesar $380 menjadi $10.000. Selanjutnya, untuk mencapai Lompatan Besar kedua adalah bila tercapai lompatan pendapatan per kapita dari $10.000 ke $30.000. Bahkan, “influencer economy” di China mampu meningkat dua kali lipat per tahunnya hingga mendekati $1 trilyun. Dan konsumer China juga membelanjakan uangnya lintas negara untuk keperluan pembiayaan pendidikan keluarganya di berbagai belahan dunia, belanja properti di Sydney dan membantu peningkatan harga Bordeaux Wine.

3. China’s Consumers and the New Generation

Tanggal 11 November 2021, saat perayaan hari Singles Day di China (perayaan dicanangkannya one-child policy tahun 1970an), Alibaba dan JD.com mampu menjual barang secara daring sejumlah $140 Milyar. Ini jauh melebihi total penjualan di AS saat perayaan Black Friday, Thanksgiving, dan Cyber Monday.

Seperti diketahui, tiga faktor utama dalam penguatan perekonomian adalah: Konsumer, Perusahaan dan Negara. 

Konsumer China sebanyak 1,4 milyar menjadi faktor penting ekonomi. Apple mampu menjual sebesar $100 Milyar per hari di China. Lebih dari dua kalinya penjualan di AS. Seperlima dari total pendapatan Starbucks di dunia, diperoleh dari China. Tesla berinvestasi besar di China untuk membangun mobil listrik. Nike dan Estée Lauder sukses melakukan penjualan daring di China melalui WeChat dengan 1 milyar pengguna aktif per bulan.

Sistem pemerintahan China, memudahkan untuk pengendalian pola belanja konsumen. Kebijakan “Eight rules” yang diinisiasi oleh Presiden Xi Jinping pada tahun 2012, membuktikan hal tersebut. Eight Rules adalah kebijakan yang oleh beberapa pihak dianggap kebijakan “gila”, karena menghambat akses pendidikan di luar sekolah. Namun sebenarnya kebijakan ini dimaksudkan pemerintah China untuk mencegah tindak korupsi. Lihat Tautan di bawah. Begitu kebijakan tersebut dilaksanakan, maka penjualan jam tangan mewah dan wine yang mahal, langsung jatuh dalam sekejap.

Dampak kebijakan One-Child Policy

Dalam dua dekade ini, persentase rata-rata jumlah tabungan setiap keluarga di China mencapai 30% dari total pendapatannya. Sementara di 37 negara OECD, pada umumnya hanya bisa menabung kurang dari 10% dari total pendapatannya. Bahkan di beberapa negara OECD, hanya 5%.

Bila penduduk China bisa mengurangi jumlah simpanan dan dialihkan untuk keperluan konsumsi, maka akan banyak perusahaan global bisa turut menikmati keuntungannya. Juga, untuk keperluan pertumbuhan ekonominya, China bisa sedikit mengurangi investasi dan ekspor, untuk mencegah terjadinya ketidak-seimbangan neraca perdagangan yang menyebabkan perselisihan dagang antar negara.

Ajaran moral Konfusius bahwa banyak anak adalah berkah keluarga. Dan anak-anak akan bertanggungjawab untuk membantu keluarga, bahkan ketika masih muda sekalipun. Anak-anak juga berkewajiban membantu orangtua dalam hal finansial maupun tempat tinggal, di masa tuanya. Semakin banyak anak, diharapkan semakin ringan beban finansial untuk membantu keluarga. Maka, ketika One Child policy dicanangkan, keluarga merasa harus mempersiapkan ketahanan finansial untuk masa tuanya. Meningkatkan tabungan adalah solusinya.

Pensiun juga menjadi isu penting. Para pensiunan saat ini menerima uang pensiun sangat sedikit. Ini disebabkan oleh institusi tempat mereka bekerja sebelumnya, tidak cukup banyak membayar premi asuransi pensiun. Sistem Jaring Pengaman Sosial untuk pekerja di masa tua, belum cukup tertata bagus di China. Bagi generasi lanjut usia saat ini, dana pensiun tidak bisa menjadi sumber pendapatan yang dapat diandalkan.

Data terkait rumahtangga menunjukkan bahwa dimasa One Child Policy, tingkat tabungan keluarga beranak tunggal, lebih banyak 9% dibanding yang beranak kembar. Bila keluarga beranak tunggal mampu menabung 30% dari pendapatannya, maka keluarga beranak kembar hanya mampu menyimpan 21% saja. Dan bagi keluarga dengan anak kembar yang sudah dewasa, lebih boros pengeluaran (rendah tabungan) dibanding dengan keluarga beranak tunggal. Maka kebijakan One Child memang lebih signifikan dalam mensejahterakan rakyatnya, dibanding keluarga beranak banyak.

Pendidikan

Hal menarik mengenai pendidikan di China, disajikan buku ini pada analisis hasil survey tentang “bagaimana keluarga mengatasi persoalan pendidikan untuk anak yang lahir pada tahun 1980 hingga 2010? Lihat grafik “The One-Child Policy and Household Saving”.

Dari grafik tersebut terlihat bahwa ada suatu masa (usia 20 tahun?) dimana biaya pendidikan anak tunggal bisa hampir dua kali lebih besar dari anak kembar. 

Belanja pendidikan per tahun dalam satu keluarga di China mencapai 25% dari total pendapatan. Sementara di AS, belanja pendidikan untuk satu anak, hanya diperlukan 5% dari total pendapatan saja. 

Data tahun 2002-2009 menunjukkan bahwa kurang dari 40% siswa dari keluarga beranak kembar yang mampu melanjutkan ke SMU untuk selanjutnya melanjutkan ke perguruan tinggi. Dan 30% dari keluarga anak kembar cenderung melanjutkan ke sekolah vokasi atau kejuruan.

Harapan orangtua supaya anak-anak tidak kalah dalam kompetisi kepandaian, menyebabkan ditambahkannya pendidikan tambahan (les privat) di luar waktu sekolah. Belanja pendidikan semakin tinggi. Survey menunjukkan bahwa 88,7% pelajar sekolah dasar dari keluarga mampu, mendapatkan les privat di luar sekolah. 

Minat pendidikan yang semakin tinggi, memicu tumbuhnya sekolah-sekolah unggulan. Bahkan sekolah-sekolah dari Inggris dan AS mulai membuka cabang di China. 

Sisi gelap dari persaingan pendidikan ini adalah semakin mahalnya biaya sekolah. Dan berujung pada rendahnya minat mempunyai anak.

Ketika pemerintah China mulai mengurangi tekanan pada One Child Policy, tidak serta merta berakibat pada bertambahnya angka kelahiran. Bahkan tahun 2021 menunjukkan rendahnya angka kelahiran, yang tidak memacu kecenderungan kenaikan. 

Kesimpulan sementara adalah:

The one-child policy led to a noteworthy increase in human capital investment, which hiked the cost of education, and in turned weakened the inclination to have more children.

Isu mahalnya pendidikan ini bahkan menjadi sajian sehari-hari dalam drama serial televisi yang menjadi hiburan keluarga di rumah. Tingginya biaya pendidikan dan perumahan menjadi hambatan kesejahteraan terbesar rakyat China, meskipun One Child policy mulai dilonggarkan. Presiden Xi Jinping pun menanggapi serius akan hal ini dengan agenda “maximising inclusive prosperity”.

Perempuan

Antara tahun 1980-2010, telah gagal dilahirkan 25 juta bayi perempuan. Ini terkait dengan budaya China saat itu yang lebih menyukai kelahiran bayi laki-laki. Dengan harapan lebih mampu menjaga orangtuanya dan membantu pekerjaan, daripada perempuan. Bahkan, bila anak pertama dan kedua adalah perempuan, tetap berusaha mendapatkan laki-laki pada kelahiran anak ketiga.

Demi pilihan favorit kelahiran bayi laki-laki, teknologi ultrasound diimplementasikan pada tahun 1980an untuk kontrol populasi. Digunakan untuk seleksi jenis kelamin embrio. Tindakan ini sekarang dianggap ilegal. 

Di era one child policy, akses ke pendidikan pun, perempuan tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Tidak prioritas.

Sekarang, anak-anak perempuan bahkan banyak mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dari laki-laki. Tahun 1978, 24,2% mahasiswa adalah perempuan. Tahun 2009, setengah jumlah mahasiswa adalah perempuan.

Karena kultur China yang mewajibkan laki-laki bertanggungjawab untuk menyediakan apartemen dan memimpin rumahtangganya, maka para orangtua lebih suka investasi pendidikan diberikan ke anak perempuan. Sehingga bisa bekerja sendiri dan membantu orangtuanya lebih lama.

Statistik di China tahun 2017 menunjukkan bahwa eksekutif perempuan di perusahaan publik yang lahir tahun 1950an sebanyak 12%, lahir 970an 23%, lahir 1980an 35% dan lahir 1990an 42%. Jumlah eksekutif perempuan cenderung naik.

Bahkan dibidang politik, lebih banyak perempuan memiliki pendidikan tinggi daripada laki-laki. Perempuan 75%, laki-laki 56%.

“It is a truth acknowledged in China that a single man in want of a wife must be in possession of a property and a car.”

One child policy berakibat kelahiran bayi laki-laki lebih disukai. Dan budaya China sangat mengagungkan keberlanjutan keturunan keluarga. Ketiadaan cucu adalah aib bagi sebuah keluarga. Untuk itu, orangtua sangat mengutamakan bantuan finansial bagi anak laki-lakinya. Sehingga mampu menabung untuk mulai membina rumahtangga. Kekayaan finansial menjadi faktor penting bagi laki-laki siap kawin. 

Jumlah perempuan usia kawin di China tidak sebanyak dengan jumlah laki-laki. Dan ketimpangan gender terjadi saat ini. 

Tabungan

One child policy dengan ketakutan finansial di masa pensiun dan biaya mahal untuk mulai berumahtangga, menjadi alasan utama meningkatnya jumlah tabungan nasional. 

Jepang dan Korea juga banyak diwarnai oleh budaya Konfucius, namun tabungan mereka antara 2-6% dari pendapatannya. Tidak seperti China yang sampai 30%. Total simpanan rumahtangga di China terus meningkat sejak 1990 hingga 2009 dan menduduki posisi ke-3. Sama dengan total simpanan korporasi.

Demografi

Menurut survey populasi PBB, di China ada 50% populasi dibawah usia 20, sebelum tahun 1980. Menurun di tahun 2015 menjadi 24%. Dan pada tahun 2050, lebih dari ⅓ populasi China adalah usia diatas 60 tahun. Ini adalah kecenderungan transformasi demografi di negara yang sedang tumbuh kekayaan ekonominya, dengan sedikit jumlah anak.

Risiko ekonomi di negara dengan populasi usia-lanjut yang tinggi adalah tingginya beban fiskal akibat kebutuhan dana pensiun dan menurunnya jumlah tenagakerja. 

Problem tenagakerja China saat ini bukanlah tentang jumlah, tetapi lebih pada ketidakcocokan antara kebutuhan dan keahlian yang tersedia. Lulusan universitas tidak banyak mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya, dan korporasi lebih membutuhkan tenagakerja terampil lulusan sekolah vokasi. Sementara Teknologi Otomatisasi dan Artificial Intelligence akan menjadi ancaman baru pada pola industri di masa depan. 

Penyumbang utama pertumbuhan ekonomi China adalah keterbukaan pasar, keuntungan produksi, efisiensi penggunaan asset dan tenagakerja, serta kemajuan teknologi. Sedangkan faktor penyebab penurunan pertumbuhan ekonomi adalah koreksi berlebihan terhadap kebijakan ekonomi dan situasi panik menghadapi perkembangan agresif sektor privat. Atau bahkan akan lebih buruk lagi bila reformasi dihentikan. Demografi bukan lagi pengaruh penting.

Sepakat dengan pernyataan menarik Penulis dalam bab ini adalah:

“Every generation distinguishes itself in terms productivity, consumption and saving patterns, appetite for risk, life-work balance, and political preferences, which we turn to next”.

Alibaba dan AliPay sudah mengubah budaya anak muda China sekarang untuk rajin belanja. Menggantikan budaya menabung orang tua mereka. “Just spend” menjadi perintah populer dalam budaya baru. Surplus akan berubah menjadi Defisit dikemudian hari.

Visi Baru

One child policy, tanpa diduga telah banyak mengubah banyak hal. Termasuk ekonomi, ketimpangan gender, tenagakerja, simpanan keluarga dan budaya keluarga. Dampak pemerintahan Deng Xiaoping yang efektif dimulai 1978 bisa dirasakan saat ini. Eksistensi generasi dengan karakter yang berbeda dari generasi sebelumnya, dalam hal perilaku, ethos, aspirasi dan ways of life.

Generasi baru ini tidak pernah merasakan penderitaan karena Kemiskinan dan situasi Depresif, seperti yang dialami orangtuanya. Mereka tumbuh dalam kesejahteraan dari hasil kerja keras orangtuanya, dan dengan perhatian penuh dari para gurunya. Bahkan tak perlu mereka bersusah-payah menyiapkan diri untuk situasi emergency. Tak ada persaingan dalam keluarga, karena One Child Policy. Juga tak perlu partner untuk berbagi beban dan tanggungjawab. Perlengkapan modern dan keahlian telah tersedia semua. Bahkan telah dibekali pengetahuan dan cara berpikir Barat untuk menghadapi masa depan. 

Mimpi buruk akut tentang depresi ekonomi di benak orangtua, tak ada sedikitpun dalam kesadaran para generasi baru ini. American dream” sudah bukan lagi menjadi tujuan, karena mereka sudah hidup dalam era kesejahteraan yang dirasa sama dengan masyarakat negara maju lainnya. 

Mereka mempunyai tujuan, arah dan perilaku kerja-keras, tidak lagi untuk tujuan kekayaan, tapi untuk kebahagiaan. Mereka bangga dengan negerinya yang powerful dan berpengaruh kuat di dunia. Rasa percaya diri generasi muda China ini akan sangat berpengaruh untuk negerinya di masa depan. 

4. Paradise and Jungle, the Story of Chinese Firms

Adalah fenomena ekonomi yang mencengangkan, ketika hanya dalam waktu 30 tahun, telah muncul lebih dari 20 juta perusahaan swasta di negara anti-kapitalis.

Investor asing mulai masuk China di akhir tahun 1970an. Panasonic masuk China 1978. Coca Cola dan IBM mulai masuk, 1979.

Seperti halnya di negeri kita, sektor korporasi China mempunyai dua jenis perusahaan, yaitu: state-owned enterprises (SOEs) atau BUMN dan sektor swasta.

Tahun 1990, sektor swasta menyumbang pendapatan (GDP) sangat kecil. Namun sekarang, walaupun harus melewati birokrasi yang sangat sulit berliku, mampu menghasilkan pertumbuhan yang sangat tinggi. Sumbangan sektor swasta terhadap penerimaan pajak mencapai 50%, GDP 60%, inovasi 70% dan lapangan kerja 80%.

Generasi Baru

Di era kompetisi global yang sangat intens dalam memperebutkan pasar, diperlukan keahlian untuk mencapai sukses, yaitu kecepatan, keluwesan, kearifan lokal, percaya-diri, kerendahan hati, dan kemampuan beradaptasi.

Saat ini suap, siasat licik dan mengakali peraturan, tidak bisa lagi menjadi katalis utama untuk ekspansi bisnis. Bahkan sejak menjadi Presiden China, 2013, Xi Jinping terus mengkampanyekan pentingnya “Anti Korupsi”. Maka generasi pengusaha baru harus dilengkapi dengan visi yang lebih jelas dan keterampilan canggih, serta didorong dengan motivasi yang lebih tinggi. 

Mereka perlu didorong oleh semangat dan kemauan untuk sukses—bukan dengan mengambil jalan pintas, namun dengan menghasilkan produk atau layanan yang lebih baik melalui kecerdikan dan tata kelola yang baik.

Para pengusaha generasi muda China sangat mengandalkan pada kegigihan, inovasi dan keuletan, untuk menghadapi tingginya intensitas kompetisi dan lingkungan regulasi yang ketat, dibanding era sebelumnya.

Environmental, social, and corporate governance (ESG) adalah acuan baru berstandar tinggi dari setiap perusahaan di dunia yang berharap sukses ditengah pasar yang berreputasi dan terkelola sangat baik.

Setiap generasi dari para pengusaha China, perlu punya sensitifitas terhadap garis batas antara kepentingan bisnis dan kepentingan negara dalam menjaga stabilitas sosial. Mereka perlu memberikan respon yang lentur terhadap perubahan mendadak dari kebijakan dan kepemimpinan.

Untuk setiap milyarder yang kecewa terhadap intervensi negara, akan selalu ada banyak kaum milenial yang percaya bahwa akan menjadi jutawan atau bahkan milyarder berhubung sudah terbukanya kesempatan untuk turut bermain dan berkompetisi.

5. The State and the Mayor Economy

Beberapa tahun terakhir ini, telah dibangun lebih dari 150 kawasan pembangunan hi-tech di berbagai kota di seantero negeri. Dengan tujuan mengembangkan sentra-sentra penghubung komersial untuk pembangunan produk elektrik, biomedicine dan energi bersih. Kawasan Ekonomi.

Di tahun 2019 saja, telah diselenggarakan lebih dari 3.000 pameran, menyajikan teknologi lingkungan terbaru atau produk kecantikan baru atau desain terobosan pengemasan barang.

Dalam Kawasan Ekonomi, pemerintah lokal sangat mendukung pengusahaan dan menjanjikan untuk meminimalkan berbagai hambatan birokrasi demi berkembangnya inovasi. 

Ada tiga karakter yang menguntungkan dari pemerintahan China:

  1. Mempunyai sumberdaya dan kemampuan administratif untuk memobilisasi dengan cepat aksi kolektif untuk mencapai target-target nasional
  2. Sentralisasi struktur politik, yang disandingkan dengan desentralisasi ekonomi. Ini memungkinkan munculnya kreativitas bisnis lokal yang disupervisi dari Pusat.
  3. Adaptif. Mudah beradaptasi terhadap perubahan cepat situasi sosial. 

Fenomena pertumbuhan China ini membantah teori Daron Acemoglu dan James A. Robinson dalam bukunya Why Nations Fail, yang mengatakan bahwa negara dengan kekuasaan yang terpusat hanya pada sedikit orang, cenderung menyebabkan terjadinya eksploitasi terhadap rakyatnya. Dan biasanya tak peduli terhadap pertumbuhan ekonomi, teknologi baru, pendidikan dan investasi. Namun itu tak terjadi dengan China. Sebaliknya, justru tumbuh menjamur dua puluhan juta perusahaan swasta baru. Alih-alih menghambat perkembangan teknologi, China justru berupaya menjadi pionir teknologi baru dengan penggelontoran triliunan dollar untuk mendukung berbagai pengusahaan, pusat penelitian, universitas dan zona hi-tech.

Sinergi Pemerintah dan Partai Politik

Konsentrasi kekuatan politik China kembali mirip dengan era kerajaan, ketika raja memegang supremasi kekuasaan. Puncak kepemimpinan Partai Komunis adalah pemegang kekuasaan tertinggi. 

Realitas keseharian yang terjadi, adalah kekuatan roda ekonomi berada di tingkat pemerintahan lokal atau tengah. Merekalah yang mendorong pertumbuhan ekonomi hingga mencapai target, melaksanakan reformasi dan memasukkan investor asing.

Salah satu faktor besar dalam keberhasilan perekonomian Tiongkok adalah kemampuannya untuk bisa menerima perubahan, inovasi, dan risiko — hal-hal yang lazimnya tidak terkait dengan rezim politik terpusat.

Model konsentrasi kekuasaan politik yang dikawinkan dengan desentralisasi adalah khas ekonomi-politik China. Pemerintah pusat mengurusi politik domestik dan internasional serta menyusun semua kebijakan ekonomi. Sementara pemerintah lokal bertugas mengimplementasikan kebijakan ekonomi tersebut.

China Baru

Achieving high growth can be impressive, but the key question is, at what cost?

China telah berubah. Sebelumnya, tuntutan terhadap tingginya Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth), telah banyak mengorbankan sektor lingkungan. Dan paradigma pembangunan baru, telah menyadarkan China akan pentingnya kualitas pertumbuhan. Sehingga selanjutnya pembangunan fisik juga diiringi dengan pembangunan infrastruktur lunak, seperti Pendidikan, Kesehatan dan Pelayanan Publik lainya.

Kongres Partai Komunis ke-20, 2022, tidak lagi menempatkan Pertumbuhan Ekonomi sebagai satu-satunya agenda prioritas. Kualitas Pertumbuhan (bukan Kuantitas) menjadi hal utama, seperti halnya Keamanan dan Kemakmuran. Kurva Lingkungan Kuznet menjadi acuan penting.

Pada awalnya, masyarakat banyak mengabaikan Lingkungan demi percepatan pertumbuhan ekonomi. Namun setelah kelayakan Pendapatan tercapai, maka mereka lebih membutuhkan Lingkungan yang lebih baik. Meskipun dibutuhkan biaya lebih besar. Ketika kesejahteraan telah dirasa semakin tinggi, maka tuntutan akan Kesehatan dan Lingkungan yang lebih baik pun juga menjadi tinggi.   

Kini, tuntutan terhadap GDP setinggi mungkin, telah bergeser. Menjadi tuntutan meningkatnya Kualitas Hidup yang lebih baik.

Meskipun tumbuhnya kelas menengah China tidak serta-merta dibarengi dengan bertambahnya peran partisipasi politik, namun tetap menjadi tekanan politik yang perlu diperhitungkan. Bila institusi politik gagal menyikapi berkembangnya sosio-ekonomi, akan menyebabkan kekecewaan publik. Dan keberhasilan pemerintah China menyikapinya, berakibat fenomena Arab Spring tidak terjadi disana. Terkenal semboyan partai Komunis China, “yu shi ju jin”, terus maju bersama waktu.

Legitimasi Kekuasaan

Legitimasi Partai Komunis seringkali menjadi gunjingan di berbagai negara Demokrasi. Namun realitasnya, rasa Aman dan Kemakmuran materiil memang sudah dirasakan masyarakatnya. Dan yang lebih memuaskan lagi adalah dirasakannya tanggapan cepat Pemerintah terhadap keluhan-keluhan masyarakat terkait dengan pelayanan publik.

Pranab Bardhan, ekonom, berpendapat bahwa sistem pemerintahan sentralisasi cocok untuk program jangka-panjang, namun mempunyai kelemahan dalam hal akuntabilitas dan keluwesan. 

Demikian juga dengan sistem politik pluralisme, akan menguntungkan dalam isu keterwakilan dari populasi yang beragam. Namun, akan sangat mahal untuk keperluan aksi kolektif (collective action). Demikian juga, musyawarah dalam alam demokrasi akan berperan penting pada legitimasi sosial. Namun, kompetisi antar partai juga akan terus menurun hingga di tingkat akar-rumput. 

Alih-alih memenuhi kewajibannya untuk melayani keperluan masyarakat yang beragam, Demokrasi justru seringkali dibelokkan menggunakan kekuasaan uang dan lobbying

Markus K. Brunnermeier, ekonom Princeton University, berpendapat bahwa ekonomi politik China memang sedang jaya, namun meragukan ketangguhannya dalam menghadapi berbagai goncangan. 

Model Pertumbuhan ekonomi China yang gemerlap tersebut, tidaklah cukup lentur. Kredit tetap perlu disuntikkan untuk memutar roda ekonomi. Intervensi terhadap harga properti dan harga saham perlu selalu dilakukan. Dan untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, tetaplah membutuhkan biaya mahal. Entah untuk mencegah keruntuhan finansial ataupun mengawal kebijakan Zero Covid (saat pandemi).

Menurut Brunnermeier, “an economy, or a system, is most sustainable when it can be more like a reed than an oak, that “bends often but does not break”. That would be a worthy goal for China’s new playbook”.

6. The Financial System

Menurut Penulis, sistem finansial China belum cukup berkembang. Kredit bank di China pada tahun 2019 mencapai 165% dari GDP. Sementara AS hanya membutuhkan kredit sebesar 52% dari GDPnya. 

Di AS, nilai saham yang beredar di bursa saham sebanyak 150% dari GDP. Dan jumlah Bond yang beredar mencapai 205% dari GDP. Sementara di China, total saham di pasar hanya 60% GDP dan pasar Bond (2020) sebanyak 113% GDP.

Asset yang dikelola Investment Fund di China tidak lebih dari 12% GDP (lebih 100% di AS). 

The Financial System as a Tool

Bank-bank Pemerintah lebih suka memberikan pinjaman kepada perusahaan-perusahaan milik negara, yang diarahkan untuk keperluan di bidang infrastruktur, teknologi, dan industri. Sesuai program pemerintah.

Ada 5 bank pemerintah, yang menguasai 40% total deposit perbankan. BUMN lebih banyak menerima kredit untuk keperluan proyek-proyek Pemerintah, umumnya dibidang infrastruktur, teknologi, dan industri. Alih-alih diberikan pada masyarakat atau sektor swasta, banyak kredit justru diberikan pada Perusahaan Pemerintah yang susah untuk dijual. Sangat beresiko. 

Non Performing Loan (NPL) pada Bank-bank Pemerintah China mencapai 20% total kredit di tahun 2000an. Bahkan di puncak krisis 2009, NPL bank di AS hanya mencapai tidak lebih dari 5%. 

Ketika Bursa Saham kembali dibuka 1990, di Shanghai dan Shenzen, mayoritas pesertanya adalah perusahaan Pemerintah. Tujuan Deng Xiaoping saat itu bukanlah meningkatkan dana perusahaan privat. Melainkan, untuk menyehatkan perusahaan pemerintah dan mampu melantai di bursa saham. 

Tahun 2000, 70% dari perusahaan yang melantai di bursa saham, adalah BUMN. Dan tahun 2018 komposisi BUMN turun menjadi 30% karena makin banyaknya perusahaan privat yang turut bermain di bursa saham.

Pertumbuhan dan Bursa Saham

Pertumbuhan ekonomi China (2000-2014) jauh melewati Brazil, India, Jepang dan AS. 

Korelasi positif antara Pertumbuhan GDP dan pendapatan rata-rata Bursa Saham dalam waktu lima tahun, bisa mencapai 50% di UK dan Jerman serta 30% di AS. Namun itu tidak terjadi di China, atau korelasi 0%. Atau tidak ada korelasi antara pertumbuhan GDP dengan pendapatan Bursa Saham.

Ini berarti masyarakat tidak turut serta menikmati buah pertumbuhan ekonomi melalui Pasar Modal. Yang juga berarti bahwa kinerja perusahaan di Pasar Modal tidak selalu menunjukkan fundamental value.

Return on assets, return on equity, dan net income growth suatu perusahaan listed tidak menunjukkan margin yang lebih bagus daripada perusahaan unlisted

Ditengarai, ada dua faktor penyebab buruknya kinerja perusahaan listed, yaitu:

  1. Proses seleksi untuk menjadi perusahaan listed. Di China mesuknya perusahaan ke lantai bursa didasarkan pada Persetujuan Pemerintah, yaitu China Securities Regulatory Commission (CSRC). Tidak seperti lazimnya persyaratan masuk bursa saham di negara lain, dibutuhkan Laporan Finansial secara terbuka (published) dan kemudian mendaftarkan diri untuk melakukan IPO. 
  2. Perilaku buruk perusahaan, setelah masuk ke dalam bursa saham. Di China, return on assets rerata 50% setelah satu tahun IPO, sedangkan di AS hanya turun tak lebih dari 10%.

Syarat wajib untung selama 3 tahun hingga IPO, membuat banyak perusahaan China tidak bisa listing di negerinya. Dan memilih listing di luar negeri. JD.com perusahaan terbesar kedua setelah Alibaba, tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut, karena dua tahun sebelum IPO, 2014, menunjukkan adanya kerugian dalam Laporan Keuangannya. Bursa saham Nasdaq kemudian menjadi pilihan JD.com, dengan market capitalization sebesar $115 milyar.

Banyak pengamat membedakan Pasar Equity China dengan AS. Pasar Saham China lebih melihat ke masa lalu, sedangkan Pasar Saham AS melihat potensi perusahaan ke masa depan.

Tahun 2000 hingga 2018, perusahaan China yang melantai di bursa saham luar negeri meningkat hingga empat kali. Bahkan di pertengahan 2021, bursa saham AS mengelola perusahaan China senilai $2,1 Triliun.

Di China, Return on Assets (ROA) berkurang hingga 50% dalam tahun yang sama setelah IPO. Di AS, ROA hanya berkurang tidak lebih 10% dalam kurun waktu yang sama.

Kinerja buruk perusahaan China biasanya terjadi karena terlalu ekspansif investasi di bidang yang bukan kompetensi utamanya. Bisnis properti merosot tajam di tahun 2021 hingga hampir mengganggu stabilitas finansial, karena ekspansi bisnis di bidang peternakan babi, air kemasan, klub sepakbola dan mobil elektrik. Yang semua ekspansi bisnis tersebut berada di luar kompetensinya.

Bursa saham China sangat bergejolak. Tahun 2008, Bursa Saham China sempat merosot hingga 70%, hanya beberapa bulan setelah Shanghai Stock Exchange (SSE) mencatat komposit index puncak tertingginya. Di tahun 2015, nilai saham di SSE merosot ⅓ nya hanya dalam satu bulan, setelah meningkat 150% pada bulan sebelumnya.

Di China, retail investors menguasai 80% bursa saham. Sementara di New York Stock Exchange, 85% bursa saham dikuasai oleh investor institusi.

The Great Housing Rush

Harga perumahan di China rata-rata naik pesat 4 kali lipat dari tahun 2003 hingga 2013. Harga rumah di Beijing dan Shanghai sama dengan di Boston, $550/feet2. Dan harga di Shenzen hampir mengejar harga di San Fransisco. Namun, pendapatan per kapita di Beijing, Shenzen dan Shanghai hanya sebesar $7.500. Berbeda jauh dengan pendapatan di Boston $40.000. Bahkan di San Fransisco mencapai $50.000.

Shadow banking

NBFI: Non-Bank Financial Intermediation
(Shadow banking)

Shadow banking merujuk pada institusi yang berperilaku semacam bank untuk melakukan bisnis pembiayaan namun bukanlah bank resmi. Bank resmi maupun pemerintah lokal China, juga melakukan Shadow banking. Resesi dunia 2008, juga disebabkan oleh Shadow banking oleh bank-bank resmi di AS. Biasanya mulai dijalankan bank-bank konservatif ketika mereka mulai menyiasati aturan resmi pemerintahnya. Atau menjalankan skema off-balance sheet.

Shadow banking mulai menjadi medium finansial menarik di China, mulai 2005. Wealth management products (WMPs) menjadi produk andalan perbankan. Sejenis deposit yang tidak dibatasi oleh bunga bank (interest rate) atau fixed-rate. Off-balance sheet tentunya. 

Dari kurang 2,6% GDP di tahun 2008, WMP ini meningkat menjadi 40% GDP di tahun 2016. Sejumlah RMB 3,1T WMP terjual. Dan di akhir 2017, tumbuh menjadi 22,2T ($3,36T).

Bank kemudian menyalurkannya kepada perusahaan terpercaya untuk digunakan berinvestasi di pasar bond, instrumen kredit atau investasi di suatu perusahaan atau proyek.

Antara 2010-2015 aset dari perusahaan terpercaya tersebut meningkat dari 6% menjadi 24% GDP. 

Peran Pemerintah Lokal

Kebijakan Anggaran China yang diundangkan sejak 1994 adalah bahwa Pemerintah Lokal tidak diperkenankan Defisit. Hal ini menjadi kesulitan saat resesi ekonomi terjadi pada tahun 2008. Untuk intu, pemerintah lokal mensiasatinya dengan membentuk Local Government Financing Vehicle (LGFV). Institusi bisnis non-pemerintah, yang sebenarnya dimiliki oleh pemerintah lokal. Dari institusi inilah pemerintah lokal bisa meminjam uang dari bank atau Shadow Bank dengan akutansi off-balance sheet. Dan hutang tersebut akan diperlakukan sebagai hutang korporasi, bukan hutang pemerintah.

Tahun 2009, hanya ada 3.800 LGFV. Tahun 2013 tumbuh menjadi 7.170. Dan 30 pemerintah lokal (dari total 36) sudah memilikinya. Hutang yang digelontorkan dari LGFV ini di tahun 2009 sebesar RMB 6T, dan meningkat menjadi RMB 45T enam tahun kemudian. Beberapa tahun yang lalu, LGFV telah mendanai pembangunan Shanghai Tower sebesar $2,4 Milyar, gedung tertinggi ke-2 di dunia.

Menteri Keuangan mendorong Pemerintah Lokal untuk memberdayakan LGFV untuk meminjam uang. Sementara regulator Bank Sentral menyarankan bank pemerintah untuk meminjami LGFV. Sinergi terjadi. Pinjaman sebesar RMB 4,7T di tahun 2009, setengahnya untuk keperluan LGFV. Bila biasanya Pinjaman sebesar 15% GDP, maka di tahun 2009 menjadi 27,5%. Dan hutang diberikan untuk pembiayaan proyek Pemerintah Lokal.

Selanjutnya, LGFV menerbitkan Chengtou Bond. Bond korporasi untuk pembangunan infrastruktur dan investasi, yang dijamin oleh Pemerintah Lokal. Jumlah bond yang terbit tahun 2008 sebanyak 79, kemudian tumbuh hingga 1.704 di tahun 2014. Sumber dana utama bond ini adalah dari Shadow Banking yang dipermudah prosesnya oleh Pemerintah Lokal. 

Setiap Pemerintah Lokal kini menggunakan LGFV untuk menerbitkan Chengtou Bond. Akhir 2014, total outstanding Chengtou bond mencapai RMB 4.95T. Sumber pembiayaan primer bagi Pemerintah Lokal.

Enam tahun setelah Resesi 2008, ekonomi China tumbuh double dari $4,5T ke $9T di tahun 2014. Namun, hutang China juga tumbuh menjadi 230% GDP. Yang mayoritas melalui skema Shadow Banking.

Perbankan di China vs US

Tim Geithner, menteri Keuangan AS tahun 2008, dalam bukunya Stress Test: Reflections of Financial Crises menyatakan bahwa setiap kejadian krisis finansial, sejatinya adalah Krisis Kepercayaan Diri. Bila masyarakat tidak lagi percaya bahwa pemerintah mampu mengamankan bank, pasar saham atau institusi keuangan tempat mereka menyimpan uangnya, maka disinilah krisis keuangan dimulai.

Berbeda dengan di AS, yang mungkin saja tidak akan menyelamatkan bank (Lehman Brothers), pemerintah China tidak akan menghalangi penyelamatan sistem finansial dari keruntuhan

Pemerintah tidak hanya sebagai regulator terhadap perbankan, tapi juga sebagai pemilik saham mayoritas. Dan sebaliknya, bank mempunyai piutang Pemerintah Daerah. Sehingga, rasanya tidak mungkin Pemerintah membiarkan runtuhnya perbankan. Seperti halnya dengan Lehman Brothers. 

Buntut dari Resesi Ekonomi 2008, Utang China terhadap GDP (Debt to GDP ratio) mencapai 275% di tahun 2022.

Asset Pemerintah Lokal di akhir tahun 2017 diperkirakan mencapai RMB 126T ($17,28T). Dan utangnya RMB 29T (2022 menjadi sebesar RMB 61,3T). Hutang rumahtangga yang utamanya untuk kredit perumahan, cukup aman. Jauh lebih aman daripada AS, Jepang atau Spanyol. Terselamatkan karena tingginya tingkat simpanan mereka. 

Interest Rate dan Growth Rate menjadi faktor penentu Debt Sustainability. Bila Interest Rate < Growth Rate maka Debt to GDP semakin kecil. Sehingga Debt Sustainability akan aman. Negara Sedang berkembang, umumnya sedang menikmati Growth Rate yang lebih tinggi daripada Negara Maju.

Jumlah Simpanan China sudah mampu mencukupi untuk menutupi kebutuhan investasi domestik. Sehingga tidak membutuhkan investasi asing. Dengan kata lain, sistem finansial China dalam kondisi stabil, namun tidak cukup efisien

7. The Technology Race

Pertama kali dalam sejarah, negara sedang berkembang dengan tingkat kualitas hidup masyarakat yang hanya ¼ kalinya negara industrialis, namun telah mampu membangun dan memiliki teknologi super canggih.

Tahun 1999, majalah Times dalam edisi “Beyond 2000” masih meremehkan China dengan pernyataan: “China cannot grow into an industrial giant in the 21st century. Its population is too large and its gross domestic product too small.”

Inovasi

Pengertian umum, ada dua jenis inovasi teknologi:

  1. Fundamental breakthroughs. Penciptaan teknologi baru. Revolusioner (0 to 1)
  2. Creative adaptations. Adaptasi dan pengembangan teknologi. Evolusioner (1 to N)

Inovasi China cenderung masuk dalam kategori Creative Adaptations. Menciptakan aplikasi baru berdasar teknologi yang sudah ada. Menjadi lebih baik dan lebih murah. Highly innovative nation.

Persaingan usaha di China cenderung keras. Bahkan brutal. Perang harga, saling melakukan tuntutan pidana, menggagalkan sistem pembayaran, merusak software kompetitor, dll. adalah bagian dari pertempuran tersebut. Positifnya adalah ‘memaksa’ peningkatan kualitas produk, pemotongan biaya produksi secara agresif dan terus berusaha mencari cara monetisasi yang baru.

8. China’s Role in Global Trade

Peran China dalam memperoleh pertumbuhan keuntungan perdagangan global, bisa ditunjukkan dari contoh produksi Iphone. Tahun 2009, dari produksi iphone senilai $100, pemasukan China sebesar $1,30. Pada tahun 2018, dengan harga barang yang sama, pemasukan China menjadi $10,40. Artinya, China telah masuk semakin ke tengah dalam proses Global Supply Changes, mengambil alih peran industri sebelumnya di negara lain.

Tahun 2000 China mulai berperan dalam supply change industri tekstil. Dan di tahun 2017, China sudah mengambil peran utama dalam supply change industri tersebut. Demikian juga dengan sektor information and communication technology (ICT). China telah mengambil alih peran dominan dari Jepang. 

The Rise of Economic Nationalism

Globalisasi memang sudah menjadi semangat semua pihak. Namun, kebijakan geopolitik, kebijakan perdagangan, dan kecenderungan ekosistem rantai pasokan (supply change) lebih mengarah pada nasionalisasi ekonomi. Di China, ini muncul dalam konsep “dual circulation”, sebagai bagian dari komponen inti dalam Rencana Lima Tahunan China yang ke-14. Dua mesin penggerak ekonomi, yaitu sikap terbuka (international circulation), dan sikap yang lebih mengutamakan pasar domestik (domestic circulation). Kedua penggerak tersebut mesti saling menguatkan.

China telah bergabung dalam Blok Perdagangan 15 Negara Asia (the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) di awal tahun 2022, dan berjanji untuk membuka sepenuhnya, sedikitnya 65% di sektor jasa.

FDI terus mencapai puncaknya, meskipun telah terjadi perang dagang dengan AS. Dunia dan China, tetap saling membutuhkan. “Cold politics but hot economics.” 

Global supply chains dan global interdependency akan tetap menjadi hal penting, dan China tak tergantikan.

China telah menjadi bagian kontributor terbesar untuk PBB, WHO, IMF. Dan terus membantu pendanaan World Bank, the Asian Development Bank (ADB), dan mekanisme kerjasama ekonomi multilateral lainnya. Berusaha untuk bisa mandiri, namun tak berharap untuk mendominasi lainnya. Terkenal dengan jargonnya yang MENOLAK semboyan “great powers must be hegemonic” (guo qiang bi ba).

China meyakini akan tetap dapat hidup damai berdampingan dengan bangsa lain yang berbeda nilai, sistem politik, agama dan model ekonomi, meskipun bukan penganut nilai-nilai demokrasi AS.

Memahami bahwa Climate change, environmental degradation, global pandemics, terrorism, dan cybersecurity memerlukan kerjasama dengan banyak pihak, China telah menjadi investor global terbesar ke-3 dalam penelitian untuk Energi Terbarukan. Setiap tahun, China mengalokasikan lebih dari $50 Milyar untuk R&D Energi Bersih. Dan China berjanji akan mencapai Carbon Netral di tahun 2060.

Perlu diketahui bahwa gabungan antara China dan AS saja sudah mencapai 40% konsumsi energi dan emisi global. Juga 50% konsumsi batubara dunia. Maka kedua negara tersebut menjadi penentu dalam kesuksesan Green Initiatives.

9. On the World’s Financial Stage

Kekhawatiran muncul bila terjadi guncangan di Tiongkok, baik dalam bentuk inflasi, pembatasan terhadap sektor properti, atau kegagalan perusahaan, akan berakibat fatal pada pasar global, karena tingkat integrasi keuangan Tiongkok tertinggal jauh dibandingkan dengan AS. Oleh karenanya, perbaikan terhadap sistem finansial dan moneter China menjadi sangat penting.

China’s Opportunity

Di akhir PDII, 44 perwakilan negara-negara Sekutu mengadakan pertemuan di Bretton Woods, New Hampshire, untuk membahas tentang international monetary system. Disepakati bahwa US$ digunakan sebagai mata uang global yang dijamin dengan emas oleh pemerintah AS. Namun, di tahun 1960an, Robert Triffin, ekonom AS, mengkritisinya. Dikenali sebagai Triffin Dilemma. Yaitu prediksi akan gagalnya sistem Bretton Woods karena ketidakmampuan menjaga likuiditas dan tingkat kepercayaan.

Karena tingginya permintaan global, menyebabkan total US$ beredar semakin jauh melebihi nilai emas yang tersedia. Tahun 1971, presiden Nixon terpaksa menghentikan konversi dollar terhadap emas. Dollar AS berubah menjadi “fiat money”, tidak lagi ditanggung oleh komoditi apapun, termasuk emas. Sistem Bretton Woods gagal, sesuai prediksi Triffin.

Matauang US$ yang dipergunakan sebagai cadangan internasional tentu diharapkan mempunyai nilai yang stabil. Kekayaan AS mencapai 25% GDP global, sedangkan permintaan matauang US$ melampaui 60% total cadangan global. Mengingat kondisi ekonomi AS saat ini (buku ini terbit) yang menurun, maka akan semakin sulit untuk dapat diharapkan mampu menjaga kestabilan nilai US$ tersebut.

Bila global kehilangan trust terhadap kemampuan AS untuk membayar hutang-hutangnya, akibat semakin tingginya defisit, maka nilai US$ akan merosot tajam. Untuk itulah dibutuhkan matauang lain selain $.

Great Recession memberi pelajaran buruk pada semua pihak. Bank-bank ternama mengalami kesulitan likuiditas. IMF pun memberi penawaran yang buruk kepada negara-negara sedang berkembang. 

Pada titik inilah, Bank Central China mengambil peran dengan memberi tawaran menarik kepada negara-negara yang sedang kesulitan likuiditas, berbasis Renminbi. Dan alternatif China semacam inilah yang menyebabkan sistem moneter internasional semakin aman dan efisien.

Namun, Renminbi masih belum cukup populer sebagai matauang perdagangan dan pembiayaan. Bahkan belum masuk dalam 5 besar matauang yang dipergunakan dalam perdagangan global.

Matauang yang diakui dunia mesti memenuhi kriteria:

  • Dipergunakan sebagai cadangan dalam bank-bank sentral
  • Dipergunakan untuk tagihan (invoice) perdagangan internasional
  • Dipergunakan sebagai denominasi matauang untuk korporasi, bond pemerintah dan pinjaman bank

Renminbi hanya dipergunakan sebanyak 2.66% dari total foreign reserves pada tahun 2021. Sementara US$ dipergunakan sebanyak 59%. Sebagai alat pembayaran global, Renmimbi hanya dipergunakan sebanyak 4%. US$ 39%, Euro € 33% dan £ 7%.

10. Toward a New Paradigm

Kekuatan sistem pemerintahan China berakar pada struktur birokrasi kuno, yaitu Tiao Tiao Kuaikuai (garis dan kotak). Bisa diartikan sebagai sistem administrasi yang memungkinkan berjalannya perintah dan pengawasan dari otoritas tertinggi ke struktur terendah birokrasi. 

Bangsa Tiongkok yang terus berupaya untuk mendapatkan posisi teratas di kancah global adalah salah satu kenyataan yang harus diakui dan diterima oleh negara-negara lain.

China: Toward the Future

Meskipun sistem ekonomi-politik China cukup kuat, namun ada lima hal penting yang akan mempengaruhi bentuk wajah China di masa depan, yaitu:

  1. Masalah sosial
    1. Perlu diantisipasi persoalan semakin besarnya middle-income group dan perlindungan konsumer
    2. Terjadi meluas di dunia saat ini, porsi pekerja dalam GDP semakin kecil, dan porsi modal semakin besar: daya tawar pekerja semakin kecil, semakin kehilangan kekayaan yang diakibatkan oleh modal yang dikenakan pajak ringan. 
    3. Pada saat yang sama, perkembangan teknologi mulai menggantikan peran pekerjaan, kesempatan kerja semakin kecil bagi mereka yang berpendidikan rendah.
    4. Ketegangan sosial, frustasi dan kemarahan mulai terjadi dimana-mana karena kesenjangan ekonomi.
  2. China dibawah bayang-bayang status sebagai bangsa dengan sejarah ekonomi yang masih muda.
  3. Masa depan China sangat dipengaruhi dua capaian penting:
    1. Menjadi negara dengan keunggulan ekonomi (GDP).
    2. Bisa terjadi bila China mampu membuat hubungan baik dengan ekonomi global. Pada saat yang sama juga mampu menunjukkan independensi dan kepemimpinan teknologi dan pasokan energi. 
  4. Perlu berbagi dengan AS secara damai dan kooperatif di kedua belah pihak. 
  5. China tidak akan mengubah dirinya menjadi demokrasi ala Barat, namun rakyatnya akan semakin menyadari akan pentingnya lingkungan sosial yang melindungi hak-haknya.

Di tahun 1960an, 1970an, banyak warga China mendapat kesempatan belajar di AS. Kehidupan lebih baik, kebutuhan sehari-hari banyak tersedia, dan pendapatan bisa 10 kali lipat daripada di China. Keinginan tinggal disana, menjadi tujuan hidup. Tahun 2000an mulai banyak pemuda China mencari bersekolah tidak jauh dari China. Masih di kota kosmopolitan, Singapore dan Hongkong. Dan mulai 2013, China sudah menjadi pilihan utama sebagai tujuan pendidikan. Bahkan semakin banyak warga asing yang bersekolah di China.

Deng Xiaoping pernah memberi kesempatan supaya pelajar China yang sudah menyelesaikan pendidikan di luar negeri, tetap tinggal dan bekerja disana untuk membantu China. Namun ternyata keinginan ‘pulang kampung’ justru jauh lebih besar. Menurut Menteri Pendidikan Cina, ada 5 juta pelajar yang telah lulus dari pendidikan di luar negeri antara tahun 2000-2019, sudah kembali ke China sebanyak 86%.

Hidup di Amerika, Eropa atau Australia, sudah bukan impian lagi bagi para pelajar China. Karena impian tersebut kini bisa diwujudkan dinegerinya sendiri, Cina.

Di awal pemerintahannya, Deng Xiaoping mempunyai ide untuk mengijinkan beberapa orang menjadi kaya supaya bisa mengangkat atau menyelamatkan banyak pihak lainnya dari kemiskinan. Seolah sekoci penyelamat penumpang dari kapal besar yang sedang tenggelam. Berhasil. Beberapa sudah menjadi kaya. Bahkan sangat kaya. Sehingga terjadi kesenjangan kekayaan yang sangat lebar. 

Setengah bagian bawah dari distribusi kekayaan di China, sama dengan yang dimiliki oleh 15% bagian teratas. Sebagai pembanding, di AS dimiliki oleh 12% dan 22% di Perancis. Potensi masalah sosial yang perlu diantisipasi.

Tradisi China yang menempatkan kepentingan komunitas lebih tinggi daripada kepentingan individu, adalah hal penting untuk kemajuan bersama. Budaya inilah yang menjadi perbedaan utama modal sosial China dengan AS.

Bagi siapapun yang masih percaya bahwa gaya demokrasi Barat dengan kapitalismenya adalah satu-satunya jalan menuju kesejahteraan, maka pertumbuhan ekonomi China di kancah global menjadi paradox yang membingungkan.

Tautan:

Eight-point Regulation

Economist’s ‘6-wallet’ theory triggers housing debate

China Bikin Heboh! Xi Jinping Buat 8 Aturan ‘Gila’, Apa Saja?

State Council of the People’s Republic of China, “China and the World in the New Era,” September 27, 2019

Balance of Payments and International Investment Position Statistics

The Bretton Woods International Monetary System: A Historical

Overview

Catatan:

Ini buku yang sangat menarik bagi banyak pihak yang ingin mengetahui wajah ekonomi China. Pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tinggi, dibarengi dengan budaya komunal dengan penuh rasa cinta tanah air. Tak bosan membacanya berulang kali.

Namun demikian, prasangka buruk Penulis, Keyu Jin, tentang kemungkinan terjadinya korupsi dalam proses masuknya perusahaan ke dalam bursa saham, lagi-lagi menunjukkan berperannya ‘kacamata Barat’ dalam membaca fenomena China. Sangat subyektif.

Contoh lain penggunaan ‘kacamata Barat’ yang sepertinya tidak disadari Keyu Jin adalah pernyataan berikut:

The financial system in China is faced with a perennial dilemma: because it is not yet mature, the state feels the need to constantly intervene and preserve its stability. But the more it intervenes, the more distortions are created, and the slower it is to mature.

Kedewasaan ekonomi-politik suatu bangsa, diukur dari seberapa jauh keterlibatan negara. Pandangan yang sangat khas Barat. Sistem ekonomi liberal menjadi acuan dalam menilai sistem ekonomi sosialis China. Tentu akan sangat bias.

Has China won?

Salah satu kalimat dalam artikel di buletin digital The Economist, 18 Mei 2023 yang berjudul Joe Biden’s global vision is too timid and pessimistic mengatakan:

“Unfortunately the Biden doctrine fails to rebut the narrative of American decline and so has not resolved the tension between the country’s toxic politics and its role as the linchpin of a liberal order”. Komentar semacam ini banyak ditemukan di berbagai media Barat. 

Kemudian artikel The Economist, 16 Mei 2023, berjudul, Can the west win over the rest of the world?

They fret that ruling elites in many developing countries are starting to prefer dealing with China, which offers more stability, more roads and bridges, and fewer lectures. In Japan’s estimation, American preaching about democracy has been especially ineffective. “Liberal democracy has proved a poor rallying cry,” says one Japanese official.

Intinya adalah, adanya penyangkalan bahwa AS sudah bukan lagi yang No. 1. Ini sikap banyak elite politik AS di pemerintahan, yang menyusun strategi politik, ekonomi dan pertahanan. Sikap AS yang seperti ini menjadi hal penting untuk dikritisi dalam buku “Has China won?”, karya Kishore Mahbubani. Terbit pertama kali di tahun 2020. Mantan pimpinan Badan Keamanan PBB, sekaligus mantan Duta Besar Singapura untuk PBB. Selain itu, Mahbubani juga memetakan kelebihan dan kekurangan strategi geopolitik dari AS dan China. Termasuk mencari celah di antaranya, supaya muncul strategi yang mengarah pada perdamaian global.

Pembuka

Aplikasi digital pembaca ebook, Kindle, mempunyai kemampuan otomatis untuk menampilkan tanda garis di bawah kalimat yang dibuat oleh banyak pembaca buku yang sama. Untuk buku ini, salah satu garis tersebut muncul di bawah penggalan paragraf berikut ini:

In 1950, in PPP (purchasing power parity) terms, America had 27.3 percent of the world’s GDP, while China had only 4.5 percent. At the end of the Cold War, in 1990, a triumphant moment, America had 20.6 percent and China had 3.86 percent. As of 2018, it has 15 percent, less than China’s (18.6 percent). In one crucial respect, America has already become number two. Few Americans are aware of this; fewer still have considered what it means.

Dari pengalaman para pakar geopolitik Singapore, yaitu Lee Kuan Yew, Goh Keng Swee, dan S. Rajaratnam; Mahbubani belajar bahwa langkah pertama untuk merumuskan strategi jangka panjang yang baik adalah dimulai dengan membuat daftar “think the unthinkable”. Mahbubani menuliskan 10 pertanyaan penting yang patut menjadi perhatian para pemikir strategis AS dalam rangka berhadapan dengan China, yaitu:

  1. Perubahan strategi apakah yang perlu AS lakukan, bila tidak lagi menjadi Penguasa ekonomi global?
  2. Apa yang seharusnya menjadi tujuan utama Amerika? Meningkatkan kehidupan 330 juta warganya atau mempertahankan keunggulannya dalam sistem internasional?
  3. Belanja apakah yang sebaiknya dilakukan AS? Mengurangi anggaran belanja senjata untuk pertahanan dan perang ekspansinya, atau meningkatkan investasi untuk pelayanan sosial dan pembangunan infrastruktur? Apakah China lebih menyukai peningkatan atau penurunan anggaran belanja Pertahanan AS?
  4. Apakah Amerika mampu membangun koalisi global yang solid untuk mengimbangi China? Apakah keputusan Amerika untuk meninggalkan Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) merupakan keuntungan geopolitik bagi China? Apakah Belt and Road Initiative (BRI), yang merupakan kemitraan ekonomi baru China dengan tetangganya, merupakan ancaman bagi Barat? 
  5. Apakah menggunakan matauang US$ sebagai senjata untuk tujuan sepihak merupakan pilihan strategi geopolitik yang bijak bagi AS? Saat ini, belum ada alternatif praktis untuk menggantikan dolar AS. Akankah US$ tak tergantikan?
  6. Setelah berbagai pelanggaran HAM di berbagai negara lain, sejak “9/11”, apakah bangsa Amerika siap untuk melakukan pengorbanan yang diperlukan demi meningkatkan soft power (kekuatan spiritual) Amerika? Mampukah Amerika memenangkan pertempuran ideologis melawan China, yang masih dianggap sebagai negara “normal”, bukan negara “adidaya”?
  7. Apakah pemikir strategis Amerika mampu mengembangkan kerangka analitis baru untuk menangkap esensi persaingan dengan China? China tidak bermaksud ekspansi dan dua negara demokrasi besar di Asia (India dan Indonesia) tidak merasa terancam dengan ideologi China.
  8. Dengan mengendapnya isu “yellow peril” dalam emosi bawah sadar elit politik AS, apakah masih mungkin rasionalitas bisa diandalkan dalam perencanaan strategis berkaitan dengan China? 
  9. Meskipun China dan Rusia adalah negara komunis, namun ideologi China bukanlah Marxism-Leninism, tapi lebih pada peningkatan peradaban bangsa China. Seberapa banyakkah rakyat AS memahami hal tersebut?
  10. Wei Qi adalah permainan catur China, yang mengandalkan penguasaan aset untuk mengalahkan lawan, dalam tempo permainan yang lamban dan panjang. Berbeda dengan permainan catur Barat yang mengutamakan target menangkap atau membunuh raja. Dengan analogi permainan tersebut, apakah para pemikir strategis AS sudah mempersiapkan sumber daya yang cukup untuk persaingan panjang melawan China?


Kesalahan Besar Strategi China

Bab 2, buku ini menjelaskan tentang kesalahan fatal China yang telah memperlakukan dengan buruk terhadap sebagian besar mitra bisnis AS. Meskipun ada sebagian kecil yang diuntungkan. Sehingga ketika Presiden Trump mengumandangkan permusuhannya dengan China, tak satupun para pengusaha AS yang berbisnis dengan China, terlihat berkeberatan atau berusaha mencegahnya. 

Tahun 1990an, banyak pengusaha AS-China memprotes upaya Washington untuk mencabut status China sebagai most-favored-nation (MFN). Namun ada sedikit yang diuntungkan. Tiga perusahaan raksasa AS ini diantaranya yang diuntungkan berbisnis dengan China. Boeing, General Motor dan Ford.

Boeing. Lebih dari 2.000 pesawat Boeing terjual di China. Mengeruk Pendapatan US$ 1,2 Milyar tahun 1993 dan meningkat 10 kali lipat di tahun 2017 menjadi $11,9 milyar. Dari 5,7% menjadi 21% dari total pendapatan Boeing. Bahkan tahun 2018, Boeing telah mengumumkan bahwa China akan membutuhkan penambahan pesawat sebanyak 7.690, senilai US$ 1,2 trilyun, di tahun 2038. Keuntungan finansial dan penyerapan tenagakerja.

General Motor (GM). Bahkan di negaranya, pasar penjualan mobil dikuasai oleh mobil produksi Jepang. Oleh karenanya, Presiden Reagan pernah meminta pemerintah Jepang untuk membatasi jumlah ekspor mobilnya ke AS. Untuk menyelamatkan produksi dalam negerinya. Mobil yang tidak kompetitif di negeri sendiri ini, ternyata sukses di pasar China. Bagaimana bisa? 

GM menjual 3,64 juta mobil di China tahun 2018. Rahasia kesuksesan ini karena GM bermitra dengan perusahaan lokal yang punya ‘kedekatan’ dengan Partai Komunis China, Shanghai Automotive Industry.

Laporan CNN, Februari 2017 menyatakan bahwa China menjadi pasar terbesar penjualan mobil GM. Operating Profit 2016 mencapai $ 12,5 milyar. Meningkat 16% dari tahun sebelumnya. Industri pabrikan AS ini mengalami kebangkrutan 7 tahun sebelumnya, sehingga perlu mendapat “bailout” dari pemerintah federal AS. China telah menyelamatkannya.

GM dan Ford laris manis di China karena mendapatkan perlindungan atau proteksi dari pemerintah. Kebijakan ini dilakukan China untuk membatasi banjirnya produk Eropa di pasar mobil China.

Namun, banyak produk lain AS yang mengalami hambatan di pasar dalam negeri China. Ada sedikitnya tiga hambatan utama dalam kelancaran perdagangan AS-China, yaitu:

  1. Otonomi daerah. Menyebabkan tak terawasinya oleh Beijing, perilaku yang tak semestinya terhadap produk AS di berbagai propinsi dan kota besar. Misalnya, pemaksaan transfer teknologi, pencurian hak cipta, pengenaaan tarif, dll.
  2. Pengalaman buruk resesi finansial global 2008 yang menyebabkan kekacauan ekonomi sehingga muncul resistensi terhadap produk asing.
  3. Kelemahan strategi ekonomi kepemimpinan pusat di tahun 2000 an. Pertumbuhan pesat ekonomi China (10,29%) tahun 2000 an, banyak disumbang oleh perilaku ‘perang dagang’ dengan AS..

Dalam pidatonya Singapura, November 2018, Hank Paulson, Menteri Keuangan AS, mengatakan bahwa:

“17 years after China entered the WTO, China still has not opened its economy to foreign competition in so many areas. It retains joint venture requirements and ownership limits. And it uses technical standards, subsidies, licensing procedures, and regulation as non-tariff barriers to trade and investment. Nearly 20 years after entering the WTO, this is simply unacceptable. It is why the Trump Administration has argued that the WTO system needs to be modernized and changed. And I agree”.

Selanjutnya,

“Meanwhile, Chinese firms are permitted to operate in other countries in ways that foreign firms cannot act in China itself”.

Peraturan dagang WTO memang “mewajibkan” negara berkembang supaya memberikan insentif untuk melakukan transfer teknologi terhadap perusahaannya, yang bekerjasama dengan mitra usaha di negara kurang berkembang. Persoalan muncul ketika Barat merasa keuntungan finansial yang diperoleh, tidak berimbang setelah pemenuhan berbagai persyaratan yang dipersyaratkan. Larry Summers, mantan Menteri Keuangan di era Obama, berpendapat, 

“the reality is that there is no credible calculation that suggests that U.S. GDP would be more than one percent higher even if China had acceded to every American economic request.”

China semestinya bisa belajar dari sejarahnya sendiri. Ketika Tembok China dibangun dan menutup diri dari dunia luar, kemunduran pun terjadi. Dan ketika Deng Xiaoping mulai membukanya, pertumbuhan ekonomi pun bergerak naik. Sudah saatnya mentalitas ‘tertutup’ era kekaisaran yang sudah berlangsung 2.000an tahun mulai diakhiri. Dan mulai terbuka membina jejaring sosio-ekonomi dengan banyak negara lain. Termasuk dengan AS.

Terbukti, laporan Mckinsey Juli 2019 menunjukkan capaian ekonomi China yang berkembang pesat. China menjadi dikenal global sebagai pasar, pemasok dan investor yang penting. Untuk menjaga keberlangsungan pertumbuhan di China, dibutuhkan lingkungan pengusahaan yang nyaman bagi mitra asing.

Anehnya, justru AS (Trump) yang mulai menutup diri dari iklim multilateral menjadi bilateral, bahkan uni-lateral. Maka bisa diduga bahwa kemunduranlah yang akan terjadi di AS.

Kesalahan Besar Strategi AS

Ketika Perang Dingin AS – Uni Soviet berlangsung, AS berinisiatif memimpin geopolitik multilateral global dengan membentuk sistem Bretton Wood, Marshall Plan dan NATO. Kini, China justru pemimpin inisiatif multilateral baru, dengan membentuk Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan the Belt and Road Initiative (BRI). Keanggotaan terus berkembang. Inggris, Jerman, India dan Vietnam menjadi anggota pendiri AIIB. Dan AS sebagai oposisi. Bahkan cenderung kearah bilateral, dengan mengancam akan keluar PBB.

Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan AS dengan China, tidak disebabkan oleh ketidakadilan China. Melainkan karena tingginya pengeluaran AS yang melebihi pemasukannya. Persoalan domestik tentang strategi makoekonomi. Menurut professor Harvard Marty Feldstein: 

“foreign import barriers and exports subsidies are not the reason for the US trade deficit… the real reason is that Americans are spending more than they produce… blaming others won’t alter that fact.”*

Penerbitan Obligasi atau Treasury Bill terpaksa dilakukan oleh AS untuk meningkatkan kepemilikan Dollar, yang diperoleh dari negara-negara lain. Karena tetap tingginya kekurangan Dollar, terpaksa AS membanjiri pasar dengan melakukan pencetakan Dollar.

Bila keberatan Trump adalah tentang defisit neraca perdagangan antara AS-China, mungkin China akan bersedia memperbaikinya. Masalahnya, untuk mengatasi defisit fiskal dan perdagangan, Trump memilih mengenakan sistem tarif terhadap masuknya barang-barang dari luar negeri, yang dicanangkan Juli 2018. Dan celakanya, Tarif tersebut dikenakan terhadap banyak negara lain, baik kawan maupun lawan. Termasuk EU, Canada, Jepang, Mexico dan tentu saja China. Strategi Tarif ini justru mempersulit diri sendiri. Myron Brilliant, executive vice president dari the US Chamber of Commerce, berkomentar, “Trump may be frustrated with China, but the answer isn’t for US companies to ignore a market with 1.4 billion consumers.”

Sikap Trump semakin mempersulit banyak pihak. Bahkan, Trump mulai menggunakan matauang Dollar AS sebagai senjata untuk mengancam negara lain (weaponization). Isolasi Iran contohnya. Tahun 2012, Standard Cartered bank, Inggris, terkena denda oleh pemerintah AS sebesar US$ 340 juta karena membantu transaksi perdagangan dengan Iran, MENGGUNAKAN matauang US$. Beberapa bank asing juga terkena denda karena terlibat transaksi dengan Iran, Cuba atau Sudan. BNP Paribas SA juga terkena denda $8,9 milyar di tahun 2015. Oleh sebab yang sama. Dilema memegang US$ mulai dirasakan banyak negara lain, serasa “a double-edged sword, cutting the fingers of whoever holds it”. Ini memicu tindakan banyak pihak untuk meninggalkan US$ dalam transaksi perdagangan. 

Untuk mengatasi dilema tersebut, Perancis, Jerman dan Inggris membentuk

Instrument in Support of Trade Exchanges (INSTEX), sebuah upaya alternatif untuk ‘mensiasati’ perdagangan dengan Iran tanpa menggunakan US$ sehingga tidak terkena sangsi oleh AS. Inisiatif tersebut menjadi modus yang semakin banyak dilakukan negara lain. Bukan hanya karena kekhawatiran atas hukuman dari AS, tapi juga karena mulai turunnya tingkat kepercayaan terhadap stabilitas nilai matauang US$. Akibat berantai dari trust terhadap US$ yang menurun, akan memicu negara lain untuk mengurangi kebutuhan adanya cadangan matauang US$. Kebutuhan permintaan US$ yang semakin kecil, akan menyebabkan turunnya nilai US$. Bila US Dollar tidak lagi dominan sebagai cadangan matauang global, maka institusi finansial AS yang pertama menjadi korban, karena Pendapatan dan Keuntungan mereka diperoleh dari transaksi US$. Menjadi masalah ekonomi AS.

Apakah China berwatak ekspansionis?

Genghis Khan (1162-1227)

Mantan Duta Besar AS untuk China, Stapleton Roy mengatakan bahwa dalam konferensi pers bersama Obama pada 25 September 2015, Xi Jinping telah mengajukan proposal tentang Laut China Selatan, dan mendukung penuh kesepakatan dan implementasi dari the 2002 Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea, yang ditandatangani bersama 10 negara Asia Tenggara. Isinya adalah, China tidak berminat (no intention) untuk melakukan militerisasi di Kepulauan Spratly, Laut China Selatan. Sayangnya, AS, negara yang berjarak ribuan kilometer dari Spratly, justru yang aktif berpatroli di wilayah tersebut. Provokasi ini memancing China untuk menanggapinya dengan aksi militer di area yang sama. Intinya adalah, Xi Jinping tidak melanggar janji. Dan AS lah yang menolak proposalnya.

Mahbubani menjelaskan bahwa lebih dari 2.000 tahun kekaisaran China menjadi negara terkuat di wilayah Eurasian. Sehingga, bila China memang berwatak militeristik, maka pasti sudah banyak negara taklukannya. Seperti halnya ketika bangsa Eropa menjadi penjajah di berbagai belahan dunia.

Professor Wang Gungwu dari National University of Singapore, kultur bangsa Han adalah petani. Mereka menyebar ke berbagai wilayah China hanya untuk mendapatkan tanah subur untuk pertanian. Bila hanya stepa (padang tandus) atau pegunungan terjal yang ditemui, maka berhentilah pencarian mereka. Pulang. Peperangan atau penaklukan bangsa Han terjadi dalam wilayah China. Menurutnya bangsa yang ekspansif teritorial di wilayah China adalah bangsa Mongol (Genghis Khan, Kublai Khan).

Apakah masih mungkin AS berubah sikap terhadap China?

Elite AS banyak yang meyakini bahwa AS akan mengalahkan China karena 5 hal:

  1. Telah memenangkan perang melawan Jerman, Jepang, dan Uni Soviet dalam perang dingin.
  2. Tak meyakini kekuatan ekonomi komunis China
  3. AS mempunyai sumberdaya
  4. AS meyakini bahwa secara fundamental sudah mantap secara sosial dan aturan hukum
  5. Meyakini bahwa banyak negara di dunia lebih berpihak pada AS

Menurut Mahbubani, keyakinan diatas adalah ilusi belaka, karena:

  1. AS sedang berhadapan dengan bangsa berperadaban matang dan terkuat di dunia
  2. Kualitas sumberdaya manusia China sekarang sedang sangat tinggi
  3. Persaingan global sekarang tidak dalam bentuk fisik, namun kualitas intelektual. Dan belanja China untuk R&D jauh melebihi AS sejak tahun 2000
  4. Rakyat AS tidak lagi menentukan nasibnya sendiri
  5. Sejak berakhirnya WW2, AS telah kehilangan keteladanan dalam hal disiplin strategis maupun moral.

Dan AS tetap tidak dapat menerima bahwa dirinya bukan lagi nomor 1.

Apakah China mesti berubah menjadi demokratis?

Kongres PKC 11 Maret 208 memutuskan untuk tidak lagi membatasi masa jabatan Presiden China. Media Barat, para pengamat China dan elit politiknya pun mulai ribut meresponnya. Kepemimpinan brutal, kemunduran budaya politik, kesewenang-wenangan, pre-modern, menjadi kata-kata ungkapan kekesalan media Barat, menanggapi hasil kongres tersebut. Bahkan para pengamat China dari AS, menyamakan Xi Jinping dengan Mao Zedong yang mengorbankan puluhan juta rakyatnya dalam Revolusi Kebudayaan dan Lompatan Jauh Kedepan. Dan semakin membingungkan, ketika elite politik AS terus meyakini bahwa upaya pendekatan terhadap China akan menyebabkan secara perlahan terjadinya keterbukaan sistem politik dan mengikuti arus utama proses liberalisasi Barat. Barat telah memaksakan ukuran sepatunya, untuk dikenakan oleh bangsa China.

China mempunyai sejarah kultur politik dan tradisi yang panjang. Bahkan sepuluh kali lebih panjang dari usia kemerdekaan AS. Tumbuh dan runtuhnya kekaisaran China telah terjadi berkali-kali, sejak penyatuan China oleh Kaisar Qin Shi Huang di tahun 221 SM. Dan Chaos menjadi pengalaman politik masyarakat yang buruk dan sangat ditakutinya. Pengalaman penderitaan sejak Perang Candu, 1842 hingga terbentuknya RRC, 1949, telah mengajarkan bangsanya untuk cenderung lebih memilih kepemimpinan terpusat yang kuat daripada kompetisi politis yang berpotensi chaos. 

Sejarah panjang dan kultur politik China inilah yang mungkin menjadi alasan Xi Jinping untuk tidak lagi membatasi masa jabatan Presiden. Juga turut memperkuat keputusan tersebut adalah munculnya dua faksi PKC yang dipimpin Bo Xilai dan Zhou Yongkang, yang memicu perpecahan, dan meningkatnya kasus korupsi.

Klaim Kebajikan

Menarik pendapat Mahbubani bahwa penyebab kesulitan memperbaiki hubungan China-AS adalah karena adanya konstruksi mental yang kuat dalam alam bawah sadar bangsa AS bahwa mereka memiliki keistimewaan kebajikan yang tidak dimiliki bangsa lain. Lihat saja bagaimana mereka mengukur dirinya seperti disebutkan Stephen Walt, professor Hubungan Internasional Universitas Harvard : ‘empire of liberty,’ a ‘shining city on a hill,’ the ‘last best hope of Earth,’ the ‘leader of the free world,’ atau the ‘indispensable nation”. 

Klaim berlebihan atas karakter bangsa yang istimewa tersebut berimplikasi pada keyakinan bahwa AS telah memberikan kualitas hidup terbaik bagi bangsanya, dibandingkan negara lain. Atau, dengan kata lain,  AS adalah bangsa terbaik di dunia yang sukses dalam mengembangkan kehidupan bangsanya.

Tabel Average Income of an Individual in the Bottom 50% of the Nation or Region

(Sumber: Prof. Danny Quah of the National University of Singapore)

Data tersebut menunjukkan bahwa bangsa AS yang berpendapatan di bawah rerata 50%, mengalami penderitaan karena penurunan tajam pendapatannya. Yang tidak dialami oleh negara lain. 

Tabel Ratio of avg. income in the top 1% to avg.  income in the bottom 50%

Terlihat bahwa Kesenjangan telah terjadi di banyak negara di dunia. Di China, persentase Kesenjangan naik 4x lipat dari tahun 1980 hingga 2015. Di Asia, naik hampir 2x lipat. Namun angka persentase kesenjangan di AS, adalah 138 di tahun 2010 (bukan 2015). Sungguh luar biasa,

Belum lagi studi dari Princeton University economists, Anne Case and Angus Deaton yang menyatakan betapa menyedihkan masa depan AS:

“compounds over time through family dysfunction, social isolation, addiction, obesity and other pathologies.”

Ray Dalio, seorang pengusaha hedge fund terkemuka di AS, menyatakan bahwa kelompok 60% populasi AS masuk dalam kategori miskin. Bahkan semakin buruk, 25% terendah dari kategori miskin tersebut, selama 10 tahun tetap tidak mampu untuk naik ke tingkat lebih tinggi. Tetap miskin. Dan persentase kenaikan tingkat semakin kecil. Turun dari 23% di tahun 1990, menjadi hanya 14% di tahun 2011. Makin terpuruk.

Ini mematahkan klaim bahwa “America is a society where hard work brings rewards”. Mengapa tidak banyak bangsa AS menyadarinya? Bahkan masih keukeuh menganggap “America is truly an “exceptional” nation in this area”?

Dua profesor dari Princeton University, Martin Gilens dan Benjamin Page, melakukan studi tentang pengaruh masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Hasilnya adalah, elit ekonomi dan kelompok bisnis mempunyai pengaruh kuat terhadap kebijakan pemerintah. Sebaliknya masyarakat kebanyakan hanya mempunyai pengaruh yang sangat kecil atau bahkan tidak punya pengaruh. Kesimpulan selanjutnya adalah, asas mayoritas dalam masyarakat bukanlah pengaruh penting dalam pembuatan kebijakan publik. Plutokrasi sedang terjadi di AS dan demokrasi terancam krisis.

Dan Mahbubani pun sampai pada kesimpulan bahwa: Bila pertandingan dilakukan antara Amerika dan China dengan pilihan Demokrasi yang sehat dan lentur versus sistem Komunis yang kaku dan rigid, maka Amerikalah yang menang. Tapi bila pilihannya adalah antara plutokrasi yang rigid dan kaku dengan sistem meritokrasi yang lentur, maka China lah pemenangnya. 

Sikap dunia terhadap perselisihan dagang AS-China

Sebagian besar negara-negara di dunia melihat perang dagang AS-China, yang dimulai dengan mundurnya AS, dibawah Trump, dari Kesepakatan Perdagangan Bebas (Free Trade Agreements), akan memberi dampak buruk bagi mereka. 

Saat mengunjungi China pada September 2019, Angela Merkel mengungkapkan kekhawatirannya,

“we hope that there will be a solution in the trade dispute with the United States since it affects everybody”. 

Demikian pula dengan Perdana Menteri Singapore, Lee Hsien Loong, pada kesempatan Shangri-La Dialogue, May 31, 2019, mengungkapkan keprihatinannya dan berharap bahwa inisiatif AS-China, seperti the Belt and Road Initiative (BRI) dan kerjasama Indo-Pacific, 

“should strengthen existing cooperation arrangements centered on ASEAN… not undermine them, create rival blocs, deepen fault lines or force countries to take sides. They should help bring countries together, rather than split them apart”.

Perselisihan AS-China ternyata tidak menyebabkan dunia untuk terpaksa memilih diantara keduanya. Namun justru memperkuat diri masing-masing dan melanjutkan kerjasama multilateral untuk kepentingan jangka-panjang. Misalnya, the Trans-Pacific Partnership (TPP), yang ditinggalkan AS, tetap melanjutkan diri dengan nama baru the Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP). Negara-negara Afrika justru membentuk African Continental Free Trade Agreement (AfCFTA) pada 30 Mei 2019. Bahkan, kemudian terbentuk kesepakatan perdagangan terbesar (jumlah populasi dan total GDP) yang beranggotakan 10 negara ASEAN, Australia, China, Jepang, Selandia Baru dan Korea di tahun 2020. Yaitu the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). India akan bergabung belakangan. 

Ini adalah kegagalan Gedung Putih di era Trump, yang mencoba ‘menyerang’ China. Yang ternyata justru berakibat buruk bagi AS. Tidak hanya terpisah dari China, namun juga tertinggal dari kesempatan pertumbuhan ekonomi bersama 15 negara RCEP.

Kesimpulan Mahbubani

Mahbubani menganggap adanya paradox dalam hubungan China-AS. Yaitu, perselisihan yang tak terhindarkan, namun sekaligus juga potensi untuk bisa dihindarinya perselisihan China-AS.

Yang menarik dari kesimpulan adalah bahwa ketika China bermaksud untuk meningkatkan kualitas peradabannya, teriring sikap di dalamnya tidak adanya niatan untuk ekspansi atau menyebarkan ideologi komunisnya. China akan berkembang dan merambah ke negara lain dengan sendirinya, selaras dengan tumbuhnya komunitas perdagangan antar negara dan kerjasama luar negeri, serta meningkatnya ekonomi domestik. Di sisi lain, AS selalu beranggapan bahwa China adalah ancaman yang memungkinkan runtuhnya AS, yang selama ini dirasakannya sebagai negara adidaya, serta penguasa dunia, dalam kekuatan pertahanan dan ekonominya.

Keputusan geopolitis, sangat dipengaruhi para personal di dalamnya, yang terus berganti, baik China maupung AS. Meskipun secara teori, kepentingan nasional yang menjadi agenda utama, namun dalam prakteknya personalitas sangat menentukan hasilnya. 

Richard Nixon dan Henry Kissinger, serta Mao Zedong dan Zhou Enlai menjadi penentu kesepakatan kerjasama yang baik antara China-AS di era 1970an. Demikian pula dengan George H. W. Bush dan Deng Xiaoping setelah berlalunya peristiwa Tiananmen, 1989. Namun, hubungan menjadi sedikit renggang di era George W. Bush dan Hu Jintao. Juga tidak harmonis ketika Hillary Clinton menjabat sebagai Menteri Luar Negeri AS, 2009-2012. Dan semakin buruk hubungan kedua negara ketika Wakil Presiden Mike Pence, di masa pemerintahan Trump, memberikan pidato yang menyerang China, 4 Oktober 2018. 

Menurut Mahbubani, itu adalah sebuah Pidato yang tak mungkin disampaikan oleh elit Washington di era sebelumnya. Wakil presiden semestinya lebih tenang dan hati-hati. Ternyata Pidato sejenis justru diulang oleh Wakil Presiden Mike Pence pada tanggal  24 Oktober 2019,

“… many of Beijing’s policies most harmful to America’s interests and values, from China’s debt diplomacy and military expansionism; its repression of people of faith; construction of a surveillance state; and, of course, to China’s arsenal of policies inconsistent with free and fair trade, including tariffs, quotas, currency manipulation, forced technology transfer, and industrial subsidies”.

Nine-Dash Line

Pemerintah China juga membuat masalah yang tidak perlu terjadi. Dalam paspornya, China menambahkan gambar batas wilayah negaranya dengan tambahan wilayah yang menjorok ke laut China Selatan hingga perairan Natuna, dengan batas sembilan garis putus-putus (Nine-Dash Line). Indonesia telah melakukan protes. Hal ini juga memancing munculnya sikap keras Presiden George H. W. Bush, untuk turut mendukung kebijakan menjual senjata ke Taiwan.

Mahbubani meyakini bahwa mithos Yellow-peril telah mengendap lama dalam bawah-sadar bangsa AS. Alam bawah sadar ini sering kali muncul dan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam berbagai hal yang melibatkan bangsa Asia. China khususnya. Mengalahkan rasional. Napoleon pernah mengingatkan, “Let China sleep; when she awakes she will shake the world”. Sejarah kekuasaan Mongol sangat mengganggu bawah sadar mereka. 

Bangsa Barat cenderung bersikap hitam-putih atau benar-salah. Bangsa China bisa menganggap hitam dan putih adalah benar. Ada kesaling-tergantungan antara keduanya. Komposisi yang saling melengkapi.

Memahami adanya dua pandangan berbeda tersebut, Mahbubani menyajikan lima hal fundamental yang Tidak Kontradiktif antara China-AS:

  1. AS dan China mempunyai kepentingan nasional yang sama untuk meningkatkan kualitas hidup bangsanya
  2. AS dan China perlu untuk memperlambat kecepatan Perubahan Iklim
  3. Tantangan nyata kedepan bagi AS dan China adalah keberhasilan serta kemampuan daya saing ekonomi dan masyarakatnya
  4. Tidak ada benturan peradaban AS-China seperti dituliskan Samuel Huntington dalam artikelnya di Foreign Affairs, “The Clash of Civilizations?”.
  5. Dunia ini adalah tempat yang aman untuk perbedaan bagi AS-China

Akhirnya, satu hal yang bisa dianggap sebagai Kontradiksi mendasar antara AS dan Cina adalah nilai politik (political values).

  • Bangsa AS memegang prinsip kebebasan berbicara, pers, berkumpul, dan beragama. Dan meyakini bahwa setiap manusia berhak atas hak asasi manusia yang sama.
  • Bangsa Cina percaya bahwa kebutuhan sosial dan keharmonisan sosial lebih penting daripada kebutuhan dan hak individu. Untuk itu perlu dicegah terjadinya kekacauan sosial.

Singkatnya, Amerika dan China jelas percaya pada dua perangkat nilai politik yang berbeda. Namun, kontradiksi mendasar hanya akan muncul bila China mencoba mengekspor nilainya ke Amerika. Dan sebaliknya, bila Amerika mencoba mengekspor nilainya ke China.

Mahbubani mengalihkan hal kontradiktif bagi keduanya dengan menciptakan musuh bersama, yaitu Terorisme yang disponsori kelompok Islam Radikal. Ini sebuah lompatan kesimpulan yang sepertinya membutuhkan studi khusus lebih dahulu. Bahwa Amerika dan China masing-masing mengalami gangguan oleh kelompok radikal Islam memang benar adanya, seperti dituliskan dalam bab akhir buku ini, namun penyebab dasar dan pihak-pihak yang terlibat bisa jadi berbeda atau bahkan tidak berhubungan sama sekali. Perlu pembahasan khusus karenanya.

At the end of the day, this is what the six billion people of the rest of the world expect America and China to do: to focus on saving the planet and improving the living conditions of humanity, including those of their own peoples. The final question will therefore not be whether America or China has won. It will be whether humanity has won.

Rekomendasi

Buku yang bagus sekali untuk lebih memahami kultur politik China. Individualisme dan demokrasi, yang selalu diunggulkan dalam kultur Barat, bukanlah satu-satunya acuan yang tepat untuk menilai keunggulan peradaban suatu bangsa.

Tautan

Perubahan respon Indonesia terhadap klaim Nine Dash-Lines Tiongkok yang melewati perairan Natuna

Indonesia protested China passports

The American Dream Is Alive in China, Palladium Magazine, 11 Oktober 2019.

Xivilisation
China’s latest attempt to rally the world against Western values
The Economist, 27 April 2023

Berikut ini adalah ringkasan artikel harian elektronik The Economist, 27 April 2023. Sebagai catatan pribadi, yang mungkin juga bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Presiden Xi Jinping mempunyai tiga inisiatif besar tentang bagaimana seharusnya dunia ini dikelola.

Konsep pertama adalah Global Development Initiative (GDI) yang dicanangkan 2021, beriringan dengan Belt Road Initiative (BRI). Dalam inisiatif tersebut, China mengalokasikan $4 milyar untuk kerjasama pembangunan di berbagai bidang, mulai dari sektor kesehatan hingga Perubahan Iklim, di berbagai negara sahabat.

Global Security Initiative (GSI) adalah inisiatif ke-2, yang bersemangat perdamaian. Upaya kongkrit dengan GSI ini adalah keterlibatan China dalam perdamaian Arab – Iran. Dilanjutkan dengan upaya China menghubungi presiden Volodymyr Zelensky, Ukraina untuk proses perdamaian dengan Rusia.

Yang ke-3 adalah Global Civilisation Initiative (GCI). Dicanangkan Xi Jinping 15 Maret 2023 dalam format dialog virtual dengan 500 organisasi politik dari 150 negara. Dalam pidatonya yang berjudul Join Hands on the Path Towards Modernization, Xi Jinping menyatakan bahwa,

“The practice of stoking division and confrontation in the name of democracy is in itself a violation of the spirit of democracy …. It will not receive any support.”

Dan,

“Countries need to keep an open mind in appreciating the perceptions of values by different civilisations, …. and refrain from imposing their own values or models on others and from stoking ideological confrontation.”

Intinya adalah semangat perdamaian tidak mengenal pemaksaan nilai-nilai peradaban suatu negara ke negara lainnya. Dan upaya memecahbelah serta konfrontasi atas nama demokrasi tidak dapat dibenarkan. Contradictio in terminis.

Sejak dicanangkannya GCI, media pemerintah China mulai menjuluki inisiatif tersebut sebagai “Xivilisation”. Penuh dengan spirit kebijaksanaan China, unggahnya.

Setelah runtuhnya Uni Soviet, pakar politik Samuel Huntington mencanangkan pendapatnya bahwa “clash civilisations” akan menggantikan “perang dingin” antara Barat dan Timur. Namun Xi Jinping merasa bahwa berbagai peradaban tersebut bisa berjalan bersama dalam damai. Dan, Harian Hongkong, South China Morning Post, menanggapi thesis lama Huntington tersebut dengan mempertegas bahwa China merasa perlu lebih memberikan perhatian terhadap kesetaraan peradaban demi dunia yang damai. Oleh sebab itu, AS perlu menahan diri untuk tidak memaksakan nilai-nilainya bagi negara lain. Atau sebaliknya, thesis Huntington akan terbukti karenanya.

Para petinggi Barat mulai khawatir tentang GCI, karena bisa menjadi garis pemisah antara pendukung pemerintah dan oposan.

Menurut artikel ini, Xi meyakini 4 spirit yang perlu menjadi acuan dalam berbangsa, “four self-confidences”. Tiga aspek terkait penguatan faham komunisme China, dan satu aspek adalah perlunya menjaga keberlangsungan budaya China.

“Four self-confidences” tersebut merujuk pada kepercayaan diri terkait empat aspek penting, yaitu:

  1. Keyakinan pada jalan sosialisme dengan karakteristik China: Ini mengacu pada keyakinan bahwa model pembangunan sosialis dengan karakteristik China adalah jalan yang tepat bagi negara tersebut. Hal ini berarti China memiliki kepercayaan diri dalam mempertahankan dan mengembangkan sistem politik, ekonomi, dan sosialnya sendiri.
  2. Keyakinan pada teori dasar Marxis: China memiliki keyakinan pada prinsip-prinsip dasar Marxis, yang menjadi landasan ideologi bagi Partai Komunis China. Hal ini mencakup keyakinan pada nilai-nilai sosialis dan perspektif historis Marxis.
  3. Keyakinan pada sistem sosialisme dengan karakteristik China: Ini merujuk pada keyakinan bahwa sistem sosialis dengan karakteristik China mampu memenuhi kebutuhan rakyat China dan mencapai kemajuan terus-menerus. China memiliki keyakinan dalam mempertahankan dan memperbaiki sistem ini.
  4. Keyakinan pada kekuatan budaya China: Ini mengacu pada keyakinan bahwa budaya China memiliki kekuatan dan daya tarik yang unik serta dapat berkontribusi pada perkembangan dan kemajuan negara. China memiliki keyakinan dalam mempromosikan dan melindungi kekayaan budaya dan nilai-nilai tradisional China.

Keempat elemen ini merupakan pilar-pilar utama dalam konsep kebangsaan China yang digagas oleh Xi Jinping, yang bertujuan untuk membangun kepercayaan diri dan identitas nasional yang kuat di tengah perubahan global.

Mao Zedong menekan kemunculan budaya Kongfucianisme, sementara Xi Jinping berupaya melestarikannya.

Beberapa tahun terakhir ini, banyak pusat studi Konfucius di universitas-universitas AS banyak ditutup. Dikhawatirkan bahwa studi tentang bahasa dan kebudayaan China yang ada di dalamnya akan berdampak politik. Karena banyak pusat studi tersebut didanai oleh pemerintah China.

Pidato Xi Jinping

Pidato Presiden Xi Jinping


Tahun 2021, China mencanangkan Global Development Initiative (GDI), beriringan dengan Belt Road Initiative (BRI). Dalam inisiatif tersebut, China mengalokasikan $4 milyar untuk kerjasama pembangunan di berbagai bidang, mulai dari sektor kesehatan hingga Perubahan Iklim, di berbagai negara sahabat.

Dua bulan setelah perang Rusia – Ukraina mulai terjadi, 24 Februari 2022, President Xi Jinping mencanangkan Global Security Initiative (GSI), di bulan April 2022, dalam upaya meningkatkan keamanan global dengan lebih mengutamakan dialog daripada konfrontasi, kemitraan daripada aliansi dan win-win daripada zero-sum.

Satu tahun kemudian, tanggal 21 Februari 2023, Presiden Putin berpidato di Majelis Federal Russia, Gostiny Dvor, Moskow. Resensi terkait pidato tersebut ada dalam blog ini, berjudul “Pidato Putin – Ukraina”. Isi dari pidato tersebut adalah penjelasan atas invasi Rusia ke Ukraine, response terhadap propaganda Barat yang menyudutkan Rusia, dan penjelasan tentang ekonomi Rusia yang dalam keadaan aman.

Satu bulan kemudian, 15 Maret 2023, Presiden Xi Jinping berpidato di depan 500 pimpinan partai politik dunia dari 150 negara, secara virtual, tentang perlunya modernisasi peradaban berdasar kemandirian bangsa tanpa tekanan atau hegemoni bangsa lain. Pada kesempatan tersebut, Global Civilisation Initiative (GCI) dicanangkan oleh Xi Jinping. Dinyatakan bahwa,  “The practice of stoking division and confrontation in the name of democracy is in itself a violation of the spirit of democracy,” dan “It will not receive any support.” Selanjutnya Xi menyatakan,  “Countries need to keep an open mind in appreciating the perceptions of values by different civilisations,” dan, “and refrain from imposing their own values or models on others and from stoking ideological confrontation.” Ini adalah inisiatif untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip kesetaraan, saling belajar, dialog dan inklusivitas antar peradaban, pertukaran budaya, saling belajar alih-alih perselisihan, dan koeksistensi alih-alih mengagungkan superioritas. Intinya adalah semangat perdamaian tidak mengenal pemaksaan nilai-nilai peradaban suatu negara ke negara lainnya. Dan upaya memecah-belah serta konfrontasi atas nama demokrasi tidak dapat dibenarkan. Contradictio in terminis.

Satu minggu kemudian, 21 Maret 2023, Presiden Xi Jinping bertemu Presiden Putin di Moscow untuk membicarakan tentang kemungkinan penghentian peperangan atau perdamaian dengan Ukraina. 

Selanjutnya Rabu, 26 April 2023, presiden Xi Jinping telepon presiden Ukraine, Zelensky, dalam upayanya membuat cease fire atau bahkan perdamaian. 

Terlepas dari hidden agenda China, yang sebetulnya lazim dalam aksi politik, namun upaya perdamaian yang dilakukannya itu nyata. Dan Barat pun curiga dengan langkah Xi Jinping. Karena kedekatan China dengan Moscow. Loh …

Membaca rentetan peristiwa aksi politik global dari China dan Rusia diatas, terlihat adanya kepedulian dan sikap yang sama terhadap kesewenangan hegemoni Barat, AS khususnya. Pidato Putin dan Xi Jinping terasa sama isinya, meskipun dengan kehalusan narasi yang berbeda. Berikut ini adalah beberapa kutipan translasi pidato Xi Jinping, yang lengkapnya berjudul Join Hands on the Path Towards Modernization.

Pidato Xi diawali dengan pernyataan puitis kekhawatiran atas kenyataan situasi sosial budaya, ekonomi, politik dan lingkungan global yang masih tak menentu, 

Polarization or common prosperity? Pure materialistic pursuit or coordinated material and cultural-ethical advancement? Draining the pond to catch the fish or creating harmony between man and nature? Zero-sum game or win-win cooperation?” 

Program modernisasi, semestinya berkelanjutan, dan berpusat pada serta bertujuan untuk Kemanusiaan.

“We must put the people first and ensure modernization is people-centered”. Dan  “Modernization is not only about indicators and statistics on the paper but more about the delivery of a happy and stable life for the people”.

Sudah semestinya bahwa Negara2 Sedang Berkembang berhak menentukan langkah-langkah modernisasinya sendiri, berdasarkan realitas sosial, keunggulan dan kearifan bangsanya. Ini serasa kritik terhadap adanya kecenderungan pemaksaan ideologi oleh beberapa negara besar lainnya.

“Developing countries have the right and ability to independently explore the modernization path with their distinctive features based on their national realities”.

“We stand firmly opposed to the practice of preserving one’s own development privilege by suppressing and containing other countries’ endeavor to achieve modernization”.

Dengan demikian, diharapkan tatanan internasional bisa menjadi lebih adil dan setara, dalam lingkungan global yang memiliki hak yang sama, kesempatan yang sama, dan aturan yang adil untuk semua. Tentu, menurutnya, untuk mencapai modernisasi, perlu solidaritas dan kerjasama sehingga diperoleh keuntungan bersama.

Kritik Xi Jinping terhadap upaya-upaya pecah-belah dan pemaksaan hegemoni oleh Barat, ditemukan  dalam kalimat-kalimat berikut:

  • We firmly oppose hegemony and power politics in all their forms. 
  • The world does not need a new Cold War. 
  • The practice of stoking division and confrontation in the name of democracy is in itself a violation of the spirit of democracy. 
  • A modernized China will strengthen the force for world peace and international justice. No matter what level of development China achieves, it will never seek hegemony or expansion.

Penutup

Membaca pidato Presiden Xi Jinping dan Presiden Putin beberapa waktu sebelumnya, mengisyaratkan adanya semangat yang berbeda daripada keseragaman informasi yang membanjiri media cetak dan elektronik di negeri ini selama ini. Semangat yang lebih memanusia tanpa perlu mengagungkan ke-adikuasa-an. Semoga nyata dalam prakteknya.

Tautan

Global Security Initiative:China’s Solution to Address the Security Dilemma and Safeguard World Peace

Pidato Putin – Ukraina

PIDATO PRESIDEN PUTIN

Pidato Presiden Putin di Majelis Federal Russia, Gostiny Dvor, Moskow, 21 Februari 2023.

Berselancar di dunia maya mencari ebook dari penulis credible, tentang perang Ukraine dari sudut pandang Russia, sungguh sulit. Banyak ebook tentang hal tersebut ditemukan di amazon.com, namun selalu dari sudut pandang Barat. Sudah dua tulisan disajikan dalam blog ini terkait pemberitaan tentang perang Rusia – Ukraina, yaitu: Perang Rusia – Ukraina dan RT alternatif Sumber Berita, belum juga menemukan sumber berita yang meyakinkan dari sisi Rusia. Hanya channel Russia Today yang memberitakan perang Ukraine dari sudut pandang Russia. Coba saja BBC, CNN, Bloomberg, TRTWorld, Al Jazeera, DW dll; sudah seperti representasi NATO. Seragam, sudut pandang Barat. Gagal mendapatkan  keseimbangan informasi. Tidak ada lagi Cover both sides.

Tak disangka, muncul Presiden Putin memberikan sambutan di depan para pejabat di Majelis Federal Russia, Gostiny Dvor, Moskow pada tanggal 21 Februari 2023. Sebagai sebuah informasi penyeimbang terhadap media berita yang substansinya seragam pro-Barat tersebut, Pidato Putin ini cukup memuaskan. Apalagi disampaikan langsung oleh otoritas tertinggi pemerintah Rusia. Presiden Putin. Sumber terpercaya.

Pada transkrip pidato yang sudah dipublikasikan dan diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh Sumber Internet Resmi Kepresidenan Russia  terbaca adanya dua target audiences yang ingin dicapai dari pidato tersebut, yaitu:

  1. Masyarakat Global, untuk menjelaskan maksud invasi Russia ke Ukraina, Bela Negara, serta menolak standar ganda dan hegemoni Barat
  2. Masyarakat Russia, untuk memberikan semangat Bela Negara, persatuan, kemandirian bangsa dan peningkatan kesejahteraan.

Berikut ini adalah, beberapa cuplikan penting dari naskah pidato Putin (translated), dalam menanggapi sikap dan tindakan Barat yang mendukung Zelensky, Ukraina. Naskah lengkapnya ada dalam daftar Tautan di bawah.

Tak butuh berlama-lama, di awal pidatonya, Putin pun langsung menjelaskan alasan Rusia melakukan invasi ke Ukraina di tahun 2022:

  1. to protect the people in our historical lands, 
  2. to ensure the security of our country and 
  3. to eliminate the threat coming from the neo-Nazi regime that had taken hold in Ukraine after the 2014 coup,

Dalam wawancara Helmi Yahya dengan Dubes Rusia, Lyudmila Vorobieva, juga sudah dijelaskan tentang tujuan diatas, beberapa bulan sebelum pidato Presiden Putin. (Tautan terlampir di bawah)

RT channel berulang kali menayangkan film dokumenter penguasaan brutal yang memakan korban jiwa dan harta, oleh pemerintah Kiev, Ukraine terhadap wilayah Donetsk dan Luhansk, yang masyarakatnya pro-Rusia di tahun 2014. Peta distribusi kebangsaan dari Seymour Hers terlampir, menunjukkan bangsa Rusia ada 22% di Ukraina. Munculnya kelompok ultra-kanan Ukraina yang seringkali muncul di publik berkelompok, menggunakan atribut Nazi dan melakukan salam dengan menjulurkan lengan kanan seperti layaknya anggota Nazi saaat WWII, menjadi pembenaran Putin untuk menjulukinya sebagai Neo-Nazi dalam pidatonya diatas.

Since 2014, Donbass has been fighting for the right to live in their land and to speak their native tongue. … we were doing everything in our power to solve this problem by peaceful means, and patiently conducted talks on a peaceful solution to this devastating conflict. This appalling method of deception has been tried and tested many times before. They behaved just as shamelessly and duplicitously when destroying Yugoslavia, Iraq, Libya, and Syria.

Kekesalan Putin terhadap sikap mendua dan hipokrit Barat, diungkapkannya dalam kalimat berikut:

It turned out that they treat people living in their own countries with the same disdain, like a master. After all, they cynically deceived them too, tricked them with tall stories about the search for peace, about adherence to the UN Security Council resolutions on Donbass. Indeed, the Western elites have become a symbol of total, unprincipled lies.

Menurutnya, Perang Ukraina ini bukan memerangi masyarakat Ukraina.

We are not at war with the people of Ukraine. I have made that clear many times.

Responsibility for inciting and escalating the Ukraine conflict as well as the sheer number of casualties lies entirely with the Western elites and, of course, today’s Kiev regime, for which the Ukrainian people are, in fact, not its own people. The current Ukrainian regime is serving not national interests, but the interests of third countries.

… the longer the range of the Western systems that will be supplied to Ukraine, the further we will have to move the threat away from our borders. This is obvious.

Gita Wirjawan dalam podcast youtubenya, yang berdialog dengan Connie Bakrie, berjudul: Tunjukkan taring, pimpin dengan integritas berpendapat bahwa Putin tidak pernah terlihat berniat untuk menguasai Ukraina. Disetujui oleh Connie. Dan juga ditegaskan oleh Dubes Rusia, Vorobieva, dalam wawancaranya dengan media Kumparan.

Putin mengaku bahwa Rusia sudah bersedia untuk dialog, namun tidak mendapat tanggapan berarti:

We were open and sincerely ready for a constructive dialogue with the West; we said and insisted that both Europe and the whole world needed an indivisible security system equal for all countries, and for many years we suggested that our partners discuss this idea together and work on its implementation. But in response, we received either an indistinct or hypocritical reaction, as far as words were concerned. But there were also actions: NATO’s expansion to our borders, the creation of new deployment areas for missile defence in Europe and Asia–they decided to take cover from us under an ‘umbrella’–deployment of military contingents, and not just near Russia’s borders.

Finally, in December 2021, we officially submitted draft agreements on security guarantees to the USA and NATO. In essence, all key, fundamental points were rejected. After that it finally became clear that the go-ahead for the implementation of aggressive plans had been given and they were not going to stop.

Intelejen Rusia mengendus adanya rencana penyerbuan brutal oleh Kiev ke Donbass, seperti pernah terjadi di 2014. Putin pun merasa dikhianati oleh Badan Keamanan PBB.

… there was no doubt that everything would be in place by February 2022 for launching yet another bloody punitive operation in Donbass. Let me remind you that back in 2014, the Kiev regime sent its artillery, tanks and warplanes to fight in Donbass.

In 2015, they tried to mount a frontal assault against Donbass again, while keeping the blockade in place and continuing to shell and terrorise civilians. Let me remind you that all of this was completely at odds with the documents and resolutions adopted by the UN Security Council, but everyone pretended that nothing was happening.

… they were the ones who started this war, while we used force and are using it to stop the war.


Putin pun tak merasa perlu lagi menahan geram atas sikap dan tindakan Barat, maka kekesalan pun diungkapkannya.

.. the Organisation for Economic Cooperation and Development, the G7 countries earmarked about $60 billion in 2020–2021 to help the world’s poorest countries. Is this clear? They spent $150 billion on the war, while giving $60 billion to the poorest countries,

According to US experts, almost 900,000 people were killed during wars unleashed by the United States after 2001, and over 38 million became refugees.


Putin menunda keikutsertaan dalam SART, karena ada kewajiban disana untuk bersedia diperiksa fasilitas pertahanan nuklirnya. Menurutnya, dalam situasi perang, dimana Barat berada di belakang Ukraine, maka tidak mungkin Rusia memberi kesempatan Barat berada di fasilitas pertahanannya. Demikian juga pasti sebaliknya.

Ref.: Seymour Hersh: Bertaruh pada Kemenangan Ukraina adalah Bunuh Diri

In early February, the North Atlantic alliance made a statement with actual demand to Russia, as they put it, to return to the implementation of the Strategic Arms Reduction Treaty, including admission of inspections to our nuclear defence facilities. I don’t even know what to call this. It is a kind of a theatre of the absurd.

The drones used for this purpose were equipped and updated with the assistance of NATO specialists. And now they also want to inspect our defence facilities? In the current conditions of confrontation, it simply sounds insane.

Putin juga menengarai adanya upaya Barat untuk melakukan perang ekonomi dan pembusukan dari dalam negeri Rusia.

… they sent prices soaring in their own countries, destroyed jobs, forced companies to close, and caused an energy crisis, while telling their people that the Russians were to blame for all of this. We hear that.

“Make them suffer”–what a humane attitude. They want to make our people suffer, which is designed to destabilise our society from within.


Namun Putin meyakinkan bangsanya bahwa ekonomi Rusia masih dalam kondisi aman.

The Russian economy, as well as its governance model proved to be much more resilient than the West thought.

I would like to draw your attention to the fact that this has nothing to do with printing money. Not at all. Everything we do is solidly rooted in market principles.


Selain pembelaan diri untuk invasi ke Ukraina dan kecaman terhadap sikap dan tindakan AS dan Sekutunya, sisa pidato Putin adalah pernyataan ketahanan ekonomi Rusia yang masih aman. Bahkan berencana untuk meningkatkan anggaran persenjataan, gaji ASN dll.

PENUTUP
Kutipan dari buku “How the West Brought War to Ukraine”, karya Benjamin Abelow di bawah ini mungkin bisa jadi pengingat:

Gilbert Doctorow—an independent, Brussels-based political analyst whose Ph.D. and post-doctoral training are in Russian history—comments:

Be careful what you wish for. Russia has more nuclear weapons than the United States. Russia has more modern weapons than the United States. Russia can level to the ground the United States in 30 minutes. Is this a country in which you want to create turmoil? Moreover, if [Mr. Putin] were to be overturned, who would take his place? Some little namby-pamby? Some new drunkard like [first Russian president Boris] Yeltsin? Or somebody who is a Rambo and just ready to push the button? … I think it is extremely imprudent for a country like the United States to invoke regime change in a country like Russia. It’s almost suicidal.

Perang, bagaimanapun akan berakibat langsung pada penderitaan rakyat. Semoga cepat berakhir dengan Perdamaian. Dan tidak ada lagi Negara yang merasa sebagai pemegang kuasa penentu Nilai Kebenaran terhadap negara lain.

Mengutip media berita The Economist, pidato Xi Jinping 15 Maret 2023, the “Global Civilisation Initiative”, … that countries should “refrain from imposing their own values or models on others and from stoking ideological confrontation.”


Sebagai Penutup, Tautan berikut ini cukup bagus memberi gambaran tentang persoalan Ukraina dan mereka yang memperkeruhnya.

Pidato Presiden Putin, 21 Februari 2023, Moskow

Wawancara Dubes Rusia, Vorobieva

Wawancara Helmi Yahya dengan Dubes Rusia

Why is Ukraine the west’s faults?

Seymour Hersh: Bertaruh pada Kemenangan Ukraina adalah Bunuh Diri

Salam Damai

Jiwa-Jiwa Mati

Nikolai Vasilevich Gogol

Jiwa-Jiwa Mati (Dead Souls) adalah novel karya Nikolai Vasilevich Gogol (1809-1852), yang dipublikasikan tahun 1842, di era Tsar Nicholas I. Penulis religius kelahiran Ukraina. Pindah ke Petersburg saat usia 19 tahun, dan wafat di Moskow, Russia dalam usia 42 tahun. Setelah tinggal di Jerman, Perancis, Swiss, Italia dan sempat beribadah ke Jerusalem.

Novel klasik berbahasa Indonesia, terjemahan Koesalah Soebagyo Toer ini, bisa diperoleh di toko buku Gramedia untuk format hard copy nya. Untuk format digital pdf, bisa diperoleh di aplikasi Gramedia Digital dan ipusnas.id. Format ebook berbahasa Inggris, bisa diperoleh di web Project Gutenberg, atau beli di Kindle atau Play Books. Untuk keperluan pemahaman lebih dalam dari isi cerita atau pembuatan resensi, kedua format terakhir paling enak untuk dibaca, karena text bisa dicopy, diwarnai, diberikan catatan dan diekspor ke format txt.

Ini novel satire realis, tentang wabah korupsi di aparat pemerintahan Rusia. Berlatar-belakang abad 19, di kota kecil N, era monarki Rusia, setelah perang dengan Napoleon. Beberapa tahun setelah 1812. Ditengah tingginya kondisi Kemiskinan dan Feodalisme. Getir.

Alkisah, munculnya pendatang baru di kota N. Sosok paruh baya Paul Ivanovitch Chichikov, anggota Dewan Kolegial, yang mengunjungi pejabat-pejabat daerah. Dewan Kolegial adalah pegawai pemerintah tingkat 6. Setingkat lebih tinggi daripada anggota Dewan Pengadilan. Jauh dibawah para jenderal di tingkat 3 atau 4. Chichikov dicitrakan sebagai bujangan, pengusaha kaya yang ambisius, menyenangkan, santun, berpendidikan dan berwawasan. Berpengalaman sebagai pegawai sipil di Pengadilan dan Pabean. Licik dan kikir dalam perkembangannya, ketika obsesi kekayaan semakin menguat.

Chichikov mengalami masa kecil yang suram. Tak berkawan. Ditinggal wafat ayahnya ketika masih usia sekolah. Gogol pun menggambarkan kesepian dan kepatuhan Chichikov dengan gaya sangat kelam.

Dari sekali hidup telah tampak tampangnya yang asam dan tak bersahabat kepadanya, seolah-olah memandangnya melalui jendela yang kabur dan tertabur salju: selagi kanak-kanak ia tak mempunyai teman ataupun kawan main. Sebuah kamar kecil yang mungil dengan jendela-jendela kecil yang tak pernah dibuka pada musim dingin dan panas. Ayahnya, seorang yang cacat, yang mengenakan jas panjang bergaris bulu anak biri-biri dan kakinya yang telanjang mengenakan selop rajut, selalu mengeluh sambil berjalan mondar-mandir dalam kamar dan terus meludah ke dalam tempolong yang penuh pasir di sebuah sudut. Chichikov selalu duduk di bangku memegang pena dengan jari-jari yang ternoda tinta, bahkan juga bibirnya, sedangkan perintah-perintah abadi tampak di depan matanya: “Jangan berbohong! Dengarkan orang tua! Tumbuhkan kebajikan dalam hatimu!”

Setelah menginap semalam di sana, keesokan harinya ayahnya pulang. Tak ada air mata perpisahan pada ayahnya. Ia mendapat lima puluh kopek uang tembaga untuk uang saku dan untuk membeli gula-gula, dan yang lebih penting lagi ialah teguran bijaksana ini: “Ingat, Pavlusha, kerjakan pelajaranmu. Jangan kurang ajar dan jangan nakal. Terlebih-lebih, berusahalah sebaik-baiknya untuk menyenangkan guru dan atasanmu. Kalau kamu menyenangkan atasanmu, keadaanmu akan beres dan kamu akan mendahului siapa saja, sekalipun ternyata kamu sarjana yang buruk, dan sekalipun Tuhan tidak memberimu bakat. Jangan berteman dengan kawan-kawan sekelasmu. Mereka tak akan mengajarkan hal yang baik. Kalau kamu memang ingin berteman dengan mereka, bermainlah dengan yang lebih berada dan bisa bermanfaat untuk kamu. Jangan menjamu atau menyenang-nyenangkan siapa pun, melainkan berlakulah sedemikian rupa sehingga kamu dijamu oleh orang lain, dan terlebih lagi. Berhati-hatilah dengan uangmu dan simpanlah: uang merupakan barang yang paling dapat diandalkan di dunia. Kawan sekelas atau teman bisa menipu kamu dan segera meninggalkan kamu dalam kesulitan, sedang uang tak akan membiarkan kamu jatuh, dalam kesulitan yang bagaimana pun.”

Sesudah menyampaikan ajaran ini, ayah itu pun berpisah dari anaknya dan menyeret diri lagi pulang dengan “burung magpie”, dan sejak itu anaknya tidak pernah lagi melihatnya, tetapi kata-katanya dan ajaran-ajarannya terhunjam dalam di otak.

Paul Ivanovitch Chichikov

Chichikov kecil, Pavlusha, tidak menggunakan peninggalan uang 50 kopek uang tembaga dari ayahnya. Bermodalkan ajaran-ajaran hidup ayahnya, kepintaran dan kreatifitasnya, Pavlusha mampu mencari uang dari berdagang dengan teman-teman sekolahnya. Tak banyak, namun dari sana lah jiwa dagang Pavlusha bermula.

Pavlusha dikenal sebagai murid pintar dan penurut di sekolah. Berkelakuan baik dan menjadi kecintaan gurunya. Tak banyak warisan dari ayahnya, yang meninggal ketika Pavlusha baru saja lulus dari sekolah.

Selama bersekolah ia memperoleh nama yang baik, dan setelah selesai pendidikan ia mendapat angka-angka bagus untuk semua mata pelajaran. Sertifikat dan sebuah buku dengan tulisan huruf emas, “Untuk kerajinan, teladan, dan tingkah laku gemilang”. Keluar dari sekolah ia ternyata menjadi pemuda yang agak menarik penampilannya, dengan dagu yang sudah membutuhkan pisau cukur. Justru pada waktu itulah ayahnya meninggal. Yang diwarisinya hanyalah empat buah sweater wol yang usang dan tak dapat diperbaiki lagi, dua buah mantel tua yang bergaris wol anak biri-biri, dan sejumlah uang yang tak ada artinya. Ayahnya agaknya hanya pandai dalam memberikan nasihat bagaimana menyimpan uang. 

Muram, tragis dan semakin kelu kisah Chichikov di tangan Gogol. Tragis dimasa kecil, berubah licik dalam perkembangan usianya. Sepenggal kisah berikut sebagai contohnya:

Dalam keadaan sakit, lapar dan tanpa penolong, tinggallah ia di sebuah gubuk yang tak berpemanas dan telah ditinggalkan orang. Bekas-bekas muridnya, anak-anak yang pandai dan cerdas, yang selalu dicurigai mempunyai tingkah laku bandel dan bermuka tebal, ketika mengetahui nasib guru yang melarat itu, mulailah mengumpulkan sumbangan untuknya dan bahkan menjual banyak barang dengan hasilnya untuk sumbangan.

Hanya Pavlusha Chichikov yang meminta maaf karena tak punya dana dan hanya menawarkan uang perak lima kopek, yang oleh bekas teman sekelasnya dilemparkan kembali kepadanya sambil berkata, “Orang kikir kamu!”.

Guru yang malang itu menutup muka dengan tangan waktu mendengar apa yang dilakukan oleh murid-muridnya; air mata menderas dari matanya yang mengabur seolah-olah ia anak yang suka menolong. 

Terperdaya sang Guru oleh kelicikan Chichikov, yang selama sekolah dianggapnya sebagai murid teladan. Hanya karena penurut dan kelihaian menyenangkan gurunya.

Selanjutnya, pemuda Chichikov diterima sebagai Dinas Sipil di Kantor Pengadilan. Obsesinya untuk menjadi kaya, memotivasinya bekerja keras di kantornya. 

Berperilaku baik di lingkungan kerjanya. Bahkan mampu mengambil hati atasannya, yang dikenal punya perangai kasar dan kejam terhadap karyawannya. Rajin, penurut dan kerja keras. Begitulah kesan yang dibangun oleh Chichikov dalam bekerja, hingga Juru Tulis Kepala jatuh hati padanya. Bahkan, muncul kesan di lingkungan kerjanya bahwa Chichikov akan menjadi menantunya. Diangkatlah posisi Chichikov menjadi Juri Tulis Kepala. Tak ada lagi cerita tentang calon menantu. Terperdaya lah sang Juri Tulis Kepala tua. Licik dan kejam. Berhenti sudah puasa Chichikov dimasa muda. Penampilan pun berubah gaya. Dan roda korupsi pun mulai berputar.

Namun Chichikov harus pindah kerja, karena tak mampu menaklukkan atasan baru dari militer, yang cukup gigih memerangi korupsi. Lanjut bekerja di jawatan Bea dan Cukai. Pindah lagi, sebagai Pengacara.

Chichikov selalu ditemani Selifan, si kusir kereta berkuda tiga dan Petrushka, berhidung besar dan berbibir tebal, sebagai pengawal yang biasa menjaga kamar penginapannya. Ia berkeliling ke berbagai wilayah di sekitar kota N, untuk menemui banyak pejabat, pengusaha dan petani untuk keperluan bisnis. Perbudakan. Di era monarki Russia dibawah Tsar Nicholas I (1796-1855), pekerja lahan pertanian adalah budak atau aset yang bisa dimiliki dan diperjual- belikan oleh Pengusaha atau Tuan pemilik lahan. Bisnis yang sedang dilakukan Chichikov adalah perdagangan budak. Lebih tepatnya adalah pembelian mantan budak. Hanya nama-nama dari mereka yang sudah mati. Dipergunakan sebagai agunan untuk mendapatkan pinjaman uang. Edann … Kelucuan getir. Satire menyakitkan.

Banyak relasi dengan beragam strata sosial, mulai dari Gubernur hingga petani miskin, dikunjungi Chichikov di berbagai wilayah. Untuk keperluan bersosialisasi menebar citra, demi pembelian ‘mantan budak’. Gogol menyebutnya ‘Jiwa-Jiwa Mati’ atau ‘Dead Souls’. 

“Tuan tahu, saya menghendaki orang-orang yang telah mati, tapi masih terdaftar sebagai orang-orang yang masih hidup dalam sensus,” kata Chichikov.

Pembawaan yang santun dan pandai mengambil hati, menyebabkan para pejabat menjadi terpedaya olehnya. Dengan sarkastik Gogol menjelaskannya:

Dalam pembicaraan dengan para penguasa itu ia menunjukkan kecakapan yang besar dalam menjilat mereka, seorang demi seorang, kepada gubernur ia mengisyaratkan secara sambil lalu, bahwa memasuki provinsinya seperti memasuki surga, jalan di mana-mana serata beledu, dan bahwa pemerintah yang telah menunjuk orang-orang penting yang demikian bijaksana patutlah memperoleh pujian yang tertinggi. Kepada kepala polisi ia menyatakan sesuatu yang sangat menjilat mengenai polisi-polisi di kota itu; dan dalam pembicaraannya dengan wakil gubernur dan ketua pengadilan yang masih baru sebagai anggota dewan negara, dua kali ia secara salah mengatakan “yang mulia”, yang memang benar-benar menyenangkan mereka.

Gogol cenderung sinis dan stereotype dalam menggambarkan nasib seseorang. Badan gemuk adalah pejabat atau orang kaya. Sedangkan yang kurus adalah pegawai biasa dan tidak sejahtera hidupnya. Sinis.

Chichikov berkenalan dengan Tuan Tanah Sobakevich yang terkesan canggung, dan Malinov yang cukup mempesona ketika hadir di undangan pesta Gubernur pada hari pertama. Pada saat makan malam dan main kartu bersama Kepala Pos dan Ketua Pengadilan di rumah Kepala Polisi di hari kedua, dia berkenalan dengan tuan tanah periang yang masih muda, Nozdryov. Usia 30 tahunan. Dia juga sempat makan malam di rumah Wakil Gubernur. Dan dengan Ketua Pengadilan di malam lainnya. Chichikov telah sukses memikat warga kota N.

Suatu saat, Chichikov ke luar kota mengunjungi Manilov dan Sobakevich. Dalam perjalannya, digambarkan suasana sunyi kelam:

Begitu kota menghilang di kejauhan, dengan cepat terlihatlah oleh pahlawan kita, segala macam barang dan sampah di kedua sisi jalan, seperti yang seharusnya terlihat di pedesaan: bukit-bukit kecil, pohon-pohon den yang masih muda, macam-macam tumbuhan liar, dan benda-benda yang menyerupai sampah. Mereka melintasi desa-desa yang hanya memiliki satu jalan lurus dan panjang. Bangunan-bangunannya menyerupai tumpukan balok tua, yang ditutupi atap-atap kelabu, sedangkan hiasan-hiasan kayu berukir yang ada di bawahnya tampak seperti handuk bersulam. Seperti biasa, sejumlah petani yang mengenakan mantel kulit biri-biri duduk mengangkang di atas bangku di depan gerbang rumah. Perempuan- perempuan tani dengan muka yang gemuk dan dada yang terbungkus rapat, memandang ke luar dari jendela atas; dari jendela bawah terlihat seekor anak sapi atau seekor babi yang sedang menjulurkan moncongnya. 

Gogol biasa menggambarkan para tokohnya dengan rinci. Berikut adalah gaya Gogol menggambarkan sosok Manilov:

Dilihat dari penampilannya, ia orang yang tampak mengesankan; garis-garis wajahnya agak menyenangkan, tapi hal yang menyenangkan terasa terlalu banyak mengandung gula; dalam tingkah laku dan cengkok bicaranya ada sesuatu yang agaknya menuntut simpati menghendaki kasih, dan persahabatan. Ia tersenyum memikat. Rambutnya pirang dan matanya biru muda. Pada menit pertama bercakap-cakap dengannya, bagaimana pun kita akan mengatakan, “Alangkah baik dan menyenangkan orang ini!” Pada menit berikutnya kita tak akan mengatakan sesuatu, dan pada menit yang ketiga kita akan mengatakan, “Terkutuklah kalau aku mengerti dia!” dan kita akan menjauhkan diri darinya sejauh-jauhnya, karena kalau tidak, kita akan bosan setengah mati. Kita tak akan pernah mendengar satu kata pun yang bersifat merangsang atau bahkan sombong darinya.

Malinov bahagia dengan perkawinan yang sudah lebih 8 thn dilaluinya. Kemesraan selalu mengiringi sehari-hari kehidupannya. Di rumah ia sedikit bicara. Kebanyakan hanya berpikir dan merenung. Bekas tentara. Dianggap sebagai perwira sederhana, bijaksana dan beradab.

Situasi sosial di jaman Tsar Nicholas I menempatkan perempuan tak beda jauh dengan budaya saat ini. Tiga pelajaran pokok para murid perempuan di Rusia yang dianggap sebagai dasar kebajikan manusia saat itu adalah: bahasa Perancis yg tak boleh dihindari, piano untuk disuguhkan pada para suami, dan ilmu rumahtangga seperti merajut, dll.

Untuk menunjukkan ketidak-setaraan perempuan terhadap laki-laki, Gogol menggambarkan bahwa jiwa perempuan yang ditawarkan Sobakevich tidak diminati oleh Chichikov. Walaupun dengan harga murah sekalipun, 1 rubbel. Jiwa mati laki-laki dibeli Chichikov dengan harga lebih mahal, 2,5 rubbel.

Mencari Jiwa-Jiwa Mati

Dalam perjalanan menuju rumah Sobakevich, Chichikov tersesat hingga terpaksa menginap di rumah milik seorang Perempuan tua, Korobochka Natasya Petrovna. Janda seorang sekretaris kolegial.

Perempuan tua itu, tanpa memahami sebenarnya maksud Chichikov, akhirnya menerima tawarannya, untuk menjual jiwa-jiwa mati. Setelah cukup alot bernegosiasi. Meskipun tetap curiga muncul di benaknya.

Gogol cukup sinis menggambarkan perilaku hipokrit masyarakatnya (hal. 63):

Misalnya, marilah kita membayangkan suatu kantor pemerintah bukan di sini, tapi di suatu kerajaan Ruritania – dan marilah kita menduga bahwa kantor itu mempunyai seorang kepala. Cobalah perhatikan saat ia duduk di antara para bawahannya – nah, Anda akan menjadi begitu gentar hingga Anda tak dapat mengucapkan sepatah katapun! Kesombongan dan kemuliaan dan entah apa lagi yang tak diungkapkan oleh mukanya? Satu-satunya yang Anda dapat perbuat ialah mengambil sebuah kuas dan melukisnya – seorang Prometheus, ya, seorang Prometheus yang sebenar- benarnya! Ia tampak seperti rajawali, berjalan dengan langkah-langkah lembut yang terukir. Tapi rajawali itu, bila meninggalkan kantornya dan mendekati kantor kepalanya sendiri, akan terbirit-birit seperti ayam hutan sambil mengepit kertas, secepat kakinya dapat berlari.

Dalam masyarakat dan perjamuan malam, jika semua orang lebih rendah pangkatnya, Promotheus kita tetap seorang Promotheus, tetapi jika mereka naik sedikit saja di atasnya, Promotheus itu mengalami metamorfosa seperti yang tak pernah terpikirkan oleh Ovid sekalipun: seekor lalat, ya, lebih rendah dari seekor lalat, ia telah memerosotkan dirinya menjadi satu butir pasir!

Chichikov bertemu Nozdryov dan iparnya, Mizhuyev. Chichikov pernah bertemu Nozdryov ketika makan bersama Penuntut Umum. Kini bertemu lagi tanpa sengaja di penginapan, setelah meninggalkan kota domisili Korobochka. Chichikov berharap Nozdryov mau menjual jiwa-jiwa mati yang dimilikinya. Gagal.

Chichikov telah menerima ratusan jiwa mati dari Korobochka, Plyushkin, Sobakevich. 

Kepada Ketua Pengadilan, Chichikov beralasan bahwa orang-orang yang dibelinya akan dipekerjakan di kota Kherson. Disana tersedia sungai, kolam dan lahan luas. Dan para penjual Jiwa-Jiwa Mati mengaku kepada Ketua Pengadilan bahwa hal tersebut dilakukannya karena tidak lagi membutuhkan tenaganya atau karena lalai dan terlanjur menjualnya.

Kecurigaan

Pergunjingan permainan kotor jutawan Chichikov merebak di kota N. Membayangkan besarnya jumlah dan tingkat kualitas hamba-hamba yang dibeli untuk dipekerjakan di perkebunan Chichikov di kota Kherson, cukup mengherankan bagi warga setempat, karena di Kherson tak ada cadangan air yang cukup untuk perkebunan. Kering, menurut cerita-cerita dalam keriuhan gunjingan itu.

Dan akhirnya, runtuhnya reputasi Chichikov bermula dari maboknya Nozdryov, seperti tertulis di halaman 245 berikut ini:

Sementara itu, Nozdryov melihatnya dan langsung menghampiri. “Aakh, tuan tanah Kherson, tuan tanah Kherson!” serunya seraya mendekat dan tertawa keras hingga kedua pipinya yang segar dan merah muda seperti bunga mawar musim semi itu bergetar dan bergoyang. “Nah? Apa Tuan telah memborong banyak orang mati? Maaf, yang Mulia,” serunya dengan keras dan sambil menoleh kepada gubernur, “dia ini punya urusan tentang orang-orang yang telah mati, ya, betul-betul ini, hati saya boleh disalib! Dengar, Chichikov, tuan ini saya katakan ini kepada Tuan sebagai seorang teman, karena kita semua di sini teman Tuan, dan yang mulia ini pun teman Tuan – akan saya gantung Tuan, dan terkutuklah saya kalau saya tak melakukannya!”

Chichikov betul-betul tak tahu apakah ia sedang berdiri dengan kepala atau tumit.

“Tuan percaya atau tidak,” sambung Nozdryov yang ditujukan kepada gubernur, “ketika ia mengatakan kepada saya ‘Juallah pada saya orang-orang yang sudah mati’, hampir meletus perut saya karena ketawa. Ketika saya tiba di sini, orang bilang ia sudah membeli hamba-hamba untuk dipindahkan seharga tiga juta rubel. Untuk dipindahkan! Dengarlah, ia sudah tawar-menawar dengan saya mengenai orang yang sudah mati. Dengar, Chichikov, Tuan binatang yang kotor; digantunglah saya ini kalau Tuan bukan seperti itu! Yang Mulia pun ada di sini. Bukankah begitu, penuntut umum?”

Menarik untuk merenungi paragraf berikut ini. Ternyata sudah menjadi sifat manusia sejak dulu kala bahwa pergunjingan memang mudah menular. Cukup teliti Gogol mengamati perilaku sosial masyarakatnya.

Bahwa Nozdryov seorang pembohong yang tak dapat dimungkiri merupakan kenyataan yang mereka ketahui, dan bukan hal yang luar biasa mendengar ia berbicara omong kosong yang paling iseng pun; tapi, dasar manusia, dan memang sukar memahami manusia itu terbuat dari apa, bagaimana pun konyolnya suatu berita, selama berita itu masih berupa berita, ia akan menganggap kewajibannya untuk meneruskan kepada orang lain, walaupun sekadar untuk mengatakan, “Cobalah pikir, kebohongan macam apa yang sedang disebarkan orang!” … Dan sudah dapat dipastikan bahwa berita itu akan mengitari kota, dan semua manusia, berapapun banyaknya, akan membicarakannya sampai muak dan lelah, dan kemudian dengan suka rela akan menyetujui bahwa hal itu tak pantas untuk ditangkap dengan sungguh-sungguh dan tak ada nilainya untuk dibicarakan.

Budaya feodal yang snob dan bangga dengan tampilan negara maju, supaya terlihat modern dan selalu updated, mewakili para selebriti seperti digambarkan dengan gaya para ibu-ibu yang senang dengan ungkapan-ungkapan bahasa Perancis berikut ini:

Disebutkan di sini bahwa percakapan antara kedua orang nyonya ini dicampuri dengan sejumlah besar kata asing dan kadang-kadang bahkan dengan kalimat Perancis yang utuh. Akan tetapi, betapa pun penghargaan pengarang kepada keunggulan yang telah dianugerahkan oleh bahasa Perancis pada bahasa Rusia, dan betapa pun penghargaannya kepada kebiasaan terpuji golongan atas menyatakan diri dengan bahasa ini sepanjang hari dikarenakan kecintaannya yang dalam kepada tanah airnya, tapi ia tak dapat membiarkan dirinya memperkenalkan kalimat-kalimat dalam bahasa asing apa pun ke dalam syair Rusianya ini. Oleh karena itu, marilah kita jalan terus dalam bahasa Rusia.

Ketua Pengadilan mulai panik.

Hal ini dikemukakannya kepada Ketua Pengadilan. Ketua menjawab bahwa itu omong kosong, tapi kemudian ia pun tiba-tiba menjadi pucat, sesudah ia bertanya kepada diri sendiri apakah hamba-hamba yang dibeli oleh Chichikov itu benar-benar sudah mati, sementara ia telah mengizinkan akta pembelian itu direncanakan dan bahkan telah bertindak atas nama Plyushkin dalam hal itu.

Nyanya Korobochka sebagai penjual jiwa-jiwa mati ke Chichikov, mulai menjadi isu publik.

Selanjutnya apa yang dikatakan oleh Nyonya Korobochka merupakan pengulangan, dan para pejabat pun sadar bahwa nyonya itu hanyalah perempuan tua yang edan. Manilov menjawab bahwa ia selalu siap menjawab pertanyaan mengenai Chichikov seperti mengenai dirinya sendiri, dan seluruh tanah miliknya hanya seharga seperseratus dari nilai sifat-sifat Chichikov yang mulia, dan sejalan dengan itu, ia pun berbicara mengenai Chichikov dengan istilah-istilah yang paling menjilat, seraya mengemukakan pula sejumlah kenangan mengenai persahabatannya, dengan ekspresi mata dan wajah seperti binatang. Kenang-kenangan ini tentu saja paling mesra untuk diungkapkan. Akan tetapi, para pejabat tidaklah mengungkapkan apa yang ada di balik urusan itu. Sobakevich menjawab bahwa menurut pendapatnya, Chichikov orang yang baik dan telah menjual kepadanya petani pilihan yang paling baik dalam arti yang seluas-luasnya, tetapi ia tak dapat menjawab mengenai apa yang bisa terjadi pada masa depan, dan bukanlah kesalahannya jika mereka mati ketika diangkut, karena beban perjalanan, dan semuanya ada di tangan Tuhan, mengingat bahwa di dunia ini terdapat begitu banyak penyakit demam dan penyakit yang mematikan, dan memang ada contohnya: penduduk seluruh desa mati. 

Seperti lazimnya sebuah pemufakatan jahat, bila mulai terkuak ditengah masyarakat, maka mulailah tercerai-berai para sekutunya. Bagaikan merebaknya aroma bangkai. Maka mulailah Gubernur, wakil Gubernur, Kepala Polisi, Kepala Kantor Pos dan semua pejabat daerah serta kolega lainnya, menolak untuk menerima Chichikov sebagai tamu. Bahkan turut serta mencercanya dengan menyebarkan cerita-cerita yang menyudutkannya. Tentu, untuk menutupi keterlibatannya. Berujung Chichikov meninggalkan kota.

Kemuraman puitis mengiringi keruntuhan Chichikov:

Rusia! Rusia! Saya lihat kamu, dari tempat jauh yang indah mengagumkan: saya lihat kamu sekarang. Segalanya tampak papa, terserak-serak, dan menyesakkan: tak ada keajaiban alam yang gagah, yang dimahkotai keajaiban seni yang lebih gagah lagi; tak ada kota-kota dengan istana-istana tinggi berjendela banyak yang dibangun di atas batu karang; tak ada pohon-pohon yang permai; tak ada rumah-rumah terselimut tanaman rambat dan percikan abadi air terjun yang akan menggembirakan musafir dan mempesonakan pandangan matanya.

Dengan melalui relung-relung gelap ia tak akan melihat jajaran abadi gunung-gunung di kejauhan, yang bercahaya redup dan menjulang ke langit: keperakan dan cemerlang. Segalanya dalam keadaan terbuka, kosong, dan datar. Kota-kotamu yang letaknya rendah, terlihat menempel seperti titik-titik di atas daratanmu seperti tanda-tanda yang hampir tak kelihatan; tak ada yang akan menipu atau menggiurkan mata. 

Akan tetapi, kekuatan aneh dan ajaib apa yang menarik dari dirimu? Mengapa lagumu yang penuh duka itu, yang tersebar ke seluruh dataranmu dari laut ke laut, bergema dan bergema lagi tak putus-putusnya di telingaku? Apa yang ada dalam lagu itu? Siapa yang memanggil, dan tersedu-sedu, dan mencekam hatiku? Suara-suara apakah itu yang membelaiku demikian pedih, yang merasuk ke dalam jiwaku dan membelit-belit hatiku? Rusia! Apakah yang kau minta dariku? Apakah ikatan gaib yang tersembunyi di antara kita? Dan mengapa engkau selalu memandang penuh harapan padaku? 

Dan selagi aku berdiri tak bergerak-gerak diliputi kebingungan, awan yang mengandung ancaman dan curahan hujan melontarkan bayangannya pada kepalaku, dan pikiran pun menjadi beku berhadapan dengan keluasanmu. Apakah yang tersimpan dalam ruangan yang maha besar, lebar dan terbuka luas itu? Tidakkah di sini, tidakkah di dalam dirimu pikiran yang tak terbatas akan dilahirkan, karena engkau sendiri tak berakhir? Tidakkah di sini tempat pahlawan yang legendaris dari fabel Rusia itu? Di sini, terdapat banyak ruangan untuk menebarkan sayap dan mengembara dengan bebas? 

Dan dengan sikap yang mengancam, keluasanmu yang perkasa itu merangkumku, bercermin dengan kekuatan yang mengerikan pada kedalaman diriku; mataku menyala dengan tenaga gaib. Oh, sungguh ruang tanpa batas yang gemerlap dan mengagumkan, yang tak dikenal oleh dunia! Rusia …!

Runtuh

Chichikov pindah dan tinggal di suatu desa yang penduduknya terkesan ceria. Penduduk gemar bernyanyi dan menari. Teman serumahnya adalah Tentetnikov. Pemalas dan Penyendiri, menurut Gogol.

Chichikov mengunjungi Jenderal Betrishchev, yang menurut Tentetnikov, teman serumah Chichikov, sedang bermasalah dengan dirinya. Kunjungan ini tak lepas dari maksud Chichkov untuk membeli Jiwa-Jiwa Mati. Digambarkan oleh Gogol bahwa sang jendral berperawakan tampan, agung, jantan, jujur, berkumis, cambang dan sudah beruban. Stereotip jenderal dimasanya. 

Apakah ia mengenakan jas kebesaran, jas luar, atau kimono, selalu sama saja. Segala sesuatu tentangnya, mulai dari suaranya sampai pada gerakannya yang sekecil-kecilnya pun, bernada memerintah, menguasai, dan menimbulkan perasaan segan, kalau bukan hormat, pada orang-orang yang lebih rendah pangkatnya. Chichikov merasakan keseganan dan hormat kepadanya.

Jenderal Betrishchev bersedia mengalihkan 300 jiwa mati untuk kepentingan Chichikov. Chichikov berdalih bahwa pamannya bersedia mengalihkan 300 orangnya, bila Chichikov bisa mendapatkan 300 orang baru. Transaksi dagang yang aneh. Untuk itu ia perlu nama-nama kosong sebanyak 300 biji.

Tentang ‘kebersihan’, melalui pengusaha  ladang yang bersih, Kostanjoglo, Gogol menitipkan pesan seperti dituliskannya berikut ini:

“Itu selalu demikian. Itulah memang hukumnya,” kata Kostanjoglo. “Orang yang dilahirkan dengan beberapa ribu dan dibesarkan dengan beberapa ribu tak akan pernah mencetak uang, karena ia telah mengembangkan segala macam kebiasaan mahal dan segala macam hal yang lain. 

Orang harus mulai dari permulaan dan bukan dari tengah, dari satu kopek, dan bukan dari satu rubel, dari bawah dan bukan dari atas. Barulah orang akan mendapat pengetahuan yang menyeluruh mengenai hidup dan juga orang-orang, yang di kemudian hari akan berurusan dengannya. 

Kalau Tuan telah mengalami semua itu dan telah mengerti bahwa setiap uang tembaga harus dijaga baik-baik sebelum Tuan dapat melipatkannya menjadi tiga, dan apabila Tuan telah melewati segala macam cobaan dan bencana, Tuan akan menjadi demikian terlatih dalam berbagai cara dunia, hingga Tuan tak akan pernah membuat kesalahan dan tak akan pernah bersedih dalam usaha apa pun. 

Percayalah saya, demikianlah adanya. Orang harus mulai dari permulaan dan bukan dari tengah. Kalau orang mengatakan kepada saya,’ Berilah saya seratus ribu, dan saya akan menjadi kaya dalam sekejap,’ maka saya tak akan percaya kepadanya: dia itu mengandalkan diri pada kebetulan, dan bukan pada kepastian. Orang harus mulai dengan satu kopek.”

Melalui personifikasi Khlobuyev, Gogol melukiskan Ironi kebaikan yang disandingkan dengan kemiskinan. 

Namun, segera sesudah memasuki tanah Khlobuyev, mereka pun terdiam dengan sendirinya. Bukannya hutan yang mereka lihat, melainkan semak-semak yang dirusak oleh ternak, sedang gandum hitam yang dikotori oleh rumput-rumputan hampir-hampir tak kelihatan. Akhirnya tampaklah oleh mereka pondok-pondok petani yang sudah runtuh dan tak berpagar, dan di tengah-tengahnya sebuah rumah batu yang tak dihuni dan belum selesai. Pemiliknya agaknya tak cukup punya uang untuk membuat atap. Maka rumah itu tinggal tertutup atap lalang yang telah menjadi hitam. Pemilik tanah itu tinggal di rumah lain yang cuma satu tingkat. Ia berlari ke luar menyambut mereka dengan berpakaian jas panjang yang sudah tua, kusut, dan mengenakan sepatu bot yang penuh lubang. Ia tampak mengantuk dan mesum, tetapi pada wajahnya terlihat sifat yang baik. la gembira melihat para tamunya, seakan-akan mereka itu saudara- saudaranya yang sudah lama hilang.

Dilanjutkan dengan pesan spiritual Gogol:

“O, Tuan rupanya pengagum pemandangan indah?” kata Kostanjoglo sambil melontarkan pandang keras. “Biarlah saya mengingatkan Tuan, bahwa kalau Tuan mulai mengejar pemandangan, Tuan akan tertinggal tanpa roti dan tanpa pemandangan. Pikirlah selalu tentang apa yang berguna dan bukan yang indah. Keindahan akan datang sendirinya. Yang terindah ialah yang tumbuh wajar, setiap orang membangun menurut kebutuhannya dan sesuai dengan seleranya. Kota-kota yang dibangun dengan garis-garis lurus menyerupai barak-barak…. Tak usah dipikirkan soal keindahan itu! Pusatkan pada hal-hal berarti.”

“Ya, alam cinta kepada kesabaran, dan itu hukum yang diberikan kepadanya oleh Tuhan sendiri, yang memberkahi orang-orang yang sabar.”

Akhirnya 

Sikap religius Gogol pun terwakili dengan pesan-pesan berikut ini:

“Tapi bagaimana mungkin Tuan hidup tanpa kerja? Bagaimana mungkin tanpa suatu jabatan, tanpa pekerjaan. Coba dengar, Tuan, lihatlah setiap makhluk Tuhan ini melakukan suatu pekerjaan, masing-masing ada peranan yang dimainkannya dalam hidup ini. Batu pun ada kegunaannya, dan manusia yang merupakan makhluk yang terpandai harus ada kegunaannya, bukan?”

“Kalau begitu berbaktilah kepada-Nya yang begitu bersifat mengampuni Tuan. Kerja akan disambut baik oleh-Nya seperti doa. Ambillah pekerjaan apa saja yang Tuan sukai, tetapi lakukanlah pekerjaan Tuan seolah-olah Tuan melakukannya untuk-Nya dan bukan untuk manusia. Setidak-tidaknya Tuan tak akan punya waktu lagi untuk hal yang buruk, menghabiskan uang untuk main kartu, melahap makanan yang enak-enak, membuang-buang waktu dalam pergaulan kelas atas, dan itu sudah baik!

Prosesi penghakiman tindak kriminal, terus berlanjut. Namun tindak korupsi pun selalu mengambil kesempatan di setiap langkahnya. Samotsvetov, pejabat pengamanan tahanan, mengeluarkan Chichikov dari penjara dengan ongkos 30.000 Rubel. Korupsi. Dan atas saran dari Murazov, Gubernur Jenderal pun memerintahkan untuk membebaskan Chichikov.

Namun, marilah kita singkirkan persoalan siapa yang paling patut dipersalahkan. Soalnya ialah bahwa saatnya telah tiba bagi kita semua untuk menyelamatkan negeri kita, bahwa negeri kita sekarang berada di tepi keruntuhan: bukan karena serbuan sejumlah bangsa asing, melainkan karena diri kita sendiri; bahwa di samping pemerintah kita yang sah, di samping para penguasa kita yang sah, penguasa-penguasa baru telah muncul, yang jauh lebih kuat dari penguasa-penguasa kita yang sah. Para penguasa ini telah menetapkan syarat-syarat sendiri, nilai-nilai sendiri, dan bahkan harga-harga itu sekarang telah diketahui secara umum. Tak ada seorang penguasa pun, sekalipun ia lebih bijaksana dari semua pembuat undang-undang dan penguasa, yang mempunyai kekuatan untuk mengoreksi kejahatan, betapa pun ia dapat mengurangi kegiatan para pejabat yang buruk dengan menempatkannya di bawah pengawasan pejabat-pejabat yang lain. Semua itu akan sia-sia, sampai kita masing-masing merasa, bahwa seperti pada waktu kebangkitan seluruh rakyat secara umum, ia telah mempersenjati dirinya terhadap (musuh-musuhnya?). Demikianlah sekarang ia harus bangkit melawan ketidakadilan. 

Sebagai seorang Rusia, sebagai orang yang terikat kepada Tuan-tuan oleh ikatan kelahiran dan darah, sekarang saya mengimbau kepada Tuan-tuan. Saya mengimbau kepada sebagian di antara Tuan-tuan yang mempunyai gagasan tentang apa yang dimaksud dengan kebangsawanan pikiran. Saya undang Tuan-tuan agar mengingat tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap orang, sesuai dengan jabatan apa pun yang dipegangnya. Saya undang Tuan-tuan supaya mengamati dengan lebih teliti tugas Tuan-tuan dan kewajiban- kewajiban Tuan di dunia ini, karena ini merupakan hal yang hanya samar-samar saja kita sadari, dan kita hampir tidak….”

(Di sini naskah terputus)

TAMAT

Gaya penulisan

Nikolai Vasilevich Gogol (1809-1852)

Satu hal yang lazim dalam novel-novel Rusia, selalu rinci menjelaskan setiap hal. Selintas tak relevan dengan pokok cerita, namun seringkali bisa mewakili situasi sosial lingkungan cerita. Misalnya:

Pengarang yakin sekali bahwa ada pembaca yang sangat ingin tahu, sehingga ingin mengetahui denah dan susunan dalam kotak itu. Nah, kenapa tidak memuaskan hati mereka itu? Dan, inilah susunan di dalamnya: di bagian tengah ada sekat kecil untuk sabun, di sampingnya ada enam atau tujuh sekatan sempit untuk pisau cukur; kemudian ada sekat-sekat persegi untuk sebuah kotak pasir dan sebuah botol tinta dengan piringan kecil yang diberi lekuk untuk pena, lilin materai, dan barang lainnya yang diletakkan pada sisi yang panjang, kemudian segala macam sekat kecil dengan dan tanpa tutup untuk barang-barang yang berukuran pendek, penuh dengan kartu nama, kartu penguburan, karcis teater, dan barang-barang lain yang disimpan untuk tanda mata. Keseluruhan bagian atas kotak itu dengan segala sekat di dalamnya dapat diangkat, dan di bawahnya terdapat satu sekat yang penuh dengan carik-carik kertas; kemudian ada sebuah laci rahasia yang kecil untuk uang, yang dapat ditarik tanpa diketahui dari sisi kotak itu. Laci itu selalu ditarik dan dikembalikan dengan begitu cepat oleh Chichikov, hingga tak memungkinkan kita mengatakan berapa banyak uang ada di dalamnya.

Gogol sering menulis berkepanjangan dan rinci terhadap tindak tokohnya untuk menggambarkan karakternya. Sepertinya, ini dilakukannya untuk menghindari penjelasan naratif, yang sebetulnya juga biasa dia lakukan. Berikut contohnya:

Sesuai kebiasaannya, pahlawan kita pun segera melibatkan perempuan itu dalam percakapan. Ia bertanya apakah ia sendiri pemilik rumah penginapan itu ataukah ada pemilik yang lain, berapa pemasukan dari rumah penginapan itu, apakah anak-anak lelakinya tinggal bersamanya, apakah anak terbesar sudah kawin atau masih bujangan, seperti apa istri yang dinikahi oleh anak laki-lakinya, apakah anak laki- lakinya mempunyai mas kawin yang besar atau tidak, apakah ayah pengantin perempuan itu puas, dan apakah istri dari anaknya marah waktu menerima hadiah kawin yang demikian sedikit. Singkatnya, ia tak melewatkan apa pun.

Dan berikut ini adalah contoh penjelasan naratif terhadap karakter tokoh yang Gogol tuliskan: 

Pembaca mungkin sudah kenal dengan pribadi Nozdryov dalam batas-batas tertentu. Tiap orang pernah menjumpai orang seperti dia. Mereka dikenal sebagai orang yang perlente, bahkan pada masa kanak-kanak dan sekolah, mereka dikenal sebagai kawan yang baik. Namun, karena itu pula sering sekali menerima pukulan yang menyakitkan. Pada wajah mereka selalu tampak sesuatu yang terbuka, bersifat terus terang, dan ceroboh. Mereka cepat memperoleh kenalan, dan sebelum kita sadar akan keberadaan kita, mereka sudah memperoleh hubungan yang akrab dengan kita. Kita menyangka bahwa persahabatan mereka itu akan berlangsung selama hidup, tetapi hampir selamanya terjadi bahwa teman baru mereka itu akan mulai berkelahi dengan mereka saat itu juga di satu perjamuan. Mereka selalu suka bicara, peminum, dan pejudi besar, dan sungguh berani mati untuk selalu dipandang oleh umum. Pada umur tiga puluh lima, Nozdryov tampak sama seperti ketika ia berumur delapan belas dan dua puluh.

Muram, kusam dan gelap, yang disampaikan dalam bahasa puitis adalah biasa dalam novel Rusia dimasanya. Tetap enak dibaca.

Di sana, di dalam kamar kecil yang sudah sangat dikenal oleh pembaca, dengan pintu yang terhalang oleh meja berlaci, dengan banyak kecoa yang mengintip dari sudut-sudutnya, pikiran dan otaknya berada dalam keadaan yang tak menyenangkan, sama dengan kursi besar yang didudukinya.

Komentar

Membaca karya sastra Russia itu seperti menonton teather, lucu menghibur namun getir. Hanya, seringkali menjadi hambatan untuk memulai membaca sastra Rusia adalah ketidaknyamanan terhadap terjemahan bahasa, dan sedikitnya pemenggalan paragraf, sehingga terasa lelah membacanya. Namun rincinya penggambaran budaya masyarakat saat itu dan konflik sosial di dalamnya, menjadi kekayaan yang membangunan inspirasi kepekaan sosial.

Akan sangat membantu mencerdaskan bangsa, bila ada penerbit buku berbahasa Indonesia dalam format ebook dengan aplikasi yang menyediakan fasilitas di dalamnya untuk dapat mewarnai text dan mengekspornya, menandai halaman, copy text hingga 75% dari isi buku dan memberikan catatan, seperti layaknya memegang format hard copy. Kindle dan Play Books mampu menyediakan fasilitas tersebut. Fasilitas tersebut sangat membantu untuk dapat lebih memahami isi buku.

Tautan

Nikolai Gogol